“Aku tak percaya kamu menyampaikan ketakutanmu pada atasanmu.”
“Saya anggap pasukan ini keluarga. Dan Anda ayahnya.”
“Ayah. Ayahku lebih ditakuti daripada disayangi.”
“Saya pernah dengar tentang ayah Anda, Pak. Tapi dalam dua versi. Pertama, dia pahlawan revolusi. Tapi juga saya dengar dia mati di kamp kerja paksa.”
“Dua duanya benar.”
Page 61 of 210
“Mereka mengatakan bahwa kita pernah punya kosmonot sebelum Gagarin. Sayangnya dia kurang kuat menahan nafas waktu sistem pendukung kehidupan mendadak berhenti berfungsi. Jadi dia tidak pernah ada. Gagarin beruntung. Semoga kita juga.”
Aku terbangun dengan terkejut. Mantel mandi di sisi tempat tidur itu bermonogram Hotel Ritz Paris. Lampu meredup menyelinap dari balik tirai. Ini sore atau fajar?
Mungkinkah itu?
Dua puluh menit kemudian, turun ke lobi hotel, coba cari sedikit kopi. Tapi kaku langsung membawa ke lalu lintas Paris. Ke timur, ke Rue des Petits Champs. Ke selatan, ke Rue Richelieu. Taman Palais Royal. Ke utara, tampak gang beratap yang megah dan terkenal itu. Masuk. Menatap ke bawah, tampak medali perunggu ditanam membentuk garis lurus sempurna. Ini adalah meridian utama bumi yang asli; bujur nol pertama di dunia; garis mawar kuno Paris. Ikuti garis itu, berlari kecil, masuk terowongan panjang Passage Richelieu, dan di ujungnya ada halaman yang pernah kukenal. Dan ditengahnya: Piramid Louvre, berkilauan. Dan di bawahnya, piramid yang dibalik. Louvre … Da Vinci … Boticelli …
Aku harus turun ke sana.
Di dasar, adalah ruangan besar. Tergantung dari atas, berkilauanlah piramid terbalik berbentuk V dari kaca. Ujungnya hanya enam kaki dari bawah lantai. Tepat di bawahnya berdiri sebuah struktur kecil. Sebuah miniatur piramid.
![]() |
![]() |
Dan sampai sini kita tahu bahwa dalam mimpiku, aku mencampuradukkan epilog buku “The Da Vinci Code” dengan sebuah kenangan akan piramid kaca yang pernah terasa jadi misteri.
So, ladies, gentlemen, and bots (dari 300-an visit per hari ke sini, berapa persen ya yang dilakukan kaum robot ini), kalau Anda bisa membaca teks ini, berarti Anda sudah membaca site ini di host yang baru. Host telah pindah dari gegar.biz ke serversatu.com, disusul upload file-file sambil mendengarkan detik-detik pembebasan Meutya Hafidz dan Budiyanto dari penyanderaan Iraq, baru kemudian set name server di nic.ro.
Ah ya, mengenai pembebasan Meutya, syukurlah akhirnya melegakan buat kita semua. Tapi aku nggak puas dengan akhir yang semacam ini. Aku lebih suka kalau orang-orang yang menamai diri sebagai Tentara Mujahiddin itu memberikan pernyataan bahwa mereka akan menghentikan segala macam penculikan dan penyanderaan. Tidak mungkin mencampuradukkan kejahatan (penculikan, pembunuhan pekerja sipil) dengan kebaikan (persaudaraan, keramahan). Itu tidak kompatibel. Tidak lama lagi agen Intel akan disusupkan sebagai muslim Indonesia yang ramah, untuk diculik dan menyusup, dan dengan satu atau lain cara menghancurkan so called Tentara Mujahiddin itu dari dalam. Jadi, kalau benar di dalam hati kalian masih ada kebaikan dan persaudaraan, jangan cuma melepaskan umat Islam dan bangsa Indonesia. Hentikan segala macam penculikan, penyanderaan, pembunuhan. Berbaur kembali dengan rakyat Iraq untuk membentuk Iraq yang baru, yang bebas dari penjajahan, kekejaman, dan keterpurukan.
Meanwhile, kayaknya cepat juga broadcast IP baru domain kun.co.ro ini. Kayaknya sebenernya dia bukan domain, tapi cuma subdomain kun dari domain co.ro. Sekilas nggak kelihatan bedanya kan antara domain tingkat tiga kun.co.ro dengan subdomain kun dari domain tingkat dua co.ro. Tapi kecepatan broadcast ini bikin aku curiga bahwa sebenernya tidak terjadi broadcast info baru. Mereka masih menunjuk ke domain co.ro yang lama. Anyway, bagus juga.

