Page 10 of 209

Telkom IPTV

Oktober, dan Telkom IPTV sudah harus siap meluncur. Wow, cukup untuk bikin mata merah :). Tapi test-test telah mulai dilakukan, dan sejauh ini hasilnya menggembirakan. Bulan-bulan mendatang, sampai akhir 2010, kami akan memulai test ke rumah-rumah, sambil menguji kualitas jaringan. Mudah-mudahan hasilnya akan tetap prima.

Walaupun IPTV berkepanjangan Internet Protocol Television, IPTV bukan sekedar televisi yang didistribusikan melalui Internet. IPTV adalah sinergi antara kekuatan interaksi Internet dan Web, dengan kekuatan media televisi. IPTV merupakan platform layanan yang merupakan tahap lebih lanjut dari bentuk interaksi multimedia yang ada saat ini. IPTV akan menawarkan a.l. hal-hal berikut:

  • Broadcast televisi dan video di atas akses Internet
  • Content on demand, yang meliputi video, TV, musik
  • Interaksi multimedia dengan kecepatan true broadband, yang meliputi layanan game, shopping, advertising, dll
  • Kualitas layanan (quality of service) dan kualitas pengalaman (quality of experience) bagi customer yang terus terpelihara

Setiap layanan akan memiliki sifat multiscreen, yaitu harus dapat ditampilkan melalui beragam perangkat:

  • Pesawat televisi
  • Komputer, notebook, dan perangkat sejenis
  • Mobile terminal dan berbagai gadget

Bagi Telkom, IPTV adalah langkah pertama dalam penggelaran aplikasi multimedia dengan interaktivitas tinggi di atas jaringan true broadband (sekaligus mencari konteks / reason buat investasi perbaikan network agar layak dimuati informasi broadband). IPTV menawarkan hal-hal berikut:

  • Pengalaman digital yang lebih interaktif, mudah, nyaman, dan lengkap.
  • Peluang, terutama bagi komunitas-komunitas kreatif digital yang sedang tumbuh di Indonesia, untuk menemukan lahan baru yang luas dalam komersialisasi produk dan karya kreatif mereka.
  • Peluang kerjasama bagi bisnis media dan industri informatika untuk memberikan layanan yang lebih lengkap.
  • Konteks baru dalam pengembangan kapasitas dan kualitas network, baik core network, cable network, hingga mobile network.

Konfigurasi yang disederhanakan dari sistem ini adalah sbb:

Dalam jaringan ini, konten televisi, video, dan berbagai layanan yang bersifat multimedia interaktif didistribusikan menggunakan arsitektur jaringan Internet. Di samping menawarkan efisiensi jaringan dan kualitas media yang dapat terkelola secara maksimal, IPTV juga diyakini membuka peluang baru untuk memaksimalkan interaktivitas layanan Internet ke dalam media televisi.

Beberapa fungsi-fungsi di dalam jaringan IPTV

  • Head-end, terdiri dari IRD (integrated receiver decoder) yang berfungsi menerima kanal televisi melalui satelit, dan encoder yang mengubah format video ke standard MPEG-4/H.264 untuk dilewatkan ke jaringan IP.
  • Middleware, berfungsi sebagai content management / delivery system (CMS/CDS). Sistem pada middleware mendukung open architecture dan mempunyai open standard interface untuk berkomunikasi dengan 3rd party application, dan mendukung pengembangan layanan baru dengan cepat.
  • VoD (video on demand) merupakan sistem yang memberikan layanan on demand kepada pelanggan. VoD didistribusikan dengan mekanisme yang memungkinkan minimalisasi biaya.
  • CA (conditional access) / DRM (digital right management) adalah suatu mekanisme yang memungkinkan sistem memberikan hak akses terautentikasi terhadap sebuah program yang diminta user.
  • CDN (content delivery network) merupakan perangkat yang digunakan untuk membantu distribusi konten di atas jaringan.
  • NMS (network management service) merupakan sistem yang digunakan untuk memelihara dan memonitor jaringan.

Beberapa standard yang digunakan dalam jaringan ini:

  • Video codec menggunakan ITU-T H.264 (ISO/IEC MPEG-4 Part 10 ) yang mendukung baseline dan main profile untuk encoding dan enkapsulasi video.
  • Multicast menggunakan protokol IGMP (RFC 2236).
  • Multicast mendukung TS (ISO 13818-1) over RTP (RFC 1889) over UDP (RFC 768), atau harus mendukung TS over RDP.
  • Untuk layanan berbasis On Demand (VoD, TVoD, PVR, TSTV), maka End User Terminal (Televisi, PC, Gadget ) harus mendukung pengaturan layaknya VCR, dengan menggunakan protokol standar, yaitu HTTP (RFC 2616) atau RTSP (RFC 2326).

Haha, teknis sekali ya? Namanya juga aku. Nanti aku cerita lagi dari sisi features dan interaktivitasnya deh.

Antara Manchester & Melbourne

Belum lama pulang dari Manchester, Mas Yanuar mengundangku hadir dengan para «Manchester gang» i.e. para eks mahasiswa bimbingan beliau selama di Manchester. A real honour & pleasure! Rencana awal, diskusi di Grand Indonesia atau sekitarnya. Namun akhirnya mendadak dipindah ke Citos. Cilandak Town Square, bukan Coventry Town Square, wkkw.

