Category: Life (Page 13 of 30)

Doa Makbul Nazaruddin

Nazaruddin tiba-tiba dicegat orang tak dikenal. “Tolong tuan. Anakku sakit keras. Tolonglah aku dengan beberapa dirham untuk biaya pengobatan anakku.”

Seperti biasa, Nazaruddin tidak memiliki uang banyak. Tapi diberikan juga uang yang dia miliki, sambil tak lupa dia mendoakan agar si anak orang tak dikenal itu segera sehat.

Tapi tak lama, seorang kenalan Nazaruddin menghampirinya, lalu berkata ke Nazaruddin, “Hey Din, elo ditipu mentah-mentah amé itu orang. Gue kenal dié. Anaknyé banyak, baong-baong, tapi kagak àdé tuh nyang sakit.”

Khas Nazaruddin, ia malah berucap, “Syukurlah. Jadi tidak ada yang sakit sekarang? Cepat sekali doaku dikabulkan Allah. Segala puji bagi Allah.”

Ugh, ikut dengan Lasykar Nazaruddin ah: hidup dengan ringan, ceria, dan mencerahkan.

Numéro Huit

Bandung cuacanya nyaris nggak kenal ampun. Padang rumput jadi lapangan tanah. Malam juga panas, dan kunang-kunang menghilang. Rasanya mau lepas semua baju, plus potong rambut :).

Tahu-tahu inget waktu aku dkk kepanasan malam-malam di Yogya, abis migrasi dari Bandung. Di Malioboro ada tukang cukur bergaya klasik. Kita masuk dan potong rambut bareng-bareng. Lega. Naik taksi, si sopir taksinya nyeletuk, “Abis ikut pendidikan ya Mas.” Kita iya-in aja.

Nggak lama, aku iseng daftar kelas di LIP (CCF versi Yogya). Masuk kelas 1, sama mahasiswa2 yang umumnya dari UGM. Biasa, belum masuk kelas pada ngobrol. Tapi ada satu yang somse amat. Trus masuk, mulai dengan je m’apelle, je suis, j’habite. Trus break maghrib. Trus masuk, dan disuruh mempraktekkan satu-satu. Trus kelas bubar. Si somse ngedeketin, “Mas, maaf … tadi saya kira mahasiswa baru. Rambutnya kayak mahasiswa lagi di-ospek sih.” Bah, panitia OS rupanya dia — satu macam makhluk yang tak aku mengerti arti keberadaannya di atas muka bumi ini. Apa bedanya aku bilang je suis étudiant sama je suis ingénieur?

Tapi nggak lama aku sekelas sama si mantan somse. Aku dipaksa pindah kelas sama gurunya, gara-gara waktu bilang j’habite rue lempuyangan numéro 8, aku melafalkan angka 8 dengan style yang bikin gurunya yakin bahwa aku bukan beginner. Minggu depannya aku masuk ke kelas 2. Tapi ini cerita laen.

The Self

What is the self? Barangkali semuanya harus dimulai dari situ, dari waktu si West berumur 6 tahun, dan baru tahu hari ulang tahunnya, dan mulai terganggu oleh pikiran kenapa aku jadi istimewa.

Aku bukan megaloman, tentu, never. Aku cuma heran, kenapa aku bisa merasakan jadi West, tapi nggak merasakan jadi manusia lain. Maksudku, kan si West itu cuma satu dari jutaan manusia, miliaran malahan (tapi aku tahu miliaran ini sekian tahun kemudian). Kenapa aku harus bisa merasakan perasaan, pikiran, dan pandangan si West. Punya sorotan dari kepala si West. Kenapa si kesadaran ini harus ada dan harus di sini dan masuk ke sini?

Ini bener-bener mengganggu dan bahkan suka bikin aku melamun di sekolah. Mengganggu sekali. Barangkali mulai tak terlalu mengganggu waktu aku sudah tersesat di SMA.

Tapi banyak cerita yang sebenernya pemikiran awalnya berasal dari pertanyaan yang bahkan sampai sekarang masih terasa ajaib itu.

