Author: Koen (Page 21 of 87)

IEEE P1900: CR, DSA, Koeksistensi

Salah satu tema dalam IEEE Communications bulan ini adalah standar2 dalam networking. Kumpulan artikel diawali dengan ringkasan standar yang disponsori berbagai society di dalam IEEE. POSIX dan 802 misalnya, disponsori oleh Computer Society, sementara personal communications oleh Communications Society. Lalu update standar2 — 802.3av, 802.11n, 802.20, PLC, serta keluarganya, lalu … hmmm, standar untuk mendukung cognitive radio (CR), dynamic spectrum access (DSA), dan koeksistensi. Kelihatannya yang terakhir pas dengan yang lagi sering kita kaji.

CR sering didefinisikan sebagai software-defined radio (SDR), yaitu saat perangkat radio mampu secara cerdas menentukan kebutuhan dan memilih sumberdaya radionya sesuai konteks. Standar semacam WiFi (802.11), Zigbee (802.15.4), serta WiMAX (802.16) telah memiliki level teknologi CR tertentu. 802.22 akan menjadi standar internasional berbasis CR pertama. CR akan berkait erat dengan akses spectrum yang bersifat dinamis (DSA). Namun yang menarik tentu keterkaitan antara CR dan koeksistensi: pemilihan sumberdaya yang menentukan jenis akses radio sebuah komunikasi.

Sebuah komite, SCC41 dibentuk dengan focus pada DSA. Standar yang tengah dikerjakan adalah serial IEEE P1900. P1900.1 (target Des 2008) menyusun konsep next generation radio systems dan spectrum management. P1900.2 (target Des 2008) merekomendasikan praktek koeksistensi dan interferensi. P1900.3 (target Feb 2011) mengevaluasi sistem radio dengan DSA. P1900.4 (target Des 2007) menyusun arsitektur sistem yang memungkinkan optimasi sumberdaya radio dalam jaringan heterogen.

P1900 (lihat gambar deh) memungkinkan pengelolaan spectrum antara jaringan yang paham CR dan yang tidak.

Network reconfiguration management (NRM) berkomunikasi dengan terminal radio management (TRM) membentuk interoperabilitas antara jaringan2 radio tanpa infrastruktur. Perangkat komplian P1900.4 memungkinkan rekonfigurasi network dan terminal yang berikutnya memungkinkan pemindahan yang seharusnya tak terasa (seamless).

Direncanakan akan ada P1900.5 yang membahas bahasa policy, dan P1900.6 untuk RF sensing. Standar lain yang juga akan sudah mengadopsi soal CR, DSA, dan koeksistensi adalah 802.22 (Sep 2009), 802.19 (Sep 2008), 802.16h (Sep 2008), 802.16m (a.k.a. WiMAX II atau WiMAX next generation, Des 2009), serta 802.11y (Des 2009).

Anusapati

So, aku masih setengah minggu di Bandung setengah minggu di Jakarta. Ini kisah Jakarta suatu pagi minggu lalu. Masih agak jauh dari Wisma Antara, sudah tampak Gedung Bank Mandiri (Thamrin) berwarna perunggu. Hmm, aku malah masih ingat waktu gedung itu masih berjudul BDN, sebelum bank itu bermerger dengan Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo menjadi Bank Mandiri. Aku sempat ke kantor itu awal tahun ini, buat acara Deklarasi Koperasi Isnet. Ahlul-baitnya, Mas Haryoko, waktu itu masih jadi salah seorang direktur di Bank Syariah Mandiri. Beliau baru berhenti dari jabatan itu (yang dipegang selama dua periode) bulan lalu; dan langsung mengirim SMS tanda syukur kepada para Isnetter, bahwa selama dua masa jabatan itu tidak sampai terpaksa tergelincir ke hal2 yang tak dihendaki, yang bisa terjadi di posisi itu. Teringat beliau, aku mendadak usil, kirim SMS. Ternyata beliau hari itu sedang di gedung itu. Mirip aku, beliau bekerja di beberapa lokasi minggu2 ini, tapi dua-duanya Jakarta: Plasa Mandiri Gatsu dan Gedung Bank Mandiri Thamrin itu. Saling kirim SMS jadi mirip chatting, cuman berselangan detik, terus menerus. SMS terakhir membahas soal warung mi ayam samping lapangan dekat Wisma Antara, yang didirikan sejak 1982 (zaman Brezhnev, Sabra-Shatilla, Petisi 50, Woyla, Kopkamtib, Malvinas, KAL, Babrak Kamal, dll itu). Terus aku sibuk menerima tamu2 dari content providers.

