Author: Koen (Page 7 of 86)

April Tutorial Series

Aku sibuk. Haha. Tapi itu bukan hal baru. Dan konon memang orang sibuk adalah orang yang mau sibuk. Jadi jangan serahkan pekerjaan ke orang yang tidak sibuk. Dunia melaju kencang, dan ada yang tidak sibuk? Pasti ada yang salah :D.

Tapi masih ada waktu yang harus dipaksaluangkan untuk kegiatan IEEE. IEEE CYBERNETICSCOM dan IEEE COMNETSAT saat ini sudah mulai memasuki tahap paper review, setelah penerimaan paper ditutup tanggal 15 April lalu. Track chair sudah mulai dihubungi, dan mulai menghubungi para reviewer. Dijadwalkan, di awal Mei, paper telah memperoleh status untuk bisa diterima ke dalam kedua konferensi itu. Oh ya, CYBERNETICSCOM dan COMNETSAT ini adalah dua konferensi perdana yang disusun oleh IEEE Indonesia Section. Konferensi sebelumnya, termasuk TENCON 2011 November lalu, adalah konferensi dari IEEE pusat, Society, atau Region yang dituanrumahi Indonesia. Namun kedua konferensi ini telah memperoleh Letter of Acquisition dari IEEE, dan dengan demikian memperoleh status sebagai IEEE Conference.

Minggu lalu (14 April), IEEE Indonesia Section menyelenggarakan Kuliah Umum bertemakan Small Cell. Kuliah ini bertempat di GSD ITTelkom, Dayeuhkolot, Bandung. Speaker utama adalah Arief Hamdani yang menyampaikan pengenalan dan pendalaman atas Small Cell, yang dulu dikenal dengan nama Femtocell. Anto Sihombing melanjutkan dengan memberikan update dari Small Cell Forum yang diikutinya Maret lalu di Taipei. Aku memberikan tambahan sedikit tentang Cognitive Radio, yang somehow akan berkait erat dengan pemanfaatan spektrum bersama dalam kerangka Small Cell.

Slide untuk Cognitive Radio:

Minggu berikutnya dipenuhi urusan dua produk baru dan satu program tahunan, migrasi web CYBERNETICSCOM dan COMNETSAT, plus urusan visa. Hal-hal yang membuat tidur nyaris selalu dimulai di sekitar jam 3:00 pagi selama rata-rata 3 jam saja. Lain hari kita bahas deh tentang dua produk baru yang menarik ini.

Dan Sabtu ini (21 April), IEEE Indonesia Section bekerja sama dengan IEEE Women in Engineering menyusun kegiatan bersama, memperingati Hari Kartini, dalam bentuk IEEE Tutorial Series on Advancing Technology for Humanity, di Auditorium Kampus Anggrek, Universitas Bina Nusantara. Kegiatan dibuka Ibu Nelly sebagai Wakil Rektor II Universitas Bina Nusantara; dan sambutan 5 menit dari aku sebagai Vice Chair dari IEEE Indonesia Section. Namun seluruh materi disampaikan oleh para Engineer Perempuan, dengan style yang menunjukkan kekuatan kaum insinyur perempuan Indonesia:

  • Dr. How Wie Chie, Dekan Fakultas Teknik Binus
  • Hardyana Syintawati, VP MarCom Erickson
  • Erina Tobing, Direktur Teknik TVRI
  • Agnes Irwanti, Multikom Business Development Director

Sore, di tempat yang sama, dilangsungkan IEEE Tutorial Series on Cloud & Ubiquitous Computing. Speaker sesi sore ini:

  • Kuncoro Wastuwibowo — Ubiquitous & Context-Aware Computing
  • Satriyo Dharmanto — Cloud Computing
  • Arief Hamdani Gunawan — Ubiquitous Mobile Computing

Slide untuk Ubiquitous Computing:

Selesai? Belum :). Sore – malam, kita naik ke Lantai 8, dan melangsungkan Officer Meeting pertama di kepengurusan IEEE Indonesia Section periode 2012 ini. Meeting ini dihadiri Advisory Board, Executive Committee, Activity Committee, Chapters (Comsoc, MTT/AP), dan Student Branches (UI, ITTelkom); membahas program kerja 2012, plus rencana untuk melakukan amandemen pada Bylaws yang sudah berusia hampir 25 tahun.

OK, sekarang istirahat dulu. Badan dan hati punya hak diistirahatkan, sebelum Senin datang, dan kita berpacu lagi :). Semangaaat :D

Flexi Android

Aku malah sudah lupa di mana si Nokia 6275i (CDMA 2000 1x) itu menghilang. Tapi waktu itu mulai terdengar produk Flexi Android dari Divisi Telkom Flexi yang baru established. Sayangnya request aku untuk bisa dapat Flexi Android selalu menemui jawaban yang sama: indent. Balik ke Nokia? Errh, Nokia sudah tidak lagi menciptakan CDMA 2000 1x mobile device yang tidak jelek. Akhirnya sempat dua masa ambil Nokia sih. Tapi syukur di tengah tahun 2011, seorang rekan mendadak menawari untuk membelikan HTC Android yang menurutnya keren sekali. Kebetulan doi seleranya bisa dipercaya; jadi aku langsung pesan. Dalam beberapa hari, aku menerima HTC EVO 3D ini. Dengan semangat tinggi, aku bawa si Evo ke Plasa Telkom. Ooops, baik officer maupun hacker di sana ternyata tak mampu menjinakkan benda keren ini. Sempat cari pihak lain. Idem. Kayaknya aku nggak punya banyak teman lagi di Flexi. Dan aku sedang sangat sibuk untuk harus terus-menerus mengurusi satu hal kecil. Jadi selama beberapa bulan (!), si Evo berfungsi sebagai WiFi Android mini gadget. Tak banyak artinya sih: untuk mini gadget, aku sudah punya iPhone; dan untuk Android, aku sudah pegang Acer Iconia.

Baru bulan lalu, Mas Setyo Budianto pindah ke Jakarta. Sua di rapat, aku menyinggung soal si Evo waktu berpisah. Tak lama Setyo mengirim nomor telefon seorang hacker di Flexi Mobile Broadband Centre. Namanya Lukman. Kantornya di ex-kantorku di Gambir :D. Lunch time, aku buat kunjungan singkat ke Gambir. Lukman sudah terbiasa menangani berbagai gadget Flexi, termasuk Evo. Tapi Evo yang ini memang ajaib. Sekian kali usaha penjinakan gagal. Masih super sibuk, aku tinggalkan Evo di Lukman. Dan, dua minggu kemudian, baru Lukman menelefon dengan teriakan kemenangan :D. Ke tempat Lukman lagi, rasanya tampak seperti keajaiban melihat si Evo kini memiliki nyawa Flexi EVDO.

