Author: koen (Page 1 of 123)

Isnet

Isnet, benda apa itu? Syukurlah, abis beberapa tahun bergabung dengan Isnet, aku belum melihat ada yang menyepakati apa yang disebut Isnet. Nggak pa-pa sih, dan malah baik, kalau kita bisa berjalan, melaju, dan sinergis, tanpa repot2 sama urusan definisi, koordinasi, dan bla-bla lainnya. Tapi saat sinergi pun jadi tinggal kenangan, kita seharusnya mulai mencari: kenapa potensi sehebat itu tidak kita manfaatkan dengan benar; dan kenapa kebersamaan sehangat itu kita khianati dengan kesendirian masing-masing.

Maka aku datang malam kemarin ke yang dinamakan sebagai Pertemuan Isnet. Dan yang dibahas memang kelembagaan dan perlembagaan Isnet. Tentu khas Isnet, dalam arti bahwa biarpun judulnya berbau2 soal lembaga, tetapi tidak ada yang menyebut urgensi melembagakan Isnet. Justru kembali yang dilakukan adalah berbagi ide dan pencerahan, antar generasi, antar sektor.

Barangkali aku juga hadir sekedar kangen. Bang Laurel Heydir tetap hangat seperti biasa. Dari Bandung cuma ada aku dan Mas Bogie Sujatmiko, yang sama2 pendiam dan ogah bersuara. Tuan rumah, Herr Faisal Motik, tetap jadi joker yang handal untuk membuka dan menutup acara. Dan ustadz Qodri Azizy betul2 menyampaikan alternatif kritis tentang lembaga2 Islam. Misalnya, kenapa nama “Islam” terkesan seram dan dihindari, tetapi nama Hukum Islam, a.k.a. “Syariah” terkesan ramah dan dikejar2 lembaga2 non Islam sekalipun. Juga tentang pendidikan Islam yang sebenarnya menekankan kepada rasio dan kritik. Kenapa Nabi Ibrahim, saat beroleh perintah Allah atas anaknya, perlu menanyakan pendapat anaknya, Ismail, alih2 bersikap “aku dengar dan aku laksanakan sekarang juga.” Juga tentang prioritas2 yang tertinggal oleh rutinitas2. Juga tentang …

Bersambung ah, as usual.

Tapi Isnet itu apa?

Nah, itulah soalnya.

Tutugan

Satu lagi kunjungan ke Tutugan. Kampung di sekitar Ciwidey ini merupakan tempat relokasi kegiatan Pesantren Al Quran dan Teknologi Duriyat Mulia, setelah sempat kita membuat basis di Gambung, Leuwiliang, dan Papakmanggu. Secara fisik terlindungi (d/h terpencil). Sinyal selulerpun sulit menembus tempat ini. Kenapa di tempat kayak gini bikin Pesantren dengan nama Teknologi segala? Soalnya untuk membentuk insan rahmatan lil alamin, tidak bisa Pesantren cuman memberikan nilai-nilai Qurani tanpa memberikan pegangan praktis tentang teknologi budidaya pangan, pertanian, peternakan, kerajinan, dll. Ini bukan desa yang sudah berkembang :).

Tapi, diskusi bisa dilakukan di lain waktu. Yang aku lakukan cuma menyejukkan hati. Dan melarikan diri, sebenarnya. Tapi ini pun bukan untuk didiskusikan :).

Damai rasanya …

Evolusi Kucing

Masih belum punya waktu juga buat nulis. Jadi sementara copy’n’paste dari KCM aja.

Di bawah pimpinan Warren Johnson dari National Cancer Institute di Frederick, Maryland, para peneliti berhasil melacak jalur kekerabatan kucing. Kucing rumahan kemungkinan besar memiliki nenek moyang yang hidup di Asia Tenggara sekitar 11 juta tahun lalu. Kesimpulan ini ditarik berdasarkan analisis terhadap DNA tubuh kucing liar dan rumahan.

Sejarah asal usul kucing belum begitu banyak diketahui sebelumnya sebab terlalu sedikitnya fosil yang menunjukkan hubungan satu sama lain. Oleh karena itu, tim peneliti internasional menggunakan sampling DNA dari kucing yang masih hidup. Mereka mengamati DNA dari mitokondria dan DNA dari kromosom X dan Y yang membawa informasi genetik 37 apesies kucing.

Dari hubungan genetik di antara kucing-kucing tersebut terlihat bahwa nenek moyang kucing bermigrasi ke seluruh bagian dunia. Masing-masing mengembangkan keturunannya di semua benua kecuali Antartika.

