Tag: Telkom (Page 1 of 3)

BBI Papua

Gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) edisi Agustus 2022 dilaksanakan di Provinsi Papua, dengan campaign manager Kemkominfo. Seperti tahun 2021 lalu, Kemkominfo menggelar aktivitas pembinaan UMKM sebelum menyelenggarakan acara perayaan (a.k.a. harvesting). Peran Telkom — selain tentu saja menyediakan infrastruktur, platform, dan layanan digital berkualitas terbaik di dunia (xixixi) — adalah membina para UMKM.

Ini tentu memang bagian dari strategi perusahaan untuk mengembangkan strategi bisnis berbasis ekosistem yang berfokus pada pengembangan ekonomi masyarakat, sesuai panggilan Clayton Christensen dalam The Prosperity Paradox.

Kickoff dilaksanakan di Jayapura, 14 Juli 2022. Team Telkom tiba di Jayapura 13 Juli 2022 dan mengawali kegiatan dengan koordinasi dengan BRI sebagai pengelola pembinaan UMKM Jayapura (via Rumah BUMN Jayapura). Kegiatan pembinaan telah berlangsung rutin, dan kami memastikan bahwa komersialisasi B2B melalui Padi UMKM telah dijalankan di Jayapura. UMKM binaan RB Jayapura ini diundang juga dalam kickoff BBI Papua.

Kickoff dilaksanakan dalam bentuk digitalk yang menghadirkan PIC dari Kemkominfo, Telkom, dan Bank Indonesia (plus beberapa brand pendukung lain yang cuma hadir secara online). Hadir juga perwakilan UMKM dan komunitas pengembangan UMKM.

Kegiatan pembinaan UMKM berikutnya dilaksanakan bulan Agustus 2022 di kota Merauke. Team Telkom mendarat di Merauke (dengan Garuda Jakarta–Jayapura–Merauke) pada 3 Agustus 2022. Kegiatan di hari itu meliputi kunjungan ke Rumah BUMN Merauke yang dikelola oleh Telkom Indonesia.

Kegiatan pelatihan digelar di Coreine Hotel, dengan konten komersialisasi dengan (sekaligus onboarding di) Padi UMKM, serta pendanaan UMKM yang menghadirkan Pimpinan Cabang Pegadaian Merauke. Kegiatan memakan waktu hampir sehari penuh karena minat yang tinggi dari para UMKM.

Kemkominfo juga menyelenggarakan Digitalk di Merauke yang menghadirkan Wakil Bupati Merauke, ditambah PIC dari Kemkominfo, Telkom, dan Bank Indonesia (plus beberapa brand pendukung lain yang cuma hadir secara online) — jadi semacam reuni.

Usai Digitalk, kami menyempatkan diri meninjau perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini: titik KM0 dari Merauke ke Sabang, kalau kita ikuti arah bumi berputar. Tempatnya di Distrik Sota, Merauke.

Sempat berbincang juga dengan beberapa warga Papua Nugini di balik pagar perbatasan. Anak-anak kecil PNG ini lucu-lucu tapi bandel. Suka sekali bermain-main dengan rambutku. Mereka cakap berbahasa Indoenesia dan bahasa Inggris.

Tak hendak memubazirkan waktu yang sangat singkat di Merauke, kami juga mengunjungi titik pembinaan UMKM yang dilakukan oleh komunitas setempat.

Acara puncak Gernas BBI Papua dilaksanakan kembali di Jayapura, 24 Agustus 2022. Dari Telkom, hadir GM Witel Papua (Pak Agus Widhiarsana) dan team dari RMU, Corcom, dan Synergy; serta tentu dari Telkomsel (GM: Pak Agus Sugiarto). Selain memastikan kelancaran kegiatan (incl infrastruktur) dan turut merayakan kolaborasi pembinaan UMKM, kami juga mengkampanyekan virtual expo.

Pemerintah diwakili Kemkomarves (Deputi Koordinasi Parekraf, Bapak Odo Manuhutu), Kemkominfo (Dirjen IKP), Kemdagri, etc. Selain BI dan Telkom, brand pendukung lain kini hadir secara onsite juga. Demo virtual expo dilakukan oleh perwakilan dari kementerian-kementerian, dipandu PIC dari Telkom. UMKM yang hadir meliputi UMKM binaan Telkom dan komunitas pembina UMKM lain (incl BI, Pemprov, Pemkab, Dekranas etc).

Intinya, kegiatan-kegiatan di Papua ini berjalan cukup baik; dan tentu saja memerlukan komitmen, kapabilitas, dan kolaborasi lebih kuat untuk keberlanjutan program demi mencapai tujuan memakmurkan rakyat Papua melalui ekonomi digital.

Lalu kita lanjutkan pekerjaan lain seraya menanti rembang petang saat matahari terbenam; di tepi Teluk Cendrawasih, Jayapura.

Ternate & Tidore

Kerajaan Ternate dan Tidore adalah bagian penting dari sejarah Indonesia. Dua kerajaan di dua pulau kecil di barat Pulau Halmahera ini memiliki kekuasaan di nyaris seluruh Indonesia Timur. Ternate menguasai hingga Mindanao, Sulawesi utara dan tenggara, Papua barat, Halmahera utara; sementara Tidore menguasai Halmahera selatan hingga Papua. Bersama Makian dan Moti, wilayah ini dikenal sebagai Moloku Kie Raha (Persatuan Empat Kerajaan) yang kemudian disebut Maluku.

Gunung Tidore tampak dari Pulau Ternate

Maluku, bersama dengan berbagai wilayah nusantara lain, terlibat dalam perdagangan internasional sejak awal milenium pertama. Jalan sutra serta perdagangan lintas Samudera India hingga Yaman, ke negeri Syam, lalu ke Eropa, memiliki ujung timur di kepulauan ini, dengan berbagai rempahnya yang mewarnai budaya dunia. Didudukinya Konstantinopel oleh Kekhalifahan Utsmany mendorong bangsa Eropa mencari jalan ke ujung rantai perdagangan ini, dengan Portugal berlayar jauh ke timur dan Spanyol jauh ke barat, hingga mencapai wilayah Maluku. Sempat Ternate bersekutu dengan Portugal, sementara Tidore bersahabat dengan Spanyol — namun akhirnya semuanya jatuh ke penguasaan keji VOC. Di abad ke-21 ini, kita mendapati bahwa wilayah ini, yang kini dipersatukan dalam Provinsi Maluku Utara, memiliki tingkat ekonomi yang cukup rendah dibandingkan banyak wilayah lain di Indonesia.

The Sultanate of Ternate in the era of Sultan Baabullah.

