Mulai telaah pustaka buat final project. Tapi ide-ide ketarik ke arah MPLS dulu. kalau di schedule yang aku bikin sih, aku harus memulai dari ATM dulu, trus ke IP, trus ke soal-soal QoS, baru ke beberapa alternatif termasuk MPLS. Tapi emang pikiran suka sulit diatur sih :).
Page 163 of 210
Bikin site Telecom 2001 buat rekan-rekan di Telecom-2001. Seadanya aja deh. Tahap 1 cuman buat naroh foto-foto aja. Banyak kerjaan laen.
Richard Hallow trus heran, dari sekian puluh mahasiswa yang konon paling progressif di bidang telekomunikasi, cuman 1 yang sempat punya ide bikin personal website. Hehe, dia salah. Ada dua sebenernya. Dua-duanya dari Indonesia tapi :).
Aku nggak punya waktu untuk mendengarkan alasan-alasan subyektif kenapa orang harus punya atau harus tidak punya website.
Duh, Anisi mabuk pula, tengah malam ini nelepon. Kok bisa inget nomor telepon aku ya? Maki-maki pula. Udah deh, aku temenin ketawa-ketawa aja di telepon. Nah lo, siapa tuh yang mabok?
Celebration of the Last Lecture Day. Cuman ketemu bareng-bareng, Coca Cola non stop, dan ngobrol gantian sama rekan-rekan. Soal project, politik, travelling plan. Semacam itu lah. Kenn yang selama ini acuh bener, tumben ngasih apresiasi personal :).
Tapi yang patut dirayakan adalah hari kepulangan yang makin dekat. Cuman tegang juga nih sama thesis.
Abis urusan regulasi yang bikin suntuk, modul-modul kuliah diakhiri dengan hal-hal yang menarik: menggali peluang bisnis di tengah berkembangpesatnya teknologi informatika. Fokusnya lebih ke kebutuhan konsumen, dengan perimbangan di ketersediaan dan potensi teknologi.
Kedengerannya sih kayak refreshing. Tapi kuliahnya non-stop dari pagi sampai sore, lima hari penuh. Dan karena ini kelas sains, tetap aja akhirnya dibahas lagi urusan protokol-protokol buat Bluetooth, UMTS, dan lain-lain :). Biar deh. Kan kuliah terakhir.
Selesai juga, paper tentang Regulasi. Obyeknya di entitas sosial fiktif bernama Newland dan lain-lain. Sempat panik juga ngeliat kepustakaannya yang tebel-tebel dan bahasanya yang nggak standar sama kamus internal di dalam otak. Bahasa hukum, analisis finansial, dan bisnis, dalam satu paket sih (terutama bahasa hukum). Tapi syukur deh, bisa selesai dengan meyakinkan.
Cambridge, barangkali adalah tipe kota kecil di Inggris yang aku bayangkan sebelum berangkat.
Kota yang berfungsi penuh tapi tetap terjaga apik dan ramah menerima pengunjung (paduan hal-hal yang lebih baik dari Coventry, Leamington, dan Stratford). Gedung klasik yang terawat baik, taman yang masih luas dan menenangkan, kanal yang jadi pusat perhatian semua orang, toko buku dan CD murah, pasar tradisional penuh penjual buah.
Kayaknya satu hari nggak cukup buat menghabiskan kota ini. Belum cukup buat menjelajahi toko-toko buku mungil yang banyak sekali, dan juga belum sempat ke museum kota.
test
Buku di sebelah ini bisa dipakai meneruskan perbincangan soal gravitasi. Para ilmuwan abad 21 memulai riset atas gravitasi dari tiga jalur. Jalur pertama adalah asas termodinamika dan teori informasi pada black hole :). Yang kedua teori superstring (atau sekarang disebut string saja). Yang ketiga, dan yang paling didalami di buku ini, adalah quantum loops.
Pada skala Planck, node-node dan loop-loop (matematis) terus berubah bentuk, saling berkait. Dan perubahan-perubahan bentuk serta kaitan-kaitan ini yang menentukan bentuk dari dimensi, yang berikutnya juga menentukan karakteristik materi-energi yang dibentuk.
Setelah materi-energi dikuantumkan dalam teori kuantum, sekarang dimensi ruang-waktu juga dikuantumkan. Definisi tentang realitas juga digeser. Umumnya kita mengamati entitas-entitas, dan mengamati relasi-relasi antar entitas. Kini kita harus mulai belajar bahwa justru relasi-relasi itu yang membentuk entitas, dan dengan demikian merupakan elemen paling dasar dari realitas.
Dalam diskusi di Isnet (?) dulu: formulasi matematika yang valid akan mewujudkan dirinya menjadi fisika :).
The intellectual is an individual endowed with a faculty to for representing, embodying, articulating a message, a view, an attitude, philosophy or opinion to, as well as for a public. An this role has an edge to it, and cannot be played without a sense of being someone whose place it is publicly to raise embarrassing questions, to confront orthodoxy and dogma (rather than to produce them), to be someone who cannot easily be co-opted by governments or corporations, and whose raison d’être is to represent all those people and issues that are routinely forgotten or swept under the rug. The intellectual does so on the basis of universal principles: that all human beings are entitled to expect decent standards of behavior concerning freedom and justice from worldly powers or nations and that deliberate or inadvertent violations of these standards need to be testified and fought against courageously.
Edward Said’s “Representation of the Intellectual”, kiriman dari Sita di milis chevindo-2000