Setelah evolusi selama bertahun-tahun, muncul delapan garis keturunan, di antaranya singa, ocelot, dan kucing domestik. Moggy adalah jenis kucing rumahan yang paling dekat kekerabatannya dengan kucing liar di Afrika, Eropa, dan kucing gurun di China.

Sejumlah kecil dari keturunannya menyebar ke penjuru dunia melalui jalur darat yang sempat menghubungkan benua-benua. Hal tersebut terlihat dari dekatnya kekerabatan jenis kucing yang mengalami domestifikasi dengan kucing liar dari Afrika, Eropa, dan China.

Hubungan genetik menunjukkan adanya sifat keturunan tertentu yang menyebar ke seluruh penjuru dunia sehingga melahirkan jenis karnivora terkuat. Garis keturunan yang disebut Panthera itu melahirkan singa, jaguar, leopard, dan harimau.

Kemudian disusul spesies-spesies Asia, misalnya kucing teluk, kucing emas Asia, kucing pualam dan tiga spesies kucing Afrika, terdiri atas caracal, kucing emas Afrika, dan serval. Kucing juga berkembang membentuk garis keturunan yang melahirkan ocelot. Semakin lama muncullah cabang keturunan lainnya yang melahirkan jenis lynx, puma, kucing leopard, dam kucing rumahan.

Para ilmuwan yakin bahwa nenek moyang kucing modern bermigrasi dari Asia ke Afrika sekitar enam hingga delapan juta tahun yang lalu sehingga melahirkan garis keturunan caracal. Kucing kemudian melintasi selat Bering yang saat itu masih berupa daratan yang menghubungkan Asia dengan Amerika Utara sebelum memasuki Amerika Selatan melalui Panama. Temuan-temuan tersebut dilaporkan dalam jurnal Science.

Hard Reset

Secara simbolik, hilanglah tahun 2005 :). Xphone ajaibku mendadak mogok kerja. Tak lekang dia oleh rayuan gombalku untuk bertahan hidup. Harus dilakukan hard reset, akhirnya (googling ke seluruh penjuru dunia untuk cari cara Hard Reset yang benar). Hasilnya adalah sebuah Xphone segar tanpa sebutir aplikasi tambahan, e-mail, maupun SMS pun. 4000an SMS hilang. Hidup kayak dimulai dari baru lagi :).

Tapi SMS tahun 2004 ke bawah masih tersimpan di komputer ini. Juga beberapa SMS 2005 yang secara sporadik tersimpan di beberapa tempat. Jadi nggak perlu lah membanjiri nomorku dengan SMS baru :).

Hmmm, abis restore SMS balik ke HP, masih tersisa 700 SMS.

2006: Toward Elegance

Pada masyarakat dilbertian, hal2 seperti ineffective (=useless) tasks, inefficiency, micromanagement, embedded crime*, selalu terjadi. Ini tidak mudah diatasi dengan cepat, sehingga kita harus membiasakan diri hidup di tengah2 situasi macam ini. Tanpa harus hanyut.

Tapi Big Boss berfirman: hidup berbatas waktu. Dan juga: hidup harus berkualitas. Selain itu: hidup tidak untuk mengurung diri. Maka hidup harus diisi secara elegan.

Sebenarnya, pernyataan ini cukup. Tapi elegance masih cita2, jadi masih boleh dilanggar :). Artinya, elaborasi yang tidak perlu masih boleh. Weblog, selain untuk hal2 menarik, juga masih sah dipakai untuk pelepas katarsis ;).

Beberapa hal yang harus dilakukan (bisa direvisi kapan saja): Menghindari aktivitas yang nggak perlu (inefisiensi terbesar terjadi di kantor: administrasi internal kantor, visualisasi ide yang menghabiskan waktu), menyederhanakan aktivitas, dan meningkatkan kualitas, serta memperbanyak unsur seni. “Seni bukannya menurunkan efisiensi?” –> Nggak, seni meningkatkan kualitas dan sekaligus efisiensi. Hal2 ini tentu sudah dilakukan, tetapi tahun ini akan dilakukan secara aktif.

Bukan berarti hal2 di luar job desc harus ditolak. Justru banyak task seperti ini yang ternyata lebih penting, dan lebih menarik ;). Bikin paper atau bantuin bikin paper misalnya, punya nilai tambah untuk memperluas visibility, asal temanya menarik. Ini lebih menarik daripada nonton Pameran Powerpoint beberapa jam yang kadang tanpa ide baru. Ada sustainable growth yang juga jadi target, dan seringkali ini tidak masuk plan, karena plan dirancang belum dengan teliti ;).

