Belum satu jam sejak Garuda meluncuri lintasan di samping lereng Gunung Arjuna yang memukau itu dan melandas di Abdurrahman Saleh Airport, aku sudah berada di tempat yang seperti mimpi itu: Halaman SMA Negeri 3 Malang. Dan aku harus menulis namaku di daftar absen. Dan aku harus menulis nama di nametag. Aku pakai dua nama yang dulu aku pakai di sini: Kuncoro dan Nukov. Yang pertama buat guru2, dan yang kedua buat teman2. Koen hanya tertempel di mading (offline blog) waktu itu (pun jarang).
Bertahun kadang aku dikunjungi mimpi yang sama. Bahwa suatu hari kami harus kembali ke sini. Tapi dalam mimpi itu, kami mengenakan seragam putih abu2, kembali masuk ke kelas masing2, dan meneruskan diskusi yang dulu tertunda, dipimpin Walikelas III. Kali ini diskusinya diperkaya dengan apa yang kami pelajari setelah lulus dan setelah mengelanai dunia. Duh mimpi. Dalam realita, hari itu kami harus pakai kaos yang didesain serupa dengan yang kami pakai waktu masih kelas I, waktu kaon didesain dengan optimasi harga pewarna :). Lucunya, di dalam kaos itu, kami kehilangan semua waktu berpisah. Rasanya kayak baru berpisah 3-4 bulan dengan makhluk2 yang mukanya nggak jauh berubah. Cuman the ladies banyak yang sudah pakai kerudung, dan the gentlemen banyak yang sudah gemuk. Ah, klasik.
Nukov sebenarnya bukan satu2nya namaku. Dulu (eh, 3 bulan lalu) aku jadi wapimred, baik untuk mading maupun majalah Gema. Kadang banyak tulisan yang masuk dari rekan2. Tapi kadang hampir tak ada satu pun. Sementara setiap minggu (dan kemudian setiap dua minggu) mading harus diupdate seluruhnya. Jadi untuk mengisinya, aku harus banyak menulis juga. Dan daripada banyak nama “CrVaçtu” di sana, aku pakai nama2 lain: Cruiser, Neko Niichisan, Nukov, dll. Tapi entah kenapa pimred kami, Handy, menganggap nama Nukov itu lucu. Jadi suatu hari di sekitar 3 bulan yang lalu itu, dia meneriakiku dari lapangan basket: NUUKOOOOOV! Dan semua orang jadi memanggilku Nukov. Aku jadi merasa nama itu lucu juga, lama2 :).
Sayangnya Handy tak hadir kemarin. Seperti banyak makhluk Bhawikarsu lain, dia luar biasa. Dulu kepsek kami diganti. Penggantinya berbeda sekali dengan pendahulunya, dan membuat kami kurang nyaman. Dan tentu sindiran plus protes dilampiaskan para siswa ke mading. Waktu sekali lagi kepsek itu melakukan pungutan kurang jelas, salah satu siswa (bukan redaksi) mengirim kartun protes. Kartun :). Aku lagi sendirian hari Minggu itu. Aku pikir kartun itu selain amat lucu, juga konteksnya pas, biarpun sarkatis. Aku pasang. Trus aku pulang. Dan tentu saja di hari Senin, itu jadi masalah besar. Pimred dipanggil. Aku menawarkan diri menemani. Tapi Mr Handy Trisakti cuman bilang: «Aku penanggung jawab» trus dia masuk ruang kepsek sendirian. Aku sempat berpikir bahwa aku sedang menghadapi HB Jassin.