Aku mendarat dengan GA648 di Sultan Baabullah Airport, Ternate, hari ini pukul 7:45 WIT. Sebetulnya sempat mengharapkan ada waktu untuk diskusi ringkas tentang rencana perluasan program pembinaan UMKM Maluku Utara dengan rekan-rekan Telkom di Ternate dan Halmahera. Telkom telah memiliki UMKM binaan yang produknya dapat diunggulkan, dan aku sudah dapat list-nya dari Bang Lonely Baringin, GM Witel Sulut & Malut — namun seluruh manajemen Telkom di Indonesia bagian Timur sedang menghadiri rakor di Kepulauan Maluku Tengah :).

Sultan Baabulah Airport dengan Latar Gunung Gamalama di Ternate

Sebagai bagian dari misi memperkuat kembali ekonomi wilayah Maluku Utara, khususnya ekonomi UMKM, kami berkunjung ke Ternate dan Sofifi (Ibukota Provinsi Maluku Utara, di Pulau Halmahera). Kementerian Desa PDTT memperoleh tugas sebagai campaign manager Gernas BBI di Maluku Utara, didukung berbagai top brands pendukung BBI, termasuk Telkom. Kegiatan diawali dengan kickoff hari ini, dengan acara puncak bulan September.

Kickoff dilaksanakan di Kantor Gubernur Maluku Utara yang terletak di lereng bukit di Sofifi, Pulau Halmahera. Seluruh rombongan dari Jakarta dan Ternate bertolak dari Pelabuhan Ternate ke Sofifi dengan speed boat dengan waktu ±40 menit.

Kickoff hanya berisi statement tentang visi dan lingkup program, diikuti komitmen para stakeholder program atas aktivitas yang akan dilaksanakan. Sederhana dan efektif. Diskusi selanjutnya dilaksanakan dalam waktu yang tersisa secara informal; baik dengan Kementerian Desa & PDTT sebagai campaign manager, maupun dengan stakeholder lain. Harvesting BBI Maluku Utara akan dilaksanakan September tahun ini — didahului BBI Kalimantan Selatan bulan Juli ini dan BBI Papua bulan Agustus.

Pulau Messa

Latepost: 06-10-2019

Mesa, Messa, atau Messah — pulau renik antara Pulau Flores dan Pulau Komodo yang dihuni suku Bajo. Pulau ini dihuni ±400 keluarga atau ±2000 penduduk. Suku Bajo memang secara tradisional dikenal sebagai manusia laut, jadi skala hidup mereka menyeberangi batas pulau; dan mereka juga kurang menyukai hidup di pulau besar bersama manusia daratan. Kota Labuan Bajo di Pulau Flores — sebelum jadi tujuan wisata utama seperti kini — sebelumnya adalah pelabuhan tempat masyarakat Flores dan masyakarat nusantara lain bertemu dan berdagang dengan suku Bajo (hence the name).

Pulau Messa, tampak di Apple Maps. PLTS tampak di bagian utara pulau.

Pemerintah Indonesia sedang memberi perhatian lebih ke daerah terpencil semacam ini. Maka PLN diminta membangun pembangkit listrik tenaga surya di Messa. Adanya listrik membuka peluang lain. Telkomsel juga membangun eNodeB untuk 4G mobile, dan Telkom siapkan dukungan digital untuk pendidikan. Terdapat satu SMP di pulau itu, dan kami akan menempatkan 20 komputer dengan akses Internet di sana.

Aku belum menyelesaikan sarapan waktu Pak Hery dari CDC Telkom meminta kami berangkat. Sebuah perahu kayu berwarna pirus (hijau turki) tengah dimuati 20 box komputer. Bergegas kami melintasi jarak 10km dari Dermaga Ujung ke Pulau Messa.

Di kapal tidak ada makanan, haha. Tapi kopi manis dan cuaca cerah bikin pikiran cerah dan badan segar. Kemarau panjang membuat pulau di sekitarnya tampak gersang, namun justru menampilkan warna tanah dan batuan nan eksotik. Dan ada awan putih memanjang yang unik.

Hampir pukul 09:00, kami tiba di dermaga Pulau Messa. Tampak belasan anak kecil tertawa riang dan saling mengganggu. Satu per satu kotak komputer kami pindahkan ke dermaga. Dan anak-anak itu langsung lari membawa kotak itu. Kami ikut tertawa. Aku tertinggal di dermaga hanya dengan papan keterangan program yang kami siapkan, dan dua putri cilik. Papan itu pun mereka minta. Aku serahkan sambil bilang: “Tapi saya jangan ditinggal. Saya belum tahu sekolahnya.”

Jadilah aku dikawal dua putri cilik ini menyusuri rumah-rumah kayu bertumpuk-tumpuk yang rapi di jalan kecil yang sangat bersih dan rapi di Pulau Messa ini. Penduduk memberi salam sewajarnya. Sampai di SMP, aku lihat kotak-kotak komputer sudah mulai dibongkar, dan dipasang di meja-meja yang sudah tersedia. Aku istirahat sejenak dengan … kopi lagi. Segar.

Usai komputer, akses Internet, dan aplikasinya terpasang, murid-murid SMP Pulau Messa hadir ke sekolah. Ini hari Minggu, namun mereka hadir dengan seragam lengkap dan antusiasme yang tampak jelas dari mata cerah mereka. Kami mulai bergantian mengajari mereka cara mengoperasikan komputer, menggunakan keyboard dan mouse, memahami menu Windows, serta masuk ke aplikasi Pustaka Digital. Aplikasi Pustaka Digital (PADI) ini bersifat semi-online — hanya perlu online untuk mengunduh dan memperbaharui konten, namun kemudian tidak harus selalu online untuk digunakan oleh user — sehingga hemat pemanfaatan kuota digital.

Di sini keajaiban mulai terjadi. Anak-anak ini, beberapa menit sebelumnya sangat canggung memegang mouse. Lompat ke mana-mana, sampai diangkat ke mana-mana. Tapi setelah masuk aplikasi, mereka mulai asyik melihat materi pelajaran. Satu anak kecil berkerudung mencobai tes bahasa Inggris, yang merupakan gabungan dari kosakata dan tata bahasa. Di pertanyaan pertama, ia ragu akan jawaban yang ia pilih, dan minta aku memeriksa. Aku meminta dia memeriksa sendiri: kenapa dia pilih satu kata dan bukan kata lain. Dia ragu memilih satu jawaban. Dan riang sekali waktu jawabannya benar. Terulang di pertanyaan kedua. Riang lagi waktu dia benar. Dia jadi percaya diri, dan melanjutkan tanya bertanya. Dan, percayalah, semua jawaban dia benar. Score 100% pada percobaan pertama. Pulau unik dengan anak-anak jenius.