OK, kalimat2 ini belum elegan. Aku sengaja. Orang2 di kantor suka baca weblog ini. Aku nggak keberatan. Tapi khusus kali ini, aku khawatir mereka bener2 tahu what’s in my mind :) :).

Dan istilah2 Inggris di atas, maaf, itu sengaja juga, dengan maksud membentuk nuansa. Percaya atau tidak, bahasa Indonesia punya nuansa subyektif, sehingga pemakaian bahasa asing jadi terasa obyektif.

Koen Egois

Tentu kadang terlihat bahwa aku terpengaruh Sisyphus-nya Camus atau bahkan Faust-nya Goethe, biarpun aku lebih sering merasa terpengaruh Borges. Tapi jelas bahwa aku terlalu suka meracuni diri dengan Dawkins, Ridley, dll. Buatku, penjelasan tentang hal2 ruhaniah bukannya salah, tapi terlalu mudah dimanipulasi dan dijadikan tameng. Aku lebih suka melihat ketragisan sebagai keniscayaan materialis. Allâh mencipta, memberi bukan cobaan tetapi tantangan, dan kemudian menuntun kita sebagai insan dewasa, bukan kanak2 yang melulu minta disuapi. Allâh berbincang sebagai sahabat yang memahami kita, bukan yang menunggu kita memohon2 dan meramu2 doa.

Rekan2 di mail list teknologia@ sedang memperbincangkan soal disclaimer buat weblog. Buat aku sih, sejak beralih dari kuncoro.citeweb.net ke kun.co.ro, site ini sudah menjadi adult site, yang hanya boleh dibaca dengan kedewasaan. Bukan dari sisi umur, soalnya aku sering melihat orang berumur yang tidak bisa dewasa. OK, kita kembali.

Jadi kita asumsikan, bahwa sebagai pewaris tahta evolusi, manusia dan spesies lain di muka bumi ini memiliki sifat egois, baik secara langsung maupun tak langsung. Sistem sosial yang konon bersifat anti-egoism itu pun sebenarnya merupakan resultan dari game evolusi sosial panjang yang menghasilkan bentuk temporer yang paling pas untuk bertahan dan berkembang secara individual.

Jika kita secara individual mencoba untuk berlepas dari kepentingan pribadi: selamat. Ini ucapan selamat yang tulus, bukan ironi. Jiwa kita, yang juga hasil evolusi ini, ternyata bisa memiliki kemerdekaan. Bisa merayakan kehidupan sambil berlepas dari kepentingan mempertahanan hidup. Jadilah insan bebas, yang tidak harus terikat oleh kepentingan. Jadilah insan yang dapat menjadi pengamat perilaku manusia, tanpa bias oleh kepentingan. Jadilah insan yang menikmati dan merayakan kehidupan apa adanya.
Jangan mau tersiksa oleh penantian akan sentuhan hati manusia. Istilah semacam “balas budi” misalnya, adalah istilah perdagangan, bukan kemanusiaan. Lakukan apa yang kita mau. Biarkan manusia dengan hati masing-masing. Biarkan hatimu sendiri bersenyum.

Lalu ucapkan mantera ini: Give & Give.

Kemastel

“Kapan MMS bisa diadaptasi di CDMA?” gitu tanya seorang rekan, setengah tahun yang lalu.

CDMA di sini bukan mengacu ke metode akses tentu, tapi ke keluarga standar CDMA 2000 yang sekarang dioperasikan dalam merk Flexi, Esia, Fren, dan StarOne. Trus aku pun berceloteh panjang di tengah rapat itu. Buat apa memaksa masuk ke dunia GSM yang mulai ditinggalkan? MMS, dan juga WAP, hanyalah teknologi antara. SMS juga. Sekarang semua HP baru udah bisa melakukan akses web, email. Dan web berarti semuanya. Mail over web. IM over web. MMS over web, malau mau. SMS over web. Tapi kenapa nggak mengadopsi teknologi sederhana, semacam IM, over web?