HTC EVO 3D ini, selain mengenali CDMA 2000 suite (1x, EVDO) dan WiFi, juga dapat berinteraksi melalui WiMAX Mobile (IEEE 802.16e). Ia mengistilahkan dengan 4G. Tapi aku tak mau ikut profesional marketing yang gemar menipu publik. WiMAX berwarna 802.16d dan 802.16e, serta HSPA dan LTE bukanlah 4G: mereka masih keluarga 3G. IMT-Advanced, atau 4G Mobile, saat ini hanya terdiri atas LTE-Advanced dan WiMAX 802.16m. Dengan Flexi EVDO di dalamnya, gadget ini terasa memiliki spirit hidup. Keraguanku akan sinyal EVDO, GPS, dll di dalamnya hilang. Lincah mentransfer data, dia langsung jadi guide keliling Jakarta dengan Google Maps. Sebelumnya, dengan WiFi, dia cuma dibuka di rumah saja :D. Sempat ada kecanggungan waktu mencobai virtual keyboard, setelah terbiasa dengan iPhone. Tapi ternyata ada fasilitas untuk melakukan kalibrasi. Setelah melakukan setting, mematikan getaran ini itu, aku bisa mengetik lancar. “Pada hari Minggu ku turut ayah ke kota …” seperti biasanya. Uji (dan pengakraban) atas responsiveness layar sentuh dilakukan dengan Angry Birds :D. Aplikasi standard diinstal dari Android Market (yang hari ini berubah nama jadi Google Play): Twitter, Path, Evernote, Kindle, iQuran Pro, Photoshop, 9Gag Reader. Aplikasi dari Google: Gmail, Gtalk, Goggles, Sky Map. Juga aplikasi khas Andoid: Double Twist, Apparatus, Melon, dll. Beberapa aplikasi ini sudah dibeli waktu aku masih pakai Acer Iconia. Ada Flexi Market juga sih; tapi aku belum banyak coba.

Foto HTC Evo dibandingkan Motorola punya Farah. Keduanya menggunakan Flexi EVDO:

Tanda 3D di belakang nama Evo menunjukkan kemampuan gadget ini mengambil foto tiga dimensi. Ia memiliki dua lensa kamera untuk mengambil gambar secara stereo, serta menampilkan cita 3D hasilnya di layar 4.3″ miliknya tanpa bantuan kacamata atau perangkat lain. File hasilnya berekstensi MPO. Saat ditransfer ke Mac OS X, dia jadi file yang mengandung dua gambar JPG saja, dengan pergeseran kiri-kanan. Hasilnya, OK sekali. Benar-benar harus kagum. Sayangnya tidak bisa dishare di web, gambar-gambar 3D ini :D.

Yang juga mengagumkan adalah kemampuan si Evo melakukan tethering. Di jalan-jalan antara Pondok Bambu ke Kebon Sirih, aku sekarang lebih memilih tethering ke Evo ini daripada iPhone (yang keduanya menggunakan akses Internet dari Telkom Group: Flexi dan Flash). Performance-nya luar biasa. Tapi mungkin memang trafik pemakai Flexi juga masih lebih rendah. Juga aku sempat rapat di Citiwalk sekitar tiga minggu lalu. Tidak ada akses WiFi di ruang rapat, sementara rapatnya bersifat teknis. Jadi aku lakukan tethering dari Evo ke notebook. Seorang rekan minta sharing. Satu lagi. Dan satu lagi. Jadi total 4 notebook, termasuk untuk demo video. Terakhir, dalam perjalanan Jakarta-Bandung, walaupun sinyal EVDO hilang di beberapa titik, aku bisa melakukan akses kencang di Bandung hingga Purwakarta, plus Karawang hingga Jakarta. Tentu masih harus set Flexi Combo ke Bandung. Dan memang aku lagi beruntung: Flexi sedang memberikan promo paket mobile broadband, EVDO unlimited. Dishare ke berapa komputerpun, OK :D. Paling baterai jadi cepat habis. Tapi kan bisa dicatu via USB dari notebook — sampai mereka kehabisan power :D.

OK. Ini bukan advertorial. Aku cuman cerita, sambil belum bisa memberikan informasi di mana lagi kita bisa cari HTC Evo ini :D. Juga bukan buat pamer, kerna tentu kita tahu tidak ada yang bisa dipamerkan dari gadget yang cuman tinggal beli ini. Kecuali kalau kita ikutan bikin :D. Weekend lalu aku dapat kesempatan sharing cerita di Sudirman Citiwalk, ke komunitas Jeruk Nipis dan Gadtorage. Sebenarnya aku harus cerita tentang WiFi.id. Tapi banyak yang malah bertanya soal Flexi Andoid. Termasuk pengalaman ber-Flexi EVDO menggunakan HTC Evo yang sedang aku pegang. Aku cuman bisa janji bikin tulisan kecil soal ini. Jadi tulisan ini sekedar memenuhi janji. Lunas :D

Tambahan:

  • Mendadak aku bisa melakukan call dari Flexi ke nomor dengan tanda plus. Mis: +62-812-8888-1820. Wow, mulai kapan ini berlaku? Apapun, ini mempermudah dalam sinkronisasi buku alamat dari Android ke Google ke Mac OS ke iOS. Thank you!
  • Coverage dan tarif Flexi EVDO dapat diacu dari situs TelkomFlexi.com, bagian Mobile Broadband. Kebetulan beberapa bulan ini ada promo EVDO Unlimited dengan kurang dari 50rb / bulan.

Kewajiban Penerbitan Paper

Ada hal menarik minggu ini. Weekend lalu, Ditjen Dikti menerbitkan kebijakan yang mengharuskan para mahasiswa tingka S1, S2, dan S3 untuk menerbitkan paper di jurnal (untuk S1), jurnal terakreditasi Dikti (untuk S2), dan jurnal internasional (untuk S3). Penerbitan paper ini menjadi syarat bagi kelulusan di setiap level itu. Kebijakan ini dapat disimak pada Situs Ditjen Dikti. Ada kebijakan lain beberapa minggu sebelumnya, yang menetapkan bahwa jurnal-jurnal yang diakui adalah jurnal yang juga dapat diakses secara online.

Aku sempat menyinggung soal ini, baik di Twitter maupun Facebook. Dan karena ini adalah soal akademis, tanggapan yang masuk pun bernada jernih, dengan kadar pro dan kontra tertentu pada setiap pendapat.

Kebijakan itu sebenarnya bertujuan baik. Saat ini, di luar kampus, kepakaran akademis masyarakat Indonesia tidak menarik sama sekali. Kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan, sangat rendah — tak mampu mengeksplorasi gagasan yang dalam, kompleks, apalagi melintas bidang. Komunikasi publik di Indonesia memang terkenal ramai. Indonesia jago di Twitter, Facebook, blog. Tapi komunikasinya dangkal, dengan argumen dan gagasan yang tak tergali. Komunikasi publik bersifat instan, tak lebih dalam dari komunikasi transaksi barang dagangan. Surat dari Dikti yang membandingkan kita dengan Malaysia pun valid dan menyentak. Tak perlu dengan UK, Jepang, dll; dengan tetangga pun kita jadi tampak primitif.

