Apakah orang Indonesia masih bangga atas bangsanya? Jangan-jangan tinggal Kang Ibing seorang yang mau bangga.
Page 174 of 210
Di sebelah kiri bis, kebun yang luas yang seluruhnya berwarna kuning tanpa cela. Di kanan, peternakan luas tempat puluhan sapi bersantai, ditemani burung-burung hitam, dan ratusan kelinci coklat yang ikut bermalasan di atas rumput (gemes). Si pelarian melintasi puri Kenilworth sambil mengintip si puri di kejauhan. Kota Kenilworth terlewati, melintasi jalan raya, dan masuk ke kota yang asri. “Alcohol is illegal here” adalah sapaan pertama.
Konon sejak pendudukan Romawi, kota Leamington adalah tempat peristihatan. Sampai sekarang gaya hidup di kota ini memang lebih anggun dari Coventry, atau bahkan Birmingham. Gedung-gedung berwarna krim. Di toko Waterstone’s banyak buku-buku yang sulit dicari di Coventry (barangkali di Coventry bukunya dihabisin para engineer dan student).
Art centre di Leam — begitu sebagian orang menyebut kota ini — tidak terlalu mencolok. Isinya pun tidak sebanyak di Coventry. Tapi buat cita rasa aku, karya yang dipamerkan sangat menarik, dan pantas dicermati satu-satu (kemewahan yang hanya bisa dirasakan kalau sedang sendirian). Lukisan Hughes, The Property Room, tampak bercahaya dan turut menyinari ruangan. Di sebelahnya, Rally menggambar anak perempuan yang sedang tertidur di bawah cahaya lampu-lampu kecil. Dan satu dinding dilobangi untuk memuat lukisan Lowry yang bolak-balik (satu kanvas). Itu sebenarnya lukisan yang gagal, dan Lowry menggambar kembali di baliknya, tapi terbalik (upside down). Yang punya museum aja iseng. Di sebelah ruang lukisan ada tempat apresiasi seniman. Dan di seberangnya ada pameran kemarik yang bentuknya aneh-aneh dari Cooper.
Kalau toh kita harus terdampar, pilihlah tempat terdampar yang mampu membangkitkan kehidupan di dalam diri kita. Tapi lutut … aduh …

Apa yang menarik di Birmingham? Simphony-hall yang megah, jelas. Tapi yang paling menarik adalah sepasang angsa hitam yang berenang di kanal berarir hijau, dengan tiga anaknya yang masih berwarna kuning. Di atas jembatan, kita dipaksa diam menyaksikan si angsa. Dan sadar, hidup itu indah sekali.
Tapi kapan aku boleh jadi angsa hitamnya lagi …
Saduran dari mail Wisnu Pramudya di milis Kibar:
Menurut buku-buku sejarah Aceh yang ada, juga menurut almarhum Prof Ali Hasjmi, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Perlak dalam konstitusinya secara formal menyebutkan afiliasi dan pengakuan pada kepemimpinan Kekhalifahan Utsmani.
Masjid Raya Banda Aceh (sebelum dibakar oleh penjajah Belanda, dan lalu dibangunnya lagi) pada zaman Aceh Daarussalaam dikelilingi oleh Universitas Islam Internasional yang sebagian guru-guru besarnya datang dari Turki Utsmani. Begitu juga Akademi Militer Aceh Darussalaam memiliki puluhan perwira Angkatan Bersenjata Turki Utsmani yang digilir sebagai instrukturnya. Sisa-sisa komunitas keturunan Turki Utsmani masih bisa dilihat dari orang-orang Aceh di Aceh Tengah (Tanah Gayo) yang mirip orang Eropa.
Jadi, Samudera Pasai dan Perlak memang berdiri sendiri tetapi mereka mengakui kepemimpinan Turki Utsmani. Wacana Negara-Bangsa yang dibatasi letak geografis di masa itu belum ada di kalangan dunia Islam. Satu-satunya wacana yang ada waktu itu adalah konsep “wihdatul ummah”. Kalaupun interaksi kerajaan-kerajaan Islam itu dengan Turki Utsmani tidak seintensif seperti dengan Aceh itu semata-mata karena keterbatasan teknologi komunikasi saja. Wacana Negara-Bangsa yang dibatasi letak geografis baru muncul di kalangan dunia Islam sesudah bangsa-bangsa Muslim dijajah.
Sambil jalan ke Warwick kemaren, Adnan menggugat pola pikir seniman seangkatan Wagner. Atheist, kata dia.
Tapi tidakkah kita semua juga atheist?