Email, transfer gambar, transfer data, bisa dilakukan di atas IM. IM over IP, atau IM over web over IP. Dan IP over GPRS, EDGE, PDN (CDMA), WiFi, Wimax, dll. Artinya kita bisa bikin account yang bisa diakses dari mana pun. Dan IM tidak rumit. Plasa.com aja pernah punya, cuman nggak bisa mengembangkan dengan lebih kreatif. Dan account tidak harus mengikut ke nomor HP. Kalau kita punya beberapa nomor HP, orang bakal susah ngirim SMS atau MMS ke kita. Tapi kan kita bisa bikin single account untuk IM, dan orang tinggal mengirimkan apa pun ke account itu, nggak peduli dari mana kita buka. Dan nggak harus dari HP atau PDA.

Bentuk aplikasi over IP ini bisa luas dan terbuka. Chatting, conference, mail, file transfer, online game, kerja kolaborasi, apa pun yang saat ini bisa dilakukan di YM, MSN, dan berbagai web services.

Trus rancangan dilanjutkan sampai requirement kasar. Tentu, ini harus independen dari operator telekomunikasi. Biar nggak bias. Kalau misalnya produk ini dimiliki Telkom (yang bercita-cita punya komitmen ke customer), Indosat (yang bercita-cita punya sinyal kuat) nggak bakal mau pakai.

Trus aku bilang ke Pak Kemas: Namanya Kemastel aja.

Pak Kemas cuman mengangguk, masih mikir.

Aku tambahin: Soalnya kalau namanya Kuntel, nggak bakal ada yang mau pakai.

Pak Kemas langsung ketawa meledak. Dan terpaksa harus lari ke luar ruang, biar nggak ganggu rapat. Diskusi dinyatakan selesai.

Siegfried

Pagi, Bandung Timur bertirai kabut tipis lagi. Das Rheingold diiringkan. Kenapa tidak? Pasti lucu kalau tirai itu diperciki nyanyi peri sungai Rhein. Tapi waktu badan harus dibawa menembus kabut, Rheingold diteruskan di dalam kepala … sampai ke Siegfried. Berhenti dan berulang di Prelude dari Act 2. Udah lama nggak dengar versi asli yang ada di luar kepala :).

Udah waktunya kayaknya untuk becermin dari Prelude itu. Becermin atas kegalauan yang timbul selalu dari hati kita sendiri, dari hati yang bebas, kuat, dan merdeka. Dari sang diri. Disharmoni laksana ombak menyapu hati terus menerus. Melemah perlahan untuk datang lebih kuat. Terus menerus. Tentangan datang terus menerus menjelma badai. Membuat hati makin kuat, makin menjadi.

Dan tatkala ombak menjadi sayup, hati justru tak tentram lagi. Ada apa di balik kesayupan? Hati hanya siap hadapi tantangan. Hanya siap mencercah terang di tengah gelap badai. Hanya siap mencipta teduh di tengah nyaring keriuhan badai.

Hidup dari satu kegalauan ke kegalauan lain. Menghadapi satu tantangan ke tantangan lain. Bahkan sebelum kita sadar siapa kita sesungguhnya. Nilai kemanusiaan justru terletak pada jiwa petualangnya. Bukan sekedar pejuang yang melakukan pembelaan; tapi dalam arti berani memilih tantangan. Saat di atas dada masih terdapat tanda tanya besar.

Takdir, menjadi permainan kalkulus semesta yang menarik. Tapi Kekuatan Tuhan adalah sesuatu yang terintegrasi dalam diri kita. Maka setiap detik, kita memutuskan dan mencipta keajaiban.

Kopi, Liver

Kopi lagi. Reuters dan 48 site lain yang tercatat di Google News, berkampanye lagi tentang kopi. Dan teh. Konon mereka bisa mengurangi resiko kerusahan hati serius, yang biasanya diakibatkan oleh alkohon, kelebihan berat, atau kebanyakan zat besi; tetapi tidak yang diakibatkan oleh virus. Penelitian ini konon dilakukan oleh “National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases and Social & Scientific Systems, Inc.” (carilah di mana itu), diterbitkan oleh “American Gastroenterological Association journal Gastroenterology,” (cari juga di mana itu), ditokohi oleh Dr Constance Ruhl.

“While it is too soon to encourage patients to increase their coffee and tea intake, the findings of our study potentially offer people at high-risk for developing chronic liver disease a practical way to decrease that risk,” kata Dr. Constance Ruhl. “In addition, we hope the findings will offer guidance to researchers who are studying liver disease progression.”

Penelitian konon dilakukan pada 9849 peserta selama 19 tahun. Para peserta ini minum setidaknya dua cangkir kopi atau teh per hari.

Banyak “konon”-nya. Tapi biar deh. Satu lagi kopi malam ini, trus bobo …

« Older posts

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