Plus pada Hari-H, Mas Yanuar minta izin, mau ajak Najwa Shihab juga. Wkwk. Kebalik atuh: seharusnya minta izin ke Najwa Shihab untuk boleh mengundang orang yang bukan siapa-siapa semacam aku ini.

Sempat bertanya-tanya juga: Masa sih Najwa pernah jadi Manchester gang? Ternyata beliau dibimbing Mas Yanuar jarak jauh, waktu Najwa buat tesis di Melbourne.

Diskusinya sendiri …. panjang ah. Kita ulas lain hari.

Beethoven Night

Aku ternyata belum kenal Jakarta. Aku bahkan belum tahu di kota ini ada Aula Simfonia Jakarta. Ini bukan hanya sebuah hall / aula, tetapi benar2 sebuah gedung, bertempat di Kemayoran, tak jauh dari Merdeka Selatan, tempatku berkantor.

Sore tadi Jakarta bercuaca cukup seram. Awan hitam melintas kencang dari arah timur ke barat. Di lapisan bawahnya, awan kelabu melintas lebih kencang dari barat ke timur. Angin dingin menembus jaket. Tapi Aula Simfonia Jakarta akan menyelenggarakan Beethoven Night. Dan nama Beethoven cukup untuk mendorong kami melintasi ancaman badai itu, dan menuju ke Kemayoran: mencari sebuah aula.

Kami belum beli tiket. Begitu sampai, ticket box pun dihampiri. Tiket termurah 200K, hanya menyisakan tempat tak strategis. Ambil tiket 300K. Tapi ticket box hanya menerima cash atau debit dari sebuah bank tak menarik. Maka dompet langsung kosong untuk membayar tiket. Hall ini masih baru: belum ada café, toko, tempat snack, atau bahkan ATM. Ah, who cares. Kami naik ke atas, dan menyempatkan diri mengamati sederetan lukisan yang seluruhnya bertema musik. Musik klasik. Musik klasik eropa. Gong dibunyikan, dan kami masuk hall.

Sesuai namanya, malam tadi Orkestra Simfonia Jakarta hanya memainkan karya Beethoven. Sebagai pembuka, Kevin Suherman memainkan dua sonata piano. Kevin masih muda, dan ia bersekolah musik hingga ke Melbourne. Yang dimainkan adalah Piano Sonata op 2. Aku jarang mendengarkan sonata piano Beethoven. Jadi ini terasa jadi pemainan baru yang asik buat aku. Menyenangkan. Sayangnya terasa tak berlangsung lama. Piano dimasukkan ke bawah panggung. Lalu Orkestra Simfonia Jakarta memasuki panggung.

Konduktor untuk bagian ini adalah Rebecca Tong. Ia masih muda juga. Menempuh pendidikan di US di bidang sejarah musik, khususnya mengenai conducting, ia konon terkenal piawai memimpin musik secara dinamis. Deretan empat karya orkestral Beethoven mengalir, dengan tempo yang bergerak dari lembut ke dinamis: Coriolanus (Serumpun Padi, haha), Fidelio, Prometheus, dan Egmont. Egmont ini pernah juga aku dengarkan di Warwick entah di tahun berapa, bersama Simfoni Ketiga. Tapi Kemayoran tak mengecewakan. Dinamikanya sunguh menyegarkan.

Rehat 15 menit. Sayangnya belum ada fasilitas rehat di sini. Panitia menjual Aqua, tapi tak banyak yang berminat. Aku menghabiskan waktu melihat2 benda2 musikal yang ditata dalam ruang kaca mirip diorama. Menarik juga tempat ini sebagai museum. Sempat mengambil sedikit foto (dilarang mengambil foto selama pertunjukan berlangsung). Lalu gong bergaung lagi.

Pada bagian ini, konduktor diambil alih Dr Stephen Tong — tokoh yang sudah sekian lama membawa musik klasik keliling Indonesia, dan lalu menjadi salah satu pelopor Orkestra Simfonia Jakarta ini. Sunyi sejenak, lalu mengalun bagian awal dari Simfoni Keenam. Dawai-dawai memulai alunan, dengan gaya tenang, teduh, dan anggun. Masuklah deretan pipa-pipa mungil yang ditiup, membawa suasana riang dan lincah. Khas Beethoven: flute yang bergantian membawa suasana ceria. Lalu … hey … ada yang menarik. Ada dimensi yang memisahkanku dari skala waktu linear. Ia membawa ke alam yang luas, berwarna keemasan, dan paralel mengisi ruangan. Beda sekali dengan versi CD. Aku baru sadar, baru sekali ini aku mendengarkan Simfoni Keenam secara live. Lalu segala instrumen menderu, membawa badai dan guruh di luar sana masuk ke aula. Mendung tebal sore itu tampak lebih menghitam dan memasuki hall. Lalu ditenangkan. Tapi tak juga terasa tenang buat aku. Sampai simfoni berakhir. Masih terasa ada hentakan keras di dalam.

Kemayoran tak lagi hujan. Masih berangin tak nyaman. Tapi Beethoven membuat angin dan gelap itu terasa memiliki aroma yang menyegarkan.