Di belakang, kepala sekolah (yang sebelumnya turut menginstalasi dan turut mengajar) berdiri diam melihat anak-anaknya asyik mencobai aplikasi ini. Ia ceritakan bahwa bertahun-tahun dia mengajukan proposal permintaan komputer ke Dinas Pendidikan. Setelah beberapa tahun, ia hanya mendapatkan satu komputer untuk administasi saja. Wajahnya menjadi keras, senada batik biru lengan panjangnya. Lirih ia lanjutkan: “Bapak lihat, dengan komputer-komputer ini, anak-anak ini tidak akan kalah maju dengan anak-anak Jakarta.”

Aku tidak bisa berkata-kata.

Cukup banyak yang bisa dilakukan dengan komputer dan akses mobile. Jadi aku berikan kesempatan pada para siswa untuk menanyakan apa saja. Mereka sungguh cerdas, dan menanyakan tentang berbagai hal, termasuk soal-soal sains. Haha. Di tengah kegiatan ini, kami sempatkan berfoto-foto lagi.

Menjelang sore, Menteri BUMN (waktu itu masih Bu Rini) datang ke Pulau Messa untuk meresmikan PLTS di ujung utara Pulau Messa. Beliau juga menyempatkan diri hadir ke SMP untuk melihat aplikasi pendidikan yang telah dapat digunakan oleh para siswa. Hadir juga para VIP BUMN, termasuk Dirut Telkom.

Kepala Sekolah, Menteri BUMN, Dirut Telkom, dan Siswa SMP Pulau Messa

Setelah para VIP kembali ke Labuan Bajo, Kepala Sekolah mengundang kami makan siang yang terlambat di rumahnya. Kami tak bisa menolak, walaupun matahari mulai tenggelam. Lauk yang disajikan a.l. berbagai jenis ikan, udang, dan satu lobster besar (“Di sini sangat murah. Di Labuan Bajo bisa 500ribu itu,” — yang artinya di Jakarta dll bisa jutaan rupiah).

First sunset

Perahu kami lepas tambang dari dermaga tepat saat matahari terbenam. Pemandangan yang luar biasa. Lapis mendung di ujung langit memberikan pengalaman matahari terbenam dua kali. Langit bernuansa merah ungu yang elegan.

Second sunset

Namun kemudian langit menjadi gelap, angin menjadi kencang, dan ombak makin liar meninggi. Kapal dan perahu besar yang melintas di kejauhan menambah hempasan ombak liar. Kelelahan, kami tidak sempat becanda lagi. Kopi juga sudah habis. Kami hanya diam, diiringi bunyi mesin perahu, dan kelap-kelip lampu hijau yang jadi penanda hadirnya perahu kami di tepi samudra luas.

Bukittinggi

Satu kota di Indonesia yang wajib dikunjungi adalah Bukittinggi. Jadi, begitu disebutkan bahwa Gernas BBI bulan ini akan diselenggarakan di Bukittinggi, aku langsung siap2 berangkat. Ini kota mungil, terletak di tengah Pegunungan Bukit Barisan, diapit gunung berapi Marapi dan Singgalang. Mungil tapi bersejarah besar buat negeri ini. Selain sebagai tempat kelahiran Bung Hatta, kota ini juga pernah menjadi ibukota darurat Republik Indonesia, saat Yogyakarta (ibukota darurat sebelumnya) diduduki secara ilegal oleh Kerajaan Belanda.

Perjalanan dari Minangkabau Airport ke Bukittinggi memakan waktu ±2 jam. Tak membosankan, dengan view pegunungan dan lembah yang luar biasa di daerah Padang Pariaman dan Padang Panjang. Di Bukittinggi, kunjungan pertama langsung ke Jam Gadang. Di pelataran menara jam kota inilah akan dilaksanakan kegiatan Gernas BBI.

Telkom menyiapkan virtual expo (VE) dalam bentuk visualisasi booth secara interaktif, berisi UMKM unggulan dari 12 provinsi lokasi BBI tahun ini. Aplikasi VE ini baru saja siap, dan sekaligus akan diresmikan Wakil Presiden RI di Bukittinggi ini. Kami melakukan persiapan secukupnya, tidak berlebihan, untuk kegiatan yang sederhana namun menyimpan berjuta arti ini :).

Usai berbuka puasa di rumah makan khas Minang di Ngarai Sianok, aku menyempatkan Shalat Tarawih berjalan kaki. Kota ini sejuk, mirip kota Malang atau Bandung dua puluh tahun lalu. Tarawih di Bukittinggi jadi bawa banyak kenangan dari masa-masa tinggal di kota-kota sejuk. Usai tarawih, aku jalan kaki kembali ke pelataran Jam Gadang untuk melihat persiapan akhir event.

Event berlangsung 12 April 2022. Wakil Presiden membuka Gernas BBI Sumatra Barat, kemudian menyempatkan diri menyaksikan demo VE Gernas BBI di Booth Telkom. Demo dipandu Direktur Strategic Portfolio Telkom, Mr Budi Setiawan.

Para peserta kemudian mengunjungi dan berbincang dengan para UMKM. Kami berbincang dengan Mr Odo Manuhutu, Deputi Koordinasi Parekraf di Kemkomarves; serta secara terpisah dengan para Asdep beliau, Mr Sartin dan Mme Hermin.

Sayangnya kurang panjang kunjungan ke Bukittinggi ini. Masih banyak tempat yang harus dijelajahi di sekitar kota ini, untuk menggali inspirasi segar dan baru buat memperkuat negeri ini.

Flobamora

Eposide di Q2 2021 ini berjudul Gernas BBI Flobamora: tiga buah singkatan yang kepanjangannya bisa digoogle. Pada Q1 2021 vaksinasi Covid-19 telah dimulai; dan aktivitas pengembangan ke wilayah sudah dapat dilanjutkan kembali. Kami beroleh tugas di provinsi NTT. Di awal, fokus hanya pada sebagian Flores dan Sumba, namun kemudian diperluas ke seluruh NTT. Aktivitas sangat diwarnai keterbatasan akibat berbagai pembatasan masa krisis; plus sempat juga ada topan Seroja di NTT bulan April.

Kegiatan diawali di pertengahan Maret dengan pre-event yang dilaksanakan oleh Kemkominfo, Telkom, Dekranas, dan Bank Indonesia di Labuan Bajo. Telkom mengajukan tema Kilau Digital Permata NTT, yang oleh Staf Khusus Menkominfo, Pak Phillip Gobang, diubah menjadi Kilau Digital Permata Flobamora. Kegiatan direncanakan berupa piloting integrasi berbagai ekosistem digital yang mendukung ekonomi rakyat, termasuk UMKM, pertanian, perikanan, pariwisata, hingga layanan kesehatan dan pendidikan. Pelatihan awal dilakukan dalam bentuk training-for-trainers di RB Labuan Bajo — sebuah fasilitas milik para BUMN yang memang ditujukan untuk memberikan pembinaan dan layanan lain untuk UMKM.