Keharusan menulis paper dalam konteks ini jadi relevan. Bukan hanya untuk mengejar terget angka yang bisa dibandingkan dengan negeri jiran, tentu. Somehow kita harus menyelamatkan dan menumbuhkan komunikasi publik dan komunikasi akademis yang lebih cerdas di masa mendatang. Paper, yang direview oleh sejawat seprofesi, adalah pendekatan yang jauh lebih baik daripada kolom atau artikel di media, yang direview sesuai selera editor atau sebaliknya oleh officer yang mungkin memiliki kompetensi berbeda. Paper juga tidak bisa digantikan oleh self-publishing text yang sebagian besar masih tanpa review. Memang tidak ada sesuatu yang sempurna; tetapi paper dengan peer-review masih menjadi pilihan terbaik dalam transaksi ide dan informasi ilmiah.

Yang mengkhawatirkan dari kebijakan ini memang gayanya yang mendadak. BTW, kapan kebijakan ini harus mulai berlaku? Apakah seketika berlaku, atau perlu memperoleh semacam ratifikasi dari kampus? Atau — seperti banyak kebijakan lain — tidak dijalankan sebelum juklak dibuat. Banyak hal tak menarik bisa timbul dari kebijakan yang mendadak diberlakukan. Kesiapan jurnal-jurnal misalnya. Cukupkah jumlah jurnal per bidang studi, dan kapasitas pengolahan paper setiap jurnal itu, menghadapi kebutuhan kelulusan mahasiswa (terutama S1) yang membanjir setiap tahun. Banyak kampus yang selama ini sudah menghalalkan segala cara untuk meluluskan mahasiswanya, agar bisa segera terlepas dari mahasiswa lama dan bisa menerima mahasiswa baru. Pemaksaan ini bisa berakibat terbitnya paper-paper sampah di jurnal-jurnal yang mendadak akan turun kualitasnya juga.

Aku rasa pemerintah harus belajar untuk mengimplementasikan kebijakan yang bijak dengan cara yang bijak juga: mempersiapkan, menumbuhkan, mendukung, dan mengajak serta komunitas akademis. Dengan demikian, tidak akan terjadi penolakan atau implementasi yang kontraproduktif.

Ada pendapat lain mengenai ini?

Sementara itu, khusus masyarakat ICT, IEEE Indonesia Section tahun ini akan menyelenggarakan setidaknya tiga konferensi dan satu simposium, tempat kita bisa memasukkan paper, mempresentasikan, dan menyaksikannya diterbitkan di IEEE Explore nan bergengsi itu. Sila simak:

  • IEEE International Conference on Computational Intelligence and Cybernetics (CyberneticsCom) [info] [site]
  • IEEE International Conference on Communication, Networks and Satellite (ComNetSat) [info] [site]
  • IEEE Conference on Control, Systems & Industrial Informatics (ICCSII) [info] [site]
  • IEEE Symposium on Green Technology and Systems (ISGTS) [info] [site]

Tentu masih ada jurnal online Indonesia Internetworking Journal, yang menerima paper dalam Bahasa Inggris (diutamakan) dan Bahasa Indonesia mengenai berbagai aspek ICT dengan penekanan pada implementasi di Indonesia.

Ketua Baru Comsoc Indonesia

Sebagai salah satu society yang terkuat di IEEE, Communications Society (Comsoc) memiliki tata atur yang bersifat otonom terhadap organisasi induknya (IEEE). Jabatan President di Comsoc misalnya, memiliki masa bakti dua tahun. Ini berbeda dengan IEEE, dimana seorang yang terpilih menjadi presiden akan memangku jabatan President-Elect selama 1 tahun, President selama 1 tahun, dan Past-President selama 1 tahun. Di Indonesia, tengah diupayakan pola yang serupa untuk IEEE Comsoc Indonesia Chapter: chair dipilih setiap 2 tahun. Sayangnya, ini kadang tak berhasil. Misalnya, awal tahun 2011 lalu, Election Committee menyampaikan bahwa aku harus memegang posisi chairman di tahun ketiga, dan dengan demikian menjadi chairman pertama yang memegang posisi ini selama tiga tahun. Tahun ini, aku memastikan bahwa ini tidak akan terjadi lagi. Dan mudah2an di tahun2 berikutnya tidak akan terjadi lagi :).

Tahun ini, Election Committee telah melaksanakan tugasnya di pertengahan Januari, dan memilih ketua baru Comsoc Indonesia sbb:

IEEE Indonesia Section sendiri baru didirikan pertengahan 1980an. Di pertengahan 1990an, didirikan Joint Chapter of Computer & Communications Society, untuk mewadahi spesialisasi dari dua IEEE society yang memiliki anggota terbanyak. Di tahun 2003, diputuskan untuk memisahkan joint chapter ini menjadi IEEE Computer Society Indonesia Chapter dan IEEE Communications Society Indonesia Chapter. Selama 10 tahun ini, Comsoc Chapter mengalami kepemimpinan enam chair.

Kegiatan Comsoc selama beberapa tahun terakhir ini cukup banyak; dan sebagian sudah aku paparkan cukup rinci di blog ini. Section Chair sempat menyebut bahwa Comsoc Chapter adalah chapter teraktif di Indonesia. Jumlah anggota juga meningkat cukup significant di tahun terakhir. Tapi peningkatan ini sangat didukung oleh kebijakan Comsoc (pusat) memberlakukan keanggotaan Comsoc secara gratis di tahun pertama bagi setiap anggota IEEE yang memperpanjang keanggotaannya :).

Secara realistis, walaupun promosi ke masyarakat, baik masyarakat akademik, masyarakat industri, maupun masyarakat umum terus menerus dilakukan dengan berbagai style, namun minat masyarakat Indonesia untuk bergabung dan beraktivitas di organisasi teknis akademis semacam ini belum terlalu besar. Membandingkan dengan Jepang atau UK mungkin terlalu jauh; tapi di negara2 yang masyarakatnya sadar bahwa budaya digital adalah peluang untuk tumbuh sebagai manufacturer dan bukan sebagai konsumen, misalnya India dan Cina, jumlah anggota IEEE meningkat tajam, sehingga Section harus dipecah per wilayah untuk dapat menampung aktivitas anggota.

So, selamat bekerja, New Chairman dan tim yang akan dibentuknya. Tentu kami, para engineer di dunia telekomunikasi Indonesia, akan memberikan dukungan yang maksimal selalu.

Aku sendiri di tahun 2012 ini belum akan off dari kegiatan di IEEE. Aku masih akan bertugas di Technical Committee di COMNETSAT.

Internetworking Indonesia, Fall 2011

Seperti yang beberapa minggu lalu aku kicaukan di Twitter, Internetworking Indonesia Journal edisi Musim Gugur / Musim Dingin 2011 telah terbit. Kali ini ia merupakan terbitan khusus, bertajuk Special Issue on Social Implications of ICTs in the Indonesian Context. Ada beberapa hal yang istimewa pada terbitan ini. Pertama, kali ini (dan mudah-mudahan untuk seterusnya) semua paper telah ditulis dalam Bahasa Inggris. Memang IIJ bersifat dwibahasa, dan memperkenankan paper ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Namun kita tentu paham bahwa paper dalam Bahasa Inggris akan memiliki jangkauan pembaca yang jauh lebih luas. Kedua, edisi kali ini membahas topik yang diminati banyak kalangan, dari para peneliti, pengamat amatir, hobby-ist, pebisnis, dan developer, yaitu Media Sosial.

