Category: Life (Page 23 of 31)

4642626

Bagaimana Anda mendefinisikan “semangat Praha”? tanya si pewawancara ke Milan Kundera. Kundera menjawab:

The Castle-nya Kafka dan The Good Soldier Schweik-nya Jaroslav Hasek dipenuhi dengan semangat demikian. Suatu kesan luar biasa tentang hal nyata. Sudut pandang orang kebanyakan. Sejarah diintip dari bawah. Sebuah kesederhanaan yang memukau. Seorang jenius tentang hal-hal absurd. Humor dengan pesimisme tanpa kesudahan.

Misalnya, seorang Chek memohon visa untuk pergi ke luar negeri. Petugas menanyainya, “Mau pergi ke mana kamu?” “Ke mana saja,” jawab orang itu. Ia diberi sebuah globe. “Silakan pilih”

Orang itu memandangi globe, memutarnya perlahan-lahan dan berkata, “Apakah Anda tidak punya globe yang lain?”

Nanggroe Aceh Darussalam

DI Aceh berubah nama jadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dibentuk pengadilan syariah berdasarkan syariat Islam, sebagai bagian dari pengadilan nasional yang dilakukan oleh Mahkamah Syariah. Pemerintah daerah Aceh akan menerima 70% hasil pertambangan yang diambil dari Aceh.

Argh, asal rakyat bahagia saja lah. Peduli amat lah sama urusan negara, provinsi, nama. Dengan nama apa pun, dengan pemerintahan oleh siapa pun (Indonesiakah, Aceh Merdekakah), selalu akan ada cara untuk menindas rakyat.

Are You Coming To Die?

Orang-orang British nih demen amat ngeledekin logat antar daerah. Salah satu channel menampilkan warta berita versi Cardiff, versi Belfast, dan versi Glasgow (kok bukan Edinburgh ya), dengan aksen yang aneh-aneh. Usai itu ditampilkanlah versi pembanding, yaitu versi London. Tapi justru paling nggak jelas.

Hehe. Jadi serem mau jalan-jalan ke mana-mana. Dialek Birmingham aja cukup bikin pusing. Apalagi Birmingham pinggiran gini (evna’ ina’ inau).

Ganti channel, ada candaan dialek lagi. Orang kuat dari England datang ke Sco’land, diejek sama orang Sco’ish yang kebeneran badannya kecil, sambil menghampiri. Dia heran, nanya: Are you coming to die?, dan dijawab si Sco’ish: No, actually I came yesterdie.

Ir. Berang Berang


Berang-berang dikenal sebagai insinyur di kalangan hewan. Begitu bertemu sungai, mereka membangun bendungan dan secara bertahap membentuk habitat yang bisa dipakai hidup makhluk lainnya. Di genangan air, mereka membangun rumah yang berupa gundukan kayu, dengan pintu di bawah air. Pada musim dingin, mereka bertahan dengan berlindung di rumah itu dengan persediaan makanan yang dikumpulkan sepanjang musim panas.

Walaupun sering dituding merusak pohon, sebenarnya berang-berang justru melestarikan hutan dalam jangka panjang. Sisa-sisa kerja berang-berang di air menyediakan lahan subur untuk pohon-pohon generasi berikutnya. Bendungannya juga membantu mengendalikan banjir musim semi.

Kayaknya aku lagi ketularan si berang-berang. Musim panas gini malah kerja melulu. No music, no TV, no cartoon.

New C++

Abis sekian tahun pakai C++, baru kali ini beneran baca bukunya Bjarne Stroustrup. Dulu mau beli, tapi mahal, jadi urung. Dan baru sekarang kebagian dari perpustakaan minggu ini. Tapi nggak rugi, soalnya bisa dapet 3rd edition. Kalo dulu jadi beli kan dapet yang 1st edition. Hrms, aku pikir tadinya aku udah menguasai C++. Ternyata sekian tahun terakhir banyak feature baru yang ditambahin. Kuper ternyata. Kali-kali memang programmer harus punya local society biar nggak ketinggalan langkah.

Jadi … belajar lagi deh.

Makhluk Melompat

Sekali waktu James Herriot mengeluh. Ternak-ternak yang susah diurusi, dan pemiliknya yang nggak mau bekerja sama. “Rasanya kayak alam semesta menunggu aku jatuh dan langsung mati.” Tapi di luar matahari bersinar ramah.

Dia membaringkan diri di rerumputan, menutup mata, terus membayangkan kalau dia jadi akuntan di kantor bergaya konservatif, dengan jubah dan topi yang tergantung di pojok, dan setumpukan angka di atas meja. “Haha, aku tidak mengeluh,” kata dia akhirnya.

Ribuan awan berarak melintas di luar. Semua nuansa kelabu dipakai, dari putih berkilauan sampai abu-abu kehitaman. Pohon-pohon di bawahnya bergerak enggan. Herriot pasti bakal lebih suka bersumpah serapah kedinginan mengobati sapi yang terendam sungai setengah beku, daripada ada di ruang ini dengan matriks Excel dan sebuncah panjang kode.

Kata Adnan, makhluk kayak aku memang didesain untuk berlompatan di lapangan, bukan buat kuliah atau bikin assignment. Kali dia bener juga, sedikit. Kode- kode ini memang mengasyikkan, dan memicu pikiran. Dan nyanyian Isolde memang membersihkan pikiran. Tapi kalau disuruh milih, aku juga bakal lebih suka berlompatan di luar sana, berlarian sama awan awan.

