Page 147 of 210

7133266

What problem sih ?

Good question :).

Nggak ada masalah serius kok. Dan, keselnya, itulah masalahnya. Aku lagi nggak peka sama masalah. Jadi mencoba menyelesaikan segalanya nyaris tanpa emosi. Just like technical stuff. You see, technical stuff, hal-hal yang — seserius apa pun — bisa dipecahkan sambil bersenandung. Kadang kalau masalahnya terlalu berat, aku cuman mikir yeah, this is agak serious trus mencoba memecahkan kayak lagi bikin pe-er kalkulus. Siapa sih yang nggak pernah punya masalah ? Justru itu yang bikin hidup jadi punya arti. Kadang memang berat, tapi bukannya tak terpecahkan. Kadang terasa rumit, tapi sebenernya nggak unik. Selalu ada di masa lalu waktu kita menghadapi masalah yang mirip, atau setidaknya ada orang lain yang punya masalah yang mirip. Bukan berarti manusia tidak unik. Bisa dimarahin khalayak nih kalau bilang gitu. Pakai bahasa diplomatik aja: manusia itu unik seperti juga waktu juga unik. Kalau ada orang merasa terasing dan merasa masuk dunia yang salah, hummm, ada ribuan orang lain yang juga sedang merasa terasing dan masuk dunia yang salah. Yeah, memang rasanya lain. Karena itu dinamai unik. Kesannya jahat yah? Toujour comme ça :).

So what’s the problem ?

I’ve told you: it’s a good question.

7122859

Tumben ruang perpustakaan ini rasanya lebih cerah dan lebih hangat malam ini. Abdoulkarim of Niger yang nggak suka gelap masang semua lampu. Aku pikir, sip deh, malam ini nggak sendirian. Eh, abis itu naiklah delegasi Maladewa, Palestina, dan Komoro. Jadi lebih hangat lagi. Terakhir Adnan of Maroko naik, dan langsung nanya “Is this a kind of muslim community?”
Heh, dia memang primordial kok. Tapi kok bisa ya? Yang laen emang lagi apa di mana ya ? Sekalian deh, sambil antri printer, kita ngobrolin tentang awal Ramadhan. Kayaknya di negara-negara mereka udah ditentukan 16 November. Trus ngobrolin topik yang nggak menarik, misalnya tesis.
Memang kayaknya aku lagi perlu obrolan hangat. Rasanya kayak lagi di pengasingan, I think I’ve lost my personality. Mail-mail masih terus mengisi mailbox di Visto. Manusia-manusia ramah dari seluruh penjuru dunia, mengajukan masalah masing-masing.
Dear friends, if only you knew I have a problem too :).

Mr Trouble

Tumben si koki ketawa aja ngeliat aku. Ada apa sih? Dia nggak bilang. Cuman terus mencetus sepatah kata, “Trouble.” Hey! Satu lagi?

Kisah ini harus berawal dari si Alan — pelan-pelan saja bacanya, jangan buru-buru. Si Alan ini driver yang dialek Inggrisnya bikin belajar di British Council terasa sia-sia. Waktu bulan-bulan awal, aku nggak pernah bisa paham ucapan dia, jadi aku pelesetin semua obrolannya dia. Waktu akhirnya dia tak bisa menahan diri lagi, dia akhirnya mengancam, “Someday, you’ll get a trouble.” Dan aku dengan muka dibikin tercengang cuma membalas, “How come? I’m the trouble!” Terus kita ketawa bareng-bareng.

Aku memang ditakdirkan untuk tidak bisa formal dan tidak pernah tahan menahan diri dari sifat usil. Latihan tinju sama security. Melanggar jam malam. Minta kunci perpustakaan jam 5 pagi. Pasang orkestra tengah malam. Pasti security diam-diam suka rasan-rasan juga. Tak lama lama mereka ikut panggil aku “trouble”. Termasuk salah satu security yang tek pernah tampak bisa becanda.

Aku lebih heran lagi waktu Mr Burns, kepala rumah tangga college ini, ikutan senyum-senyum liat aku lagi makan. Waduh, reputasi aku menyebar cepat sekali. Ntar bisa kalah ngetop nih Mr Bean. Dan waktu koki jadi ikutan pakai nama aneh itu, aku jadi percaya ada konspirasi.

Ada sih yang sampai kini belum pernah ikut menyebut nama ajaib itu. Namanya Jim, security dari Skotlandia. Jim itu periang, suka aja ngobrol di perpustakaan sampai nyaris tengah malam. Dan menghabiskan waktu untuk melafalkan nama aku dengan benar. Kalaupun pernah ngasih julukan, dia ngasih sebutan “the most cheerful”, bukan “trouble” :).