Lunch time, masih ada tamu; dan makan siang harus ditunda. Janjian dengan Mas Haryoko jadi kayaknya tertunda. Baru setelah tamu2 pulang, aku ke kantin. Dari kantin Lt 9 itu, aku coba mengintai di mana gerangan si warung mi ayam yang dikagumi Boss BSM itu, hmmm. Ada titik yang tampak mirip warung. Aku lihat terus. Terus balik kanan, dan sesosok makhluk gagah menyapaku: “Mas Kuncoro ya?”

Tentu bukan cuman aku yang punya pengalaman mirip seperti ini: disapa ramah oleh seseorang, sementara ingatan kita tak mengirimkan informasi apa pun tentang sang penyapa. Aku menyambut ramah, “Oh hai!” — yang disusul sang penyapa dengan memperkenalkan diri sebagai penulis blog Anusapati. Ah ha, kejutan :). Anusapati adalah penulis blog unik, tentang celah sejarah Indonesia, semi anekdotal, tetapi membuka mata kita tentang kemanusiawian sejarah negeri kita ini. Anusapati juga orang pertama yang berhasil menebak posisi aku bekerja di entry blog sebelumnya (Jakarta 10110). Tapi dari tanggapan aku, Mas Teguh a.k.a. Anusapati ini mengira aku pernah kenal beliau. Tentu pernah. Membacai blognya setiap ada entry baru, membuat kita serasa mengenalinya kan? Bercakap tanpa sua, tentu lebih kenal daripada sua muka tanpa komunikasi :). Malahan blog Anusapati sudah kumasukkan juga di aggregator pribadi (baru ganti domain, sekarang: ra.me-ra.me). Tapi Mas Teguh heran bahwa aku tahu beliau seorang jurnalis. Hmmm, kalau kita baca2 blog beliau, tentu segera tampak bahwa beliau seorang jurnalis. Dari Detik :). Tidak perlu jadi profiler handal untuk memahaminya :). Oh ya, Mas Teguh ternyata ditemani seorang rekan, Mas Iwan. Tapi aku belum dapat alamat blog Mas Iwan.

Perbincangan dengan Mas Teguh asyik juga. Dari soal sejarah negara ke sejarah pribadi, haha :). Sayangnya kurang lama. Beliaunya harus segera turun untuk meneruskan bisnis :), dan aku juga harus balik ke mejaku untuk bersiap menghadapi …. rekan bisnis (huh, sama).

Kusesap kopi hitamku sampai habis, trus kami meninggalkan kantin Lt 9 yang sedang bermusik dengan solo keyboard itu. Mudah2an nggak perlu nunggu lama untuk bisa sua lagi.

Blogging 8.0

Tentu Internet 2.0 memang sudah terjadi (atau Internet 3.0 — tidak ada bedanya). Tentu wikinomics, prosumerity, etc, memang sudah terbukti. Namun bukan berarti blogging jadi harus jadi pusat perhatian. Blogging memang kegiatan Internet 2.0 yang paling mudah. Hanya dalam beberapa menit, seseorang yang baru mengenal Internet sudah dapat menjadi penerbit kelas dunia. Blogging dapat dimanfaatkan buat jadi pintu pertama buat mengenal Internet transaksional, sebelum orang awam mengenal keunikan-keunikan Internet lainnya. Namun blogging juga mirip SMS: cuman jadi alat bantu komunikasi. Blogging, Internet, komputer, tidak membuat hal baik jadi jelek atau hal jelek jadi baik: menulis kebodohan di Internet tidak membuatnya jadi benar atau keren.