Akhir Oktober, di tempat yang sama akan ditampilkan Simfoni Kesembilan, oleh Dubrovnik Symphony Orchestra. Tag di agenda! :)

Indonesia Wireless Forum

IWF belum  menjadi forum yang resmi atau reguler. Ini hanyalah sebuah seminar, tempat rekan-rekan yang sempat menghadiri APT Wireless Forum di Seoul bulan ini melakukan sharing dan diseminasi atas update yang diperolehnya kepada pelaku industri wireless di Indonesia. Karena sifatnya yang akademis sekaligus profesional, maka Telkom RDC (Research & Development Centre) menyanggupi menjadi host. Sedangkan penyelenggara kegiatan adalah IEEE Indonesia Section dan IEEE Comsoc Indonesia Chapter. Persiapan sangat singkat, karena sedang amat banyak kegiatan lainnya yang membuat 24 jam terasa jauh dari cukup. Kegiatan dilakukan 1 hari penuh, Jumat 24 September 2010, di Gegerkalong, Bandung.

Sharing yang disampaikan meliputi update dari:

  • Spectrum Working Group
  • IMT Working Group (tentu terutama IMT-Advanced)
  • Convergence Working Group (termasuk konvergensi IMS-IPTV, spt Open-IPTV)

Menarik bahwa soal konvergensi ini sudah mengerucut ke satu pilihan, yaitu OpenIPTV. Di pertemuan teknis sebelumnya, ada beberapa pola yang diajukan sebagai pilihan konvergensi:

Nampaknya pendekatan ke OpenIPTV adalah pendekatan yang telah umum dilakukan di Korea sebagai tuan rumah APT Wireless Forum.

Untuk IMT-Advanced (4G Mobile Network), disampaikan bahwa hingga kini ada 5 usulan yang telah dimasukkan sebagai kandidat-kandidat untuk teknologi mobile IMT-Advanced. Namun secara umum, kandidat-kandidat ini tetap dapat dikelompokkan sebagai dua madzhab utama: LTE-Advanced dari 3GPP dan WiMAX 802.16m dari WiMAX Forum.

IWF ditutup SGM RDC Telkom, Mr Mustapa Wangsaatmaja; yang sekaligus mengingatkan bahwa standardisasi bukan hanya untuk diikuti secara top down, melainkan — dengan melihat contoh-contoh sepanjang sejarah — untuk dikaji secara kritis dan diajukan kembali untuk memperoleh alternatif-alternatif yang lebih baik.

IYCE 2010

Mendadak Pak Widi masuk ke salah satu ruanganku, dengan senyuman maut (yang biasanya berarti: senyum sambil memberikan tugas maut). Bukan tugas berat. Untuk kesekian kali, British Council menyelenggarakan IYCE (International Young Creative Entrepreneur — cmiiw). Di tahun2 lalu, BC mengundangku di acara puncak event2 ini. Dan sebenarnya tahun ini juga. Tapi tahun ini, ada tugas tambahan buatku. CIO Mr Indra Utoyo sedang ke RRC, dan Mr Widi Nugroho jadi juri IYCE ini. Padahal ada acara corporate visit sebagai bagian dari program IYCE ini, termasuk kunjungan ke Telkom. Para senior leaders juga sedang harus ke Senayan. Ada visit dari Presiden di Pameran BUMN. Dan karena Presiden minggu sebelumnya sudah mewanti2 agar di kegiatan semacam itu Direksi Telkom harus hadir meninggalkan pekerjaan penting mereka; maka kali ini Telkom diwakili lagi oleh karyawannya yang paling tidak sibuk: Mr Koen.

Buat aku, ini pekerjaan menyenangkan. British Council sedikit banyak sudah jadi bagian dari sejarah hidupku (haha). Juga komunitas kreatif sudah jadi bagian dari hidup sehari2. Sayangnya, karena banyak kegiatan lain, support untuk acara ini jadi tak optimal. Dengan urusan budgeting yang tak habis2, aku baru bisa menyelesaikan file presentasiku sekitar jam 2:00. Koordinasi hanya dilakukan via telefon. Syukur CDC bersedia menyiapkan ruangan dan dukungan lain di Lt 11 (of Grha Citra Caraka); dan Marcom memberikan dukungan tambahan.

Corporate visit ini diikuti sebagian finalis IYCE. Sebagian lainnya masih ikut proses penjurian di Serpong. Group dipandu Mbak Winda Wastu dari British Council, dan disambut di pintu lobby GCC. Cukup meriah dan jadi candaan menarik. Mungkin rekan2 finalis IYCE membayangkan bakal jumpa pejabat BUMN yang seram dan jaim. Eh, tahu2 cuman disambut temen dugem mereka sendiri, haha. Pitra Satvika, yang cukup sering hadir di GCC sebagai panitia Fresh atau kegiatan lain, tampak paling kecewa. Bener, pingin ketawa lihat ekspresi Pitra. Sayangnya Selina Limman dan Ryan Koesuma yang cukup sering ke GCC ini tak tampak. Wajah lain yang kukenal adalah Marlin Sugama, tokoh kreatif yang animasinya — Si Hebring — menghiasi halaman TelkomSpeedy. Dan sisanya memang belum jumpa wajah, tapi namanya cukup sering baca dan dengar: Kevin Mintaraga, Aty Soedharto, sampai Si Ikin Suroboyo. Sumpah kuagèt ndelok Si Ikin — slamet gak sampèk misuh2.

Di Lt 11, aku cerita sedikit tentang Telkom dan bisnis TIME-nya. Lalu sedikit ke platform Indigo. Disusul Mr Aep dari CDC, menyampaikan program-program community development dari Telkom Group. Para peserta yang berminat atas materi presentasi, boleh kontak aku di alamat yang tertera di business card.