Tapi waktu cuaca makin dingin, Jim juga mulai kehilangan keriangan. Ada apa sih?
“How’s you project?” dia balik nanya.
Yeah — bagaimanapun ada waktunya untuk berhenti.
“And you’ll go home soon,” katanya sedih.

Duh, selain bikin kacau, ternyata aku bisa bikin sedih juga.

7059836

Wagner pernah berpendapat bahwa opera, yaitu teater yang terpadu sepenuhnya dengan musik, adalah puncak dari seni. Tentu, ini pendapat yang terpaku ke diri sendiri, seperti juga umumnya pendapat kita. Tapi waktu di langit awan kembali berlapis-lapis dengan semua nuansa kelabu, dan pohon memadukan warna kelabu dengan warnanya yang biru, hijau, jingga, coklat, merah bata, dan semuanya bergerak lamat-lamat di antara bangunan dan tiang yang kaku, aku selalu tergoda untuk memasang iringan musik yang setengah sayup. Hasilnya mirip opera para awan dan dedaunan. Plus beberapa burung yang melintas di sana sini.
Seperti musik yang memerlukan visualisasi, seni visual pun memerlukan musik. Tidak harus jadi opera seperti bayangan Wagner. Apa sajalah. Manusia kan makhluk yang lengkap dan kompleks.

Udah ah, ngeliatin awan aja. Bukannya nyelesaiin tesis.

Midlands FCO4+ Conference Day

Satu per satu delegasi FCO4/Chev-2001 mendatangi dapur Claycroft 1 Flat 1 di Warwick University, kediaman Surya Tjandra dan Wina. Plus dua dari FCO2. Edwin dan Bibip dari Warwick. Koen dan Kamto dari Coventry. Ari dari Canterbury. Bahan perbincangan utama meliputi lamb soup, bayam rebus, ayam panggang, bakwan jagung, dan benda-benda serius lainnya. Plus hal-hal kecil semacam dekonstruksi Derrida, proliferasi nuklir, dan ah lupa … semuanya kalah asik sama hal-hal serius tadi sih. Udah agak lama nggak ‘berbincang ‘ se-‘serius’ itu :). Cable&Wireless nggak pernah menyajikan diskusi yang bermutu. Nasinya aja selalu kering, beda sama nasi segar yang dipaparkan oleh Wina. Fajar dari Birmingham University datang terlambat, tetapi membawakan argumentasinya dengan cukup berhasil: cokelat buat dessert.

Pepatah lama mengatakan bahwa satu-satunya yang lebih baik dari seorang sahabat terbaik adalah sahabat terbaik yang membawa cokelat.

Tapi seminar yang meriah ini berlangsung singkat. Abis itu kita harus antar Ari ke Pool Meadow (seminar berikut di Leeds), dan antar Fajar meninjau museum transportasi di Coventry. Tapi hari ini terlalu cepat gelap, dan kelelahan tiba-tiba menggigit.

Walküre (obat tidur manjur) mengisi kamar yang digelapkan. Dua jam secara efektif memulihkan badan. Mandi, shalat gabungan Maghrib-Isya, dan duduk dengan segar tapi masih agak lelah di depan komputer. Dan baru sadar bahwa aku udah kangen sekali suasana Indonesia. Tod und Verklärung mengisi ruang, diiringi raungan mesin pesawat terbang di luar jendela.

Lohengrin Act 1

Pasang Act 1 dari Lohengrin, pas bener dengan garis-garis awan hitam di luar jendela, dan deretan awan putih perak gemerlapan di ujung langit, dengan angin yang mulai kencang bertiup merontokkan daun-daun kuning kecoklatan.

Satu daun jatuh, satu hari berlalu, satu hari makin dekat dengan tanah air. Memang sih, secara teori nggak ada bedanya melakukan sesuatu di sini atau di tanah air. Cuman rasanya beda aja berbuat sesuatu untuk tanah air dengan berbuat sesuatu untuk … entah untuk apa.

Tambahan: Kenapa ya Act 3 nggak kompatibel sama Act 1. Kalau pembukaan Act 1 terasa pas, pasti pembukaan Act 3 terasa kampungan sekali.

Teori Tentang TV

Aku ngegeser buku, sebuah buku lain jatuh, dan di atasnya ada gunting yang jadi ikutan jatuh. Di tengah keberisikan buku dan gunting jatuh, pesawat TV jadi hidup. Aku cari remote control, kali dekat gunting. Eh, remote controlnya ada di ujung ruangan (dibikin jauh biar nggak tergoda buat pasang TV).