Sakura

Wah, ternyata workshop-nya diseling acara peringatan ultah intranet Telkom. Kacau, aku dipaksa nyanyi lagi. Apa sih lagu yang pas buat ultah sebuah site? Aku nyanyi Sakura aja, peninggalan Fariz RM (udah ke mana tu orang sekarang ya). Enakan lagu yang riang dan pakai teriak-teriak, buat nutupin demam panggung, hehe :).

Kayaknya sekian puluh tahun di Telkom (hehe), aku cuman berhasil dipaksa nyanyi dua kali. Yang pertama dipaksa Mr Judy Iskandar tanggal 19 Juni sekian tahun lalu di Cirebon, waktu ketahuan aku berultah. Dari kamar (aku ngabur soalnya ada yang mulai bagi-nagi info ultah –red) aku dipanggil buat ngebahas network plan, katanya. Keluar, dikasih ucapan selamat ultah, dinyayiin Happy Birthday (dengan suara Mr Judy yang world-class itu), trus ujung-ujungnya disuruh nyanyi sendiri, dan ditinggalin. Aku lupa aku nyanyi apa waktu itu. Yang jelas bukan salah satu cuplikan opera Wagner.

81578545

Makhluk ajaib itu sempat menyesal, kenapa hidupnya banyak dipakai buat bermalas-malasan. Belajar, secara efektif, cuman 1 jam sehari. Selain itu exploring tak menentu aja. Olah raga pun nggak, bahkan boleh dibilang nggak suka. Otot-ototnya suka sakit dan sukar diatur untuk berkoordinasi dalam olah raga teratur.

Sakit pada otot itu kemudian diseriusi tim dokter. Hasilnya memang sangat serius, para dokter bilang. Dan manusia bukan makhluk yang tabah secara alami. Jadi si makhluk ajaib itu banyak merenung dan menarik diri. Dan mulai menyukai musik-musik Wagner. Dan entah dapat inspirasi dari Wagner (yang karya-karya terbaiknya diciptakan dalam keterjepitan) atau memang dari karakter asli dirinya yang selama ini terpendam dalam rutinitas hidup, dia mulai menseriusi hidup, dan panggilan hidupnya untuk menggali ada apa di balik formulasi semesta yang indah ini. Dan hidup mengalir panjang, biarpun otot-otot tubuh benar-benar dilumpuhkan, pada akhirnya.

Di Eropa, waktu mau menghadiri opera Die Walküre yang serba gelap dan serba cerlang itu, dia ambruk. Nyaris divonis mati dokter-dokter Swiss, tapi dilarikan di Inggris dan diselamatkan, biarpun kehilangan suara. Dan tetap tidak bisa bergerak. Di waktu-waktu itu dia mulai punya ide untuk menulis buku tentang riset-risetnya, dalam bahasa publik, untuk dikonsumsi orang banyak.

Cerita-cerita lain tentang Stephen Hawking akan menyusul, kalau ada waktu lagi.

Nabi Palsu

Daripada cerita SQL Server, mendingan cerita isi buku itu lagi. Sekarang tentang nabi palsu.

Seorang yang mengaku nabi ditangkap dan dihadapkan ke muka khalifah. Ia pun diinterogasi di depan sidang.

Khalifah bertanya, “Siapa engkau?”

Si nabi palsu menjawab, “Aku Musa ibn Imran, utusan tuhan.”

“Dan kau membawa tongkat yang bisa jadi ular?”

“Ya.”

“Coba buktikan.”

“Tongkat itu baru jadi ular di depan raja yang mengaku jadi tuhan. Apakah Anda mau mengaku jadi tuhan?”

“Tidak. Coba tunjukkan mukjizatmu yang lain.”

Si nabi palsu meminta air. Lalu ia mengambil batu dari kantongnya. Batu itu dimasukkan ke air, dan mulai larut.

Salah satu punggawa berteriak, “Itu tipuan. Coba pakai batu dari saya!”

Lalu si nabi palsu membalas, “Fir’aun yang jelas-jelas sesat saja tidak pernah berkata ke Musa: coba ulangi dengan tongkat saya.”