Siang, aku habisi dengan tugas rutin (beresin Telkomspeedy.com, urusin hutang2 kerjaan, dan hitung2 AKI untuk Capex 2011). Dan sorenya ke IYCE Awarding Ceremony di Teraskota Serpong. Cuaca Jakarta sedang menarik. Hujan dan badai di seluruh penjuru kota. Perlu sekitar 2 jam untuk menempuh jarak dari Kebon Sirih ke BSD. Tapi worth it. Ini acara yang mengesankan: sederhana tapi padat dan elegant. Aku pikir acara2 Indigo bisa mencontoh kesederhanaan semacam ini. Hadir juga HE British Ambassador, yang juga terlambat seperti aku :).

Selesai berbincang dan foto2 (hey, ini kopdar), kami balik arah ke Jakarta. Syukur kali ini tak ditemani kemacetan seperti waktu berangkat. Sampai rumah, menjelang tengah malam. Aku cuma sempat charging si Mac Blue. Trus kehilangan kesadaran. z z z z z . Bangun jam 6 pagi … Waaa, aku harus ke Bandung, ada seminar Indonesia Wireless Forum di RDC jam 9.00! Dan IEEE Comsoc Chapter Chair harus hadir di pembukaan. Help!

Evo Morales

Sekali lagi, kita akan berhenti blogging kalau kita hanya menggunakan blog untuk menulis hal2 yang memiliki arti besar :). Alih2, kita bisa mulai memanfaatkan blog seperti twitter: sekedar bercericau tak tuntas. Dan kali ini, kita akan bercerita tentang teori evolusi. Mungkin tentang moralitas. Dan mudah2an tak melantur ke agama.

Mula2, hukum yang sama mungkin akan menampilkan tampilan yang berbeda pada skala yang berbeda. Koin yang dilempar dua kali mungkin akan menghasilkan hasil berbeda dengan koin yang dilempar 2000x. Mekanika kuantum berjalan di mana pun; tetapi efeknya tak lagi nampak pada skala manusia atau skala galaksi (kecuali disalahgunakan marketer kacangan dengan nama quantum blablabla, quantum wekwekwek, dll). Hukum yang mengatur sebuah individu pun mungkin akan tampak berbeda dengan hukum yang mengatur masyarakat.

Dan satu lagi. Evolusi makhluk hidup terjadi pada skala gene, bukan terjadi pada individu2nya sendiri. Jadi saat kita bicara tentang survavibilitas, ini adalah tentang survavibilitas si gene. (Dan konon malah bukan DNA, tetapi RNA, hush).

Kata sembarang orang, teori evolusi mengimplikasikan bahwa kita akan jadi individu yang egois. Atau kelompok yang egois: rasis, chauvisist, primordial, dll; karena menurut teori ini, individu yang bertahan dan berkembang adalah individu yang bisa mempertahankan diri sendiri, mengalahkan yang lain dalam persaingan berebut sumberdaya, dan berebut pasangan.

[Oh, tentang pasangan, kita akan punya teori sendiri. Perlukah ditulis?]

Tapi … tentu saja. Tentu saja itu betul. Hanya individu yang dengan satu atau lain caralah yang mampu memperoleh sumberdaya untuk mempertahankan kehidupannya mencapai usia cukup dewasa untuk meneruskan keturunan. Dan yang dimaksud dengan cara di sini meliputi misalnya kekuatan, kecerdikan, kelicikan, kemampuan meraih simpati, dll. Dengan kata lain, egoisme tercetak dalam gene kita, sebagai penerus mereka yang survive.

Mungkin individu akan memiliki kans bertahan lebih tinggi jika ia bisa bukan sekedar kuat, tetapi juga cerdik. Cerdik mengelola sumber daya. Cerdik melakukan kerjasama, alih-alih selalu bersaing. Cerdik mensinergikan potensi untuk memperoleh sumberdaya lebih besar, dan untuk bertahan lebih kuat melalui kerjasama. Ia menyusun strategi membagi resource, membagi tugas, dan menyusun masyarakat. Strategi dan kebersamaan menjadi efek dari evolusi.

Masyarakat akan lestari jika memiliki individu di dalamnya tak memiliki potensi merusak masyarakat; sambil tetap memiliki kemampuan dasar untuk membela diri. Seperti juga individu, masyarakat terbentuk dari imbangan individu yang kuat untuk bisa bertahan tapi tak cukup mau/mampu memanfaatkan kekuatannya untuk menghancurkan masyarakat — sedikit demi sedikit atau sekaligus. Dan masyarakat akan lestari jika individu di dalamnya memiliki kemauan, kemampuan, minat, instink, dll … untuk kalau perlu mengorbankan diri sendiri demi masyarakat.

Masa?

Saat ada benturan antar masyarakat, atau benturan di dalam masyarakat; masyarakat akan survive jika ada yang mengorbankan diri (dari sisi resource atau dari mungkin mengorbankan nyawa) untuk mempertahankan struktur masyarakat, sehingga bukan seluruh masyarakat yang terkorbankan. Contoh yang mudah mungkin jika ada perang antara dua masyarakat untuk berebut resource. Masyarakat yang memiliki patriot yang mau berkorban akan memiliki kans lebih besar untuk bertahan (dengan asumsi potensi lain yang dimiliki sama) dibandingkan masyarakat yang individu di dalamnya tak mau mengorbankan diri untuk membela masyarakatnya.