Percuma menggunakan nama samaran yang berbeda, kalau gaya kita menulis tak berbeda. Maka CrVaçtu menulis essai serius tapi santai, becanda tanpa melupakan EYD (di sisi grammar, bukan di sisi kosa kata). Neko Niichisan mengasuh English Corner dan Dasar Bahasa Jepang (sekarang sudah lupa semua). Cruiser artikel2 kecil, dan jokes in Indonesian and English. Nukov, apa yang tersisa? Chaos :). Permainan kosa kata ala CrVaçtu diekstrimkan. Esai dipelesetkan. Dll. Kurasa blog ini masih meneruskan gaya CrVaçtu, dengan EYD yang sudah dicemarkan dengan tata bahasa dari budaya2 lain. Buat yang sedang mempelajari Bahasa Indonesia baku, mohon jangan gunakan blog ini sebagai contoh.
Nama2 samaran juga suka jadi masalah. Nama samaran yang bukan samaran, CrVaçtu, aku tulis di buku2, LKS, lab reports, dll. Jadi kalau hilang, tidak semua rekan tahu ke mana harus mengembalikan buku itu. Seorang teman, Antin, yang menemukan lap report-ku dari Lab Kimia, hanya bisa menebak itu report-ku bukan dari nama CrVaçtu, tapi «Soalnya banyak huruf2 asing di dalamnya. Siapa lagi kalau bukan kamu.» Haha, aku masih ingat beberapa kata asing untuk kimia. Tapi sebagian lagi lupa. Dan di kelas, tumben Bu Zaenab (calculus wizard) kami nekat mengumpulkan buku untuk checking siapa yang bener2 bikin PR. Peristiwa langka. Beliau tertib sekali. Jadi buku harus rapi (hah, buku matematika bisa rapi?). Satu per satu dipanggil untuk menerima bukunya. Tapi bukuku ditahan. Tinggal satu. Aku maju mau ambil. Beliau melarang. “Itu bukan namamu. Memang namamu siapa?” Aku cari ide, dan untungnya tidak perlu lama. “Wastu, Bu.” Beliau melirik nama crVaçtu dengan font acakadut itu, terus mengembalikan tanpa komentar. Di reuni minggu lalu, Calculus Wizard ini termasuk yang bersedia hadir. Duh, jadi terharu ketemu beliau, masih dengan mata cerdas dan gaya acuhnya. Diadu kalkulus, kayaknya aku masih bakal kalah — thanks to MathCAD.
Eh, aku tadi menyebut kimia. Entah kenapa guru2 kimia kami keren2. Aku jadi terpaksa memaksa diri punya nilai tinggi di Kimia. I mean, kita perlu kecerdasan untuk bisa bagus di matematika. Tapi untuk juga bagus di kimia, selain memanfaatkan kecerdasan, kita juga harus meluangkan waktu untuk banyak menghafal. Aku jadi harus banyak baca buku gituan di balik selimut tipis pada udara malam Malang yang … brrr. Tak mengecewakan sih hasilnya. Cuman para guru itu umumnya tak terkesan. Salah satu seniorku dulu namanya Dimitri Mahayana. Dia doolooo selaaloo punya nilai yang bagusnya ajaib. Dan setelah itu tak ada lagi murid yang lebih mengesankan, haha :). Eh, one day, selimutku di rumah diganti yang lebih tebal dan lebih hangat, dan nilai kimiaku sempat turun, haha :). Salah satu guru kimia, Bu Rukmini, kemarin hadir, dan kami sempat berbincang panjang. Masih tentang kimia. Gila nggak sih?
Dan sesuai isi mimpi, harusnya kami diskusi dipimpin Wali Kelas III. Beliau namanya Bu Henny, sekaligus mengajar Fisika. Ketemu beliau, aku langsung menjabat tangannya, bertanya apa kabar, dan dengan ceria bertanya «Masih ingat saya nggak, Bu?» Beliau tersenyum manis, dan menjawab tenang «Nggak. Duh. Nggak sama sekali.» Hihihi :).
Heh, oh ya, di zaman Nukov ini juga pertama kali aku baca teks dari Derrida — «There is nothing outside the text». Waktu itu aku belum paham :). Sekarang? Heh, there is nothing outside the tweet :).