Seorang sekutu, juga blogger fanatik, ternyata penggemar kopi. Entah siapa mulai, hampir setiap bercicip kopi, kami selalu saling berkirim SMS. Tidak pernah panjang. “Macchiato w/ double espresso. Sbux Ciwalk.” Cukup seperti itu. Atau kalau abdomen kurang ceria: “Latte decaf. Ibid.”
Tapi hari2 ini, travelling berjadwal padat: nyaris tak memungkinkan menikmati suasana kopi. Maka teks SMS mulai kacau. Kemarin: “Frapuccino botolan. Bandara Hang Nadim.” Mending bahwa malam2 pun ada Circle K yang mau jual Sbux botolan buat bekal. Pagi ini: “Nescafe hitam beracun. Ruang rapat Hotel Panotama.” Atau beberapa hari yang lalu: “Gemadro tanpa gula. Rumah.”
Sayangnya dua minggu lalu, si beliau lagi kelelahan, jadi berkelit dari kewajiban ngopi bareng di Dakken, Bandung.
Seorang rekan lain (yang nggak bakal doyan blogging) mengaku suka kopi. Kapal Api, katanya, adalah yang terenak di dunia. Itu tentu hak beliau. Tapi kadang doi bergaya sinis kalau diajak ke Sbux misalnya. “Apanya yang enak? Pahit!!!” Wakaka, cari kopi apa cari gula? Memang sih, beliau agak susah melihat sesuatu di luar jendela. Jalan2 ke luar negeri pun harus bawa beras sendiri dari tanah air, plus kompor mini. Bukan saja harus makan nasi, tapi harus nasi yang sama dengan nasi di rumah. Sementara, aku kalau ke luar malah bercita2 nggak makan nasi.
Balik ke Dakken lagi. Si Mas Budi Putra of Tempo ternyata punya hobbi lain yang afaik belum pernah ditulis di sederetan blog beliau: teh hijau. Dan teh hijau di sini tak mencakup satu pun teh celup, biarpun dijuduli high quality. Beliau juga menspesialisasikan kesukaan ke Teh Jepang. Ah, pantas saja.
Dengan teman2 aneh kayak gini, jangan2 aku bisa ketularan. Koleksi kopi di rumah bakal harus ditambahi dengan koleksi teh juga. Duh, gimana milihnya? Sementara itu, koleksi kopi sudah makin menipis. Hunting time. Atau begging time? Wakakaka :).
Gambar di atas: Foto2 Espresso dari Kafe Pisa, Le Petit Paris, Hotel Tugu, dan satu lagi lupa …