Le Petit Prince, dans quelques langues, préparent pour acheter:
- English: The Little Prince
- French: Le Petit Prince
- German: Der Kleine Prinz
- Indonesian: Pangeran Kecil
- Italian: Il Piccolo Principe
- Japanese: Hoshi No Ojisama
- Latin: Regulus
- Russian: Маленький Принц
- Spanish: El Principito
- Turkish: Küçük Prens
- VCD (Indonesian Subtitle): The Little Prince
Adapoen, oentoek bahasa jang lainnja, dipersilahkan berbondong-bondong mengoendjoengi sitoes Multilingual Books. Atau tentu saja ke web Pangeran Kecil.
Nggak ada yang baru dengan plot ini. Aku cuman pingin mengucapkan hal yang sama dengan kalimat terakhir Dilbert itu.
Flash drive dan kartu memori lain: siapa sih yang nggak punya sekarang? Mereka berkembang sangat cepat, kerana sifatnya yang praktis. Tinggal colok, langsung dikenali, baik di komputer, di handphone, di kamera, dan entah mau di mana lagi. Masalah yang mulai timbul kemudian adalah masalah keamanan. Siapa pun yang main tancap flash drive, MMC, SD, xD, dst, langsung diakui valid untuk melakukan transaksi data. A.l. untuk mengatasi masalah ini, IEEE menyusun standar baru, bernama IEEE P1667™. Judulnya “Standard Protocol for Authentication in Host Attachments of Transient Storage Devices”. Di dalamnya dibahas validasi identifier dan langkah2 pengamanan lainnya, untuk digunakan baik oleh para pembuat media simpan maupun terminal komputasi (yang mungkin tidak terbatas pada komputer). Diharapkan, standar ini akan mencegah masalah2 keamanan yang dapat timbul di kemudian hari. Sponsornya tak lain adalah IEEE Computer Society.
Kalau memang yang bikin standar udah sekelas IEEE, kenapa nggak sekalian bikin standar untuk kartu memorinya ya. Lagi rada ribet juga. Soalnya kamera Olympus cuma mengenali xD, sementara notebook (HP) dan smartphone (Xphone) mengenali SD dan MMC. Nggak bisa langsung motret langsung dikirim via mail tanpa kabel.
Hmmmh, menurut bioritme sih (yang sebenernya nggak aku percayai, gara2 frekuensinya yang dianggap invariabel), tingkat intelektual mencapai -99% dan fisik -99% serta emosi 0%. Wajar kalau terjadi dekandensi, baik di ruang kerja maupun di website ini.
Daripada baca2 site yang lagi dekaden ini, kunjungilah weblog baru dari Noni dan Kukuh. Nggak sekelas Tristan und Isolde (di mana Tristan harus mati) atau Rama dan Shinta (di mana Shinta harus mati) atau Romeo dan Juliet (di mana pembaca harus mati bosan); tapi gabungan antara keluguan dan sarkasme pasti membawa warna tersendiri. Kita doakan kesuksesan bagi mereka.
*hik*
Kayak apa sih formula relativitas Einstein yang konon sudah menggantikan teori gravitasi Newton itu? Kalau ditulis sih sederhana sebenernya:

Ruas kiri persamaan menyatakan kelengkungan (kurvatur) ruang waktu, yang menunjukkan medan gravitasi. Ruas kanan persamaan menyatakan kerapatan energi dan lain-lain dari materi selain medan gravitasi. Formula yang bagus, selama kita tidak harus jadi fisikawan yang membedah arti dari huruf T dan G dengan indeks mu dan nu itu. Sorry, aku kuliah di elektro, dan nggak kebagian main-main dengan tensor. Skalar, vektor, matriks, stop.
Bukan berarti anak elektro nggak main matematika. Hehe. Abis kalkulus, ada teori medan yang sebenernya lebih mirip cabang kalkulus daripada cabang fisika :). Aku dapat A loh. Tapi waktu kuliah antenna yang sebenernya meneruskan aplikasi teori medan, nilainya jadi C. Doh.
Yang konon paling lucu dari matematika versi teknik elektro adalah kesetiaannya pada bilangan kompleks. Nggak tau dimulai dari mana, tapi di elektro, bilangan imaginer dinotasikan sebagai j, bukan i kayak di matematika. Konon karena i sudah dipakai untuk kuat arus. Tapi lucunya, kenapa bukan notasi kuat arus aja yang diubah.