Talkshow di Pre-Event Gernas BBI Flobamora di Labuan Bajo

Sempat terhenti akibat terpaan Seroja, kegiatan ini dilanjutkan di Kabupaten Sikka, Pulau Flores. Di Maumere, kegiatan dilakukan dengan penyelenggaraan pelatihan untuk UMKM, serta beberapa kunjungan pada UMKM yang memiliki keunggulan atau keunikan. Termasuk yang kami kunjungi adalah Workshop Tenun Lepo Lorun di Kecamatan Nita.

Talkshow Gernas BBI Flobamora di Maumere

Diasuh oleh Ibu Alfonsa Horeng, Lepo Lorun (yang dalam bahasa Indonesia berarti Rumah Tenun) ini memungkinkan penduduk di Nita bekerja menghasilkan kain tenun tradisional Maumere yang berkualitas. Bahan-bahan serba alami. Bahkan kapas pun ditanam di sana. Ibu-ibu berusia lanjut memintal kapas menjadi benang dengan pintal kayu kecil serta uliran dari tangan. Benang kemudian ditarik pada sebuah papan, dan didesain pola warna tenunnya, dengan cara diikat dengan batang alang-alang kecil. Benang kemudian diwarnai dengan pewarna alam dari bahan yang ditanam di tempat pula: kunyit untuk kuning, nila untuk biru, mengkudu untuk merah, kayu-kayu untuk coklat, dll. Proses ini diulangi hingga tersusun benang berwarna-warni. Dengan alat tenun tradisional, benang-benang ini ditenun menjadi kain tenun ikat dengan berbagai corak yang indah. Kapasitas produksi yang kurang memadai membuat Lepo Lorun dan banyak lokakarya setempat harus membeli benang jadi juga dari pasaran.

Pemintalan Benang di Lepo Lorun
Proses Mengikat Benang Tenun di Lepo Lorun
Proses Tenun di Lepo Lorun

Di hari berikutnya, kami kunjungi Desa Wisata Watublapi di kecamatan Hewokloang. Desa ini juga merupakan sentra industri berbasis komunitas yang terdiri atas puluhan keluarga, yang berkolaborasi untuk menghasilkan kain tenun berkualitas dengan cara tradisional. Di sini, proses produksi dipaparkan lebih lengkap, karena kami hadir bersama beberapa pejabat dari Kemkominfo, Kem-KUKM, dan Pemkab Sikka.

Bahan-Bahan Pewarna Kain Tenun di Desa Wisata Watublapi
Proses Tenun di Desa Wisata Watublapi
Upacara Pengenaan Kain di Desa Watublapi
Memberikan sambitan / sambutan di Watublapi

Di Maumere, ibukota kabupaten Sikka, team ekosistem pertanian juga menyiapkan kerjasama digitalisasi offtaking produk perikanan dan pertanian, yang didukung Pemkab Sikka.

Setelah Maumere, kunjungan berikutnya adalah Kupang, Ibukota Provinsi NTT, di Pulau Timor. Pelatihan UMKM di sini dilaksanakan oleh team dari Witel NTT; sedang talkshow dilakukan di Hotel Aston Kupang.

Talkshow Gernas BBI Flomabora di Kupang

Selain pelatihan untuk UMKM, kami juga mengunjungi pusat produksi tenun Inda Ndao. Walaupun terletak di Kupang, Ina Ndao banyak menampilkan motif dari Ndao, salah satu pulau kecil paling selatan di Indonesia, bersebelahan dengan Rote. Pemiliknya, Bu Dorce, pernah mendapatkan pembinaan dari Telkom dan BI, namun kini telah dapat membina UMKM lain, termasuk memiliki komunitas UKM Naik Kelas di Kupang.

Bersama Bu Dorce dan Pak Yus di Sentra Produksi Rumah Tenun Ina Ndao, Kupang
Jadi model di Ina Ndao

Di Kupang, kami juga ke La Moringa. Ini bukan kunjungan pembinaan dll, haha. Tapi memang cari tempat lunch yang bersuasana riang di Kupang. AM Telkom yang merangkap fasilitator UMKM di Kupang, Leevenia, menganjurkan ke La Moringa. Selain berupa resto & café, La Moringa juga memproduksi kuliner oleh-oleh yang bahannya diambil dari daerah setempat, terutama daun kelor. Pelopor dan pemilik La Moringa ini seorang dokter; namun berbagai koordinasi dipercayakan pada PIC-nya, Edyth Coumans.

Bersama Ey Coumans di Booth La Moringa, Komodo

Sayangnya, akibat sempat terjadi topan Seroja, kegiatan-kegiatan ini sempat tertunda, jadi kami belum punya waktu untuk menjalankan program di Pulau Sumba. Bulan Juni sudah hadir, dan kami siapkan kegiatan puncak di Labuan Bajo. Pada kegiatan ini, dipercepat kembali kegiatan2 digitalisasi ekosistem di NTT, termasuk pembayaran digital di pasar di Kupang dan Labuan Bajo, offtaking di Sikka yang diperluas ke seluruh NTT, serta promosi produk UMKM NTT melalui Virtual Expo Flobamora. Juga dilakukan evaluasi kembali atas kegiatan yang tengah dilakukan di NTT. Salah satunya adalah dengan pemeriksaan kondisi di Desa Wisata Liang Ndara, binaan dari Telkom Indonesia.

Ditemani Bapak Kristo dalam kunjungan ke Desa Wisata Batu Cecer, Liang Ndara

Sebagai acara puncak, dilaksanakan ceremony yang dilaksanakan di Puncak Waringin, Labuan Bajo, pada 18 Juni 2021 ini. Ceremony dihadiri Menkomarves Luhut Panjaitan, Menkominfo Johny Plate, Gubernur NTT Viktor Laiskodat, Direktur Strategic Portfolio Telkom Indonesia Budi Setyawan, serta representative dari beberapa kementerian dan Bank Indonesia. Beberapa UMKM yang telah kami temui di Maumere, Kupang, dan Manggarai kami jumpai kembali di Puncak Waringin ini.

Beberapa UMKM Mitra Kerja Gernas BBI Flobamora

Kembali ke Jakarta, kegiatan Virtual Expo diperkaya dengan beberapa webinar yang menampilkan para pimpinan dari gerakan nasional ini, termasuk dari Dekranas, Bank Indonesia, Kemkominfo, BPOLBF, dan tentu dari Telkom Group sendiri. Para UMKM peserta Virtual Expo juga mulai diberikan akses ke pasar B2B ke para BUMN melalui PADI UMKM untuk memastikan kontinuitas transaksi.

