Category: Life (Page 16 of 30)

Ektov Eesti

Sergei Ektov dari Estonia udah mengirimi satu set koin dari Russia dan Uni Soviet. Dia sebenernya nawarin koin zaman Tsar dan zaman pendudukan Nazi juga, tapi aku ogah megangin koin kuno gitu.

Udah gatel pingin koleksi coin Euro nih. Udah mulai beredar ceu nah.

Indonesia Lagi

Ini catatan pertama dari Indonesia lagi.

Kucuran salju yang deras di Schiphol melepas pandangan akhir di Eropa. Kemudian, selebihnya adalah negeri-negeri Asia Timur yang hangat dan ramah. Banyak yang lucu-lucu juga di jalan. Tapi itu buat catatan lain kali aja lah. Sekarang … menikmati kehangatan Indonesia dulu.

British Favourite Joke

Katanya yang ini humor favorit di Inggris:

Sherlock Holmes and Dr. Watson go camping and pitch their tent under the stars. The famed detective awakens during the night and says, “Watson, look up at the stars and tell me what you deduce.

I see millions of stars,” Watson replies, “And even if a few of those have planets, it’s quite likely there are some planets like Earth, and if there are a few planets like Earth out there, there might also be life.

To which Holmes replied: “Watson, you idiot. Somebody stole our tent.

Q-122, Last Visit

Yang bikin aku rada lega malahan di kampus. Waktu aku ke message board di depan Q-100, seorang mahasiswa berdiri tegang di depan pintu Q-122. Sia-sia berusaha mendorong pintu. Huh, primitif juga, udah tahu pintu dikunci :).
Waktu aku mendekat, mengeluarkan dompet, dia menatap lega. “You got the key! Thanks God!”

That’s the ultimate word for me. Somebody praises his God for what we have done. Thanks God, for letting somebody like that living around me.

Keun Lee

Tapi KL lagi-lagi bikin keajaiban. Makhluk serius yang disertasinya dinilai terbaik itu masuk ke ruang pesta malam ini dengan senyum lebar. Barangkali masih ingat betapa berisiknya aku di ruang kuliah setahun terakhir :). Berbincang sedikit tentang acara wisuda. Nego dikit sana-sini. Dan waktu aku berjingkat melarikan diri dari ruangan (eh, I never enjoy the party, sebenernya), dia menahan. “Thank you, Koen. I know what you have done.” Aku jadi gugup. “It’s nothing. It’s nothing.” Dia memaksa memeluk aku. Aku peluk balik, terus melarikan diri ke Faraday. Well, mon ami, just forget it.

Chahidi

Aku menatap matanya, trus … “Don’t worry, my friend. Please just tell me your problems. I’ll pretend to concern, and I’ll try very hard.”
Dan Chahidi jadi tertawa keras.

Sebenernya aku lagi serius apa lagi becanda sih?
Kayak ada bedanya aja, buat aku :).

Rasanya aku lagi banyak bersalah sama orang-orang di sini. Hari-hari terakhir tesis, plus assesment, plus acara packing yang rumit bener, bikin aku jadi agak acuh. Masih care untuk ngebantuin temen-temen yang kebeneran belum kapok minta bantuan, tapi nggak sepenuh hati. Solve the problem, leave it, forget it. On ne peut pas bon en tout, n’est pas?.

Waterstone’s

Barangkali aku kurang banyak cerita tentang Waterstone’s. Waktu pertama masuk Waterstone’s di Coventry, aku kagum bener dengan penataan interior toko buku satu ini. Mirip taman bacaan untuk pecinta buku, lengkap dengan sofa dan rak-rak dan penunjuk posisi buku. Tapi Waterstone’s di Leamington lebih bagus lagi. Trus jadi ketagihan membandingkan Waterstone’s di setiap kota. Yang terbagus sampai sekarang masih yang di Nottingham, dengan koleksi buku yang bikin Waterstone’s lain terkesan miskin :). Plus sofa yang tertata dengan konsisten, jadi gampang dicari, plus café dan kamar kecil yang bersih sekali. Yang juga unik adalah resensi buku dari pemilik toko, dengan tulisan tangan cakar ayam khas Inggris, di depan beberapa buku. Waterstone’s Picadilly London yang sering dibanggakan pun nggak sebagus ini.

