Page 53 of 210

God Fearing

Aku masih sering baca bahwa takwa diterjemahkan sebagai “God Fearing” — penterjemahan yang nggak masuk akal bahwa takwa identik dengan takut. Memang kita selalu diingatkan bahwa “Jangan takut pada apa pun, selain kepada Allâh.” Tapi ini adalah guidance internal, yang barangkali nggak salah juga kalau ditulis ulang misalnya jadi “Takutlah pada diri sendiri” atau “Takutlah hanya pada hati nuranimu” yang arti implisitnya hanyalah: jangan takut pada faktor di luar sana. Tuhan tidak di luar sana.

Setiap hari, berulang kita menyebut Allâh sebagai Sang Mahakasih Mahasayang. Di antara satu makhluk dengan makhluk lainnya memang ditumbuhkan juga rasa sayang, rasa kedekatan, rasa kasih. Tapi jarang ditemukan (dan sebenarnya, aku bener-bener belum pernah merasakan) adanya unconditional love yang sebenarnya dari manusia atau makhluk yang mana pun. Kita coba sayangi manusia, dan selalu kita harus menghadapi kekecewaan karena yang kita sayangi ternyata memang cuma manusia. Itu manusiawi — jangan mengharap lebih. Unconditional Love yang sesungguhnya hanyalah Rabb yang mengasuh kita, membimbing kita, menghangatkan hati kita, menguatkan kita, dan selalu menyayangi kita; bahkan setelah sebesar apa pun kedurhakaan yang telah kita lakukan. Unconditional — tidak menghilang, bahkan tidak pernah berkurang sedikit pun.

Takwa, lebih tepat diterjemahkan menjadi keberanian hakiki, karena kita bisa merasakan adanya Unconditional Love yang selalu mengisi kita. Kita berani benar, karena Allah menemani kita selalu. Kita berani mengambil resiko melakukan kesalahan dalam menjalani apa yang kita yakini harus dilakukan, karena sayang Allah selalu dilimpahkan pada kita, tanpa kecuali, tanpa syarat.

Absurd dan Sinting

Baca catatan tadi malam, suka merasa ajaib juga: kenapa sih aku selalu memaksa menyatakan bahwa hidup itu absurd?

Semesta itu fana, dibentuk dari proses fisika biasa, menghasilkan dunia fana yang berjalan dengan proses fisika biasa. Allah maha pencipta, tetapi mengajarkan manusia untuk hidup dengan mengenali dan mengikuti proses. Malam dan siang diciptakan bukan dengan membuat gelap dan terang, tetapi dengan merakit bumi yang bulat dan berputar dekat matahari pada jarak yang tepat. Makhluk hidup yang beraneka diciptakan dengan mekanisme evolusi genetika yang sepenuhnya matematis semata. Kepribadian dan kemasyarakatan disusun dengan meme yang juga hanya replikator yang menggandakan diri secara matematis, tak beda dengan gen. Aku lebih mempercayai para ilmuwan sinting daripada manusia yang mengandalkan kepercayaan buta semata.

Tapi hidup jadi nggak absurd karena hidup adalah ciptaan. Ada Kasih Sayang Agung yang tersenyum di belakang semua proses ajaib itu. Dan betapa keras pun para ilmuwan sinting itu meyakinkan bahwa Kasih Sayang Agung itu tidak ada; aku tidak akan mengkhianati mata dan hatiku yang selalu melihat-Nya setiap saat. (Dan itu menjelaskan kenapa mereka aku namai ilmuwan sinting). Ah, visi juga bagian dari meme, mereka bilang. Tapi apa yang salah? Visi bukan jatuh dari langit, tetapi dibentuk juga dengan proses. Dengan meme, apa salahnya. Hatiku tetap melihat Senyum Yang Agung itu.

Dan keabsurdan jadi keindahan.

Bukan berarti kita bisa selalu ceria. Tetep aja kepala suka pusing. Hati suka resah, menggapai jiwa yang terus mengembara. Memang absurd.

Hidup Itu

Salah satu yang paling menarik kalau lagi membahas hidup, tentulah, Mite Sisifus (The Myth of Sisyphus), yang pernah dikaji oleh Camus. Barangkali pernah aku tulis juga. Males recheck ah.