Editor tamu pada edisi ini adalah Prof. Merlyna Lim dari Arizona State University dan Dr. Yanuar Nugroho dari University of Manchester. Keduanya kebetulan secara personal pernah berinteraksi denganku, dan lucunya lebih banyak dalam konteks keseriusan yang bersalut candaan.

Paper pada edisi ini meliputi:

  • Guest Editors’ Introduction, by Merlyna Lim and Yanuar Nugroho
  • Cyber Taman Mini Indonesia Indah: Ethnicity and Imagination in Blogging Culture, by Endah Triastuti and Inaya Rakhmani
  • An assessment of Mobile Broadband Access in Indonesia: a Demand or Supply Problem?  by Ibrahim Kholilul Rohman and Erik Bohlin
  • The Internet and the Public Sphere in Indonesia’s New Democracy: a Study of Politikana.com, by Agustina Wayansari
  • The Experience of NGOs in Indonesia to Develop Participatory Democracy by the Use of the Internet, by Yohanes Widodo
  • The Role of Local e-Government in Bureaucratic Reform in Terong, Bantul District, Yogyakarta Province, Indonesia, by Ambar Sari Dewi

Sila kunjungi situs edisi ini, atau langsung download jurnal online ini secara gratis pada link-link ini:

[one_half][button link=”http://tlk.lv/iij6″ type=”icon” icon=”people”]IIJ Edisi 2 / 2011[/button][/one_half][one_half_last][button link=”http://tlk.lv/iij06″ type=”icon”]IIJ Edisi 2 / 2011 (PDF)[/button][/one_half_last]

Mencari Boson Higgs

Tanggal 30 Maret 2010, blog ini menyambut berhasilnya kolisi perdana di LHC. Waktu itu disebutkan: CERN akan menjalankan LHC selama 18-24 untuk menyiapkan data bagi riset-riset fisika partikel. Tujuannya tak lain dari meninjau kembali Standard Model yang menjadi dasar ilmu fisika beberapa dasawarsa terakhir. Yang konon paling banyak dicari adalah jejak dari boson Higgs yang diharapkan bakal membuka tabir misteri gravitasi. Kini masa 24 bulan hampir berhasil. Banyak data yang telah diolah, dan sebagian dipublikasikan di situs CERN. Boson Higgs berstatus sangat mungkin tampil, namun memerlukan lebih banyak pengolahan informasi dan diskusi untuk menginterpretasi triliunan butir data yang telah diperoleh dari kolisi proton di dalam LHC. Kolisi berenergi 7 TeV itu sebenarnya belum merupakan kapasitas penuh LHC. Target 14 TeV baru diperoleh beberapa tahun lagi. Namun sebenarnya, apa sih yang diributkan dari Boson Higgs?

Tepat 5 tahun lalu, 26 Desember 2006, blog ini membahas tentang partikel W+, W-, dan Z, yang menyebutkan Mekanisme Higgs. Mekanisme Higgs ini menarik, karena ia menjelaskan bagaimana materi dapat memiliki massa. Sebenarnya tidak ada alasan dalam Model Standar (Standard Model) yang menjelaskan bahwa partikel2, baik boson maupun fermion dapat memiliki massa. Untuk mengingatkan, boson adalah partikel yang mengikuti statistika Bose-Einstein, memikili spin bilangan bulat, dan membawa gaya-gaya interaksi, seperti elektromagnetika (foton), gaya nuklir lemah (W+, W-, Z), dan gaya nuklir kuat; sementara fermion, yang mengikuti statistika Fermi-Dirac, adalah partikel seperti kuark dan lepton yang membentuk materi, dengan spin bilangan pecah (±1/2, ±3/2, dll). Tapi kita bisa mengukur bahwa massa itu ada, dan bahwa setiap partikel elementer memiliki massa yang unik.

Menurut Model Standar, setiap jenis gaya atau boson terikat oleh sebuah simetri. Simetri ini menjaga hukum2 yang mengikat setiap gaya. Kerja simetri cukup sempurna untuk gaya yang tak melibatkan massa, seperti pada elektromagnetika dan gaya nuklir kuat. Prediksi interaksi gaya pada energi tinggi sangat berhasil dan hanya melibatkan mode yang ada di dunia nyata. Namun boson yang memiliki massa memiliki mode osilasi tambahan. Penerapan simetri pada boson semacam ini akan membuang osilasi tambahan pada boson2 ini, yaitu boson2 nuklir lemah. Tanpa hukum tambahan, boson lemah tak dapat mengikuti simetri Model Standar. Memaksakan simetri pada boson lemah menghasilkan partikel boson tak bermassa, yang tentu berbeda dengan realita.

Fermion, baik kuark atau lepton, dapat memiliki sifat spin kanan atau kiri. Namun fermion tangan kanan dapat dikonversi menjadi tangan kiri dan sebaliknya dengan interaksi yang sama. Namun eksperimen menunjukkan bahwa gaya lemah berlaku berbeda pada fermion tangan kiri daripada fermion tangan kanan. Lebih khusus, pada partikel dengan spin kiri, muatan lemah seolah menghilang. Pelanggaran simetri ini unik, tak terjadi pada interaksi lainnya. Jelas bahwa diperlukan hukum tambahan untuk membuat hukum2 dalam Model Standar tetap konsisten.

Kita akan menamakan muatan yang dibawa oleh energi nuklir lemah (dan boson lemah) ini sebagai muatan lemah; yang dapat diasosiasikan dengan hubungan muatan listrik dengan energi listrik (dan foton). Muatan lemah boleh saja muncul dan menghilang ke dalam ruang hampa, jika ruang hampa dianggap memiliki medan yang disebut Medan Higgs. Medan Higgs membangkitkan dan menyerap muatan lemah. Namun Medan Higgs tak disusun dari partikel, melainkan dari distribusi muatan lemah di seluruh semesta, yang akan menghasilkan atau menyerap muatan lemah di tempat2 dimana nilai medan tidak nol. Medan Higgs hanya berinteraksi dengan partikel yang memiliki muatan lemah, yaitu boson lemah, kuark, dan lepton. Interaksi dengan Medan Higgs menimbulkan perlambatan. Artinya ada kelembaman. Artinya ada massa. Mekanisme ini yang disebut dengan Mekanisme Higgs. Sebagai perbandingan, foton, yang tak berinteraksi dengan Medan Higgs, tak menerima perlambatan, sehingga tak memiliki massa, dan dapat melaju dengan kecepatan cahaya. Tentu saja :).