Tapi hari ini aku ketemu Waterstone’s lain lagi di Birmingham. Ada dua sebenernya. Satu terkesan kecil, tapi di dalamnya luasss sekali. Agak berantakan, tapi koleksinya barangkali selengkap Nottingham. Satu lagi tepat di depan pintu New Street Station, tinggi menjulang. Cara penataan bukunya sama sekali tidak mempermudah pencarian buku. Tapi banyak hal khas di dalamnya. Ada beberapa ruang tematis, kayak satu ruang khusus untuk The Ring dari Tolkien, lengkap dengan pensuasanaan ruang. Di sebelahnya, ada gallery khusus musik klasik. Hey, kenapa aku baru ke tempat ini di minggu terakhir di negara ini? Banyak koleksi prima ditawarkan dengan harga relatif murah. Lengkap sekali. Wagner aja menempati beberapa deret rak. Untung aja aku nggak kemaruk, jadi cuman ambil 3 CD, dan bukan Wagner.

Memang nggak semua Waterstone’s jadi istimewa sih. Yang di Edinburgh misalnya, ditatanya sama jeleknya dengan toko buku Gramedia di Matraman. Yang punya bukan pecinta buku kali. Atau kotanya terlalu bagus, jadi orang lupa menata toko buku.

Mhula

Luis Filippe de Lucas bergegas naik bis di depan Skydome. Agak kaget ngeliat aku duduk di kursi agak ke belakang.

Aku menyambut, “Surprising, huh?”

“I thought you went to Birmingham,” katanya, masih dengan nada heran.

“Indeed. But it’s frozen outside. It’s better to spend 1 hour on the bus than 20 minutes walking.”

“Exactly, my friend. And you can accompany me too. Listen, I just saw the examination board. You have passed with merit.”

“Really? It’s surprising too, isn’t it?”

Bis 460

Segala nuansa warna beige namun agak gelap dan kaku dari gedung-gedung mulai menyambut bis nomor 460.

Barangkali ini perjumpaan terakhir dengan London. “Marble Arch,” teriak si copilot bis, mirip kondektur bis ke alun-alun Bandung. Kita lompat turun, jalan cepat bersama angin dingin ke Grosvenor. Melintasi gedung kedutaan AS yang dikarantina dengan pagar logam tinggi karena menularkan penyakit berbahaya.

Sampai kita di flat berbendera merah putih. Di sini hari ini acaranya mengurusi surat pulang dan surat selesai studi, plus daftar barang bawaan. Daftarnya cuma berisi tiga barang, ditambah dua halaman daftar buku dan CD.

Sambil nunggu surat selesai, kita jalan kaki lagi. Oxford Street jadi lautan manusia. Mirip Kepatihan di Bandung menjelang Idul Fitri gini. Lengkap dengan pedagang kaki lima.

Stuff of the River

Tapi barangkali masih seperti itu juga kondisi kita sekarang. Umat
dihancurkan. Persatuan dan persaudaraan diceraiberaikan. Saudara-
saudara kita dibunuhi setiap hari tanpa henti. Tapi kita masih bisa
nyenyak tidur. Dan masih sibuk bertikai dan mencaci.

Barangkali (stuff of the river), di Afghanistan, AS akan mengulangi
strategi mereka di Iraq. Di Iraq, Saddam Hussein tidak dijatuhkan,
walapun barangkali bisa. Kalau Saddam dijatuhkan, lalu penggantinya
bisa membuat Iraq yang lebih baik dan berkembang pesat, maka Israel
akan terancam. Kondisi di sana memang harus dibikin labil.

Maka Saddam tidak dijatuhkan. Si perampok itu dibuat tetap dapat
menekan rakyatnya, sehingga nyaris tidak mungkin terbentuk pemberontakan
yang kuat; tetapi Saddam juga ditekan agar tidak bisa kuat. Jadi di
sana hanya ada segerombolan masyarakat lemah.

(Di tahun 1991, Tariq Azis mengatakan bahwa pendudukan Kuwait oleh Iraq
sudah dikonfirmasikan ke AS, dan AS tidak menanggapi negatif, yang
ditafsirkan Iraq sebagai restu. Ini strategi AS untuk bisa membuat
pangkalan permanen di kawasan teluk).

Di Afghanistan, barangkali Taliban tidak akan dikalahkan total, agar
terjadi ketidakstabilan permanen di negara itu. Barangkali juga
Taliban dihabisi, karena toh kekuatan sekutu utara juga sudah
potensial sebagai biang perpecahan, seperti semasa Taliban belum
berusaha menegakkan hukum di sana.

Di mail buat Prof Yoder, aku menulis bahwa bukan berarti semua orang
Amerika jahat. Cuma memang politisinya sungguh-sungguh kriminal. Bukan
juga karena mereka orang Amerika. Pendahulu mereka pun sudah suka
mengabaikan urusan-urusan moral dan etika demi kepentingan hegemoni
negara.

Tapi yang jadi soal sebenarnya: mengapa kita mudah sekali
dipecah belah ? Mengapa perbedaan pandangan saja harus diperuncing
jadi permusuhan ? Kenapa kita lebih suka bersekutu dengan kriminal
daripada dengan sesama ?

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