Dalam skala lebih luas, masyakarat-masyarakat yang memiliki kearifan akan memiliki kans untuk lebih lestari. Mereka bisa mencegah perang dan menggantinya dengan empati, dengan kebersamaan, dengan kearifan mengatasi perbedaan, dengan kepintaran memecahkan masalah yang makin pelik antar masyarakat. Mereka yang memiliki konsepsi abstrak akan memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk lestari.

Menyebalkan. Kini moralitas cuma menjadi efek sederhana dari evolusi. Hal2 besar seperti simpati, pengorbanan diri, dan kepahlawanan pun … gilanya … cuma dianggap bisa dijelaskan melalui teori evolusi semata. Juga kecerdasan, kearifan. Padahal, di tahap ini, kita belum bermain dengan game theory segala.

Yang tentu menarik adalah bahwa potensi untuk egois (mempertahankan diri) dan gene untuk moralis (kesediaan mengorbankan diri demi nilai-nilai) itu tersimpan dalam individu2 yang sama. Manusia dengan potensi yang amat egois tak akan survive menjaga masyarakatnya (bisa memunahkan seluruh masyarakat). Tapi manusia dengan sifat yang amat moralis mungkin tak akan survive menjaga diri dan keluarganya. Dan mungkin masyarakat yang keseluruhannya memiliki sifat amat moralis tak akan lestari juga. Masyarakat memerlukan penyimpang, untuk mulai belajar menghadapi konflik kecil. Masyarakat yang terbiasa menghadapi konflik kecil, akan memiliki kans lebih kuat untuk memecahkan konflik besar yang bisa menghancurkan (misalnya peperangan yang rumit); daripada masyarakat yang tak terbiasa menghadapi konflik sama sekali.

Wow, kita memerlukan konflik! Kita memerlukan pelangggar! Kita memerlukan penyimpang! Kita memerlukan keanekaragaman! Kita memerlukan pluralisme untuk menjadikan kita lebih cerdik, pandai, dan bijak mengatur hidup kita!

[Pak ustadz tersenyum. Ujarnya: “Allah menciptakan kalian beraneka suku beraneka wangsa agar manusia saling mengarifi.”]

Evolusi juga terjadi pada budaya, pada tatacara kita mengatur masyarakat. Kita mengubah perilaku untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, pola hidup, konflik, interaksi. Kita membentuk budaya, menginteraksikan budaya, mengevolusikan budaya. Dan genetika yang lestari adalah yang dapat menyesuaikan diri dengan alam, i.e. dengan alam yang telah direkayasa dengan budaya. Maka evolusi bisa terbentuk dari rantai gene -> budaya -> gene -> budaya -> gene.  Gene kita, selain berisi sejarah nenek moyang kita, tempat hidup mereka, penyakit yang menghinggapi mereka, juga sudah tercetak dengan adaptasi pada budaya yang telah mengatur nenek moyang kita, dengan gaya hidup mereka, interaksi dan konflik mereka, hingga tata mengatur masyarakat. Terbentuk budaya yang lengkap, dengan berbagai tatacara, adat, agama, hingga negara.

Agama? Huh, tak terlalu menarik memperbincangkan agama dilihat dari sisi evolusi. Tapi misalnya kita asumsikan bahwa kita tadinya tak mengenal Tuhan, kita akan mulai dari masyarakat yang bodoh, tak memahami semesta, tapi melihat keteraturan yang menarik di mana-mana, lalu mengilusikan adanya Sang Pencipta. Ide Sang Pencipta ini tak unik — ia masuk ke berbagai budaya, akibat melihat fenomena alam yang sama. Maka ia jadi ide universal, merasuk ke budaya, merasuk ke tatacara dan adat. Dan apalah adat yang melibatkan narasi ketuhanan, jika bukan agama. Politik membentuk agama formal dan negara. Tapi juga membentuk budaya. Dan budaya menyeleksi masyakarat. Maka tertinggallah kita: makhluk-makhluk yang memiliki Tuhan dan agama, yang hanya merasa damai jika merasakan kedekatan dengan Tuhan, dan merasa hidup memiliki arti saat menjalankan ajaran agama. Ini sudah tertanam dalam gen manusia. Berbagai teori yang dikemukakan di abad 19 – 20 – 21 bahwa hanya seluruh semesta bisa direkonstruksi dengan sains, tanpa melibatkan Tuhan, tak akan terlalu efektif mengubah manusia yang gene-nya, pikirannya, jiwanya (ya, aku menulis jiwa) telah terpola untuk hidup damai di bawah rasa sayang Tuhan-nya.

OK, itu asumsi pertama. Asumsi kedua, buat kita yang memiliki keimanan pada Tuhan. Tuhan mencintai proses. Tuhan sudah memiliki mekanisme, cuma melalui hukum2 matematika dan fisika biasa, yang memungkinkan makhluk hidup berevolusi, jadi manusia, dan masyarakat berbudaya, dan jadi makhluk yang akhirnya mengenali keberadaan-Nya.

Terserah kaulah mau mengambil posisi yang mana. Yang jelas sains tak membuktikan adanya Tuhan. Dan jika sains bisa membuktikan adanya Tuhan, maka Tuhan yang terbuktikan justru tak berharga: Tuhan yang bisa dilihat. Aku sendiri, hatiku selalu merasakan Ia hadir, menemani, mencandai, mengajarkan nilai-nilai-Nya, dan membuat hidup jadi menarik dan berharga. Kalaupun kau menganggapnya tidak real, itu sama tidak realnya dengan pikiranku, dengan persepsiku, dan dengan ikatan2 (cuma) logika yang mengikat molekul2 ini jadi aku. See, aku tak bisa, dan tak ingin berlepas.