Tapi kenapa menulis blog sampai 8 tahun (dan entah berapa macam blog)? Mengapa kemudian sibuk mempromosikan blog, menjahit kegiatan antar komunitas, meroadshowkan blog? Bukan karena blog itu istimewa; tetapi karena melihat potensi bahwa blog bisa jadi ruang belajar yang ampuh untuk transformasi budaya, penularan ilmu, dan pembudayaan infokom secara intens. Dan kalau “blogger” jadi label, jadi terekspose secara eksklusif, jadi dibikin terlalu bergaya dan centil, itu efek yang sebenarnya tak diharapkan (tapi bisa dijadikan ruang tersendiri untuk mereka yang memang centil dan suka bergaya). Dipikir2, ajaib juga kalau blogger pingin diekspos TV dan media konvensional lain :) — mirip kaum republiken yang meminta pengakuan dari maharaja :). Sejauh ini sih, yang terjadi adalah bahwa media konvensionallah yang bekepentingan mengekspos kegiatan blogging dan semacamnya, untuk membuat diri mereka sendiri updated.

Aku akan terus ngeblog, terus meneruskan kampanye blogging, dan terus mendukung kegiatan2 yang membuat dunia blog ramai; terutama membantu kegiatan blogging & komunitas blogging agar mulai memberdayakan masyarakat yang lebih luas.

Foto di sini adalah foto aku di Yogya kemarin: menyampaikan laporan & ide2 content dari Jawa Barat. Aku memulai dengan menyebutkan bahwa content & communities tak mungkin terpisahkan. Dengan Internet 2.0, content, feature, dan bahkan produk, akan dibentuk dan didefinisikan oleh communities. Yaw, mungkin ini presentasi terakhir dimana aku mewakili Jawa Barat. Tapi mudah2an bukan presentasi terakhir dimana aku mewakili kaum blogger.

Jakarta 10110

Atas SMS Order dari Oom Widi Nugroho, dua hari ini aku mencobai calon tempat kerja baruku, di Lantai 9 of sebuah kotak besar di Jakarta 10110. Aku datang cuman bawa sebuah MacBook, nyaris tanpa asesori (ketinggalan: MiniDVI-to-VGA converter, Flash modem, flash drive, etc — padahal kayaknya udah diberesin agak rapi), dan jaket (duh, dasar orang Bandung). Syukurlah WiFi di sini gampang akrab dengan Airport si McPollux; beda dengan di Dago yang entah kenapa nggak nyambung2 (kecuali pakai Odyssey for Windows).

Biarpun belum resmi pindah, aku udah mulai harus baca beberapa proposal. Hey, bukan kerjaan yang membosankan. Ini proposal berbagai content & aplikasi Internet (web dan non web). Biasanya kerjaan macam gini adalah hobby di luar kantor :). Jadi memang kayaknya aku disuruh bersenang2 di sini. Sayangnya, baca2nya belum selesai.

Aku bahkan kelihatannya nggak perlu banyak berkenalan sama rekan2 di sini. Sebagian udah sering sua di berbagai meeting sebelumnya, terutama di Forum Content di Yogyakarta kemarin. Oh ya, di Forum Content itu, sebenernya Mr Elvizar (D-EGM Divre III) sudah secara lisan menyerahkanku ke Corporate via Mr Indra Utoyo (CIO). Cuman masih ada beberapa mainan yang harus diberesin di Bandung, jadi aku baru akan resmi pindah bulan Agustus.

Aku nggak bawa card reader, jadi nggak bisa pasang foto baru. Tapi ini foto yang pernah aku ambil dari arah Gambir beberapa waktu lalu. Coba tebak di mana aku … :)

Blogger Academy

Cerita tanggal 11 Juli.