Diskusi keberlangsungan program dengan Staf Khusus Menkominfo, Bapak Phillip Gobang, di Puncak Waringin
Bahas Rencana Lanjutan dengan Dir Pemasaran BPOLBF, Bu Raisa Lestari

Secara umum, kegiatan ini berhasil membentuk rantai ekosistem, membentuk jejaring antar komunitas yang memiliki berbagai bentuk komitmen dan kapabilitas untuk bersama-sama mengembangkan ekonomi rakyat, khususnya UMKM dan pertanian di provinsi NTT; untuk kemudian pola serupa digunakan dalam ekspansi ke provinsi lain yang tentunya memiliki keunggulan dan keunikan masing-masing — dan menyimpan berbagai potensi menakjubkan yang hanya dapat dipahami saat kita turun dan melihat langsung ke berbagai pelosok Indonesia ini.

Tim kecilku, bagian dari Satgas BBI Flobamora: Haekal, Andien, Ervina, & special agent Leevenia

Oh, kami masih punya hutang untuk pergi ke Pulau Sumba.

IEEE R10 Professional Activity Mico

Tahun ini IEEE Indonesia Section berkesempatan menjadi tuan rumah bagi IEEE Humanitarian Technology Conference (HTC), yaitu flag conference ketiga milik IEEE Region 10, setelah TENCON dan TENSYMP. HTC 2019 diselenggarakan di Universitas Indonesia, Depok. Aku hanya berperan sebagai advisor di konferensi ini, jadi tak banyak berperan selain di perencanaan awal. Di HTC 2017 di Bangladesh, sebenarnya aku diundang jadi salah satu invited speaker — namun saat itu gagal berangkat gara-gara kerumitan pengurusan visa Bangladesh.

Seperti juga TENCON dan TENSYMP, ada cukup aktivitas tambahan pada konferensi ini, mengambil kesempatan banyaknya international expert yang hadir di satu tempat — sayang kalau tidak dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu aktivitas tambahan ini adalah mini conference (mico) tentang IEEE Professional Activity.

IEEE R10 Professional Activity Mico diselenggarakan di Hotel Margo, Depok. Kegiatan ini umumnya menampilkan speaker dari kalangan akademisi dan industri. Speaker dalam sesi tahun ini adalah Prof Akinori Nishihara (Director of IEEE R10), Prof Takako Hashimoto (Secretary of IEEE 10 Excom), Nirmal Nair (Professional Activity Coord of IEEE 10), Prof Kalamullah Ramli (Univ of Indonesia), dan si aku dari Telkom Indonesia. Hadir juga dalam aktivitas ini: Prof Wisnu Jatmiko (IEEE Indonesia Section Chair)Emi Yano (IEEE R10 WIE Coordinator), Prakash Lohana (IEEE R10 Humanitarian Technology Coordinator), dll.

Karena paparan diharapkan berkaitan dengan eksplorasi engineering secara profesi, aku menyiapkan presentasi bertema inovasi kolaboratif dalam kerangka ekosistem. Namun panitia mendadak memberi subjudul tentang smart city. Maka jadilah presentasi ini berjudul: Smart City — a context for digital ecosystem collaborative development.

Diawali dengan pengenalan kembali akan konsep ekosistem, yang mengambil metafora dari ekosistem hayati. Ekosistem disusun sebagai kerangka pertumbuhan bersama dengan memanfaatkan kapabilitas dan ruang hidup (opportunity) bersama. Di dalamnya terjadi proses ko-kreasi hingga kompetisi, seperti juga ekosistem hayati. Sebagai pengikat untuk memastikan pertumbuhan efisien dan tidak liar, dibentuklah platform-platform. Pertumbuhan platform, komunitas, aplikasi, dll di dalamnya tidak sepenuhnya alami — karena itu diperlukan perencanaan dalam bentuk arsitektur sistem yang disusun bersama oleh para stakeholder awal (untuk kemudian tetap dapat dikembangkan). Teori arsitektur sistem kemudian juga dieksplorasi. Contoh kasus, tentu saja, tentang pengembangan smart city, sesuai pesanan panitia.

Usai presentasi dan diskusi-diskusi, mico dilanjutkan dengan pameran mini perangkat-perangkat IoT untuk dukungan program kemanusiaan, oleh mahasiswa UI. Diskusi dilanjutkan lebih informal pada sesi makan siang yang asik dan akrab, yang sekaligus mengakhiri mico ini. Kalau lebih panjang, namanya bukan mico.

Indigo Apprentice Awards

Sejak akhir dekade lalu, tim kami memprakarsai beberapa aktivitas Telkom untuk pengembangan karya kreasi digital nasional, di bawah platform program Indigo. Salah satu program awal saat itu adalah Indigo Fellowship. Program ini berevolusi, terus dilengkapi dengan komitmen-komitmen pengembangan produk dan bisnis startup digital, dan kini dinamai Indigo Incubator (URL: s.id/4sm). Fokusnya pada pemilihan produk kreatif, untuk dijajagi potensi pengembangan produk dan pasarnya, dan kemudian untuk dikembangkan bersama secara intensif di ruang kerja bersama, termasuk Bandung Digital Valley dan Jogja Digital Valley.

C2C Concept

Sejak akhir 2014, Telkom lebih memperkuat lagi komitmennya dengan mengubah struktur Divisi Konvergensi Solusi (DSC) menjadi Divisi Bisnis Digital (DDB). Salah satu tugasnya adalah menjadi akselerator bagi bisnis-bisnis digital nasional, agar memiliki kekuatan untuk persaingan global. Misi jangka panjangnya tentu adalah menumbuhkan ekonomi berbasiskan kreativitas dan budaya digital, serta mengurangi ketergantungan pada produk digital impor.

Sebagai akselerator, DDB menyusun kerangka kerja yang disebut Indigo Accelerator. (URL: IndigoAccelerator.com) Berbeda dengan Indigo Incubator, akselerator ini menerima produk dan bisnis digital dari para startup yang sudah memiliki traction, dalam bentuk revenue, customer base, atau user engagement lain, yang memiliki potensi untuk bertumbuh, walaupun mungkin saat ini nilainya belum significant. Dalam akselerator ini, digunakan fasilitas bersama untuk memperkuat pengembangan produk dan bisnis; termasuk penggunaan common service enabler, marketing channel, dan sinergi pengembangan lain. Indigo Accelerator bersarang di Jakarta Digital Valley (@Jakdiva) di Menara Multimedia, Jakarta.