Ada sebuah ilustrasi menarik yang aku baca beberapa tahun yang lalu. Medan Higgs ini mirip khalayak di sebuah hall. Jika ada tokoh yang buat mereka tak menarik, mereka akan acuh, dan si tokoh kita dapat melewati hall dengan mudah. Namun jika seorang seleb masuk ke hall, khalayak akan mengerumuni sang seleb. Besar kerumunan akan tergantung tingkat popularitas (muatan) sang seleb. Sang seleb harus menggunakan energi lebih besar, dan waktu lebih lama, untuk bisa melewati hall. Kuark top tentu paling populer, sehingga massanya paling besar. Elektron memiliki popularitas kecil. Dan foton tidak populer sama sekali :). Ketidakpopuleran foton memungkinkannya berkelana amat jauh, sementara boson lemah seperti W+, W-, dan Z hanya memiliki jangkauan pendek, berat, dan lamban. Tanpa Higgs, foton sebenarnya mirip Z.

Pada level energi tinggi, atau secara kuantum pada jarak amat dekat, Mekanisme Higgs tak dapat terjadi; sehingga tak dapat dibedakan antara W+, W-, Z, atau foton. Terjadi simetri. Namun pada energi rendah, atau pada jarak yang lebih renggang, Mekanisme Higgs bekerja, meluruhkan simetri, dan boson menunjukkan diri sebagai W+, W-, Z, atau foton. Sebagai sebuah teori, ini sangat menarik dan elegant. Namun, secara eksperimen, Mekanisme Higgs belum terbukti. Dan ini yang diharapkan ditampilkan di LHC: sebuah Boson Higgs.

Boson Higgs adalah bentuk boson dari Medan Higgs. Ini agak mirip hubungan antara foton dengan medan magnet. Kita tahu foton berkait dengan medan magnet, namun kita tak harus mengamati tampilnya foton saat mengamati bekerjanya gaya magnet. Medan Higgs juga dapat bekerja tanpa pernah menampakkan Boson Higgs. Namun, seperti pada elektromagnet, jika kita memberikan usikan pada medan elektromagnet, cahaya (atau foton) dapat terpancar. Para periset ingin membuktikan adanya Medan Higgs dengan menunjukkan adanya Boson Higgs. Usikannya pada Medan Higgs itu dilakukan di LHC.

Boson Higgs diperkirakan memiliki energi (atau massa) tak terlalu besar. Ingat, ia justru tak berinteraksi pada energi tinggi. Diperkirakan massanya di bawah 800 GeV, atau jauh lebih kecil, pada orde 100 GeV. Walau kecil, tetapi ia tak mudah diamati, karena sebelumnya kita tak dapat memiliki piranti untuk mengamati interaksinya. Di LHC sendiri, Boson Higgs diharapkan berinteraksi dengan partikel2 bermassa besar, karena sifatnya yang mudah berinteraksi dengan massa. Namun LHC masih menggunakan partikel ringan, sehingga kemungkinan terdeteksinya Boson Higgs semakin kecil.

Syukur, masih ada beberapa alternatif yang diharapkan mampu menampilkan Boson Higgs. Salah satunya, tumbukan kuark, yang diharapkan dapat membentuk partikel berat, yang kemudian akan luruh sambil memancarkan Boson Higgs. Kemungkinan lain adalah jika kuark memancarkan boson lemah virtual, yang lalu bertumbuhan dan menghasilkan Boson Higgs. Kedua kemungkinan ini, di samping menghasilkan Boson Higgs, menghasilkan partikel lain yang mungkin dapat mengganggu pengamatan. Kemungkinan ketiga adalah jika gluon bertumbukan membentuk kuark top dan anti kuark top, yang dalam waktu singkat akan bertumbukan dan memancarkan Boson Higgs saja.

Kemungkinan semacam itu memang sangat kecil. Namun trilliunan tumbukan yang dilakkan di dalam LHC diharapkan dapat memberikan beberapa hasil eksperimen yang memadai.

Minggu lalu, CERN menyelenggarakan sebuah seminar yang menampilkan hasil-hasil riset di lab ATLAS dan CMS. Disampaikan bahwa riset telah cukup memadai untuk melakukan pencarian Boson Higgs, namun hasilnya belum dapat disebut konklusif. Andai Boson Higgs memang ada dan telah terdeteksi, kemungkinan besar ia memiliki rentang massa 116 – 130 GeV seperti yang tercatat di ATLAS, atau 115-127 GeV yang tercatat di CMS.

Namun masih akan banyak riset lanjutan dan alternatif model untuk memperbaiki Model Standar sebagai bagian dari pengenalan kita terhadap struktur alam, yang semuanya akan didalami dalam waktu-waktu berikutnya. Yuk kita ikuti dengan asik :)

[Credit: Gambar 1 dari situs CERN. Gambar 2 dari Lisa Randall.]

Carrier Ethernet World, Sentosa Island

Tori Bennett dan Ingerid Sorgaard kembali melakukan kontak di tengah tahun ini, memintaku hadir di awal Desember untuk meneruskan Cerita di Hong Kong tahun lalu. Masih bertajuk Carrier Ethernet World, kali ini konferensi mengambil tempat di Resort World Sentosa, Singapore. Aku fikir, di akhir tahun aku sudah agak leluasa; jadi aku sanggupi. Tapi November ini aku disibukkan banyak request di kantor, plus persiapan Indigo Fellowship 2011 dan Tencon 2011, plus lain-lain. Jadi mirip déjà vu suasana Hongkong tahun lalu :).

Aku melandas di pulau kecil ini di sore pertama di bulan Desember. Cuaca masih segar berhias rintik dan mendung terserak. Tak mempedulikan usulan penyelenggara konferensi, aku memilih menginap di Porcelain Hotel, di sekitar Chinatown. Aku memang usil: mencoba selalu mencari suasana berbeda setiap memilih hotel di Singapore. Kali ini aku tak salah pilih: hotelnya kecil tapi segar dan nyaman. Dan dengan MRT, aku hanya terpisah 10-15 menit dari Resort World Sentosa.

Konferensi ini membahas carrier ethernet, yaitu jaringan transport backbone, regional, dan akses yang menghantar informasi dalam bentuk paket berkecepatan tinggi. Di jaringan backbone, kita menggelar DWDM dengan tera routers; di regional kita mengembangkan metro ethernet sebagai aggregator yang terhubung via DWDM atau SDH; dan di akses kita mengoptimalkan GPON dengan berbagai skema FTTX evolusioner bersama dengan MSAN dan XDSL. Berbagai skema, arsitektur jaringan, dan optimasi perancangannya akan memerlukan kesalingterhubungan dan kesalingdukungan antar layer, yaitu network, service, dan aplikasi. Tema inilah yang aku paparkan dalam konferensi ini, yaitu Service-Optimised Broadband Internet Technologies.

