Category: Figure (Page 2 of 2)

Wolfgang Pauli

“This paper isn’t right. It isn’t even wrong.” Ini kalimat yang cukup terkenal dari fisikawan kuantum, Wolfgang Pauli. Mungkin pernah juga aku buat tulisan tentang Pauli. Tapi biar deh, dobel juga. Pauli bilang, yang nggak boleh dobel itu lepton dalam empat bilangan kuantum yang sama. Dia tak ada sebut apa-apa tentang dua tema kembar dalam sebuah weblog.

OK. Konon, orang boleh bertanya apa pun pada Pauli tanpa khawatir dianggap bodoh; karena bagi Pauli semua pertanyaan itu memang bodoh. Ini terjadi bahkan sejak Pauli jadi mahasiswa. Setelah sebuah kuliah oleh Einstein, Pauli memulai diskusi dengan ucapan, “You know, what Einstein said is not too stupid.” Yup, cuman yang sekelas Einstein yang tidak terlalu bodoh.

Einstein dan Pauli

Aku pernah menulis kesan Feynman tentang Pauli. Dia memberikan ulasan mengapa teori Wheeler-Feynman yang dipaparkan Feynman itu salah, tapi sama sekali tanpa dipahami Feynman sendiri. Pauli sendiri pernah menanggapi seorang fisikawan muda lainnya: “So young and already so unknown.”

Waktu Eugene Gugh — seorang fisikawan lainnya — mencoba mendebat salah satu paparan Pauli, Pauli mendengarkan sebentar, lalu memotong: “Gugh, whatever you know, I know.”

Juga Lev Landau, ilmuwan Soviet yang terkenal keras dan arogan. Landau memaparkan papernya kepada Pauli. Melihat wajah Pauli yang ragu, Landau marah. “Kau pikir ini nonsense kan?” katanya menyerang Pauli. Dan Pauli cuma bisa menjawab, “Nggak. Nggak sama sekali. Idenya terlalu kabur, jadi saya belum tahu ini nonsense atau tidak.”

Setelah PD-2, Pauli sempat bertemu lagi dengan Heisenberg, salah satu tokoh besar teori kuantum lainnya. Sama-sama menyatakan sudah menurunkan semua masalah yang belum terpecahkan dalam teori partikel elementer, mereka berkerja bersama, dan akhirnya menyederhanakan hasilnya dalam satu formula. Hasilnya dipaparkan Pauli di Columbia University, di hadapan tokoh-tokoh fisika, termasuk Niels Bohr (f.y.i., anaknya Bohr ini juga namanya Bohr, juga jadi fisikawan, dan juga memenangkan hadiah nobel, dan berultah pada 19 Juni — tapi ini cerita lain). Setelah Pauli berpaparan, Bohr diminta berkomentar. Jeremy Bernstein menyatakan bahwa diskusi ini adalah diskusi paling tidak umum selama dia jadi fisikawan. Mula-mula Bohr menyatakan bahwa teori Heisenberg-Pauli ini gila, tapi tidak cukup gila. Relativitas dan teori kuantum itu gila, melawan akal sehat yang berlaku. Di lain pihak, teori yang dipaparkan Pauli ini memang ajaib, menarik, tapi tidak cukup gila. Pauli membalas menyatakan bahwa teorinya itu cukup gila. Mereka bicara bergantian. Bohr berkeras bahwa teori Pauli tidak cukup gila, sementara Pauli berkeras bahwa teorinya sangat gila. Ada non fisikawan di sana, seperti Dyson. Tapi dia tidak mau berkomentar menanggapi cara fisikawan papan atas ini berdebat.

Tak lama setelah itu, Pauli sakit dan meninggal. Sebelum meninggal, salah satu yang diucapkannya adalah “Ich weiss viel. Ich weiss zu viel. Ich bin ein Quantengreis.” Dia meninggal di RS, kamar 137 — angka keramat bagi para fisikawan mekanika gelombang.

Alija Izetbegovic

Mail hari ini
Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raji’un. Telah kembali ke Rahmatullah: Alija Izetbegovic, mantan Presiden Bosnia Herzegovina yang pertama, akibat gagal jantung dalam umur 78 tahun. Alija merupakan tokoh pejuang muslim dan menjadi terkenal saat memimpin perjuangan muslim Bosnia dari agresi Serbia tahun 1992-1995.

Lahir pada tahun 1925 di kota kecil Bosansky Samac. Menempuh pendidikan di
Balkan Research Center, hingga lulus di fakultas hukum. Pada umur 16 tahun terlibat Organisasi Pemuda Muslim di Sarajevo, sebuah organisasi sayap gerakan Ikhwanul Muslimin di Balkan. Selama PD II, gerakan itu menjadi bagian dari gerakan Islam militan di kawasan eropa di bawah pimpinan Imam Mehmed Hendzvic.