Sisifus, seperti juga kita, dikutuk para dewa. Dia hidup dengan terus menerus mendorong batu besar ke puncak sebuah gunung, lalu membiarkan batu besar itu menggelinding ke lembah yang dalam, untuk kemudian harus didorongnya lagi ke puncak gunung, terus menerus, tanpa mengenal lelah, dan barangkali juga tanpa bisa mati. Hidup yang absurd, seperti juga kita, di mana kita tak bisa berlepas dari takdir yang mengikat dan memasung keceriaan kemanusiaan kita.

Tapi dalam keabsurdan, kita masih manusia, yang punya kemampuan kemanusiaan untuk mengatasi. Dalam keabsurdan, kepribadian kita tidak harus jatuh. Dalam keabsurdan, kecerdasan kita mengenali nilai-nilai, membentuk hikmah, dan akhirnya mengakui betapa berartinya, betapa indahnya, dan betapa berharganya hidup.

Aku ogah cerita terlalu banyak tentang Sisifus. Edisi Bahasa Indonesianya udah terbit sekitar lima tahun yang lalu, atau mungkin lebih. Tapi Camus menyatakan bahwa kita harus menyimpulkan bahwa Sisifus bisa berbahagia.

Dan kenapa harus menggantungkan diri pada kausalitas absurd dalam semesta fana ini untuk memutuskan untuk menjadi manusia yang bernilai dan berbahagia?

Merdeka!

Perjalanan ke Malang ternyata punya efek samping lain: membuat aku kembali merasa dekat dengan Semangat Tujuh Belas Agustus. Sepanjang perjalanan dengan KA Gajayana (tanggal 14), ditayangkan film Tjoet Nja’ Dhien (tumben ada film bermutu di KA), memaparkan kisah perjuangan Ra’jat Nanggroe Atjeh zaman Teuku Umar dan Cut Nya Dien, menghadapi ekspansionis Belanda yang liciknya di luar kemanusiaan. Pun tanpa menyebut tokoh semacam Snouck Hurgronje. Tanggal 15, ada kado istimewa bagi Republik ini dengan ditandatanganinya Pakta Damai dengan GAM dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan hari itu aku bisa dengar aubade, yang directly bikin aku kembali ke zaman SMP waktu aku mengajukan diri ikut aubade, dengan lagu-lagu yang seluruhnya sama dengan yang dinyanyikan hari-hari ini di alun-alun Malang: “Hiduplah Indonesia. Hiduplah pandu nusa yang gagah perwira.”

Jadi, tanpa perlu menohok atau menghinakan bangsa lain, tanpa perlu terpaku pada sejarah, ayo kita rayakan kemerdekaan negara kita, kebersamaan kita, kesatuan kita, dan semangat kita untuk bersama-sama mencapai kejayaan bagi negeri ini.

Merdeka!

Hotel Tugu

Restoran di tengah hotel itu bersuasana tenang. Hawa sejuk Malang memberikan ketenangan dan kesegaran. Tapi … tchuttttt … sesosok makhluk kecil tampak melesat. Hey … tupai lagi! Tupai! Belasan tahun tinggal di Malang dulu, aku belum pernah lihat tupai di alam bebas di Malang. Si tupai melesat ke puncak pohon kelapa di tepi kolam renang. Menambah satu lagi keajaiban di tempat ini.

“Harta karun tersembunyi di Indonesia,” begitu review dunia internasional atas tempat penginapan unik ini: Hotel Tugu Malang. Nggak care sama urusan bintang, tapi membentuk diri sebagai boutique hotel. Nggak care sama kemegahan di luar, tapi menggeber segala bentuk artistika di setiap sudut di ruangan. Setiap ruang pun jadi memiliki keunikan. Kita bisa berwisata bahkan tanpa keluar dari hotel. Konon memang pemilik merangkap pendirinya merupakan kolektor seni yang nggak main-main.

Tapi hotel ajaib ini bukan cuma mengandalkan koleksi artefak budaya. Kalau kita sering keliling hotel di Indonesia, terasa ada yang unik dalam layanan yang kita rasakan.

Pertama, kita dikenal sebagai nama. Dari hari pertama pun, para crew memanggilku bukan cuman “Pak” tapi “Pak Kuncoro” — seolah aku udah beberapa hari atau beberapa minggu di sana.