Ini untuk pertama kalinya aku ke Yogya tanpa menyempatkan diri masuk ke kraton. Cuman sampai halaman depan. Dan sempat pamit ke Sultan (dalam bayangan): “Boss, kali ini abdi nggak sowan ya. Rada sibuk neh.”  Detik2 terakhir di Yogya dipakai buat berkeliling kampus UGM, dan langsung meluncur ke Bandara Adisucipto. Check in tanpa antri, aku dipersilahkan menunggu di Garuda lounge. Kelihatannya aku bukan blogger 100%: yang aku cari bukan akses Internet duluan, tapi kopi panas. Kopi diramu sendiri, dibawa ke sofa, kubanting badan, kusesap kopi … segar. Seorang Bapak masuk. Kutatap, rasa2 agak kenal, dan beliau menatap balik. Kuanggukkan kepala memberi salam, dan beliau membalas, sebelum akhirnya aku ingat: Ini Sri Sultan Hamengku Buwono X. Duh, yang punya negeri. Tapi tak lama aku di situ, dan memutuskan membuang waktu di Periplus. Belum 1 menit, sudah 3 buku kugenggam. Hicks, serakah itu tak baik. Jadi hanya 1 kubawa ke kasir: Wikinomics. Amex-ku ditolak. Hmm, memang tak keren Amex ini sejak dikelola Bank Danamon. Jadi pakai HSBC – diskon 10% :).

Di angkasa, buku itu tak terbaca juga. Penerbangannya singkat. Aku duduk dekat jendela kiri, jadi tak bisa melihat Merapi dari atas. Yang kelihatan malah keraton lagi, diapit alun2 utara dan alun2 selatan. Tapi tak lama, tampak sebuah gunung lagi. Nanti kita cari namanya deh :). Trus pantai utara. Trus Jakarta. Bergegas turun, nyaris balapan lagi sama … Sultan, hush. Istirahat di luar, dan membiarkan seorang bocah kecil yang gagah meluangkan waktunya untuk menyemir sepatuku. Damri mengantarku ke kawasan Slipi. Dan aku mulai sleepy. Turun dari bis, ojek mengangkatku menyelip di kawasan Palmerah yang padat, dan aku turun di kantor Kompas Gramedia.

Di kantin Sasana Budaya, Mas Pepih menyambut. Ada Mas Budi Putra dan Mas Adam Infokomputer juga. Es kapucino digelontorkan ke darah buat melawan kantuk. Dan waktu2 berikutnya, bergabung juga rekan2 blogger dari Asiablogging. Menjelang matahari tenggelam, semuanya beranjak, ke Ancol.

Di Ancol, kami melandas di Segarra. Pak Taufik Mihardja (Direktur Executive Kompas.com) dan Pak Budi Karya (Direktur Utama Jaya Ancol) sudah menanti, dikelilingi tim yang cukup lengkap. Tapi acaranya tak formal. Berbincang2 segitiga antara Ancol, Kompas, dan para blogger ABN. Materi perbincangan ditulis lain hari deh :). Intinya adalah ketertarikan pihak Jaya Ancol untuk memahami dan memainkan komunikasi melalui media online, baik media online maupun blogging (para blogger sendiri diundang oleh Kompas). Rincian menyusul. Capuccino kedua menyegarkan pikiran. Tapi perbincangan dihentikan untuk melihat atraksi Police Academy – aksi stuntmen dari Italia yang dikemas mengikuti film Police Academy. Rame sih, asal sebentar melupakan soal global warming dan makin langkanya BBM. Makan malam menyusul, dengan Mbak Mety (manager promosi Ancol) kita daulat sebagai pemberi rekomendasi. Yang beliau rekomendasikan a.l. crab, dan – yang aku ambil – lamb tongseng. Rame sih, asal sebentar melupakan soal kolesterol. Perbincangan informal diteruskan, sampai kemudian Fauzi Bowo, Gubernur DKI, mendadak bergabung. Tapi beliau didaulat bergabung berfoto saja :), bukan didaulat blogging :). Di situ diskusi ditutup dan diakhiri.