Startup Accelerator Facitilites

Pintu masuk ke akselerator ini dapat berupa keluaran dari Indigo Incubator, dari bisnis digital yang diajukan proposalnya ke Indigo Accelerator, atau dari bisnis yang dipilih tim Riset dari ekosistem digital di Indonesia. Namun agar proses ini lebih cepat dan terbuka, DDB mulai menyelenggarakan Indigo Apprentice Awards (URL: s.id/4bE). Ini adalah kompetisi yang terbuka bagi para startup Indonesia, untuk diakui sebagai bisnis yang memiliki potensi pengembangan terbaik, dan untuk memperoleh fasilitas pengembangan bisnis dari Indigo Accelerator.

Indigo Apprentice Awards

Juri untuk Indigo Apprentice Awards, selain dari Telkom, diambil juga dari komunitas-komunitas yang merupakan stakeholder pengembangan startup nasional, semisal Startup Lokal dan Founder Institute.

Founder Institute Jakarta

Pendaftaran dan informasi lain tentang Indigo Apprentice Awards bisa diperoleh dari site berikut: http://s.id/4bE atau via account Twitter @ddbAccelerator.

Q-Learning

Lama-lama ada semacam Koen’s Birthday Lecture. Tanggal 19 Juni jadi sering terisi kegiatan presentasi, kuliah, atau seminar, baik dalam soal-soal engineering, social media, atau yang berkaitan dengan Telkom. Tahun ini, tugas presentasinya kecil saja: cerita tentang platform produk Telkom untuk higher education, di booth Telkom di CommunicAsia. Padahal sudah bertahun2 aku berhasil menghindari tugas mengunjungi CommunicAsia dan BroadcastAsia. Tapi kan ini bukan kunjungan :).

Senin malam, 17 Juni, aku baru sempat terbang ke Singapore. Sampai lewat tengah malam. Penjaga hotel di East Coast mengeluhkan asap yang kian tebal mengotori udara Singapore — hasil pembukaan lahan kebun sawit di Sumatera Timur, yang sebagian justru dimiliki pengusaha dari Malaysia dan Singapore sendiri. Aku bisa tidur lelap. Dan paginya langsung mengeksplorasi Marina Bays Sands. Booth Telkom ada di Exhibition Hall E.

20130623-232426.jpg

Booth Telkom tampak mencolok di bagian tengah hall. Telkom Indonesia sudah menggunakan logo baru, dengan nuansa merah putih. Booth ini juga dishare dengan seluruh anggota Telkom Group: Telin, Metra, Telkomsel, dll. Hari itu kami juga menggunakan seragam batik parang merah putih.

Booth Telkom dibuka oleh CIO Indra Utoyo. Kebetulan, pembukaan ini juga dihadiri oleh Ministry of ICT dan beberapa tamu. Pak Indra menjelaskan ekspansi bisnis Telkom ke arah TIMES. Maka booth-pun dibagi atas stand T, I, M, E, dan S. Di bagian depan, kami juga memasang kesenian tradisional Sasando Rote, seni sketsa wajah dari Pak Priadji Kusnadi, dan techno-illusion dari Galih.

20130623-232911.jpg

Aku sendiri baru menyampaikan presentasi mengenai platform dan produk Education dari Telkom Group, di hari kedua, 19 Juni 2013. Seragamnya bukan batik merah lagi, tetapi suite dengan dasi merah :). Wkwkwk, memang harus merah. BTW, sekalian bikin foto perdana dengan logo baru dari Telkom Indonesia.

Tak jauh dari yang sering dibahas di blog ini, aku menceritakan pengembangan platform Telkom di bidang higher education applications. Fokusnya ke Q-Learning, Q-Journal, dan Qbaca. Setelah presentasi, ada beberapa MOU juga yang ditandatangani oleh EGM DSC Telkom, Achmad Sugiharto, dan para partner yang berminat dengan bidang-bidang kerja kami.

Sebenernya, tugasku satu2nya hanya memberikan presentasi :). Tapi ternyata cukup banyak pengunjung, peserta CommunicAsia, atau sesama Exhibitor yang berminat berdiskusi tentang platform dan produk education dari Telkom. Jadi tiga hari penuh itu, aku menghabiskan waktu di booth untuk berdiskusi dengan para partner dan calon partner.  Hari ketiga (pakai batik merah putih lagi, tapi bukan parang), justru makin banyak calon mitra kerja yang sangat prospektif. Ada yang benar-benar punya produk yang aku rasa matching dengan platform yang tengah kami kembangkan. Wah, macam dapat harta karun.

Hari Jumat pagi, aku balik ke Jakarta. Bawa segepok kartu nama, dan banyak catatan rencana kerja sama. Hmm, bakal makin menarik nih platform, produk, dan program Education kami :).

Talkshow Seribu Jurnal

Pengembangan Q-Journal memasuki tahap akhir. Maka kami berencana mulai memperkenalkan produk ini ke publik. Aku mulai merancang mini seminar untuk memperkenalkan pengelolaan paper, jurnal, dan platform Q-Journal ke universitas dan institusi akademis lainnya. Tapi EGM DSC, Achmad Sugiarto (a.k.a. Pak Anto) punya ide lebih keren: acara dikemas dalam bentuk talk show yang ringan dan hangat, diakhiri makan siang dengan musik. Maka, dengan perencanaan yang cepat, ketat, dan rapi jali, Kamis pagi ini talk show akhirnya berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta. Tema: Seribu jurnal anak bangsa memenangkan dunia. Eh, gak boleh protes ;)

Event ini dihadiri sekitar 60 kampus. CIO Telkom Indonesia, Indra Utoyo, membuka event ini dengan gayanya yang selalu riang namun serius. Teknologi pada bidang pendidikan dinilai sebagai disruptive innovation, yaitu inovasi yang akan melakukan perombakan pada skala besar di tahun-tahun mendatang ini. Telkom, selain menyiapkan diri di sisi infrastruktur, juga menjadi pioneer dalam pengembangan inovasi pendidikan. Kita tengah menyiapkan dukungan atas pembelajaran jarak jauh, penyiapan pustaka digital, konten video digital bermuatan pendidikan, hingga produk pamungkas ini, Q-Journal, yang ditujukan untuk mengangkat para peneliti dan akademisi Indonesia, melalui karya2nya memenangkan dunia. Diharapkan para akademisi Indonesia dapat memanfaatkan peluang baik ini, untuk bisa lebih dinamis mengembangkan riset dan mempublikasikan paper dan karya ilmiah lainnya ke kancah dunia.