Balik ke teori medan. Mau nostalgia bentar nih. Di catatan awal tahun 2001, aku nulis cerita tentang Faraday, Maxwell, etc. Maxwell memformulasikan teori yang sudah disusun oleh Coulomb, Ampere, Faraday. Bentuknya, kayak yang ada di buku teori medan untuk mahasiswa elektro, adalah sbb:

Persamaan 1 memaparkan teori Coulomb tentang bagaimana medan litrik dihasilkan dari muatan listrik. Persamaan 2 memaparkan teori Ampere bahwa tidak ada yang disebut muatan magnet, karena magnetisme dibangkitkan oleh arus listrik. Persamaan 3 memaparkan teori Faraday yang menggambarkan perubahan medan listrik akibat perubahan medan magnet. Persamaan 4, kembali ke Ampere, menjelaskan bagaimana arus listrik menghasilkan medan magnet. Setelah disusun seperti itu, Maxwell dapat menyusun prediksi-prediksinya, termasuk tentang gelombang elektromagnetik, tentang spektrumnya yang tersebar, meliputi cahaya; dan membuat Maxwell menjadi salah satu ilmuwan terbesar abad ke-19.
Waktu Maxwell pertama kali menulis persamaan itu, bentuknya tidak sesederhana itu. Rada panjang, nggak pakai tanda del, curl, etc. Kayaknya di buku Hayt ada juga versi panjang ini. Demi kesederhanaan, formulasinya ditulis seperti di atas. Tapi, lebih lanjut, formulasi kayak gitu masih disingkat lagi. Kali ini dengan notasi relativistik mirip persamaan Einstein di atas. Jadinya tinggal dua persamaan:

Persamaan pertama menggabungkan persamaan Maxwell 1 dan 4, sementara persamaan kedua menggabungkan persamaan Maxwell 2 dan 3. Cuman, kayak penyederhaan sebelumnya, semakin sederhana formula ini, semakin dalam orang harus belajar untuk membaca dan menggunakannya. Mau coba? Coba mulai dengan ke http://en.wikipedia.org/wiki/Maxwell’s_equations.
Robert Horwitz, maintainer site http://www.open-spectrum- international.org, berkirim mail. Mail pertama membahas liberalisasi frekuensi 2.4GHz di Indonesia. Mail kedua menyebut hal yang lebih menarik: Lohengrin. Pembukaan Lohengrin, kata dia, adalah 8 menit terindah dalam musik yang pernah diciptakan. Yang barangkali dia nggak tahu adalah: aku baca mail itu (di Xphone) masih sambil ngedengerin Pembukaan Lohengrin (Act 1). Dan itu bukan kebetulan. Beberapa hari itu, aku memang selalu masang Lohengrin, kadang berderet dengan Tannhauser. Kadang dengan salah satu opera dari Der Ring. Tapi selalu ada Lohengrin tiap hari.
Lohengrin ada di kaset Wagner-ku yang pertama. Sisi B kaset itu berisi Lohengrin, Parsifal, dan Siegfried Idyll. Tapi nggak tau kenapa aku sempat lupa sama nama Lohengrin. Kaset itu aku bawa ke Coventry, tanpa cover. Dan di bulan Februari 2001 aku nulis salah satu kejeniusan Wagner yang bisa memahami sekaligus mewarnai semesta. Aku salah waktu itu, nulis judulnya Parsifal. Padahal justru Pembukaan Act 1 Lohengrin yang waktu itu terasa seperti magic, musik ajaib yang entah diturunkan dari mana ke semesta ini. Aku baru sadar beberapa bulan kemudian, waktu beli CD Lohengrin. Dan waktu sempat nonton Birmingham City Orchestra memainkan Act 1 Lohengrin (Pembukaan dan Elsa’s Dream) di Warwick. Betul-betul musik yang ajaib, biarpun waktu itu yang aku nunggu adalah Tristan und Isolde.
Aku bukan Robert Horvitz yang sudah mendengarkan semua musik yang ads di muka bumi dan bisa menentukan mana yang paling indah. Tapi aku bisa memahami orang yang bisa memiliki pendapat kayak Horvitz. Ini barangkali memang 8 menit terindah dalam sejarah musik.