Diskusi2 tentang blogging memang selalu menarik, dan masih akan menarik. Benda satu ini membuat seorang user menjadi publisher, dengan cara yang mudah dan murah, dan langsung bisa saling mengait dengan jalinan informasi internasional. Salah satu misi kita memang mendorong agar demokrasi dan sosialisme informasi (sekaligus kapitalisasi Web 2.0) ini jalan. Jadi tidak pernah ada keinginan untuk mengeksklusifkan para blogger, atau memberi kemanjaan kepada para blogger. Sebaliknya, para blogger (dan user lain yang diajak menjadi blogger) diharap jadi punya power lebih untuk lebih dapat membantu masyarakat sekitarnya menikmati taraf hidup (ekonomi, pendidikan, dll) yang lebih baik. Siap, para blogger?

Valuetainment

Tadinya aku tak diagendakan untuk ke kota ini. Tapi memang semua tahu, aku harus dibawa ke sini, tak terelakkan. Maka dengan persiapan singkat, aku sudah di KA Lodaya Bandung-Solo dan melandas di Yogya sebelum adzan subuh digaungkan. Mengikuti alur Malioboro, aku melangkah sendiri, dan menghentikan langkah di alun2 utara, lalu menemani hidup yang mulai bangkit saat langit gelap berubah menjadi merah, dan puncak Merapi berabu tebal tampak jernih kemerahan di utara. Aku sengaja membuang lebih dari 1 jam untuk kemewahan semacam ini: waktu luang tanpa memikirkan apa pun selain menatap puncak berabu, memancing nuansa inspirasi yang tidak verbal.

Aku ke Yogya dengan judul Forum Content Nasional. Di forum ini, kami berbagi kisah2 pengembangan content, yang memang harus berbeda per wilayah, segmentasi customer, dan komunitas2. Forum dibuka Ketua Gugus Konten Widi Nugroho. Suasananya Internet 2.0 sekali, dengan keyakinan akan konsep prosumer, dan partisipasi komunitas yang makin besar untuk membentuk produk. CIO Indra Utoyo melontarkan istilah valuetainment, yang memiliki aspek spiritualitas, kreativitas, dan  knowledge. Lalu setiap DEGM menceritakan pengembangan content di divisi masing2. Aku didelegasii bercerita tentang Divre 3, Jabar Cyberland.

Hari ini forum dibagi dalam tiga kelompok. Aku bergabung di forum content development. Tapi di tengah2, aku malah sharing cerita pengembangan komunitas dengan Bu Ani. Ini my smart ex-boss yang sekarang jadi GM di Semarang. Trus balik ke forum.

Hasil forum ini dipaparkan di http://mmmm, nggak jadi ah :). Sementara itu, web kun.co.ro malah tewas. Sang hoster membunuhnya dengan alasan (seperti yang mereka bilang) bahwa site ini memakan resource prosesor hingga 300% (ajaib, bisa lebih dari 100%), dan membuat seluruh account terkena beban lebih. Kayaknya aku memang salah pilih hoster. Siap-siap migrasi lagi :).

Besok forum akan ditutup. Trus aku terbang ke Jakarta untuk jadi tamu di acara komunitas yang lain lagi :). Kayaknya memang sibuk, tapi asik juga sih. Valuetainment in real world.

Bright & Beautiful

Di blog yang lain (aku sendiri nggak tahu jumlah blog yang aku tulis, di luar ABN), aku sempat menulis bahwa kalau misalnya aku disuruh memilih tinggal di satu dari dua planet, satu isinya cuman buku, dan satu lagi Internet termasuk blogging; aku pasti akan memilih planet dengan buku :). Buku terlalu mengasyikkan, dan belum tergantikan sama benda apa pun. So, aku menikmati weekendku dengan buku2. Ya, terinterupsi dikit oleh Kopdar Blogger Bandung dan ekstra nyeri yang secara sporadik mendadak menusuk kepala. Tapi keasikan membaca sedang tak terganggu.

