Nodame Cantabile

Saat kata tak lagi menebarkan hikmah, melainkan hanya dusta dan prasangka. Saat konteks tak lagi memudahkan dan menyederhanakan perbincangan, tetapi melulu mengalihkan dan menyesatkan. Saat pesan singkat dan panjang hanya mengarah ke satu sampah ke sampah lainnya. … Saat itu musik terasa jadi penyelamat. Di tengah minggu yang sungguh menjengahkan itu, tampillah Twilite Orchestra.

Twilite Orchestra adalah sedikit dari nama orkestra yang sangat populer di Indonesia. Menyaksikan orkestra lain sangat mudah: kita datang, membeli tiket, memilih kursi, dan masuk :). Sebaik apa pun permainannya, tidak pernah ruang itu terisi penuh. Tapi Twilite Orchestra berbeda. Sejak dua minggu sebelumnya, hanya beberapa menit setelah Addie MS — sang director dan conductor — menyampaikan bahwa tiket mulai dijual, telah dimulai penyerbuan atas tempat2 pembelian tiket. Hari berikutnya, tiket sudah dinyatakan habis. Pendekatan Addie MS memang unik. Dari account Twitternya, @addiems, ia mulai menghimpun ide tentang performansi ini, dan apa yang ingin didengar oleh publik. Dan dalam persiapannya pun, ia menyampaikan ke publik, tetap melalui Twitter. Dari Twitter, aku memilih tempat beli tiket, dan sempat memesan 4 tiket.

Konser diperformansikan pada Kamis malam, 27 Januari 2011, di Balai Sarbini, tepat di persilangan tersibuk Kota Jakarta. Bahkan @addiems sendiri pun terus mengingatkan bahwa potensi macet besar, dan penonton diminta hadir lebih cepat. Hadir lebih cepat tentu menyenangkan, bisa menikmati satu mug kopi dulu di Plasa Semanggi :). Masuk tepat waktu, tak perlu menunggu terlalu lama sebelum Twilite Orchestra menampilkan sesi perdana: Montagues & Capulets. Aku tak terlalu akrab dengan para komposer Russia, dan hanya mengkoleksi karya mereka secara sporadik. Tapi malam ini Twilite hanya menampilkan karya2 terbaik dan terpopuler, jadi tentu karya Prokofiev yang ini sering terdengar juga. Pembukaan yang manis dan menarik.

Tapi kemudian Twilite menampilkan karya Beethoven terbaik: Simfoni Ketujuh. Yea! Dari sekian pilihan yang bisa dipilih dari Beethoven, Twilite memilih yang buat aku paling menyentuh. Twilite hanya menyajikan Act 1 dari Simfoni Ketujuh ini. Tak menggaung seram seperti saat Berliner Philharmonik memainkan dengan jumlah pemain yang sekian kali lipat Twilite Orchestra, tetapi tetap dengan kesyahduan yang menyemangati dan memberikan optimisme yang entah tadinya tertinggal di mana :).

Tapi lalu Addie MS membalik badan, dan memberi salam kepada pengunjung. Ia mengambil beberapa menit untuk menceritakan latar belakang Konser Nodame Cantabile ini. Ia mendapatkan gagasan performansi ini justru dari anaknya, dan dari kalangan muda, yang menggemari Nodame Cantabile. Cantabile itu manga jepang ciptaan Tomoko Ninomiya, yang menceritakan romansa dua pemusik muda. Manga ini menjadi populer dan berpindah ke aksi drama dan serial TV. Namun ekspresi musikal mereka bukan diambil dari musik masa kini. Alih-alih, mereka memilih musik klasik yang menurut Addie MS telah berusia ratusan tahun. Musik-musik dari drama itulah yang dipilih Addie MS untuk dikemas dan ditampilkan dalam konser yang mengambil nama Cantabile ini. Sambil Addie bercerita, aku punya waktu untuk memperhatikan para penonton. Luar biasa: malam ini penonton musik klasik lebih banyak didominasi anak muda yang datang bersama teman2nya, bukan bersama ortu seperti biasanya. Mereka tampil rapi (sesuai pesan @addiems di Twitter), bukan pakai T-Shirt dan sandal, tetapi tetap dengan gaya lincah ABG.