Kedua, mereka nggak memaksa menunjukkan KTP. Cukup kartu nama. Yang dibutuhkan kan cuman cara pengejaan nama yang benar. Plus alamat, nomor telepon, semacam itu. Aku suka risi kalau orang lihat-lihat KTP-ku. Kenapa orang harus tahu data macam tanggal lahir, agama, dll? Ini bukan rumah sakit atau asuransi :). So, cuman kartu nama. Nggak lebih. Nggak juga kewajiban mengisi form, kayak di film Mr Bean :).

Ketiga, semua peralatan berfungsi. Hey, ini Indonesia. Bahwa semua peralatan berfungsi itu udah jadi keistimewaan yang langka. Nggak ada yang nggak jalan di kamar mandi. AC diset dengan baik dan nggak berisik. TV, fridge, sampai telepon. Mini bar tidak dikenai harga yang gila-gilaan. Harganya normal sekali. Ini juga keajaiban.

Dan coba titipkan kamar untuk keluar sebentar. Waktu kita kembali, kamar dan tempat tidur kita sudah akan tertata rapi. Baju yang nggak sengaja kita geletakkan di kursi pun jadi terlipat rapi. Khusus buat malam hari, selain kamar dan tempat tidur jadi rapi, juga ada pesan selamat tidur di atas selimut.

Dan semuanya dalam kewajaran yang sederhana. Tidak ada yang nampak berlebihan atau dibuat-buat. Kita bisa jadi diri kita sehari-hari. Nyaman, senyaman jadi diri sendiri :).

Trus aku jadi nanya sama salah seorang crew: “Itu tupainya memang dipelihara ya Mas?”
“Tupai yang mana?”
“Itu, yang kadang kelihatan dari restoran. Suka lompat ke pohon-pohon.”
“Oh. Di depan kan banyak pohon besar. Kayaknya tupainya dari sana.”
Bahkan tupainya pun nggak dibuat-buat.

Malang 65111

Setelah satu siklus bintik matahari, inilah dia: Kota Malang. Waktu kaki menjejak turun dari KA Gajayana, barangkali rasanya kayak Herriot waktu tiba di Darrowby: gamang, dihentak justru oleh kesunyian. Stasiun Malang seperti sebuah ejekan: Maaf Mas, kami lupa melakukan perubahan, soalnya Mas juga melupakan kami. Gamang, segamang ketemu keluarga yang bertahun tak bersapa.

Tapi justru di sini aku mau mencari jiwaku.

Ini kota yang membentuk aku, terutama di 65111 (dan kemudian juga di 65145). Meluncurkan aku ke personality yang seperti ini (seasing ini, if you don’t mind); sekaligus menyisakan banyak tanya. Ralat: membangkitkan kembali banyak tanya.

Apakah memang kaitan-kaitan sukmaku dimulai di kota ini? Atau kebetulan saja aku pernah singgah di kota ini, sementara urusan kaitan sukma sesungguhnya tertaut hanya dari sebuah global plan penuh permainan holografis. Aku masih mencari tahu.

Sementara itu, biar artefak-artefak di 65111 menceritakan kisah-kisah mereka sendiri.

Tupai Salabintana

Sukabumi. Adzan subuh pun belum terdengar. Si Pak Haji sudah kerajinan, bagun pagi dan gerak badan. Jadi ikutan bangun, di tengah beku udara Salabintana. Sukabumi beku? Yup, kalau jendela kamar dibuka semalaman kayak aku. Abis subuh, Pak Hajinya bobo, dan aku bingung mau ngapain. Mandi. Bikin review. Matahari enggan terbit. Barangkali karena gunung di sini begitu tinggi. Nggak bawa kopi, dan memang sedang percaya bahwa konsumsi kafein tidak selalu positif.

Tapi akhirnya matahari terbit, dan langsung menyalakan puncak-puncak cemara. Arloji 007 menunjuk pukul 7. Udah boleh ke dining room buat sarapan. Sarapan dengan orang Telkom biasanya disertai perbincangan nggak jauh dari urusan bisnis. Tapi kenapa tidak, banyak hal baru yang harus aku dengarkan dan pahami juga. Kucing-kucing yang bersih terawat mengintai dari bawah meja. Dan chutttt, sekelebat bayangan melesat di balik pohon kapuk. Aku amati dengan mataku yang setajam stupendous man: tupai!