Weekend diawali dengan baca buku … uuuh … bukunya OK dan inspiring banget. Tapi karena belum terbit, aku terpaksa merahasiakan judul dan nama pengarangnya (selain membocorkan dikit). Ini adalah bagian dua dari sebuah trilogi, dan menceritakan seorang kolumnis penjelajah alam. Pekerjaannya adalah melempar dart pada peta Indonesia, lalu mengunjungi tempat di mana dart itu mendarat, lalu menulis kolom tentang tempat itu dari sisi yang unik. Si kolumnis ini sayangnya bukan Internet-savvy, jadi terjebak sebuah masalah yang pasti bisa dipecahkan para techno geek :p. Bagian2 ceritanya sempat bikin aku ketawa terpingkal2, dan sekali terharu berat. Si penulis sampai membaca ulang tulisannya untuk mencari bagian yang bisa bikin aku terharu berat — dan nggak ketemu. Doi lupa apa yang selalu diingatkan Derrida: sebuah teks telah meninggalkan penulisnya dan menjadi milik pembacanya, lengkap dengan segala penafsirannya.

Trus mendadak kangen tulisannya Herriot. Serial Herriot semestinya cukup lengkap di rak buku. Aku mulai dari All Things Bright & Beautiful. Di Darrowby, Herriot mulai mewarisi sedikit sifat paradoks dari Siegfried. Kesal berat pada peternak yang tak menghargai libur natalnya, lalu memuji mereka sebagai pencerah dunia. Bab lain menceritakan Herriot sebagai jagoan pembungkus kucing: seliar apa pun si kucing pasien, ia selalu bisa membungkusnya. Ia hanya gagal waktu menangkap kucing bernama Boris, akibat ulah Tristan si pengacau yang justru menikmati mengejar2 kucing liar + superlincah itu. Tokoh lain yang juga muncul adalah dokter Ewan, yang mengatasi banjir uterus (yang pernah amat menakutkan Tristan) hanya dengan setengah pon gula, rak bir, dan sebotol wiksi.

Herriot lalu juga menceritakan perkenalan pertama dengan Granville, dokter hewan kelas atas yang pasiennya hanya binatang kecil, tinggal di kota besar (200rb penduduk), berasisten seorang resepsionis cantik, beberapa suster cantik, dan memiliki istri yang amat cantik. Granville amat profesional. Bekerja cepat dan efisien, menolong hewan yang sudah tak dapat ditangani Herriot (anjing betina dengan tumor, kucing seorang kolonel yang terlindas mobil dan rahangnya sudah lepas, dst, dst). Ia selalu baik hati & penuh persaudaraan pada Herriot; berbagi tembakau mahal, baju bagus, dan gemar mentraktir bir hingga wiski. Bagian terlucu adalah bahwa setiap kali Herriot bertemu Zoe, istri Granville, ia selalu dalam keadaan amat mabuk dan kusut, sementara mereka berdua tetap tampil prima dan bersahabat. Di adegan kucing itu, Herriot sudah hampir menidurkan si kucing selamanya, sebelum pikiran sehatnya kembali, dan ia melarikan si kucing ke Granville. Operasinya berat, dan si efisien perlu waktu 1 jam plus keringat tebal plus sempat membentak Herriot. Tapi berhasil. Lalu dengan ramah ia mengajak Herriot mengikuti seminar dokter hewan. Waktu Herriot mengiyakan, ternyata seminarnya di luar kota, di balik pematang gunung pembelah Inggris itu, dan mereka baru berangkat jam 8 malam, di tengah badai salju. Di sana mereka ketinggalan seminar, dan “cuma” kebagian banyak bir. Lalu pulang dengan kecepatan tinggi. Baru Herriot pulang ke Darrowby. Paginya ia baru tahu bahwa jalan yang mereka lintasi sambil ngebut semalam itu sudah beberapa hari ditutup karena terlalu berbahaya. Tidak ada mobil yang lewat sana. Buku ini dan buku2 berikutnya banyak menceritakan pertemuan2 dengan Granville.