Indra Utoyo

Berikutnya, talkshow menghadirkan Prof. Dr. Riri Fitri Sari, dan Dr. Priyantono Rudito. Bu Riri adalah CIO Universitas Indonesia. Mengambil PhD di University of Leeds, beliau pernah melakukan riset bersama CERN di Geneve dan UNESCO di Australia. Tentu ini Bu Riri yang juga tahun lalu memperoleh gelar IEEE Region 10 Most Inspiring Women in Engineering Award. Pak Priyantono adalah Direktur HCGA Telkom Indonesia. PhD beliau diperoleh dari RMIT Australia. Di Telkom, beliau juga pernah menjabat VP Corporate Strategic Planning Direktorat IT Solution & Strategic Portfolio, dan juga pernah memperoleh penugasan akademis di ITT Bandung. Moderatornya, aku.

Bu Riri menyampaikan bahwa sebenarnya Indonesia tak jauh tertinggal dibandingkan negara2 tetangga. Namun memang belum banyak institusi akademis yang mulai secara optimal menggunakan tools untuk mengkolaborasikan riset dan mempublikasikan karya ilmiahnya ke dunia. Peningkatan kualitas dan kuantitas karya ilmiah dapat dikembangkan dengan mengimplementasikan metode berpikir dan berkarya ilmiah justru sedini mungkin. Gairah masyarakat Indonesia akan media sosial misalnya, dapat diarahkan menjadi semangat untuk berkolaborasi menggagas dan mengeksplorasi wacana ilmiah yang didukung kerjasama riset. Kebiasaan saling memberikan citation misalnya, harus dikembangkan. (Mungkin dengan semangat yang sama dengan saling mention di Twitter, hahaha). Tak lupa Bu Riri memberikan banyak best practice dalam pengelolaan paper dan jurnal, termasuk publikasinya ke indeks internasional.

Pak Priyantono, justru mengawali dengan menyampaikan tesis Karl Popper atas falsifabilitas, yang kemudian dieksplorasi beliau ke pengembangan yang dilakukan Telkom Group untuk meningkatkan value dan potensinya justru dengan pendidikan formal. Pun bisnis Telkom diarahkan antara lain untuk mendukung pendidikan, termasuk pendidikan tinggi. Ini unik, karena tidak banyak perusahaan komersial yang mau terjun ke dunia serius dan kurang populer ini. Namun, Telkom meyakini bahwa bidang ini akan tumbuh cepat melalui pembentukan ekosistem bersama untuk pengembangan platform-platform pendidikan.

20130326-193741.jpg

Minat para peserta cukup tinggi. Lebih dari 20 MOU segera ditandatangani pada event ini. Hingga hari berikutnya, masih cukup banyak permintaan review maupun MOU dari kampus-kampus.

Q-Journal sendiri merupakan suite layanan untuk mentransaksikan wacana-wacana ilmiah di Indonesia. Di tahap awal ini, Q-Journal memiliki beberapa feature. Feature “Global Publishing” memungkinkan paper dari jurnal-jurnal dari kampus dan institusi akademis lainnya terpublikasi ke indeks paper internasional dengan harga sangat terjangkau. Feature “Global Discovery” memberikan akses ke paper-paper internasional dengan harga terjangkau. Feature yang juga akan dikembangkan dalam waktu dekat adalah personal cloud, dan integrasi dengan aplikasi Kuliah Jarak Jauh dari Aptikom.

Screen Shot 2013-03-18 at 11.10.24 AM

Web Q-Journal ada di QJournal.co.id, Komunikasi juga bisa dilakukan via facebook page QJournal atau Twitter account @Q_Journal.

 

Qbaca: Buku Digital Indonesia

Catatan “Humor Klasik Buat Bisnis” tentu saja memang dibuat dalam masa pengembangan Qbaca. Di awal pengembangan, negosiasi yang menarik — yang menyangkut bentuk produk dan platform — telah dilakukan dengan beberapa kandidat developer, para publisher, hingga para senior di corporate. Sedikit mirip dengan si “calon besan Bill Gates” :). Bahkan di masa awal pembentukan prototype produk (dan platform), kami telah menerima berbagai masukan yang sesungguhnya semuanya bagus dan ideal, namun saling bertolak belakang. Mirip petani dan  anaknya yang membawa keledai. Tapi kami harus memastikan bahwa produk ini bisa menjejakkan kaki di kondisi Indonesia saat ini, sekaligus punya peluang untuk tumbuh ke depan dan menumbuhkan pengembangan konten dan aplikasi digital lain di Indonesia. Yang justru tidak mudah adalah memastikan misi dan strategi produk ini tersampaikan dengan baik, hingga ke ujung senior leader di atas, ke developer yang memiliki standard tersendiri, ke komunitas, ke publisher, dan ke dalam tim sendiri. Agar tak terulang kisah Goh Chok Tong, kita harus benar-benar memastikan misi dan strategi ini tersampaikan ke semua stakeholder. Tapi memang tidak mudah.

Qbaca sendiri dinyatakan resmi diluncurkan pada 9 November 2012, di Teluk Jakarta, bersamaan dengan penyerahan penghargaan Indigo Fellowship 2012. Acaranya sederhana, sesuai bentuk produk yang tidak gemebyar, tapi diharapkan tumbuh dari kecil untuk berkembang membesar melalui aktivitas komunitas.

Event perdana bagi Qbaca adalah di Indonesia Book Fair di Senayan Jakarta, 17-25 November 2012. Dua talk show digelar di panggung utama.

Talk show tanggal 19 November menampilkan Dewi “Dee” Lestari yang didampingi EGM DMM Achmad Sugiarto, mengulas e-Book dari berbagai sudut pandang. Dee sebagai pembaca mengharapkan e-Book bukan hanya sebagai buku yang didigitalkan, tetapi harus diperkaya dengan enhancement yang meningkatkan pengalaman membaca dan berinteraksi. Dee sebagai penulis mengharapkan platform e-Book yang dilengkapi dengan digital security untuk menjamin terjaganya hak penulis dan penerbit buku.

Talk show tanggal 21 November menampilkan CIO Telkom, Indra Utoyo, dalam bedah buku “Manajemen Alhamdulillah” karya beliau yang juga tersedia di Qbaca. Sebetulnya tak ada permintaan khusus untuk memasang buku pejabat Telkom di Qbaca. Kami hanya meminta penerbit (a.l. Mizan Group) untuk memasang beberapa buku best seller mereka ke dalam Qbaca. Ternyata salah satu yang dikirimkan adalah buku “IU” ini. Waktu kami sampaikan terima kasih bahwa buku “IU” ikut dimasukkan, pihak penerbit Mizan juga surprised, karena mereka tidak merasa sengaja memilih buku yang berkaitan dengan Telkom. Bedah buku ini menghadirkan perwakilan dari Mizan Group, IKAPI Pusat, dan MUI. Surprised. IU sendiri menyampaikan paparannya tidak dengan gaya Telkom (hahaha), tetapi sebagai penulis professional yang memiliki passion pada karyanya. “Telkom punya direksi sekelas ulama,” komentar ustadz Irfan Helmi dari MUI Pusat.