Pada masa pemerintahan Presiden Yugoslavia, Joseph Broz Tito, beliau
ditangkap karena keterlibatannya dalam penerbitan Jurnal Islam, Al Mujahid. Sejak itu, penjara menjadi bagian hidupnya selama rezim komunisme menguasai tanah Balkan. Dari balik penjara, ia tetap menulis artikel untuk jurnal Islam Takvim, GVIS, dll.

Setelah rezim komunis runtuh, Alija mendirikan Partai Stranke Demokratske Akcije (Partai Gerakan Demokrasi), sebuah partai Islam bercirikan Ikhwanul Muslimin. Proses ini mengantarkannya menduduki jabatan presiden Bosnia Herzegovina. Semasa pemerintahannya inilah, ia menghadapi masa-masa sulit berperang melawan arogansi pasukan Serbia.

Melalui kedekatannya dengan aktivitas gerakan Islam, ia mendapat bantuan yang sangat besar dari umat Islam sedunia dalam melawan Serbia. Ia bahkan menolak seruan NATO untuk berdamai dengan Serbia dan justru mendatangi OKI meminta bantuan senjata untuk melawan Serbia. Bagi dia, jika NATO tidak mau menghentikan laju pasukan Serbia yang membantai 2 juta umat Islam di kawasan Balkan, maka dia meminta NATO tidak menghalanginya mencari senjata dan mujahid dari dunia Islam. Ia akan melawan sendiri Serbia. Sebuah sikap yang berbeda ditunjukkan NATO ketika Serbia menyerbu Kosovo, dimana negara induknya yaitu Albania merupakan negara yang sangat pro barat.

Alija berhasil mengusir pasukan Serbia dan ikut berperan aktif menyeret Slobodan Milosevic ke Mahkamah Internasional. Dalam waktu singkat, Alija juga berhasil mengembalikan Bosnia ke keadaan normal keluar dari trauma perang bosnia.

Dalam kunjungannya ke Turki pasca perang, Alija menolak berziarah ke makam Kamal Attaturk. Padahal kunjungan ke makam Kamal Attaturk merupakan sebuah rangkaian protokoler kenegaraan Turki menyambut pemimpin negara lain. Dalam sejarah Turki, hanya dua pemimpin negara yang berani menolak berziarah ke makam Kamal Attaturk yaitu Ayatullah Khomeini dan Alija Izetbegovic.

Atas kehilangan ini, semoga rakyat Bosnia diberi ketabahan yang mendalam dan diberikan pemimpin yang lebih baik di kemudian hari.

Buta Warna

Kemaren aku melupakan John Dalton. Itu salah satu ilmuwan dalam barisan penemu atom, kalau masih inget. Aku sendiri udah lupa — huh. Orang sering menyebut penyakit buta warna sebagai daltonian. Dan Mister Dalton ternyata penderia daltonian. Bukan kebetulan ;), memang nama daltonian diambil dari nama John Dalton. Dalton bukan saja menderita buta warna, tapi juga menyadari bahwa ia buta warna, dan bisa menganalisis bentuk kebutawarnaannya itu. Tentu melalui selang waktu yang panjang.

Dalton tadinya cuma terganggu sama sistem penamaan warna. Kenapa ada warna merah, ungu, biru, hijau, kelabu. Ada warna yang mirip tapi harus punya nama berbeda. Sementara warna lain yang kontras justru memiliki nama yang sama. Tapi dia tidak protes. Kenapa harus protes? Bahasa kan tergantung sejarah juga, bukan soal subyektivitas masa kini. Tapi dia mulai terganggu bahwa warna yang bernama merah itu berbeda di siang hari dan di malam hari. Waktu dia iseng membahas soal itu, dia kaget bahwa orang lain tidak mengamati hal yang sama. Tak seorang pun. Jadi dia terpaksa mengambil kesimpulan logis bahwa pengamatan matanya memang salah. Sebagai ilmuwan dia mengutak atik, di sisi mana dia salah melihat. Di sisi warna merah, tentu. Coba lihat kurva yang kemarin. Apa yang terjadi kalau receptor merah tidak berfungsi. Atau kalau receptor merah memiliki frekuensi kepekaan mendekati hijau atau malahan biru ;).

Dalton mengambil hipotesis bahwa barangkali ada bagian dari retinanya atau bagian apalah di dalam matanya yang tercemar warna biru. Jadi cahaya merah tersaring hilang. Dia lalu menulis wasiat, minta agar matanya diambil dan dibedah untuk diteliti saat ia sudah meninggal.