Membuatku berpikir … sialan, akhir2 ini aku terlalu gampang menyerah ya? Meowwwwww :)

Blog, Telkom, Nokia

Hari Kamis dan Jumat ini aku habiskan di Jakarta. Pertemuan internal Telkom yang menarik tentang sinergi kegiatan2 komunitas antar divisi, berlokasi di Wisma Antara, Jakarta. Melelahkan, karena dua hari pertemuan itu bener2 pertemuan, dengan silang pendapat yang nyaring dan demokratis. Terlalu menarik, sampai aku tega nggak mengunjungi event Insync di Ritz dan ISS di JCC sama sekali. Beda dengan rapat2 serupa di Supratman, dimana yesmen lebih banyak, dan rapat bukannya melelahkan tapi … cape dehhh. Yaa, hasilnya nggak ditulis di sini deh. Kebanyakan. Tapi nanti bakal dikomunikasikan sama komunitas2 di Bandung. Kapan neh, KLuB ngumpul2 lagi? Batagor? BHTV? Hmmm …

Speedy -- speed you can trust

Yang kurang di Wisma Antara itu snack. Berat badanku sedang terjun menembus batas psikologis 50. Dan aku jadi doyan makan. Jadi aku bawa bekal cokelat buat dimakan di tengah rapat. Nggak sopan. Gue banget :). Dan selesai rapat, aku kabur cari snack. Ada Sbux di Thamrin. Menikmati cinnamon roll kesukaanku sama grande ice caramel macchiato sendirian, aku siap buat acara berikutnya: blogger gathering w/ Nokia. Meluncur dengan busway ke sana. Hey, syukur aku sempat makan dan ngopi. Salah gedung aku rupanya. Gedung Stanchart sudah berubah nama jadi ANZ, dan aku harus jalan kaki ke Stanchart baru.

Nokia, seperti perusahaan keren lainnya, mengundang 10 blogger buat memperkenalkan produk terbarunya. Produk itu ialah Nokia N78. Mobile terminal ini dirasa pas buat kaum blogger yang selalu haus untuk sharing personal experience. Ia telah dilengkapi dengan GPS client. Kamera 3.2 megapixel berlensa Carl Zeiss menghasilkan gambar yang bisa langsung dimetadatai dengan informasi lokasi dari GPS. Dikirimkan langsung ke Flickr (via sebuah client, bukan MMS), ia menghasilkan gambar di web dengan informasi lokasi, siap untuk diblogkan. Keren kan? Mudah2an API-API lain bisa dimanfaatkan para programmer kita untuk mulai bikin aplikasi2 context-aware yang bakal luar biasa. N78, dan penerusnya nanti, bisa bikin revolusi budaya kesekian yang diakibatkan oleh teknologi mobile dan Internet. Yang versi sekarang, sayangnya, masih lemah penerimaan GPS-nya untuk indoor. Aku pikir bisa diakalin. Tapi cobanya nggak bisa lama sih. Keburu waktunya makan :).

worldcharger.jpgSorry, nggak ada gambarnya, nggak dikasih gambar sama pihak Nokia. Cari sendiri di Google ya :). Tapi aku dikasih sebuah ransel berukuran sedang. Pas untuk travelling ringan. Dan sebuah gadget bernama World Charger. Benda ini bisa mengalahkan hotel paling arogan di Indonesia (yang plug listriknya selalu sok asing) dengan menyediakan multi plug (in/out) dan masih plus USB charger. Wow, bisa langsung dicoba nih. Hihi, bukannya mereview N78 malah mereview charger. Abisan, yang bisa dicoba lama2 emang yang ini :).

CFP: Internetworking Indonesia

Internetworking Indonesia:
Indonesian Journal of ICT and Internet Development

Deadline for submissions: 30 October 2008
Notification of acceptance: 30 December 2008
Author Final Revision (CRC): 30 January 2009

Internetworking Indonesia is a semi-annual journal devoted to the timely study of the Information and Communication Technology (ICT) and Internet development in Indonesia. The journal seeks high-quality manuscripts on the challenges and opportunities presented by information technology and the Internet in Indonesia.

FOCUS & SCOPE
Internetworking Indonesia aims to become the foremost publication for practitioners, teachers, researchers and policy makers to share their knowledge and experience in the design, development, implementation, and the management of ICT and the Internet in Indonesia.