Dan tentang judul entry ini … hahaha :)

Connected

Sebagai seorang pemula, aku memang melakukan banyak kesalahan di Twitter. Salah satunya adalah sering lupa melakukan follow-back. Sambil mengikuti kuliah bersama Goenawan Mohamad dan Roby Muhamad di Komunitas Salihara, aku coba cari account Twitter Oom/Mas/Aa Roby. Tweetnya semenarik kuliahnya. Ternyata beliau sudah follow aku, entah dari tahun berapa, dan aku belum follow back. Secara professional, ini durhaka :). Jadi buru2 aku follow account @robymuhamad.

Roby seorang fisikawan yang memperdalam studi ke sosiologi. Aku tak menyebut ini “beralih” atau “tersesat” :). Semesta memiliki kompleksitas yang berkembang. Matematika mewujud (melalui string atau bukan) ke fisika, lalu dalam jumlah besar berinteraksi dan membentuk hukum turunan yang baru (kuantum, kalor, kosmologi), hingga evolusi yang memunculkan makhluk hidup, manusia, masyarakat, budaya, dst. Tentu kita ingat kekaguman Dawkins pada replikasi meme yang serupa seplikasi gene: apa pun obyeknya, itu sekedar matematika replikasi. Itu satu hukum yang berentet saja. Nah, yang diperdalam Roby, a.l. adalah jejaring sosial. Mungkin Roby adalah amat sedikit orang Indonesia yang melakukan research secara professional dan akademis untuk memahami jejaring sosial.

Di Salihara, Roby mulai bercerita tentang bagaimana influence mengalir di masyarakat. Ia tak mengawali dengan 2.0, Twitter, dll seperti presenter hobbyist seperti kita. Ia memulai dengan kasus semacam kesurupan massal: bagaimana di Afrika sejumlah besar murid sebuah sekolah bisa tertawa bersama, tanpa bisa dihentikan, selama beberapa minggu. Kacau, sekolah dibubarkan, murid dipulangkan. Pulangnya murid2 itu menimbulkan masalah baru. Di kota2 lain tempat murid2 itu dipulangkan, terjadi penularan kembali, sehingga wabah tawa justru menyebar ke banyak kota. Meme yang menakutkan :).

Roby sempat menyebut bahwa soal2 ini diulas dalam buku berjudul Connected. Judul yang tak asing. Aku sendiri punya satu buku berjudul Connected, tulisan Daniel Altman. Connected 24 Hours in the Global Economy. Tapi pasti ini buku yang berbeda. Di rumah, aku langsung menjelajah ke Amazon.co.uk, dan menemukan buku Connected tulisan Nicholas Christakis & James Fowler. Subjudulnya menggambarkan soal jejaring sosial. Bahkan buku ini punya account Twitter tersendiri: @connected_book.

Jejaring sosial, kata buku ini, adalah kumpulan manusia; tetapi yang lebih penting adalah bahwa ia memiliki koneksi, keterhubungan, yang membuat jejaring lebih berarti daripada sekedar kumpulan individu. Jejaring jadi mampu melakukan hal-hal yang tak mampu dilakukan orang-orang itu secara tersendiri.

Berikut disebutkan beberapa hal menarik dalam jejaring:

  1. Kita membentung jejaring kita
  2. Jejaring membentuk kita
  3. Teman-teman mempengaruhi kita
  4. Teman-teman dari teman-teman dari teman-teman kita mempengaruhi kita
  5. Jejaring memiliki kehidupan tersendiri
  6. Antar setiap manusia, terdapat hanya 6 derajat pemisahan
  7. Namun antar teman, hanya terdapat 3 level pertemanan yang menimbulkan pengaruh.

Khusus soal 6 derajat pemisahan, disebutkan bahwa hal ini telah diteliti di US beberapa dekade yang lalu. Namun, menghadapi kecurigaan bahwa angka sekecil 6 hanya dimungkinkan oleh kedekatan geografis, etnik, budaya, dll; maka sekelompok ilmuwan melakukan penelitian dengan jangkauan internasional. Salah satu peneliti ini adalah Roby sendiri.

Lalu sang buku meneruskan bagaimana jejaring mempengaruhi kita dalam menentukan kebahagiaan, mencari pasangan hidup, merawat kesehatan, hingga berjuang demi demokrasi. Beberapa hal yang juga diulas dalam buku ini:

  • Emosi menyebar dari satu manusia ke manusia lain melalui ekspresi wajah. (Emosi pada A -> Ekspresi pada A -> Ekspresi pada B -> Emosi pada B)
  • Kita akan cenderung berbahagia, tercukupi, dan merasa positif, jika dikelilingi orang yang berbahagia.
  • Kesepian adalah sebab dan akibat dari keterputusan hubungan
  • Jika kawan dari kawan dari kawan kita bertambah berat badannya, kita cenderung akan menambah berat badan, walaupun kita tak mengenal orang (atau orang-orang) itu.
  • Keterhubungan bisa berpengaruh positif (menularkan kebahagiaan) atau negatif (menularkan keinginan bunuh diri)

Aku belum menyelesaikan buku ini juga. Dibaca bersamaan dengan buku2 lain, sebagai bagian dari keinginan untuk terus mempelajari fitrah manusia: bagaimana mereka diciptakan, bagaimana mereka berproses, bagaimana mereka dapat mencapai yang terbaik untuk masa depannya. Twitter terlalu keren untuk digunakan becanda tanpa tujuan.

