Page 88 of 210

CDMA Network Planning

Minggu ini jadi penghuni Gegerkalong. Kapan ya terakhir aku nulis nama ini di sini? Gegerkalong, di pojok utara Bandung, adalah tempat yang hawanya masih menyisakan rasa Bandung masa lalu: sejuk, juga di tengah hari.

Di Gerlong yang berhawa segar ini aku lagi ikut training lagi. Cihuy. Abis masa puncak penjajahan Ariawest, kayaknya baru sekali aku beneran dapet training di sini. Judulnya CDMA Network Planning.

Isinya?

Ya … CDMA … network planning …. obviously …

Koala

Kebayangnya, sebentar lagi aku bakal mewarisi semangat koala: bobo 18 jam sehari, dan menghabiskan 6 jam sisanya untuk bergerak lambat. Kalau koala bisa bobo sambil pegangan di pohon, aku kali-kali bisa bobo sambil duduk manis di depan komputer.

Zzzzzzzzzzz.

Buku Koala

Jangan menilai buku dari kovernya. Katanya. Ha-ha :).

Suka-suka kita atuh. Boleh kita beli buku karena isinya, kalau kita sempat baca isinya di toko buku atau di rak buku teman. Boleh juga gara-gara percaya keandalan penulis, penerbit, atau pengulasnya. Boleh juga gara-gara tak kunjung sua buku lain dari tema yang kita cari. Namun tak dilarang pula beli buku gara-gara kovernya.

Belum pernah? Coba deh.

Ada beberapa pocket reference dari O’Reilly di atas meja — dih, aku nggak cukup edan untuk bawa semua pocket reference di dalam pocket. Ada Perl, PHP, Javascript. Trus jalan-jalan ke O’Reilly, liat HTML Pocket Reference. Lah, ngapain beli HTML Pocket Reference coba? Bisa sih bikin alasan: soalnya aku pelupa, dan nggak pernah inget caranya bikin radio button secara manual. Tapi banyak cara lain selain harus beli buku itu.

Akhirnya terpaksa keluar jawaban jujur: soalnya kovernya koala. Lucu aja kalau ada buku bergambar koala di atas meja. Biar dia menemani koleksi badak, burung, dan onta, plus poster berang-berang.

93171883

Lompat ke Garut.

Judulnya merancang sistem organisasi kantor Divre 3 dan kandatel-kandatel.

Nggak hobby sih cerita pekerjaan. Cerita apa ya? Tempat ini menarik, rapat dikelilingi gunung-gunung, jadi kesannya semua gunung itu jadi pagar yang tinggi besar. Tapi bentuknya nggak seragam: ada yang halus sekali, ada yang tajam-tajam patah meruncing. Ada yang penuh berpohon, ada yang udah dibudidayakan jadi kebun dan sawah, dan ada yang bekas terbakar hebat.

Pekerjaan yang menarik. Print kertas buat job valuation, bikin secangkir kopi, bawa ke meja di luar, dan mulai kerja sambil menikmati pemandangan dan hawa segar dan kopi hangat.

93077640

Believe it or not: aku tulis alamat web ini dalam bentuk
sub-poster di kubikelku. Dan — as far as I reckon — nggak ada yang
bener-bener coba masuk ke web ini gara-gara baca poster
itu.

Nggak ada yang percaya kalau ini nama domain beneran.

To Stop or Not To Stop

Kayaknya aku udah kehilangan hubungan batin sama catatan ini, dan mungkin juga sama website ini. Nggak ada kebutuhan sama sekali, rasanya, buat nulis di sini. Tapi suka kesel juga liat website nggak terupdate. Jadi … terpaksa dah nulis lagi :).

Aku juga masih suka merasa lucu bahwa aku bisa punya lisensi domain yang kayak gini. Memang nggak orisinil, kalau kita liat bahwa Steven Haryanto (atau barangkali Ronny) pernah punya domain haryan.to. Tapi beda sih. Pertama, aku yakin bahwa haryanto bukanlah nama panggilan dua anak muda kreatif itu. Kedua, nggak ada perimbangan kayak har.yan.to :). Ketiga, Romania sebenernya nggak secara resmi menerbitkan co.ro di bawah TLD .ro — ada orang Jerman iseng yang melakukan kerjasama untuk ini. I’m just lucky.

92992918

Si telmi :). Baru hari ini aku tahu kalo BBC punya site berita dalam bahasa Indonesia juga: www.bbc.co.uk/indonesian. Biasanya langsung tembak ke news.bbc.co.uk sih, dan nggak mau repot-repot eksplorasi ke mana-mana.

92976092

Jadi kita memberikan sumbangan besar kepada kaum papa. Sumbangan besar yang sebenarnya kecil dibanding apa yang telah dikaruniakan Allah kepada kita. Lalu kita menuntut diterimakasihi?