Herriot, mengacu ke buku Herriot versi Bhs Indonesia. Isolde, mengacu ke bagian terakhir dari Tristan und Isolde.

Pasai & Perlak

Saduran dari mail Wisnu Pramudya di milis Kibar:

Menurut buku-buku sejarah Aceh yang ada, juga menurut almarhum Prof Ali Hasjmi, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Perlak dalam konstitusinya secara formal menyebutkan afiliasi dan pengakuan pada kepemimpinan Kekhalifahan Utsmani.

Masjid Raya Banda Aceh (sebelum dibakar oleh penjajah Belanda, dan lalu dibangunnya lagi) pada zaman Aceh Daarussalaam dikelilingi oleh Universitas Islam Internasional yang sebagian guru-guru besarnya datang dari Turki Utsmani. Begitu juga Akademi Militer Aceh Darussalaam memiliki puluhan perwira Angkatan Bersenjata Turki Utsmani yang digilir sebagai instrukturnya. Sisa-sisa komunitas keturunan Turki Utsmani masih bisa dilihat dari orang-orang Aceh di Aceh Tengah (Tanah Gayo) yang mirip orang Eropa.

Jadi, Samudera Pasai dan Perlak memang berdiri sendiri tetapi mereka mengakui kepemimpinan Turki Utsmani. Wacana Negara-Bangsa yang dibatasi letak geografis di masa itu belum ada di kalangan dunia Islam. Satu-satunya wacana yang ada waktu itu adalah konsep “wihdatul ummah”. Kalaupun interaksi kerajaan-kerajaan Islam itu dengan Turki Utsmani tidak seintensif seperti dengan Aceh itu semata-mata karena keterbatasan teknologi komunikasi saja. Wacana Negara-Bangsa yang dibatasi letak geografis baru muncul di kalangan dunia Islam sesudah bangsa-bangsa Muslim dijajah.

European Atheists

Sambil jalan ke Warwick kemaren, Adnan menggugat pola pikir seniman seangkatan Wagner. Atheist, kata dia.

Tapi tidakkah kita semua juga atheist?

Buat orang Eropa di masa itu, ungkapan “tidak percaya pada tuhan” hanyalah tudingan buat orang yang tidak mau mengakui tuhan versi orang Eropa. Kalau aku hidup di masa itu di tempat itu, aku harap aku termasuk orang yang menolak tuhan hasil olahan Eropa masa itu, dan biarlah aku digolongkan atheist bersama Marx atau Nietzsche.

Faust (versi Goethe) antara lain juga menggambarkan pertikaian pikiran macam itu. Dia muak dengan tatanan pikiran (ilmu, moralitas, nilai-nilai) yang saat itu dikuasainya, dan menganggapnya tak lebih dari kesia-siaan hidup yang buta. Tapi langkah apa yang harus diambil, saat semua domain masyarakat sudah terikat pada nilai buta yang sudah mengikat erat. Hanya spekulasi. Apakah lalu iman harus dispekulasikan? Iman yang salah selalu lebih buruk dari iman yang dispekulasikan, lalu Faust pun berkelana bersama Mephisto.

Adnan jelas heran. Biasanya aku menjawab pertanyaan dia dengan candaan. Tapi ada waktunya kita menunjukkan sesuatu secara jelas, sebelum kita memperbincangkan soal lain seperti musik (Wagner, aku rasa, pengikut Goethe atau Schopenhauer) atau filsafat. Lalu di mana akhir pengembaraan Faust, tanya dia. Semua orang selalu ingin tahu akhir cerita, seolah inti cerita ada di akhir. Dan di dalam kisah Faust, Tuhan bersabda kepada Mephisto: “Sesatkanlah dia sesukamu. Akhirnya dia akan kembali kepada jalanku.”

Manusia, pada akhirnya, akan mencapai kemenangan di jalan Allah, selama ia mau mengubah dirinya, dan mau berlepas dari kebodohan dan kebutaan.

Isnet.or.id

Mas Budi meregistrasikan domain Isnet.or.id. Mau dipakai apa, tanya Bang Nadir. Daripada diambil Rahwana, kata Ito Ida. Sementara ini kayaknya bakal buat transisi server Isnet.org ke Indonesia. Mas Budi nembak lagi: domain kok pakai nama co.ro (kecoa –red). Awas aja, ntar domain rahard.jo aku registrasiin sekalian, haha :).

Petani Jagung

Dari Mas Firson di Kibar:

Seorang wartawan mewawancari seorang petani untuk mengetahui rahasia di balik buah jagungnya yang selama bertahun-tahun selalu berhasil memenangkan kontes perlombaan hasil pertanian. Petani itu mengaku ia sama sekali tidak mempunyai rahasia khusus karena ia selalu membagi-bagikan bibit jagung terbaiknya pada tetangga-tetangga di sekitar perkebunannya.

“Mengapa anda membagi-bagikan bibit jagung terbaik itu pada tetangga-tetangga anda? Bukankah mereka mengikuti kontes ini juga setiap tahunnya?” tanya sang wartawan.

“Tak tahukah anda?,” jawab petani itu. “Bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari bunga-bunga yang masak dan menebarkannya dari satu ladang ke ladang yang lain. Bila tanaman jagung tetangga saya buruk, maka serbuk sari yang ditebarkan ke ladang saya juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas jagung saya. Bila saya ingin mendapatkan hasil jagung yang baik, saya harus menolong tetangga saya mendapatkan jagung yang baik pula.”

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