TOPICS
Internetworking Indonesia welcomes and strongly encourages submissions based on interdisciplinary approaches focusing on ICT & Internet development and its related aspects in the Indonesian context. These include (but not limited to) information technology, communications technology, computer sciences, electrical engineering, and the broader social studies regarding ICT and Internet development in Indonesia.

Possible topics include, but are not limited to:

  • Information technology and information systems
  • Communications technology
  • Software and hardware engineering
  • Applications and services
  • Broadband and telecommunications technologies
  • Mobile and wireless networks
  • Internet infrastructure systems, protocols and technologies
  • Technical challenges and developments of computer networks in Indonesia
  • Internet Infrastructure development in Indonesia
  • Multimedia and content development
  • Education and distant learning
  • Communications policy development and regulatory issues in the Indonesian context
  • E-Government in Indonesia
  • Internet governance in Indonesia
  • Open source software development and deployment
  • Social and economic impact of ICT and Internet technologies to the Indonesian society.
  • Social networks, Peer-to-Peer computing and blogging

SUBMISSION GUIDELINES
Internetworking Indonesia accepts a variety of manuscripts in both English and Bahasa Indonesia. Please review the descriptions below and identify the submission type best suited to your intended submission:

  • Research Paper: Research papers are theoretically driven, focusing on an area listed in the Topics.
  • Technical paper: Technical papers present advances and research results in a given area study.
  • Policy Viewpoint: Policy Viewpoints explore competing perspectives in the Indonesian policy debate that are informed by academic research.
  • Teaching Innovation: Teaching Innovation papers explore creative uses of information technology tools and the Internet to improve learning and education in Indonesia.
  • Book Reviews: A review of a book, or other book-length document, such as a government report or foundation report. (3 pages max.)

SUBMISSION LANGUAGE
Manuscripts in English and Bahasa Indonesia are accepted.

MANUSCRIPT SUBMISSION
Manuscripts should be submitted according to the IEEE Guide for authors, and will be refereed in the standard way. Manuscript pages should not exceed 7 pages of the IEEE 2-column format, preferably submitted electronically in an MS-Word file format.

All manuscripts should be submitted electronically. Please visit www.InternetworkingIndonesia.org for more information.

Manuscripts submitted to Internetworking Indonesia must not have been previously published or committed to another publisher under a copyright transfer agreement, and must not be under consideration by another journal.

Authors of accepted papers are responsible for the Camera Ready Copy (CRC) in the IEEE 2-column format (MS-Word file). Authors are advised that no revisions of the manuscript can be made after acceptance by the Editor for publication. The benefits of this procedure are many, with speed and accuracy being the most obvious. We look forward to working with your electronic submission which will allow us to serve you more efficiently.

CO-EDITORS

  • Thomas Hardjono, PhD (Wave Systems, USA)
  • Budi Rahardjo, PhD (ITB, Indonesia)
  • Kuncoro Wastuwibowo, MSc (PT. Telkom Indonesia)

EDITORIAL ADVISORY BOARD

  • Mark Baugher, MA (Cisco Systems, USA)
  • Lakshminath Dondeti, PhD (Qualcomm, USA)
  • Prof. Merlyna Lim, PhD (Arizona State University, USA)
  • Prof. Bambang Parmanto, PhD (University of Pittsburgh, USA)
  • Prof. Wishnu Prasetya, PhD (Utrecht University, The Netherlands)
  • Prof. Jennifer Seberry, PhD (University of Wollongong, Australia)
  • Prof. Willy Susilo, PhD (University of Wollongong, Australia)

OPEN ACCESS PUBLICATION POLICY
The Internetworking Indonesia journal provides open access to all of its content on the principle that making research freely available to the public supports a greater global exchange of knowledge. This is the philosophy of the Open Journal Systems (see the Public Knowledge Project at pkp.sfu.ca). The journal will be published electronically and there are no subscription fees. Such access is associated with increased readership and increased citation of an author’s work.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