Melesat juga aku ke bawah pohon kapuk. Dua tupai kelabu tengah berlarian secara vertikal ke puntak pohon. Satu melompat ke pohon di sebelahnya. Di sana masih ada dua tupai lagi. Hey, banyak juga. Aku arahkan optical receptorku (d/h mata) ke sekeliling lapangan. Tampak segerombolan tupai dengan lincahnya berlompatan dan berlarian di antara cabang-cabang cemara.

Kamera mengarah. Tapi urung. Olympus ini optical zoomnya cuma 2x. Mau ambil Lumix yang optical zoomnya 12x. Tapi ada rasa sayang meninggalkan dunia tupai biar sekejap. Akhirnya aku nikmati pertunjukan sirkus mereka tanpa ambil gambar.

Tupai di sini nggak jinak. Barangkali karena manusia lebih suka mengganggu tupai daripada membiarkan mereka hidup tenang dan damai.

Konon tupai sebenernya tidak hidup berkelompok. Mereka hidup sendiri-sendiri. Aktif dan lincah, terutama di pagi hari dan sebelum senja. Pasti ada foto tupai di site ini. Tapi itu tupai York, atau barangkali tupai Warwick. Di Inggris, dulu yang banyak adalah tupai merah. Tapi ada pendatang membawa tupai kelabu. Mereka lebih kuat bersaing berebut lingkungan hidup. Tak lama, tupai merah jadi langka. Duh, makhluk imut dan lucu gitu ternyata persaingan hidupnya ketat juga yach.

Udah ah soal tupai. Sekarang …

Blogthings Quizzes

Your Linguistic Profile:

55% General American English
30% Yankee
5% Dixie
5% Midwestern
5% Upper Midwestern
Your Hidden Talent
You’re super sensitive and easily able to understand situations.
You tend to solve complex problems in a flash, without needing a lot of facts.
Decision making is easy for you. You have killer intuition.
The right path is always clear, and you’re a bit of a visionary.
You Are a Frappacino

At your best, you are: fun loving, sweet, and modern

At your worst, you are: childish and over indulgent

You drink coffee when: you’re craving something sweet

Your caffeine addiction level: low

Your Expression Number is 7
Very intelligent, you are usually thinking, introspecting, or analyzing.
You have a good mind, and you are especially good at finding out the truth.
Very little ever escapes your observation and deep understanding.

You tend to obsess over wisdom and hidden truths.
You are likely to become a authority on any subject you undertake.
Operating on a different wavelength, most people don’t know you that well.

Very logical and rational, at times you tend to lack emotion.
So much so, that you often have times coping with emotional situations.
You are not very adaptable – you may tend to be overly critical at times.


You Are A Realistic Romantic

You are more romantic than 70% of the population.


It’s easy for you to get swept away by romance…
But you’ve done a pretty good job keeping perspective.
You’re still taken in by love poems and sunsets
You just don’t fall for every dreamy pick up line!


You Are A Fig Tree

You are very independent and strong minded.

A hard worker when you want to be, you play hard too.

You are honest and loyal. You hate contradiction or arguments.

You love life, and you live for your friends, children, and animals.

A great sense of humor, artistic talent, and intelligence are all gifts you possess.

You are Agonistic

You’re not sure if God exists, and you don’t care.
For you, there’s no true way to figure out the divine.
You rather focus on what you can control – your own life.
And you tend to resent when others “sell” religion to you.

You Are 60% Psychic


You are pretty psychic.
While you aren’t Miss Cleo, you’ve got a little ESP going on.
And although you’re sometimes off on your predictions…
You’re more often right than wrong
So go with your instincts – you know more than you think

How You Life Your Life

You seem to be straight forward, but you keep a lot inside.

You are always tactful and diplomatic. You let people down gently.

You tend to have one best friend you hang with, as opposed to many aquaintences.

Some of your past dreams have disappointed you, but you don’t let it get you down.

Ssst, disclaimer dulu ah, bahwa yang tertulis di sini tidak dijamin validitasnya. Yang bikin kuis juga pada iseng. Geuningan dipasang :). Nggak, cuman iseng ngopi ulahnya Mr GBT.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorĂ©nUp ↑