September

Twitter memang bikin cercah-cercah ide itu terpecah dalam bentuk cericau sebelum bisa tergumpal seukuran blog. Pemecahan dengan miniblog tak terlalu berhasil. Mungkin seharusnya kita mulai menyerah, dan menulis blog dengan bentuk cericau ala twitter :).

September.

Di agendaku, ini berarti IPTV sudah mulai ditulis dengan tinta merah. Semangat, dan sekaligus tanda bahaya. Jika ada yang memiliki ide keren mengenai content IPTV, sila kontak aku. Platform, perangkat, sistem, dll, sudah bukan waktunya lagi — semua sudah didefinisikan. Yang masih diperlukan adalah content.

IEEE. Comsoc. Kegiatan Q3 tak sebanyak Q2 dan Q1. Banyak diskusi kecil untuk mendefinisikan action plan ke depan. Juga ada beberapa peluang kerjasama yang menarik. Tapi Comsoc Indonesia sedang tumbuh menarik, jadi menarik minat para scammer juga. Ah, aku sudah hafal pola kerja para scammer. Lupakan, dan fokus ke kegiatan yang real.

Comsoc Indonesia juga bulan ini ditampilkan di Global Communications Newsletter (GCN). GCN adalah bulletin aktivitas kegiatan Comsoc, yang diterbitkan bulanan. Versi cetaknya dibundel di dalam Communications Magazine, yang merupakan majalah bendera dari Comsoc; dan versi onlinenya memiliki web tersendiri di http://dl.comsoc.org/gcn. GCN bulan ini, yang memuat laporan Comsoc Indonesia, dapat diambil secara bebas pada URL http://tlk.lv/gcn1009.  Isi laporan lebih pada aktivitas yang telah dilakukan selama tahun terakhir ini, dan hanya sedikit menyinggung rencana ke depan. Kegiatan2 ini tentu sempat disinggung juga di blog ini, sejauh yang aku ikuti :).

Untuk pengingat, di bulan September ini, IEEE juga sudah memulai proses perpanjangan keanggotaan. Buat para anggota, silakan melakukan perpanjangan di http://ieee.org/renewal. Konon ada hadiah menarik tahun ini. iPad?

Di IEEE, sedang dirayakan juga dua puluh tahun IEEE 802.11. Gugus Tugas IEEE 802.11 (Wireless Local Area Network, WLAN) didirikan pada 13 September 1990 untuk mewujudkan ide-ide mutakhir dalam pengembangan teknologi WLAN dengan kecepatan data 1 Mb/s. Hasil karyanya lebih akrab dengan nama WiFi, yang telah membaur dalam dunia Internet nirkawat beberapa tahun terakhir. Dalam usia dua puluh tahun, standar terakhir yang telah diterbitkan kelompok ini adalah IEEE 802.11n dengan kecepatan 600 Mb/s, dan saat ini tengah disusun standardisasi dengan target baru sebesar 5000 Mb/s. Standard 802.11 juga terus diperkaya dengan peningkatan efisiensi spektrum, keamanan informasi, QoS pada interface, dan feature-feature lain mengikuti kebutuhan user.

Lucunya, tanggal 13 September juga diperingati sebagai ultah kesepuluh Mac OS X. Mac OS X sedikit banyak mengubah hidup juga, membuatku berani beralih ke Mac, tanpa khawatir terputus dengan rekan2 kerja yang masih bergelimang lumpur Windows (hush). Aku mencobai Mac OS X di sebuah Mac Mini, trus ke Macbook, dan sekarang ke Macbook Pro. Si Mac Mini masih hidup, tapi lebih jadi music & DVD player, si MBP menemani kerja, dan si Macbook putih baru disiksa dengan dibootcamp Windows Vista. Masih ada beberapa aplikasi yang hanya hidup di Windows, dan aku pikir itu pas untuk Macbook putih, daripada pensiun. Vista-nya sendiri aku dapat dari Priyadi, di Pesta Blogger 2007 :). Tak terasa lambat dia berjalan di Macbook 2.1 GHz dengan memori 2.5 GB dan HD dialokasikan 80 GB. Kadang masih crash sih.

September juga peralihan Ramadhan ke Syawal. Moga masih sempat melakukan refleksi diri biarpun sudah meninggalkan Ramadhan.

Slideshare

Teman2 bilang, orang Indonesia unik. Setiap selesai presentasi, selalu ada sekelompok orang yang nekat meminta bahan presentasi kita. Aku sih menganggapnya positif: ada keinginan untuk mendalami materi presentasi, yang memang aku yakin memerlukan waktu pendalaman lebih dari waktu seminar yang cuma beberapa jam saja. Biasanya materi semacam itu aku bagikan, dalam bentuk PPTX (bukan PDF). Erh, bukan berarti aku lebih suka Powerpoint daripada Keynote. Tapi … you know … pemakai Mac di Telkom itu amatlah minoritas. Entah kalau iWorks nanti menyerang melalui iPad. Oh ya, ternyata Indonesia tidak unik. Berpresentasi di negara mana pun, ternyata selalu ada yang tak malu-malu meminta materi presentasi kita. Dan bukan hanya hadirin, tetapi juga sesama presenter.