Buat orang Eropa di masa itu, ungkapan “tidak percaya pada tuhan” hanyalah tudingan buat orang yang tidak mau mengakui tuhan versi orang Eropa. Kalau aku hidup di masa itu di tempat itu, aku harap aku termasuk orang yang menolak tuhan hasil olahan Eropa masa itu, dan biarlah aku digolongkan atheist bersama Marx atau Nietzsche.
Faust (versi Goethe) antara lain juga menggambarkan pertikaian pikiran macam itu. Dia muak dengan tatanan pikiran (ilmu, moralitas, nilai-nilai) yang saat itu dikuasainya, dan menganggapnya tak lebih dari kesia-siaan hidup yang buta. Tapi langkah apa yang harus diambil, saat semua domain masyarakat sudah terikat pada nilai buta yang sudah mengikat erat. Hanya spekulasi. Apakah lalu iman harus dispekulasikan? Iman yang salah selalu lebih buruk dari iman yang dispekulasikan, lalu Faust pun berkelana bersama Mephisto.

Adnan jelas heran. Biasanya aku menjawab pertanyaan dia dengan candaan. Tapi ada waktunya kita menunjukkan sesuatu secara jelas, sebelum kita memperbincangkan soal lain seperti musik (Wagner, aku rasa, pengikut Goethe atau Schopenhauer) atau filsafat. Lalu di mana akhir pengembaraan Faust, tanya dia. Semua orang selalu ingin tahu akhir cerita, seolah inti cerita ada di akhir. Dan di dalam kisah Faust, Tuhan bersabda kepada Mephisto: “Sesatkanlah dia sesukamu. Akhirnya dia akan kembali kepada jalanku.”
Manusia, pada akhirnya, akan mencapai kemenangan di jalan Allah, selama ia mau mengubah dirinya, dan mau berlepas dari kebodohan dan kebutaan.
Hampir tengah malam, di perpustakaan dengan segelas coklat hangat buat melawan dinginnya udara Westwood (coklat gratis hanya ada di perpustakaan ini –red).
Aku baru dari Warwick Art Centre, nonton pagelaran dari Berlin Simphony Orchestra yang memainkan Eroica dari Beethoven. Kayaknya ini hal terbaik yang pernah aku alami di Inggris, biarpun nggak terlalu berbau Inggris.
Memang Beethoven udah lama aku akrabi. Eroica, atau Simfoni Ketiga dari Beethoven, juga pasti pernah terpasang tiap minggu dari CD aku. Tapi menyaksikan simfoni dari Berlin, aku kayak baru pertama kali menyaksikan orkestra, dan kayak baru pertama kali ngedengerin Beethoven. Setiap detiknya jadi terlalu berharga.
Yang terbayang bukan Beethoven, atau Napoleon yang tadinya akan dipersonifikasikan di simfoni ini, atau Wagner yang nggak sempat didengar (soalnya telat). Yang terbayang hanya rasa syukur buat Allah yang Maha Kasih, yang berkenan menganugerahi makhluk kecil ini hidup yang indah.
Foto di atas itu hasil curi-curi di dalam hall, padahal dilarang, ssstttttt.
Overhaul notebook. Namanya Crescent sekarang. Cakep lagi deh sekarang. Cuman lagi-lagi kepala dikorbanin, soalnya modalnya modal kurang tidur sama jalan cepat ke mana-mana sih. Jadi banyak jitter di otak. Slip aja kalo diajak chat dengan berbagai logat internasional.
Mas Budi meregistrasikan domain Isnet.or.id. Mau dipakai apa, tanya Bang Nadir. Daripada diambil Rahwana, kata Ito Ida. Sementara ini kayaknya bakal buat transisi server Isnet.org ke Indonesia. Mas Budi nembak lagi: domain kok pakai nama co.ro (kecoa –red). Awas aja, ntar domain rahard.jo aku registrasiin sekalian, haha :).
Teman-teman di MSN Indonesia pada masuk penjara tuh. Mudah-mudahan nggak ikut-ikutan.
Hari Kamis lagi. Genap 2 minggu TV di kamar aku nggak dipasang. Kuat juga menahan godaan nggak nonton X-Files, Bart Simpson, dan weather (udah nggak bisa mengharapkan salju lagi, haha). Apa dunia sudah berubah? Gimana pesawat mata-mata US di RRC? Berapa jumlah kasus foot&mouth sekarang? Gimana khabarnya politisi Indonesia?
Dari mengalihkan waktu nonton TV aja aku bisa refreshing skill aku di programming. Kali-kali bisa jadi hacker lagi kayak tahun 1990-an dulu, haha. Daripada gitu mending berusaha gimana biar aku bisa berkomunikasi dengan cara yang bisa diterima secara sosial.