Paper terakhir selesai. Paper kali ini tidak membahas lingkungan fiktif, tetapi betul-betul memberikan proposal buat sebuah second telecommunications carrier di UK, biarpun namanya disamarkan jadi UK Telco. Key technology yang diajukan juga harus yang baru diperkenalkan beberapa tahun terakhir. Tapi tumben deadline nggak diisi dengan penuh ketegangan. Mungkin kebosanan sudah melebihi ketegangan. Atau kelelahan abis berlompatan ke London, Bath, dan Manchester.
OK, sekarang beralih sepenuhnya ke final project dan thesis. Maju tak gentar.
Manchester, ISSM-2001, ajang berkumpulnya mahasiswa sains Indonesia. Otak yang lagi dijenuhi paper dan protokol-protokol jadi bangun dan berputar lagi waktu menyimak para matematikawan beraksi. Aku lupa kenapa aku pilih sesi matematika, tapi asik aja menyimak lagi nama-nama Hamilton dan Lyapunov (yang entah tersimpan di laci memori yang mana). Lompat sebentar ke engineering, ketemunya manuver kapal dengan chaotic system juga, ketemu Lyapunov juga, sekalian aja balik ke matematika lagi.
Sesi-sesi break juga jadi kayak sesi diskusi yang lain. Diskusi soal website Kibar dengan Mas Laksono Adhianto, soal KBI dengan Mas Arisman Adnan, soal pemberdayaan masyarakat dengan Mas Sutanto, soal Perancis dengan Mas Warsito, soal Belanda dengan Mas Suyono, dan soal-soal miscellaneous dengan Mas Theo Tuwankotta, dan jalan malam menyusuri kanal dengan Mas Medy Satria dan Aris Munandar.
Tapi waktu mengejar tanpa ampun. Balik ke Coventry lagi, dan paper menghadang lagi. Life must go on.
Ustadz Lukman mengajak kita mengingat kembali ide tentang tauhid dalam kaitan dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada ketetapan Allah. Lalu bagaimana dengan usaha manusia? Manusia diperintahkan melakukan usaha-usaha untuk memakmurkan bumi, bukan untuk mencari rizki masing-masing. Bagaimanapun secara logika akhirnya rizki tergantung pada ketetapan Allah, alih-alih sebagai hasil usaha kita.
Tentu bukan berarti kita tidak dapat melakukan perubahan apa pun. Setiap usaha kita, dan doa kita, lebih ditujukan untuk meningkatkan nilai kemanusiaan kita sebagai makhluk Allah. Kita bisa berlomba-lomba untuk memperbaiki diri masing-masing.
Tidak ada yang harus diirikan dari orang yang lebih cerdas, lebih tangkas, lebih punya banyak teman, dan sebagainya; tetapi ada yang harus diirikan dari orang yang lebih sabar, lebih lembut, dan lebih dekat pada Tuhannya. Dan kita punya kekuasaan untuk mengubah diri kita.
Memang terbalik dengan sebagian orang yang bilang bahwa “watak itu bawaan, nggak bisa diubah” dan sebaliknya “rejeki nggak datang sendiri, harus diupayakan”. Sebaliknya, rejeki itu bawaan, nggak perlu diubah; dan sebaliknya, kepribadian itu tidak akan terbentuk sendiri, melaikan harus dibentuk dengan upaya terus-menerus. Dan itulah nilai kemanusiaan kita.
Bis kota nomor 900 melaju dari Pool Meadow, melintasi jalan-jalan kecil dan berliku di sekitar Meriden (dan tugu titik tengah England), melaju ke Birmingham Airport, berbelok ke arah Birmingham city centre.
Bis nomor 50 dan 35 bergantian mengantar ke Belgrave Road. Di central mosque, muka-muka ramah menyambut.
Peace be upon you. Sekali lagi makhluk-makhluk virtual :) mewujud jadi manusia nyata :) :). Suara-suara ceria dari orang-orang yang seling merindukan, juga teriakan riang anak-anak dalam campuran bahasa Indonesia dan slank Inggris yang aneh-aneh.
Orang-orang British nih demen amat ngeledekin logat antar daerah. Salah satu channel menampilkan warta berita versi Cardiff, versi Belfast, dan versi Glasgow (kok bukan Edinburgh ya), dengan aksen yang aneh-aneh. Usai itu ditampilkanlah versi pembanding, yaitu versi London. Tapi justru paling nggak jelas.
Hehe. Jadi serem mau jalan-jalan ke mana-mana. Dialek Birmingham aja cukup bikin pusing. Apalagi Birmingham pinggiran gini (evna’ ina’ inau).
Ganti channel, ada candaan dialek lagi. Orang kuat dari England datang ke Sco’land, diejek sama orang Sco’ish yang kebeneran badannya kecil, sambil menghampiri. Dia heran, nanya: Are you coming to die?, dan dijawab si Sco’ish: No, actually I came yesterdie.
Berang-berang dikenal sebagai insinyur di kalangan hewan. Begitu bertemu sungai, mereka membangun bendungan dan secara bertahap membentuk habitat yang bisa dipakai hidup makhluk lainnya. Di genangan air, mereka membangun rumah yang berupa gundukan kayu, dengan pintu di bawah air. Pada musim dingin, mereka bertahan dengan berlindung di rumah itu dengan persediaan makanan yang dikumpulkan sepanjang musim panas.