Kembali melihat ke panggung: Gita Bayuratri yang masih ABG memainkan Etude 10 No 4 dari Chopin. Serasa mendengar hujan mengiringi di atas :). Chopin memang fantastis. Tapi lalu Gita digantikan Audrey Sarasvathi. ABG juga. Dan yang ini tanpa basa-basi langsung menghajar sang piano dengan Danse Russe, bagian dari Petrushka, dari Stravinsky. Hantaman jari-jari yang luar biasa, sempurna sekali. Sempurna sekali. Seperti mimpi waktu Audrey meninggalkan pianonya. Dan Addie kembali memimpin orkestra, memainkan Rhapsody in Blue dari Gershwin. Ini permainan panjang paduan antara piano dengan orkestra yang lembut dan jazzy. Bagian piano dimainkan Kazuha Nakahara. Menarik, karena penataaan tempo di piano dipilih berbeda dengan beberapa versi Rhapsody in Blue yang pernah aku dengar. Gershwin, Chopin, Stravinsky, Beethoven — memang serasa masih di alam mimpi :). Lalu jeda 25 menit.

Setelah jeda, Twilite memainkan Mendelssohn. Seperti pada Prokofiev, aku tak terlalu akrab dengan Mendelssohn. CD-nya pun cuma punya satu. Tapi, karena konser malam ini memainkan karya paling populer, yang dimainkan Twilite adalah Simfoni Keempat dari Mendelssohn — komposisi pertama di satu2nya CD Mendelssohn yang aku punya itu. Dan, seperti Simfoni Ketujuh, Twilite hanya memainkan bagian pertama saja. Lalu Levi Gunardi naik memegang piano, dan Twilite memainkan Piano Concerto No 2 dari Rachmaninoff. OK, ini komposisi pertama malam ini yang aku belum punya CD-nya. Syukurlah :D. Dan Twilite berbaik hari untuk memainkan komposisi ini secara lengkap: 3 bagian. Aroma musik Russia tercium lembut  :). Felix memainkan bagian pianonya dengan elegant dan sempurna sekali.

Lalu perjalanan pulang, perjalanan ke Bandung. Wordcamp. Urusan kantor yang masih selalu tampak sporadik juga. Web. Rapat-rapat. Partnership. Inkubasi. Dan IEEE chairman rollout meeting. Kata, karya, ide, kata, karya, ide, inspirasi, cercaan, ledakan, motivasi, cercah cerlang, tekanan, optimisme, dan seterusnya. Lebih dari seminggu berlalu, dan baru sekarang aku sempat menulis. Musik, tak selalu mudah ditranslasikan menjadi kata-kata berpolusi ini lagi. Tapi yang jelas, musik dari Cantabile tak hilang setelah konser selesai. Mereka terus menemaniku dalam minggu2 yang keras ini, membuat semua gerak cepat itu serasa memiliki warna cemerlang dan harmoni musik yang terus mendorong, menyentuh, menemani, dan memuncakkan. Sungguh konser yang inspirasional.

Thank you, Mas Addie MS. Wagner kapan nih? Udah telanjur punya “adik” dinamai Tristan. Sekalian donk satu sesi Wagner yang heboh :)

6 Comments

  1. Addie MS

    Dear Mas Kuncoro….terima kasih apresiasinya ya. Tulisannya bagus dan inspirasional sekali. Memberi semangat untuk aku berjuang membuat konser lagi.

    Salam hangat,
    addie ms

  2. Koen

    @AddieMS: Kebalik, Mas :). Saya yang berterima kasih buat inspirasinya. Maju terus yaa :).
    (Plus Wagner ya)

  3. Cha Poetrie

    bener2 konser yg menginspirasi, awalnya (sebagai penggemar nodame cantabile)saya merasa hanya bermimpi bisa mendengar beethoven symp. no.7, rhapsody in blue, rach. piano conc no.2 di panggung indonesia, ternyata berkat TO impian itu terwujud, nggak perlu jauh2 ke eropa saya bisa dengarkan piece2 tsb, thanks addie ms, :))

  4. Bang Aswi

    Dalem banget, Mas. Jadi asa terlibat meski tidak nonton ^_^

  5. pi2t

    Nodame Cantabile memang membuat banyak anak muda jadi tertarik -kembali- dengan musik klasik (termasuk saya, walaupun cuman ngaku-ngaku muda, haha…). Wah, saya jadi pingin dateng ke konser Nodame ala Twilite…(kapan ya ada lagi??? :) )

  6. NIWA

    hihihi, benar2..berebutan banget ini ngejar tiketnya..
    cantabile 1, pertama kalinya aku nonton orkestra secara live..i love nodameeee!!! :D

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