Alternatif penyebab:

  • Induksi elektromagnetik. Kalau petir sih, memang bisa menginduksi perangkat elektrik: bisa TV-nya, atau remote controlnya. Tapi dari gunting yang jatuh, sekuat apa sih medan yang ditimbulkan. Mungkin soalnya gunting itu sepasang yah. Kalau sendok pasti efeknya nggak segede itu.
  • Waktu gunting tadi jatuh, barangkali di luar ada petir juga, tapi nggak kedengeran soalnya berbarengan dengan keberisikan di dalam kamar. Petir inilah penyebab induksi elektromagnetik, bukan gunting.
  • Tetangga menghidupkan TV dengan remote control. Sinyalnya menembus jendela kamarnya, memantul di jendela gedung di seberang taman, menembus jendela kamar ini, dan menghidupkan TV.
  • Dalam kekagetan, aku nggak sengaja masang TV (gerak reflek yang ajaib), terus waktu kesadaran balik aku nggak ingat apa-apa.
  • TV ini sebenernya bukan TV biasa: dia dipasangi detektor tindakan terorisme oleh CIA. Dan gunting yang jatuh tadi jadi pemicu buat interceptor CIA.
  • Di dalam TV ada tupai kecil. Waktu gunting jatuh tupainya kaget dan menggerakkan switch yang menghidupkan TV.

Kayaknya teori terakhir yang paling valid, soalnya kan beberapa minggu y.l. aku kejar-kejaran sama tupai. Aku bongkar aja deh TV-nya. Kasihan tupainya.

Duh, cara aku mengambil kesimpulan kok sama sama pemerintah AS yah.

6888883

Mail dari Ziggyt hari ini: Wez, ternyata punya anak itu wah …… siiip banget. kita jadi ngerti kenapa ortu sayang banget ama kita …………. jadi tau kenapa ortu sangat kuatir ama kita ……….. kita jadi tau, betapa susahnya ortu dulu ngurusin kita yang bandel ……… Aku jadi sadar, ternyata sampe sekarang aku belon mampu membalas pengorbanan mereka ………………… sedih deh Wez!!
Thanks, Git. Masih rajin berdoa buat Bapak kan ? Aku sendiri jadi tambah kangen nih sama Mama dan Papap.

The Universe in a Nutshell

Buku The Universe in a Nutshell hari ini resmi terbit, dan sebuah box dari Amazon bertengger di kotak suratku. Enaknya buka dari depan, dari tengah, apa dari belakang ya?
Umm, yeah, 201 halaman. Bagian depan ngebahas relativitas lagi dan mekanika kuantum lagi, mengulang buku yang lama, lengkap dengan penjelasan atas konsep-konsep semacam spin, interaksi, string, dan kurva waktu, dan ditutup dengan anak emas Hawking, yaitu rumus entropi black hole. Hehe, ada rumusnya juga ternyata buku ini.

Buat yang suka penasaran, rumusnya gini nih: S=Akc³/4hG, dengan S entropi, A luas event horizon, h tetapan Planck (h dicoret), k tetapan Boltzmann, G tetapan gravitasi Newton, dan c kecepatan cahaya. Aku pernah candain, kalau Maxwell rumusnya pakai c, Einstein pakai c², Hawking pakai c³, dan penerusnya harus cari yang mengandung c4.

Halaman 69 baru mulai ngebahas hal-hal baru. Sejarah semesta, yang tidak linear. Terus meramal masa depan (ada rumus lagi nih, dari Schrödinger, dari Schwarzschild, dan satu lagi tentang temperatur black hole). Diikuti kemungkinan kembali ke masa lalu (dan apakah kemudian sejarah bisa diubah). Bab berikutnya ngebahas masa depan, mirip Star Trek apa nggak (kok jadi inget buku Dilbert ya), dan juga membahas soal DNA, AI, mikroprosesor. Dan di ujung akhir, soal filosofi semesta lagi, misalnya soal holografi semesta. Bentuknya berkaitan tapi nggak berurutan kayak buku pertama dan nggak terpisah kayak buku kedua.

Kalau udah rajin baca buku dari penulis lain 10 tahun ini, sebenernya yang ada di sini nggak terlalu baru. Jadi maunya buku ini merangkum semua yang sudah ditulis buku lain (termasuk buku Hawking sebelumnya). Nggak perlu baca buku Hawking yang lalu untuk mulai baca buku ini. Juga nggak harus bosan membaca dari depan ke belakang, soalnya bahasannya dibuat agak terpisah. Ilustrasinya kaya sekali, lebih banyak daripada tulisannya. Gambarnya mewah. Banyak box yang membahas risalah ilmuwan lain, dan berbagai konsep, tanpa mengganggu naskah utama. Kayak baca majalah aja :).

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