Aku berpresentasi di hari kedua, tanggal 2 Desember jam 12:55, tepat sebelum lunch & networking time. Presentasi diawali dengan lingkungan umum Indonesia dan bagaimana publik Indonesia mengkonsumsi informasi. Lalu melompat ke pembangunan tera router dan metro ethernet oleh Telkom Indonesia, serta perencanaan jaringan akses broadband-nya. Dipaparkan juga network IPTV yang tengah digelar Telkom. Ke layer atas, dipaparkan bagaimana pengembangan network akan dikaitkan dengan service-service baru yang diharapkan ditumbuhkan melalui partnership, inkubasi, dan community-generated applications (Internet 2.0). Skemanya dapat melalui IMS, tetapi juga SDP yang lebih pragmatis untuk IT domain. Diharapkan dapat dibentuk model bisnis dan produk masa depan yang bersifat personalised, tetapi juga mudah ditumbuhkan, diintegrasikan dengan network, dan dipasarkan (alih-alih cuma digratiskan dengan mengharap advertising atau akuisisi). Di tengah para expert yang pasti jauh-jauh lebih paham mengenai pernak pernik perancangan network berskala besar, presentasi tidak dipaparkan seperti lecture, tetapi lebih seperti sharing yang mengharapkan masukan, dan sekaligus memicu ide bagi para manufacturer untuk mempertimbangkan produk yang akan lebih teroptimasi bagi konsumen yang gila memproduksi dan mengkonsumsi aplikasi dan informasi seperti di Indonesia.

Tahun ini, aku bukan satu-satunya speaker dari Indonesia. Pada hari yang sama, tampil juga Mr Ahmad Rosadi Djarkasih memaparkan Enabling of Cloud Services to the Enterprise. Dan sehari sebelumnya Ms Agnesia Candra Sulyani (a.k.a. Mrs Djarkasih) memaparkan Driving Profitability in Carrier Ethernet Services for Business.

Tak seperti tahun lalu, tahun ini aku menolak permintaan Ingerid untuk mengisi panel session. Tapi selama break session (a.k.a. networking session) aku berbincang cukup banyak dengan beberapa peserta konferensi, membahas hal2 yang buat mereka menarik dari presentasiku, dan sekaligus membahas peluang-peluang mereka buat masuk ke industri informatika Indonesia. Aku rasa networking ini lebih pas daripada panel yang sering jadi terlalu serius :).

Selesai konferensi, aku mengelana ke Somerset, mengunjungi toko buku favoritku: Harris Bookshop. Aku gak sengaja kenal toko buku unik ini. Dulu aku selalu mampir di HMV Orchard buat berburu CD musik yang gak ada di Jakarta. Tapi HMV pindah ke Somerset di tahun 2010. Dan di sebelah HMV, terletak Harris: toko buku yang segment-nya niche. Bahkan penggemar eBook macam aku, yang bisa masuk Borders dan Kinokuniya tanpa membeli satu buku pun (selain malah beli eBook lagi via Kindle), terpelanting juga dengan buku2 di Harris yang tampaknya belum akan bisa di-eBook-kan.

Hari berikutnya, sambil menunggu flight kembali ke Jakarta, aku rehat di Café Cartel Orchard, talk panjang dengan Jim Geovedi. Tapi yang ini gak di-share di blog ah.

Tencon 2011 di Sanur

Minggu2 ini, Indonesia bukan hanya menjadi tuan rumah ASEAN Summit dan SEA Games. Hanya dua hari setelah Barack Obama lepas landas dari Denpasar, IEEE Region 10 (Asia Pasifik) memulai konferensi official tahunan IEEE TENCON di Pantai Sanur, Bali. Proses persiapan konferensi ini memakan waktu beberapa tahun, dimulai dari pengajuan proposal dari IEEE Indonesia ke Region 10, bidding, recording di IEEE, lalu proses2 call for paper, paper review, event planning, dan event organising. Seluruh proses, terutama yang melibatkan paper dan hal2 akademis lainnya, melibatkan para akademisi senior di berbagai penjuru bumi. Organising dilakukan oleh IEEE Indonesia Section dan Universitas Indonesia. Dua chapter yang juga menjadi sponsor teknis adalah Comsoc Chapter dan MTT/AP Joint Chapter. Karena penyelenggaraan di Denpasar, Universitas Udayana mengerahkan pasukan volunteer untuk mendukung pelaksanaan konferensi. Ramai nian.

Aku sendiri melompat dari Jakarta ke Denpasar pada Ahad 20 November. Sisa lelah sepanjang minggu melelapkanku sepanjang penerbangan. Membuka mata, aku melihat lembah gunung Ijen (satu2nya tempat perkebunan Java coffee), Selat Bali, 10 menit pantai barat daya Bali yang cerah, jernih, landai, berpasir putih, berombak lembut, lalu Ngurah Rai airport. Siap mendarat, yess. Tapi gak jadi. Masih ada sisa ASEAN Summit: kami harus berputar mengelilingi Bali tenggara satu putaran sebelum mendarat. Plus satu putaran, satu lagi, dan satu lagi. Lalu perjalanan darat ke Pantai Sanur: Inna Bali Beach Hotel.

Berbeda dengan 2009, di tahun ini tampaknya aku tak bisa maksimal menikmati alam dan budaya Bali. Sebagai tech cosponsor mewakili Comsoc Indonesia, aku harus menyiapkan sesi tutorial dan sedikit membantu eksekusi event. Yang agak menganggu adalah bahwa beberapa speaker terhambat datang ke Bali, termasuk speaker pada sesi tutorial. Jadi banyak pekerjaan tambahan :)

Tutorial dilaksanakan Senin 21 November pk 10:00 tepat. Prof Dadang Gunawan membuka sesi ini, dan kemudian aku ambil alih dengan menyampaikan materi tentang Digital TV dan IPTV. Paparanku berfokus pada arsitektur network, standard, how-it-works, service dan content, hingga issue konvergensi. Cukup banyak, mengingat waktu tutorial yang cukup panjang. Namun lucunya hanya ada satu pertanyaan yang masuk: dari peserta asal New Zealand. Mungkin peserta lain enggan bertanya dalam bahasa Inggris, dan memilih mode telepati tanpa kabel. Sesi tutorial berikutnya diisi Pak Satrio Dharmanto dan Bu Agnes Irwanti, dengan penekanan pada migrasi TV ke DigitalTV.

TENCON 2011 sendiri dibuka resmi pada 22 November. Sebagai organising chair, Dr Wahidin Wahab dengan keceriaan dan semangatnya yang khas membuka konferensi pukul 9:00. Suasana cukup ceria, dengan iringan seekor anak kucing berwarna putih yang riang mengeong sepanjang acara. Plenary session diisi oleh empat keynote speaker, dengan dua dimoderasi Pak Arnold Djiwatampu (juga sebagai general chair), dan dua aku moderasi. Tampaknya aku cukup sukses jadi moderator, sampai satu peserta nekat naik panggung menghampiriku. Sayangnya peserta ini bukan dari kalangan akademis maupun industri, tapi seekor kucing kelabu. Plenary session yang miaow sungguh.