Walaupun sering dituding merusak pohon, sebenarnya berang-berang justru melestarikan hutan dalam jangka panjang. Sisa-sisa kerja berang-berang di air menyediakan lahan subur untuk pohon-pohon generasi berikutnya. Bendungannya juga membantu mengendalikan banjir musim semi.
Kayaknya aku lagi ketularan si berang-berang. Musim panas gini malah kerja melulu. No music, no TV, no cartoon.
Abis sekian tahun pakai C++, baru kali ini beneran baca bukunya Bjarne Stroustrup. Dulu mau beli, tapi mahal, jadi urung. Dan baru sekarang kebagian dari perpustakaan minggu ini. Tapi nggak rugi, soalnya bisa dapet 3rd edition. Kalo dulu jadi beli kan dapet yang 1st edition. Hrms, aku pikir tadinya aku udah menguasai C++. Ternyata sekian tahun terakhir banyak feature baru yang ditambahin. Kuper ternyata. Kali-kali memang programmer harus punya local society biar nggak ketinggalan langkah.
Sekali waktu James Herriot mengeluh. Ternak-ternak yang susah diurusi, dan pemiliknya yang nggak mau bekerja sama. “Rasanya kayak alam semesta menunggu aku jatuh dan langsung mati.” Tapi di luar matahari bersinar ramah.
Dia membaringkan diri di rerumputan, menutup mata, terus membayangkan kalau dia jadi akuntan di kantor bergaya konservatif, dengan jubah dan topi yang tergantung di pojok, dan setumpukan angka di atas meja. “Haha, aku tidak mengeluh,” kata dia akhirnya.
Ribuan awan berarak melintas di luar. Semua nuansa kelabu dipakai, dari putih berkilauan sampai abu-abu kehitaman. Pohon-pohon di bawahnya bergerak enggan. Herriot pasti bakal lebih suka bersumpah serapah kedinginan mengobati sapi yang terendam sungai setengah beku, daripada ada di ruang ini dengan matriks Excel dan sebuncah panjang kode.
Kata Adnan, makhluk kayak aku memang didesain untuk berlompatan di lapangan, bukan buat kuliah atau bikin assignment. Kali dia bener juga, sedikit. Kode- kode ini memang mengasyikkan, dan memicu pikiran. Dan nyanyian Isolde memang membersihkan pikiran. Tapi kalau disuruh milih, aku juga bakal lebih suka berlompatan di luar sana, berlarian sama awan awan.
Herriot, mengacu ke buku Herriot versi Bhs Indonesia. Isolde, mengacu ke bagian terakhir dari Tristan und Isolde.
Sambil jalan ke Warwick kemaren, Adnan menggugat pola pikir seniman seangkatan Wagner. Atheist, kata dia.
Tapi tidakkah kita semua juga atheist?
Buat orang Eropa di masa itu, ungkapan “tidak percaya pada tuhan” hanyalah tudingan buat orang yang tidak mau mengakui tuhan versi orang Eropa. Kalau aku hidup di masa itu di tempat itu, aku harap aku termasuk orang yang menolak tuhan hasil olahan Eropa masa itu, dan biarlah aku digolongkan atheist bersama Marx atau Nietzsche.
Faust (versi Goethe) antara lain juga menggambarkan pertikaian pikiran macam itu. Dia muak dengan tatanan pikiran (ilmu, moralitas, nilai-nilai) yang saat itu dikuasainya, dan menganggapnya tak lebih dari kesia-siaan hidup yang buta. Tapi langkah apa yang harus diambil, saat semua domain masyarakat sudah terikat pada nilai buta yang sudah mengikat erat. Hanya spekulasi. Apakah lalu iman harus dispekulasikan? Iman yang salah selalu lebih buruk dari iman yang dispekulasikan, lalu Faust pun berkelana bersama Mephisto.
Adnan jelas heran. Biasanya aku menjawab pertanyaan dia dengan candaan. Tapi ada waktunya kita menunjukkan sesuatu secara jelas, sebelum kita memperbincangkan soal lain seperti musik (Wagner, aku rasa, pengikut Goethe atau Schopenhauer) atau filsafat. Lalu di mana akhir pengembaraan Faust, tanya dia. Semua orang selalu ingin tahu akhir cerita, seolah inti cerita ada di akhir. Dan di dalam kisah Faust, Tuhan bersabda kepada Mephisto: “Sesatkanlah dia sesukamu. Akhirnya dia akan kembali kepada jalanku.”
Manusia, pada akhirnya, akan mencapai kemenangan di jalan Allah, selama ia mau mengubah dirinya, dan mau berlepas dari kebodohan dan kebutaan.
Mas Budi meregistrasikan domain Isnet.or.id. Mau dipakai apa, tanya Bang Nadir. Daripada diambil Rahwana, kata Ito Ida. Sementara ini kayaknya bakal buat transisi server Isnet.org ke Indonesia. Mas Budi nembak lagi: domain kok pakai nama co.ro (kecoa –red). Awas aja, ntar domain rahard.jo aku registrasiin sekalian, haha :).