Salah satu perokok mencoba ikut memutarbalikkan fakta matematika. Memang ada korelasi statistik antara konsumsi rokok di suatu area dengan jumlah penderita kanker paru-paru, katanya. Tetapi itu tidak selalu menunjukkan hubungan sebab akibat, lanjutnya.
Memang tidak selalu korelasi statistika menunjukkan sebab akibat. Kita ingat korelasi statistika pada kromosom pembawa kecerdasan, yang ternyata juga korelasional dengan simetri jari. Data statistika bisa tersesat menunjukkan bahwa IQ dipengaruhi oleh simetri jari. Juga ada korelasi statistika bahwa di Amerika Utara manusia dengan kromosom seks XX lebih pintar merajut daripada yang kromosomnya bukan XX. Tapi ini tentu bukan soal kromosom, tapi soal budaya.
Kembali ke rokok, ada tiga kemungkinan untuk menjelaskan korelasi itu. Pertama, barangkali konsumsi rokok menyebabkan kanker paru-paru. Kedua, barangkali kanker paru-paru menyebabkan orang suka mengkonsumsi rokok. Ketiga, barangkali masyarakat yang beresiko tinggi kena kanker paru-paru juga beresiko tinggi kena kecanduan rokok. Rokok memang konyol.