Wasiat itu dilaksanakan. Tapi tentu saja tidak ditemukan “filter” apa pun di mata ilmuwan itu. Baru beberapa tahun kemudian kita mengerti tentang receptor di retina, dan hal-hal lainnya itu :).

Arthur Eddington

Orang mengakui jasa Arthur Eddington, astronom senior Inggris yang membuktikan teori relativitas (umum) Einstein. Yang kita tahu, Eintein mengatakan bahwa ruang melengkung akibat adanya materi; dan akibatnya bahkan cahaya yang tidak memiliki massa pun akan berbelok jika berada dekat materi yang memiliki massa besar. Yang kita umumnya belum tahu, pada ilmuwan yang masih berpegang pada fisika Newtonian juga memiliki pendapat yang nyaris sama: cahaya akan dibelokkan oleh benda bermassa besar, karena Newton memandang cahaya sebagai materi (korpuskel, bukan foton) yang dalam batas tertentu memiliki massa tertentu.

Waktu Eddington akan mengukur posisi suatu bintang di balik matahari, pada suatu peristiwa gerhana matahari, model Newton meramalkan terjadinya pembelokan cahaya sebesar 0.88 detik derajat, jadi 88 per 100 per 3600 derajat. Model Einstein meramalkan pembelokan 1.75″. Melihat kecilnya angka itu, kita bisa membayangkan kerja keras yang harus dilakukan Eddington. Eddington melakukan pengukuran dengan beberapa teleskop di Brasil dan Principe, dan angka2 hasilnya menunjukkan varian yang luar biasa. Tapi akhirnya Eddington menyimpulkan bahwa prediksi Einstein lah yang benar.

Kalau tulisan Einstein nyaris disambut sepi, hasil penelitian Eddington ini disambut luar biasa oleh berbagai media di seluruh dunia. Revolusi. Newton dijatuhkan. Einstein jadi pahlawan.

Dave Wood

Hari pertama di C&W site, aku ketemu Dave Wood, petugas security yang nganter aku ke FAR-125. “What is FAR-125? Does it stand for Far-away?” tanya aku. “It should be.” kata dia. Terus dia ngangkatin bagasi aku yang luar biasa itu naik tangga sempit ke Lt 3 di gedung Faraday (hehe, beda 1 huruf).

Udah dua bulan di sini, pulang dari Warwick, aku liat Dave rada pincang dikit. Aku nanya, apa dia lagi sakit. Dia bilang, dulu dia kena kecelakaan waktu naik sepeda motor. Tulang kakinya hancur, terus dipasang dengan sekrup. Aku cuman bilang, hebat, dan kamu masih kuat sekali.

Sore ini, dia manggil aku, mau nunjukin sesuatu. Dari mejanya, dia keluarin gambar motornya dia, satu surat kecelakaan tahun 1991, dan satu set plat dengan 10 sekrup dari yang rada panjang sampai panjang bener. Terus dia nunjukkin foto Sinar X waktu dia masih dipasangin plat itu. 10 sekrup panjang menembus tulang. Luar biasa. Dan abis sembuh, dia malah kerja jadi security, dan kuat ngangkat beban berat di tangga sempit ke Lt 3. Aku tanya, kok dia masih bisa sangat kuat. Perlu latihan panjang dan terus-menerus, termasuk olah badan, dan main football. Ke luar gedung, aku sekilas ngeliat motor Dave (bukan yang dipakai waktu kecelakaan dulu). Masih rajin naik motor, biarpun ada modifikasi dikit di pedal.

Kapan ya aku bisa mulai belajar kuat bertahan hidup, dari orang-orang di sekitar aku.

James Clerk Maxwell

Di jaman Newton, cahaya adalah partikel. Di jaman kuantum, cahaya juga jadi partikel. Tapi antara kedua jaman itu, cahaya adalah gelombang. Kali ini tokohnya James Clerk Maxwell, ilmuwan teoretis terbesar abad 19.

Berbeda dengan Faraday, Maxwell sangat canggih di bidang matematika. Semua mainan Faraday di bidang listrik dan magnet diformulasikan ke dalam teori Maxwell, yang langsung membuktikan bahwa keduanya adalah satu macam gaya elektromagnetika, yang bisa bertransmisi dalam bentuk gelombang elektromagnetika, yang tidak lain adalah cahaya. Penemuan hebat sekali masa itu. Spektrumnya diperluas mencakup gelombang panas (infra merah). Waktu spektrumnya diperluas lagi, Hertz jadi penemu transmisi radio, dan Roentgen jadi penemu sinar X.

