Lama sekali nggak tarwih di masjid kayak gini (Tahun lalu penulis nggak pernah
tarwih di masjid sama sekali –Pent). Ceramah yang menarik dan santai dan
pendek-pendek (Masih banyak waktu –Pent). Plus shalat berdempet-dempetan
rakaat demi rakaat, menyebarkan kehangatan persaudaraan lagi. Hangat lah
yaw.
Page 109 of 210
Marhaban ya Ramadhan. Awan-awan keperakan meredupkan tajam sinar matahari
sore tadi buat menyambut datangnya bulan mulia ini. Suatu kesejukan meresapi
hati. Kesejukan yang jernih yang mengangkat kehangatan kemanusiaan dan
persaudaraan. Tarwih yooo.
Sekarang nggak tau mau dikemanain lagi buku-bukunya. Kali dibawa aja ke kantor, bikin rak satu lagi di sana.
Buat penggemar berat buku-buku, coba kunjungi www.allconsuming.net buat lihat-lihat cuplikan buku dari berbagai weblog.
Penggemar belanja buku bisa milih-milih tempat yang paling murah di isbn.nu.
Resensi yang menarik juga bisa diakses di www.nybooks.com.
Beberes rak buku. Ini adalah perabot pertama yang masuk ke rumah mungil kehijauan ini. Waktu berencana pindah rumah (dari rumah ortu), yang pertama terpikir adalah menyelamatkan buku-buku. Trus jadilah rumah yang masih tanpa tirai itu mirip etalase buku. Tapi jumlah buku terus berlipat, dan raknya nggak cukup lagi. Perlu lemari tambahan di belakang, trus satu lagi di kamar. Trus dilempar ke perpustakaan kantor, dan ke perpustakaan lain.
Rekor kunjungan ke site ini dipecahkan lagi di bulan Oktober, dengan rata-rata 61 visits per hari (atau 1375 hit per hari), memecahkan rekor Agustus tahun ini sebesar 48 kunjungan per hari. Thanks atas kunjungannya, chums. Tapi siapa sih Anda, para pengunjung yang ke sini? Apa orang yang mengunjungi site-site Indonesia pasca ledakan Bali? Tapi kenapa grafik kunjungan hanya naik sedikit tanggal 14 Oktober, dan justru memuncak tanggal 21-23 Oktober?
Anda, para pengunjung, adalah makhluk misterius yang lama-lama bikin penasaran.
Dari mana datangnya pisang-molen dan peuyeum-molen?
Di belakang rumah masih ada pohon jambu, hasil cangkokan Pak Sus,
yang dibawa ke rumah ini waktu baru jadi, dan perabotnya baru sebuah
rak buku di kamar tamu. Di Dalnet Datel Bandung (for non Telkommers,
this means “Pengendalian Network Daerah Telekomunikasi Bandung” –Ed),
memang kita bukan rekan sekerja, tapi sebuah keluarga. Kita lunch
bersama hampir tiap hari, kita saling berkonsultasi soal-soal keseharian.
Waktu bikin Mastercard di Bank Universal, aku minta Pak Sus jadi
referensi, dengan judul “atasan”. Nggak lama, Pak Sus juga bikin
kartu di bank lain (Lippo?), dan minta aku jadi referensi dengan
judul “atasan” juga. Tik-tik-tik, kenangan-kenangan mengalir. Ugh,
jadi melankolik nih.
Pak Susantyo pulang. Beberapa hari kemarin aku masih lewat di depan
jendelanya, dan masih mengerdipkan mata *twink*. Dan beberapa hari
sebelumnya masih sempat becanda riang. Hari ini beliau bekerja di luar
kota, koordinasi sesuatu di Ciater, dan meninggal dalam tugas.
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kita, milik Allah, dan hanya
kepada Allah kita akan kembali. Salam sayang bagimu, Pak Sus, sampai
ketemu lagi, dan itu nggak lama lagi, di kehidupan yang sesungguhnya.
Ribuan, puluhan ribu, barangkali ratusan ribu burung kecil beterbangan di atas pasar Ciranjang (antara Cianjur dan jembatan sungai Citarum), menjelang Maghrib. Nyaris tanpa suara, tapi jelas lebih ramai daripada gerak para manusia yang sedang menutup hari.
Ada waktu untuk bertanya, ada waktu untuk menjawab, tapi ada waktu sekedar buat menikmati hidup sebagai hadiah.