Selama pameran, beberapa masukan, dan komentar diterima oleh Tim Qbaca. Mungkin aku akan memberikan komentar satu-per-satu di sini, sekaligus buat bahan diskusi buat menerima lebih banyak masukan lagi buat perbaikan produk milik bersama ini.

EPUB3

Qbaca bukan saja akan memigrasikan buku ke bentuk digital, namun juga akan menjadi platform bagi konten dan aplikasi digital interaktif skala mini untuk dapat dikemas dalam bentuk e-Book, dan didistribusikan dalam Qbaca bookstore. Format yang mutakhir, terbuka, terstandardisasi, dan paling memungkinkan untuk ini adalah EPUB3. EPUB3 memungkinkan konten berupa teks, gambar, animasi, video, suara, dan aplikasi interaktif untuk dimasukkan ke dalam e-Book secara relatif mudah. Dalam konteks buku-buku sekolah, kita dapat menciptakan LKS digital, laporan, eksperimen, tes kemampuan, dll, dalam e-Book berformat EPUB3 ini.

EPUB3 juga, sebagai format standard, dipilih untuk memudahkan para publisher mempersiapkan e-Book sendiri sebelum disubmit ke dalam sistem Qbaca. Berbagai program (mis Pages di Mac) dapat melakukan ekspor ke EPUB. Program gratis seperti Calibre dapat melakukan konversi ke EPUB. Program Sigil dapat digunakan untuk membuat dan mengedit file EPUB.

Namun, file akan dikirimkan ke user dalam bentuk file EPUB3 terenkripsi. Jadi hak-hak penerbit tetap dijaga.

Digital Right

Qbaca harus memastikan bahwa para penerbit dan penulis di Indonesia bersedia bekerja sama, dan menyumbangkan buku untuk didistribusikan di Qbaca. Salah satu hal yang diminta semua penerbit besar saat ini adalah dijaganya digital right. Memang ini jadi melanggar prinsip pribadi yang menyukai konten terbuka. Secara pribadi, semua whitepaper, materi lecture & seminar, dan presentasi, selalu aku bagikan free via web atau jalur lain. Tetapi kita tidak hidup di lingkungan tempat para penulis berpikir seperti penulis O’Reilly (yang sering aku jadikan contoh dalam distribusi buku tanpa DRM), dan pembaca publik di Indonesia pun belum seluruhnya berperilaku seperti sebagian besar segmen pembaca buku-buku O’Reilly. Survei-survei menunjukkan bahwa publik di Indonesia lebih suka mencari konten gratis (termasuk Internet gratis dan listrik gratis, jika memungkinkan), plus suka berbagi konten gratis yang bukan milik mereka sendiri. Belum ada kesadaran menjaga copyright atau copyleft.

Jadi, sampai budaya kita bisa agak berubah, atau sampai para penerbit/penulis bersedia bekerja sama dengan model bisnis tanpa DRM, kita terpaksa masih akan memberlakukan DRM.

Platform

Qbaca akan tetap diarahkan sebagai platform. Bukan hanya berarti Qbaca dapat menampung berbagai konten dan aplikasi yang berbeda sebagai konten yang dijual dan didistribusikan di atasnya, tetapi juga Qbaca akan dikembangkan untuk memungkinkan transaksi dilakukan tidak hanya di sistem Qbaca. Setelah sistem teruji oleh pasar, kita akan mengajak para developer untuk menciptakan aplikasi reader yang terhubung dengan sistem Qbaca, membuat toko digital yang dapat digunakan untuk membeli konten di Qbaca, membuat lini produksi yang dapat langsung melakukan submit konten (e-Book dan konten lain) ke Qbaca, menghubungkan aplikasi dan web dengan Qbaca, dan masih banyak kemungkinan lain.

Kompatibilitas

Pada versi terkini (2.0.0), Qbaca tidak dapat dijalankan pada Jelly Bean (Android 4.1 dan 4.2). Ini memang mengecewakan, terutama bagi kami. Aku sendiri menggunakan Flexi di Samsung Galaxy S3 dengan Android 4.1.1, jadi masih ikut mengalami crash ini. Tim developer menjanjikan  bahwa versi yang berjalan baik di Jelly Bean akan diterbitkan sesegera mungkin.

Versi iOS tetap dijadwalkan terbit pada bulan Desember. Waktunya memang mendesak, sementara Apple approval memerlukan waktu tak sedikit. Mohon kesabaran sedikit dari para penganut “Think Different” :).

Versi Blackberry masih di luar rencana. Tapi kami berharap RIM benar-benar mewujudkan harapan kita semua untuk memungkinkan aplikasi Android dijalankan di atas OS Blackberry 10.

User Interface

User Interface Qbaca masih jauh dari memuaskan. Kami masih terus memperbaikinya. Kami telah meminta masukan dari para blogger dan anggota komunitas pembaca buku serta komunitas penggemar gadget. Ada banyak masukan, dan beberapa di antaranya bertolak belakang. Misalnya, ada yang memilih halaman depan hanya diisi cover tanpa deskripsi, namun banyak yang juga mengharapkan deskripsi tetap ditampilkan. Tim kami terus memilah, melakukan eksperimen, dan memperbaiki user interface ini.

Buku Yang Terbatas

Sebagian besar penerbit yang telah memiliki perjanjian kerja sama dengan Qbaca masih memerlukan waktu lebih panjang untuk mempersiapkan konten EPUB. Umumnya mereka melakukan layout dengan In-Design atau program lain yang belum dapat menyimpan hasil seperti yang diharapkan, dalam format EPUB3. Tapi konten-konten baru saat ini terus-menerus ditambahkan.

Penulis Indie

Sebagai corporate yang memang masih mengemban sisa-sisa masa lalu, Telkom belum cukup luwes untuk bekerja sama dengan individual. Revenue sharing baru dapat dilakukan dengan badan hukum :). Namun Qbaca akan membuka kerjasama dengan pihak ketiga untuk menerima naskah dari penulis indie; sehingga naskah dapat diformatkan menjadi EPUB3, dan disubmit ke sistem Qbaca, plus dilakukan revenue share dengan cara yang tetap memenuhi persyaratan bagi semua pihak.

Tambahan

Beberapa situs / news / blog yang mengulas Qbaca:

News / Journal: Daily Social | Tempo | TribunTelkom Speedy | Mizan
Blog: Nike Rasyid | Fera Marentika | Bambang TrimHindraswari EnggarDaily Andro
Qbaca: Site | Twitter | Facebook | Google Playstore | Mail

« Older posts

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