Tema dari para keynote speakers sangat menarik. Prof Nurul Sarkar membahas terobosan dalam strategi pendidikan engineering. Prof Ke Wu mengasyiki Substrate IC (SICs) yang diaplikasikan untuk elektronika dan fotonika masa depan berskala GHz dan THz. Prof Rinaldy Damini merinci skenario energi yang diambil berbagai negara setelah bencana Fukushima. Dan Prof Jong-Hwan Kim memaparkan dan mendemonstrasikan robot berdaya pikir. Lebih dari yang tersirat dari judulnya, setiap presentasi memberikan inspirasi tambahan yang menarik. Prof Ke Wu misalnya, dengan gambar2 menarik menjelaskan sejarah waveguide, dari metal, coax, hingga intrachip waveguide. Sementara Prof Kim yang juga disebut Bapak Sepakbola Robot menjelaskan dari level filosofis, bagaimana pikiran disusun dari info kontekstual, logika fuzzy, dan kecerdasan sosial.

Setelah sesi foto (ini kopdar loh), konferensi berpindah ke tujuh ruang, untuk mendiskusikan materi-materi yang spesifik. Aku stay di Ruang 5, yang mendalami soal arsitektur, trafik, dan aspek lain dari network. Di Ruang 5, puluhan paper dipaparkan dalam beberapa sesi dari hari Selasa hingga Kamis. Setiap presentasi dipaparkan dalam 20 menit, disusul tanya jawab. Materinya tak lagi soal filosofi atau arahanriset, melainkan rincian hasil2 riset. Pemaparnya adalah researcher, engineer, geek, jadi bisa dibayangkan cara berpresentasinya. Gue banget. Bebas dari polusi marketeer, socialita, dll, haha. Bahasanya Inggris dengan dialek Jepang, Korea, Cina, India, hingga New Zealand. Jelek kayak Bahasa Inggrisku deh :p. Syukur gak ada bahasa miaow lagi dalam diskusi.

Ada sesi makan malam, untuk networking, beramah tamah, dan menyaksikan sedikit bagian dari kekayaan budaya Bali. Ada acara jalan2 ke pantai menjelang tengah malam. Tapi sisanya adalah kontrol terus menerus atas kelancaran event.

Blog ini ditulis di satu sesi kopi, saat konferensi belum selesai. Mudah2an event ini sukses berat sampai akhir, menambah reputasi baik bagi Indonesia yang mampu lancar menyelenggarakan event akademis internasional hampir tanpa sponsor, menambah minat akademisi dan engineer Indonesia melakukan riset terfokus secara konsisten, mengubah Indonesia dari sekedar bangsa pencipta aplikasi amatir menjadi pengembang teknologi yang disegani.

BTW, Sanur asli keren :)

Surat dan Blog

Rapat anggaran minggu lalu di Bandung, rasanya mirip main anggar dua hari penuh. Rumah kehijauan di Bandung sempat disinggahi, tapi menjelang tengah malam, dan harus ditinggalkan lagi pagi2 sekali untuk main anggar lagi. Tapi dalam waktu sempit itu, aku sempat terpikir untuk mengambil satu document keeper berisi surat-surat Papap buat dibawa ke Jakarta. Surat-surat ini panjang-panjang, ditulis dalam waktu lebih dari 1 dekade. Tapi yang paling banyak adalah surat-surat dari Bangkok, waktu Papap sekolah 2 tahun di sana.

Papap memang rajin menulis.Tentu, di zaman orde baru, tentara tidak bebas menulis di media umum. Papap lebih banyak menulis soal teknologi dan strategi di jurnal-jurnal militer, plus paper-paper lain. Somehow kebiasaan semacam ini diwariskan.

Salah satu cara mewariskan kebiasaan ini adalah dengan menyuruh baca buku-buku. Salah satu buku fenomenal buat kami adalah Seandainya Mereka Bisa Bicara tulisan James Herriot. Ini dibelikan Papap buat kakakku sebenarnya. Tapi kami semua membacai dan mengulang baca buku ini. Tak seperti misalnya biografi kaum cerdas lain seperti Feynman yang melulu berisi kisah keberhasilan, atau Soe Hok Gie yang sengit menyerang sekitarnya, Herriot adalah profesional yang menghadapi keseharian hidup: keberhasilan yang manis, kegagalan yang memalukan, namun lebih sering datar. Namun Herriot dapat membuat tulisan yang menarik dari optimisme dan impressi yang diperoleh dari sekedar menatap awan dan padang rumput, menolong petani sederhana, menyendiri berkeliling Yorkshire di tengah malam, dll. Herriot mendorngku untuk mulai menulis hal-hal kecil, sambil mengajari untuk selalu optimis sekaligus realistis menatap dunia. Tahun 2010 lalu aku sempat ke rumah Herriot di Darrowby, dan sempat mengambil gambar catatan harian yang ditulisnya sejak masa sekolah.

Cara pewarisan kebiasaan menulis yang lebih efektif, tentu, dengan gaya Papap yang sering menulis surat panjang, elegan, serius, dan dengan demikian mendorong kami untuk membalas surat-suratnya dengan gaya yang setidaknya mulai mendekati gaya itu. Kami berempat mulai menulis surat panjang: diketik atau ditulis tangan, 1-3 halaman. Selesai cerita tentang pengalaman (yang tidak banyak untuk anak SMP masa itu), aku harus mengisi ruang dengan eksplorasi hal-hal lain, terutama ide-ide yang setengah jadi. Kami berempat memasukkan surat kami masing-masing ke sebuah amplop dan mengirimkannya ke Bangkok.

Kebiasaan menulis semacam itu membuatku mulai doyan menulis, biarpun ide yang dibayangkan belum jadi ide yang matang. Aku mulai punya catatan sendiri, yang diisi gabungan antara kejadian sehari-hari (yang tak banyak) dan kejadian di semesta (hahaha, lebay). Catatanku disusun dalam dua buku: Catatan harian, dan Surat untuk X. Tapi semua berakhir waktu aku mulai kuliah. Kuliah, seperti kantor, menguras sumberdaya waktu, memaksa kita belajar jadi profesional yang memiliki fokus, dll. Tapi keinginan menulis belum hilang. Aku mengakuisisi majalah Quad sebagai redaksi; menulis buku pelajaran komputer dengan pendahuluan yang selalu bergaya narasi; dan mulai mengirim tulisan ke Jawa Pos, Mikrodata, dll. Syukur mereka mau memuat tulisanku. Lalu datanglah Internet. Dan mail list. Dan personal web. Dan blog.

Tentu, buat aku, jadi blogger bukan keputusan atau pilihan. Itu terjadi secara alami. Aku doyan meracau dalam bentuk tertulis, dan aku menguasai apa pun yang bisa direpresentasikan dalam bentuk digital (sumpah, ini lebay). Bahkan sebelum ada CMS blog yang keren, aku membuat script buat blog-ku sendiri. Syukur, gak lama ada blogger.com; jadi aku bisa meninggalkan kegiatan scripting-ku, dan mulai menikmati proses menulisnya. Catatan pertama di blogku yang termigrasi ke blogger.com berisi rendez-vous dengan buku Herriot yang sudah mulai lusuh.

Blogku mulai teratur diisi waktu aku dalam masa pengasingan. Aku harus ikut program wajib di British Council beberapa bulan di akhir tahun 2000, tempat aku belum punya teman sama sekali, disusul kuliah di Coventry tahun sesudahnya. Di Coventry, aku mengakuisisi domain kun.co.ro. Dan sejarah berikutnya bisa dibaca di blog ini, haha. Sementara itu di Indonesia blogger-blogger berhimpun, membentuk komunitas-komunitas, dan menyusun event-event menarik.