Maxwell juga kemudian bermain-main dengan optika. Spektrum cahaya dianalisis, dan dia menemukan bahwa kita bisa mereproduksi gambar berwarna dari gambar hitam putih. Pemisahan spektrum red-green-blue juga dilakukan pertama kali oleh Maxwell. Tapi ceritanya rada lucu. Di depan Royal Society, Maxwell membawa tiga plat, satu peka merah, satu peka hijau, dan satu peka biru, yang diproses dari pengambilan gambar. Kalau dilihat, ketiganya cuman jadi gambar abu-abu. Tapi begitu disinari terpisah dengan merah, hijau, dan biru, dan hasilnya disatukan, maka terciptalah reproduksi berwarna. Tepuk tangan pun membahana.

Bertahun-tahun kemudian, orang baru sadar bahwa plat peka merah yang dipakai Maxwell ternyata tidak peka pada warna merah. Lho. Jadi penemuan Maxwell tidak bisa dicontoh orang. Nah, kok Maxwell bisa? Ternyata Maxwell beruntung, karena membuat kekeliruan ganda. Kekeliruan kedua adalah bahwa plat yang dia pakai ternyata peka pada sinar ultraviolet (yang tidak tampak oleh mata). Lucunya, hasilnya ternyata alami, biarpun ultraviolet jauh bener dengan merah.
Foto berwarna baru bisa benar-benar diproduksi tahun 1960-an, satu abad setelah Maxwell.

Michael Faraday

Michael Faraday, ilmuwan eksperimental terbesar abad 19, menggantikan posisi Sir Humprey Davy di Royal Institute. Dia terus menerus bereksperimen dengan gejala-gejala fisika dan kimia, dan temuannya mewarnai abad-19. Yang paling penting, antara lain, adalah konsep garis gaya. Misalnya gravitasi.

Gaya tarik menarik antara dua benda bukan terjadi karena setiap benda melakukan pengukuran jarak pada benda lain sekaligus massa benda itu, kemudian melakukan perhitungan dengan kalkulator internal untuk melakukan tarikan. Faraday membuat konsep tentang garis gaya kontinu yang menyebar dari massa (atau muatan listrik dan magnet), dan benda lain akan terpengaruh oleh garis gaya itu.

Faraday juga memperkenalkan istilah medan. Konsep-konsep yang asing, dan akhirnya jadi masuk akal, biarpun di abad 20 ini dimentahkan lagi oleh teori kuantum. Yang sangat penting adalah bahwa perubahan medan elektrik membangkitkan medan magnet, dan perubahan medan magnet membangkitkan listrik. Faraday jadi penemu generator dan motor listrik sekaligus. Terakhir, Faraday juga curiga bahwa cahaya barangkali adalah gelombang, yang dibangkitkan dari interaksi elektrik dan magnet. Di luar soal itu, dia juga menemukan benzene dan elektrolisis.
Atas intelektualitasnya, kerajaan mau menganugerahi gelar Sir, dan mengangkat jadi presiden Royal Society. Tapi Faraday menolak keduanya.

Kebeneran satu tahun ini aku lekat sekali sama nama Faraday. Ilmuwan yang bener-bener menolak aristokrasi.

Влади́мир Ильи́ч Ле́нин

Siapa yang pantas jadi the man of the century abad ini? Dengan kepribadian tristanistik :), barangkali kita lebih baik pilih Vladimir Ilyich Ulyanov alias Lenin, dengan proyeknya yang bernama Uni Soviet.
Alasannya sederhana, Uni Soviet cuma ada di abad xx (tidak di abad xix dan tidak juga di xxi), tapi dia adalah biang kesumpekan dunia. Sambil melakukan agresi terhadap tetangganya, Soviet membantu bangsa-bangsa lain melepaskan diri dari penindasan asing. Kemudian ditanamkanlah apa yang disebut ideologi. Orang pun berperang dan saling membunuh demi omong kosong yang dinamai ideologi ini. Namun kemudian tampillah Mikhail Sergeyevich Gorbachev, dan bubarlah Uni Soviet. Situasi dunia kembali ke zaman sebelum pengaruh Soviet: saling membasmi demi ras dan bangsa, yang juga omong kosong. Lenin, dan Soviet, sebagai monumen abad xx, harus dicatat karena pernah memindahkan alasan untuk membunuh, dari suatu alasan omong kosong ke alasan omong kosong lainnya.
Salah satu karakteristik manusia adalah menyimpan ironi dan kekonyolan. Kita perlu mengenang Lenin untuk sisi kemanusiaan yang satu ini.

Newer posts »

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