Khalifah mulai bosan dengan kelakuan nabi palsu. Ia bertanya lagi, “Kalau benar kamu nabi, kepada siapa kamu diutus?”

“Kepada kalian semua!”

“Kamu cuma orang gila,” kata khalifah.

“Setiap nabi diutus kepada kaum yang sesuai dengannya,” kata nabi palsu.

Sidang dibubarkan.

Agama Itu …

Cerita klasik yang terlupakan, trus disebut di buku ini lagi.

Seorang lelaki menghadap Rasulullâh di bulan Ramadhan. Ia mengaku kena musibah, yaitu menggauli istrinya di siang hari bulan Ramadhan.

Sesuai hukum, orang itu harus memerdekakan seorang budak. Maka Rasulullâh bersabda, “Kau harus membayar denda untuk memerdekakan seorang budak.”

Lelaki itu menjawab, “Saya tidak punya uang, ya Rasulullâh.”

“Kalau demikian, kau harus membayar dengan berpuasa dua bulan berturut-turut.”

“Saya tidak mungkin mampu, ya Rasulullâh. Satu bulan pun sudah batal puasa saya.”

“Kalau tidak mampu, maka kau harus memberi makan 60 orang miskin.”

“Saya betul-betul tidak punya uang, ya Rasulullâh.”

Kebetulan, di dekat Rasulullâh ada seikat kurma. Rasulullâh menyerahkannya kepada lelaki itu.

“Gunakan kurma ini. Berikan makan kepada 60 orang miskin.”

“Maksud Anda, yang lebih miskin dari saya?”

“Ya.”

“Saya miskin, dan belum menjumpai orang yang lebih miskin dari saya.”

Rasulullâh tersenyum. “Kalau demikian, gunakan kurma itu untuk memberi makan keluargamu.”

51 vpd

Thanks, chums :). Daily visits di site ini mencapai record baru untuk bulan Agustus: rata-rata 51 visits per hari.

Log juga menyebutkan bahwa setiap hari ada 105 halaman yang dibuka, menghasilkan hit sebesar 1341.

Aku jadi rada penasaran juga. Memang ada beberapa temen virtual yang mengaku sering ke site ini, sekitar 5 sampai 7 orang lah. Nah terus 40 sisanya, apa sih yang Anda-Anda cari di site ini?
Apa cuman tersesat?

Abu Bakar Dimaki

Di keramaian, tiba-tiba Sayiddina Abu Bakar dimaki-maki orang. Ia kaget,
tapi berusaha diam menahan diri. Tapi si kalap masih terus berkata-kata
kasar. Gelisah, Abu Bakar melihat berkeliling, dan tampak Rasulullâh
melihatnya, sambil tersenyum. Ia mencoba bersabar. Tapi si kalap tak
kunjung berhenti, padahal Abu Bakar ingin menemui Rasulullâh. Maka
Abu Bakar menghardik dengan kasar agar ia menghentikan bicaranya.
Lalu Abu Bakar menengok ke Rasulullâh, tapi kaget ia mendapati bahwa
Rasulullâh justru berlalu. Ia pun mengejar Rasulullâh.

“Apa yang terjadi, Yaa Rasulullâh?”

Rasulullâh bersabda, “Pada saat kau bersabar menerima cobaan,
malaikat menemanimu dan menguatkanmu. Tapi pada saat kesabaranmu habis,
dan kau membalas kejahatan dengan kejahatan, maka setanlah yang
menemanimu.”

Aku yang kalibernya jauh dari Abu Bakar, bisakah mempertahankan kebeningan
jiwa?

Oops

Kenapa trus Dilbert mirip dokumentasi, bukan candaan? Scott Adams punya teori. Kalau kita berada dalam situasi absurd, dan tidak mampu mengatasinya, kita lama-lama akan menerimanya sebagai hal yang wajar.

Paling sekedar bilang “Hari ini hidup agak kacau,” atau semacam itu.

Kemudian kita disentak dengan menunjukkan keajaiban ala Dilbert, lalu ada yang bangun lagi di pikiran kita, berceletuk: “Ups!”

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