Category: Travel (Page 7 of 8)

London: Last Visit

Hari ini tiket daytripper tak terlalu banyak dipakai. Banyak jalan kaki saja sampai sore.

Berbuka puasa di Leicester Square (langganan amat sih). Mengelilingi semua sudut di putaran Picadilly. Dan baru akhirnya naik bis ke Trafalgar (nonton choir di tengah lapangan), dan naik Tube ke Victoria, jalan setengah berlari ke terminal Leuwipanjang, dan menghempaskan badan yang kelelahan di bis nomor 422.

Si sopir bermuka serius. Dia menerima tiket dengan kaku. Kesannya kayak lagi main teater. Tadi di dalam bis, aku berubah pikiran. Mungkin saja dia mantan DJ. Announcementnya aneh-aneh, dengan gaya setengah rap.

Aku paksa mata untuk terpejam. Tapi kelelahan menghalangi. Jadi diam aja menikmati kegelapan motorway ke arah Midlands. Waktu mata akhirnya mulai terpejam, si sopir teriak lagi “Ladies and gentlemen, we’re now in Coventry. WAKE UP! What’s the matter with you?” Duh, DJ asli.

Highlander

Menjelajah Skotlandia, melintas Glasgow, ke kawasan highland, sampai ke kastil Stirling. Bukit-bukit yang sejuk saling menyusul, dengan belasan danau (loch) di batas bukit, dan bangunan klasik di tepi-tepi danau. Cuaca yang maunya tidak bersahabat justru memperkuat kesan misterius kawasan ini. Hutan-hutan menampakkan semua warna yang bisa kita bayangkan. Di luar hutan, peternakan luas dengan ribuan domba dan sapi berbulu tebal, dengan pagar-pagar batu yang pendek.

Kastil Stirling adalah lambang perjuangan rakyat Skot yang keras. Dan kita tahu bahwa mereka memang punya sesuatu yang patut diperjuangkan.

Edinburgh

Edinburgh, ibukota Skotlandia, dibangun di atas tujuh buah bukit. Di atas puncak tertinggi, dibangun kastil Edinburgh yang dipenuhi meriam-meriam dan dikelilingi karang-karang terjal. Yang jadi indah memang bukan kastilnya :), tapi pemandangan dari atas kastil. Edinburgh tampak mungil, namun ingin menampilkan kemegahan sebuah ibukota. Bukit yang gelap ditaburi cahaya, dan gedung-gedung tampak bersinar dari pagi sampai malam. Banyak cara dipakai untuk menampilkan kecantikan kota ini. Selain dari kastil, bisa juga dari kamera obscura tempat mengintai seluruh penjuru kota, atau cukup dengan menyusuri jalan-jalan yang tertata apik dan selalu bersih. Termasuk masjidnya yang apik, asri, dan bikin betah.

Skotlandia

Skotlandia memang bukan Inggris. Dibanding kesesakan kota-kota industri di kawasan Midlands, Skotlandia bener-bener boleh dinamai luar negeri. Barangkali semacam kawasan Eropa yang salah dipasang di Britania. Bukan hanya alamnya dan penataan lingkungannya yang berbeda, tapi gaya hidup masyarakatnya juga berbeda. Bank-bank di Skotlandia (setiap bank) juga ternyata menerbitkan mata uang poundsterling mereka sendiri, tanpa gambar ratu Inggris. Bahkan lambang negara UK di sini merupakan kebalikan dari di Inggris: unicorn di kiri dan singa di kanan.

Keramahan orang Skotlandia adalah keramahan dengan antusiasme. Ciri lain adalah kebanggaan yang hangat sebagai orang Skot, dan usaha mereka untuk membagikan kebanggaan itu.

Twin Tower of York

York. Imut amat ini kota.

Pusat kota dikelilingi tembok dan gerbang-gerbang tua yang sudah tidak utuh lagi. Di dalam kota, hanya ada beberapa jalan mobil. Selebihnya adalah gang-gang kecil tempat pejalan kaki. Jalan kecil itu acak, tapi tertata rapi, dikelilingi rumah-rumah dan toko-toko dengan arsitektur beraneka ragam dari berbagai jaman, membentuk kehangatan masyarakat di tengah alam Yorkshire yang mulai dingin. Kota macam York ini bikin betah, penuh variasi dan kejutan-kejutan.

Kalau New York berpuncak pada pencakar langit, puncak kota York hanyalah sebuah benteng pengintai mungil di atas sebuah bukit buatan yang kecil. Dari benteng itu, tampak sebagian lekukan bukit-bukit Yorkshire, dengan pohon-pohon dan daun-daunan musim gugur yang berwarna warni.

York, juga punya twin tower, yang lebih manis daripada bekas twin tower di kota adiknya. Gedung yang ada twin towernya ini dipakai berdoa bersama waktu Alf Wight a.k.a. James Herriot meninggal.

Nottingham

Ke Nottingham. Kota ini sebenernya menarik sekali, biarpun suhu udara nggak terlalu nyaman. Di mana-mana orang menyajikan legenda Robin Hood dan dunia kesatrian sebagai penarik pengunjung.
Tapi ini bukan kota wisata. Lebih banyak penduduk setempat yang sibuk dengan pekerjaan sehari-hari mereka. Barangkali ini contoh kota aktif yang optimal.

Manchester

Yang menarik sebenarnya adalah proses untuk terus berinteraksi dan bekerja sama dengan melupakan perbedaan-perbedaan. Perbedaan tidak harus disatukan. Memang nggak semua orang percaya bahwa “kalau dua pendapat berlawanan, bisa jadi keduanya benar”. Bisa jadi yang nggak percaya itu juga benar :). Jadi buat yang nggak percaya, anggap saja membiarkan perbedaan itu adalah mengajarkan pendapat kita dengan strategi yang lebih cerdik dalam interaksi yang bersifat saling menghargai.

Jadi aku bisa menjawab soal “duluan telur atau ayam” dengan teori evolusi di depan Mas Medy Satria yang anti teori evolusi. Juga Mas Aris masih bebas merokok di sebelah makhluk anti rokok kayak aku. Kita udah tahu posisi masing-masing kok. Dan itu justru mempererat persahabatan, soalnya kita bisa saling menerima tanpa syarat :).

Buckingham Palace

Kerkahan dan runtuhan di muka bumi barangkali belum cukup untuk mengingatkan manusia akan kefanaan. Kita masih suka mengumpulkan tanda-tanda kemegahan di ruang-ruang terkungkung batu-batu tebal. Seolah kekuatan mekanik mampu mempertahankan kemegahan semu kita. Buckingham Palace, warna warni yang menyilaukan mata dan membutakan mata hati. Bukan kejayaan yang berumur panjang yang tampak, tapi justru pendeknya umur manusia-manusia yang konon pernah merasa tinggi di masa hidupnya dulu.

Cambridge

Cambridge, barangkali adalah tipe kota kecil di Inggris yang aku bayangkan sebelum berangkat.

Kota yang berfungsi penuh tapi tetap terjaga apik dan ramah menerima pengunjung (paduan hal-hal yang lebih baik dari Coventry, Leamington, dan Stratford). Gedung klasik yang terawat baik, taman yang masih luas dan menenangkan, kanal yang jadi pusat perhatian semua orang, toko buku dan CD murah, pasar tradisional penuh penjual buah.

Kayaknya satu hari nggak cukup buat menghabiskan kota ini. Belum cukup buat menjelajahi toko-toko buku mungil yang banyak sekali, dan juga belum sempat ke museum kota.

« Older posts Newer posts »

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