Ha-ha :). Kita tidak memiliki sepicing hak pun untuk memperoleh terima kasih. Kalau kita memiliki nilai-nilai yang menuntut kita untuk peka pada sesama, kita sedang memenuhi nilai-nilai kita sendiri. Kalau ada yang mau berterima kasih, entah secara tulus, entah cuma basa-basi, itu karena mereka menjalankan nilai-nilai mereka sendiri. Kalau mereka membalas ‘pemberian’ dengan acuh, dengan makian, atau dengan menggunakannya tidak seperti yang kita bayangkan, itu adalah realita milik mereka.

Kita sendiri, menerima ilmu dan bimbingan dari ortu dan guru dan rekan-rekan, tapi tidak pernah mau menghargai mereka. Kita sendiri, menerima limpahan nikmat yang luar biasa, tapi sangat jarang mensyukurinya.

OK, nilai-nilai. Nilai-nilai. Jadi jalankan hidup kita seperti bagaimana kita menghendaki hidup kita dijalankan. Peduli apa kita pada terima kasih, penghargaan, penghormatan.

Yang penting dapat pahala.

Gitu?

Ha-ha :). Kita tidak memiliki secuil hak pun untuk menuntut pahala :). Mengharapkan ridla Allah atas hidup kita. Tidak lebih dari doa dan harapan. Bukan tuntutan, bukan permintaan.

92976084

Tapi kenapa kita harus menuntut dihargai?

Maslow dengan cemerlang merumuskan self esteem sebagai salah satu dari empat tingkat kebutuhan. Tapi itu sebenernya bukan pembenaran untuk minta dihargai. Psikologi humanistik, sejauh yang aku mengerti, justru mendorong manusia untuk meletakkan sumber motivasi pada nilai-nilai yang dibentuk diri sendiri secara sadar. Lebih jauh, kita disarankan secara sadar membentuk motivasi hidup terlepas dari empat tingkat kebutuhan dasar, dan memasuki level kepribadian sehat, yang tidak lagi berkekurangan, tidak memiliki ‘kebutuhan’, dan tidak memerlukan ‘motivasi untuk mengisi kekurangan’.

Pada level kepribadian sehat, manusia membentuk meta-kebutuhan, yang umumnya berisi pembentukan dan pemenuhan nilai-nilai. Tidak terpenuhinya meta-kebutuhan tidak serta-merta merusak kepribadian, seperti pada kepribadian yang belum sehat. Tapi memang pasti ada ketidakpuasan yang terasa, dan dengan itu manusia jadi punya ‘meta-motivasi’ untuk memenuhi meta-kebutuhannya itu.

Ini sebenernya catatan tahun 1994, ditulis di kamp Pusdikhub oleh si Koen yang lagi digundul :). Tapi aku jadi inget tema ini gara-gara inflasi thank you itu :).

92928294

Adnane adalah sebuah manusia kompleks. Di awal ketemu, dia banyak membantu membuat aku bertahan. Sama-sama ke masjid, bikin jamaah di kamar Abdoulkarim. Di pertengahan tahun, dia kadang jadi satu-satunya teman yang mau diajak travelling, ke taman-taman di luar kota, nonton teater dan orkestra, sampai bikin usulan ke sekolah untuk bikin travelling khusus untuk tim kami. Dan di akhir tahun, tingkat stress dia bikin aku bener-bener nunggu kapan bisa pulang, dan membuatku bersyukur bahwa hari kepulangan tiba juga. Jarang ada makhluk sedemikian lengkapnya. Jangan lupa, dia juga punya bapak yang unik yang menghibur ktia waktu lagi kangen keluarga.

Hari terakhir di West Midlands, eh jam terakhir, atau berangkali menit-menit terakhir di Birmingham Airport, dia pingin es. Jadi aku beliin es, sambil menghabiskan koin-koin yang kebanyakan. Aku beli dua bungkus es krim. Trus ngeliat angka di cash register, terus ngeluarin semua koin, sembunyi-sembunyi, buat optimasi mengeluarkan koin sebanyak mungkin. Tapi si penjual es lebih berpengalaman. Sambil bilang let me help you, dia ambil semua koin, dan dia mulai mengambili koin-koin itu dari recehan terkecil, biar sebanyak mungkin koin yang terbuang. Yup, dari penny coklat tembaga dulu, baru si mungil five pence, baru ke yang lain-lain, dan menyisakan hanya tinggak sedikit sekali koin yang bernilai besar. Aku terpana sebentar: oops. Kali aku pernah cerita: dibandingkan banyak bangsa lain, keramahtamahan bangsa kita belum dapat dipuji terlalu banyak. Trus aku harus bilang apa? Thank you yang inflasi itu? No way. Aku cuman bisa bilang “I think the world should be filled with persons like you.” — kalimat yang terus dijadiin joke sama Adnane di detik-detik terakhir itu.

Banyak Adnane menemani aku bukan saja sampai titik terakhir di Birmingham Airport. Nggak. Lebih dari itu, dia ikut pesawat yang sama sampai Schipol. Dan baru di Schipol kami berpisah. Apa kata terakhir? “I think I will miss you” … “Yeah, I think so.” … Nggak pakai kata-kata inflasi lagi. Terus kita melayang ke negeri-negeri yang thank you-nya belum kena inflasi, di mana orang lebih suka menuntut dihargai daripada belajar menghargai.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