Jadi aku kembali ke Slideshare. Aku sudah sempat mendaftar ke layanan ini di tahun 2008. Tapi kepindahan ke Jakarta dll bikin aku agak lupa urusan ranah maya. Bulan ini account di Slideshare itu aku buka lagi. Ini alamatku:

http://slideshare.net/kuncoro

Lalu materi yang cukup banyak diminta, yaitu pengenalan WiMAX II (IEEE 802.16m).

Materi tentang pengenalan 4G … tak mudah memilihnya. Materi dengan judul yang sama sudah termodifikasi dalam beberapa versi: untuk kampus elektro, kampus non elektro, profesional, hingga masyarakat awam (mis di Gathering Fresh awal bulan ini). Ada versi di mana 4G ditampilkan dalam materi tersendiri, ada yang hanya merupakan pembukaan sebelum diskusi mengenai LTE Advanced dan WiMAX II. Ada yang mendiskusikan soal aplikasi, dan ada yang sama sekali berhenti di network. Dll. Ini salah satu versi itu, yang akhirnya aku upload di Slideshare

Yang sedang cuup banyak didiskusikan juga adalah New Convergence: kisah bagaimana konvergensi lebih lanjut harus dilakukan untuk mengelola network, aplikasi, dan content layanan-layanan digital yang seluruhnya telah berprotokol Internet namun pengelolaannya saat ini masih terpisah.

Jadi, materi apa lagi yang harus dipasang di Slideshare? Ada request? Jangan tentang Wagner yach :).

Wagner dan Faust

Tuhan berdebat tentang manusia, melawan Mephisto:

Wenn er mir auch nur verworren dient,
So werd ich ihn bald in die Klarheit führen.
Weiß doch der Gärtner, wenn das Bäumchen grünt,
Das Blüt und Frucht die künft’gen Jahre zieren.

Nun gut, es sei dir überlassen!
Zieh diesen Geist von seinem Urquell ab,
Und führ ihn, kannst du ihn erfassen,
Auf deinem Wege mit herab,
Und steh beschämt, wenn du bekennen mußt:
Ein guter Mensch, in seinem dunklen Drange,
Ist sich des rechten Weges wohl bewußt.

Itu cuplikan bagian awal dari Faust, satu kisah yang direka ulang oleh Goethe dari kisah Eropa klasik. Tuhan berusaha meyakinkan Mephisto, bahwa manusia bebas akan cenderung mengarah ke kebaikan; bahwa segelap apa pun manusia membawa jiwanya, ia akan cenderung kembali ke cahaya kecemerlangan. Maka Mephisto sang setan berusaha membuktikannya melalui Faust. Bagian2 ini sudah aku tulis di site ini bahkan sebelum dia berubah jadi blog :). Kebetulan Sabtu malam kemarin aku mampir ke Salihara, dan melihat kuliah dari Dewi Candraningrum tentang Goethe dan Islam. Jadi mendadak Faust terhadirkan lagi.

Faust versi Goethe ini konon menjadi puncak dari karya-karya Goethe. Bukan saja karena keanggunan sastrawinya, tetapi ia memuncakkan pemikiran Eropa masa itu. Agama, kekuasaan, dan narasi lama menjadi pembelenggu yang tak lagi dapat ditolerir. Tokoh Faust benar-benar dalam puncak tekanan akibat kejumudan diri yang tak tertahankan. Maka, satu-satunya jalan yang ditawarkan untuk keluar dari kejumudan pun ia ambil: bekerja sama dengan setan. Kejahatan setan adalah satu hal, tapi membiarkan diri dalam kejumudan adalah kejahatan yang buat Faust lebih keji. Dan tokoh Tuhan hanya memantau acuh: manusia yang berusaha mencapai yang terbaik dengan kejujuran hatinya, akan kembali menemukan cahaya.

Sebagai anak muda Eropa, Richard Wagner terbawa semangat Goethe ini. Dan sebagai komposer muda, ia sempat menyusun sebuat overture yang dimaksudkan untuk menjadi pembuka pentas Faust. Sebuah karya yang sungguh gelap.

Mungkin ini memang bukan karya Wagner terbaik — saat itu dia masih agak jauh dari puncak karyanya. Yang menarik adalah bahwa jalan hidup Wagner pun amat bergaya Faustian. Idealis muda yang selalu gelisah itu akhirnya mengisi hidupnya dengan jalan-jalan yang dianggap gelap dan salah: bergabung dengan kaum anarkis, menjadi hedonis dan punya banyak hutang, memusuhi kaum Yahudi secara terbuka, merebut istri sahabatnya (ya, ini Faustian sekali), bahkan konon menginspirasi Nietzsche untuk membunuh Tuhan.

Kita bukan Tuhan yang berhak menentukan apakah Wagner juga khusnul khatimah seperti Faust versi Goethe. Tapi karyanya mengispirasi dunia dengan cara yang bahkan tak terpahami mereka yang terpengaruhi olehnya. Seperti, haha, ya, seperti sang tokoh Tuhan itu menumbuhkan tunas-tunas pepohonan secara diam-diam, dan tiba-tiba manusia menyadari adanya bunga-bunga indah dan buah yang manis lebat berserakan bertumpukan menghiasi rantingnya dari demi hari.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