Sebagai pecinta budaya digital, aku mulai doyan berkampanye buat blog, haha; termasuk memanfaatkan komunitas yang ada, mendorong komunitas baru, memanfaatkan organisasi dan company tempat kerja, dll. Mirip siram-siram lahan yang memendam banyak bibit, dan pura-pura kaget menyaksikan bunga beraneka warna tumbuh di atasnya. Kepercayaan dunia usaha akan nilai bisnis blog mulai dibangkitkan. Salah satu pelopornya a.l. Asia Blogging Network, yang mendorong memberikan value blog pada kualitas tulisan, bukan pada urusan jumlah klik. Masyarakat non-digital juga dikenalkan ke budaya digital melalui blogging, yang berawal dari teks, foto, lalu ke gaya hidup seperti kolaborasi pendidikan atau produksi secara online, promosi produk personal atau SME secara online, advokasi secara online, dll. Perhatian juga terarah pada content digital secara lebih luas. Dan aplikasi digital. Hmm, malah balik ke profesi asliku, haha. Berkembang, tapi moga bukan seperti gelembung kosong.

Blog sendiri, sebagai blog, ke mana dia? Mungkin ke masa saat keasikan menulis blog belum dinamai passion, saat obrolan para blogger belum dinamai komunitas, saat kicau bebas belum dinamai socmed. Saat itu blog boleh lepas dari sarang eksklusivitas barunya, dan kembali memberikan pencerahan dan optimisme buat dunia.

Selamat Hari Blogger :)

Kuliah Hari IEEE

Sejak tahun lalu, IEEE merayakan Hari IEEE. Iseng memang, kayak kekurangan hari :). Hari IEEE diharapkan dirayakan para anggota, tetap dengan gaya IEEE. Boleh melakukan kuliah umum, seminar, pertemuan teknis, atau pertemuan anggota, dan dianjurkan melibatkan publik. Dan soal melibatkan publik, tentu tujuannya bukan untuk membuka mata publik, melainkan justru untuk membuka mata para geek anggota IEEE mengenai pandangan publik.

Tahun ini, Hari IEEE jatuh pada 6 Oktober. Maka dalam beberapa hari, kami merancang dan mempersiapkan sebuah event. Tak perlu lama. Tak perlu perencanaan panjang untuk event kecil, dan tak boleh perencanaan mentah untuk event besar :). Atas usulan rekan-rekan di Indonesia Section, event bertemakan update atas teknologi LTE. Aku memberi judul IEEE Day Lectures on LTE Development. Pendukungnya, Indonesia Section, Indonesia Comsoc Chapter, UI Student Branch, dan ITT Student Branch.

Kami beruntung memperoleh izin melakukan kegiatan di @America. @America adalah ruang publik yang dimiliki Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta, bertempat di Pacific Place Lantai 3. Sejak berdirinya, @America sering dan secara rutin melakukan atau mendukung kegiatan sosial dan budaya di ruangnya yang bergaya modern dan kental dengan nuansa hitech. Kegiatan semacam TEDx, Fresh, Akademi Berbagi dll rutin dilakukan di sini. OK juga kalau sesekali para geek IEEE berhimpun juga di sini.

Undangan disebar secara online melalui jejaring sosial, media komunikasi IEEE, dan jaringan kampus-kampus. Mungkin karena agak mendadak, tak banyak rekan dari luar Jakarta yang dapat hadir; termasuk Section Chair :).

Seperti yang sering diulas di blog ini, beberapa tahun terakhir ini Comsoc Chapter telah menyelenggarakan serial kuliah, seminar, dan pertemuan teknis untuk membahas berbagai aspek Jaringan Mobile 4G. Sejak tahun lalu, beberapa penyelenggara network telah menggelar uji kaji jaringan LTE dan WiMAX sebagai pendahulu 4G. Maka kuliah umum Hari IEEE ini ditujukan untuk memberikan update tentang hasil trial, implementasi, dan implikasi rencana 4G, khususnya di Indonesia. Ini juga akan jadi pembuka untuk serial seminar berikutnya yang akan berfokus pada berbagai aspek 4G secara terpisah: cognitive radio, context-aware apps platform, broadcast, dll.

Tanggal 6 sore, cuaca Jakarta cukup cerah. Kami mengisi energi sebentar, bersama tim ITT Student Branch, di resto Ta Wan di Pacific Place Lt 5. Saat langit menggelap, kami turun ke @America, dan menerima briefing sebentar dari Mbak Lulu, yang betul2 meluangkan waktu dan resource lainnya buat mensukseskan kegiatan ini. Pukul 19:00, event dimulai dengan pembukaan oleh Adeline dari @America, lalu acara dikendalikan MC Satrio Dharmanto dari IEEE Indonesia Section.

Speaker dalam kuliah umum ini:

  1. Kuncoro Wastuwibowo, Introduction to IEEE, and 4G Mobile Technology
  2. Anto Sihombing, Digital Video Broadcast over LTE Network
  3. Hazim Ahmadi, Lesson Learnt from LTE Trial in Indonesia
  4. Arief Hamdani Gunawan, Regulatory and Industry Aspects of LTE

Kali ini memang aku tak banyak aktif memberikan kuliah, karena banyak materi yang lebih menarik dapat disampaikan rekan-rekan; terutama Anto dan Hazim yang mulai aktif atau aktif kembali mengisi forum-forum internasional. Aku sekedar membuka mewakili IEEE :). Tapi ada yang membuatku mendadak tercekat. Waktu aku menyebut motto IEEE “Advancing Technology for Humanity” — pengembangan teknologi demi harkat kemanusiaan, mendadak tersergap kesedihan akan meninggalnya Steve Jobs pagi harinya (WIB). Ya, Steve memang tokoh luar biasa, yang secara komprehensif (bisnis, seni, teknologi) telah memparipurnakan hidupnya buat pengembangan teknologi yang meningkatkan nilai hidup manusia. Memang baru masyarakat urban, barangkali. Tapi itu tugas kita untuk terus menerus meningkatkan harkat kemanusiaan secara universal melalui teknologi.

Jumlah peserta kuliah Hari IEEE ini mencapai 50 orang. Peserta berasal dari universitas (UI Jakarta, ITT Bandung, UGM Yogya, dan beberapa kampus lain), operator (Telkom, Telkomsel, dan XL Axiata), pemerintah (Depkominfo), konsultan, dari IEEE sendiri, dan dari kalangan lain yang meminati teknologi mobile. Dari IEEE tampak Pak Arnold Djiwatampu yang juga Past Chair dari Indonesia Section, dan Mr . Arifin Nugroho yang juga chair dari COMNETSAT.

Terima kasih, @America, volunteer IEEE, para mahasiswa, para peserta, dan para speaker, yang membuat Indonesia dapat menyelenggarakan Hari IEEE dengan sukses! Advancing technology for humanity!

« Older posts Newer posts »

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