Page 23 of 209

Mr Charlatan

Baiklah, media dan penguasa negeri mempercayainya sebagai pakar. Dia memang sempat berada di dunia akademis. Tapi gaya pseudosciencenyalah yang memikat media dan kemudian penguasa untuk merekrutnya. Dan jadilah Trofim Lysenko penasihat Partai Komunis bidang sains di Russia zaman Stalin, dengan jabatan ketua Lenin All-Union Institute of Agricultural Sciences, bahkan akhirnya juga Akademi Sains Russia.

Suasana Russia zaman itu memang tak secerah negeri kita masa kini. Kaum buruh tani yang baru memberontak mengisi partai dan parlemen; dengan semangat tinggi tapi ilmu belum mulai terisi. Rakyat berkuasa, tak apa. Sayangnya beberapa charlatan memanfaatkan situasi ini, termasuk Lysenko. Kegiatan Lysenko dimulai dengan memamerkan hasil-hasil riset pertaniannya yang ajaib, yang memukau media. Riset Lysenko tak pernah dapat diaplikasikan, dan bahkan tak dapat diulangi. Tapi ia menutupinya dengan riset baru yang tak kalah memukau. Para pemuka partai mulai mendengar dan tertarik. Maka ia ditarik menjadi salah satu elit partai. Langkah berikut dari charlatan kita adalah mengagitasi partai dan parlemen, memanfaatkan kedekatannya dengan Stalin, untuk melakukan pembersihan. Tentu ia bukan manusia dungu yang langsung menembak nama orang. Saat negara dalam semangat kolektivisme, ia menyabdakan bahwa ilmu yang seharusnya ada di masyarakat adalah ilmu terapan. Petani otodidak, menemukan cara memanen yang lebih banyak, itulah pahlawan. Lalu ia menerbitkan formula menarik. Menurut formula Lysenko, akademisi = borjuis = fasis. Dan yang difavoriti untuk ditembak adalah biologi, khususnya genetika, dan agriculture. Genetika, bidang yang baru mulai tumbuh di Eropa itu dianggap sebagai bidang ilmu yang tak sesuai dengan filsafat materialisme dialektika yang dianut rakyat marxis Russia. Sensor keras diberlakukan terhadap hal yang berbau genetika, evolusi (Darwinian), dll. Para ilmuwan, bahkan yang mengharumkan nama negeri, dijatuhkan, dibiarkan mati kelaparan di kamp kerja paksa. Contohnya adalah Nikolai Vavikov. Sementara itu, pertanian kacau, rakyat lapar. Tapi media bungkam. Stalinisme memuncak. Jutaan pembangkang mati. Sisanya menghadapi Perang Dunia II.

Bertahun setelah PD II, Lysenko makin galak. Orang yang skeptik terhadap pendapat Lysenko bisa ditangkap. Kemudian Stalin jatuh, Khrushchev naik. Terjadi destalinisasi, tapi tidak delysenkoisasi. Charlatan ini terlalu licin dan pandai menjilat orang yang tepat pada waktu yang tepat. Pada masa seolah pencerahan ini, rekayasa genetika masih kelam diharamkan. Seorang akademisi sains Russia, yang mencoba memaparkan penggunaan rekayasa genetika untuk memproduksi jagung yang lebih baik; ditodong Khruchshev dengan setongkol jagung, dan semprotan “Apa yang salah dengan jagung milik Rakyat ini?” Tentu tidak ada yang salah dengan rakyat. Tapi retorika macam itu justru membunuh rakyat. Saat Eropa bangkit, masih bisa terjadi kelaparan massal di Russia dan satelitnya. Baru setelah Khrushchev pun tumbang, Lysenko ikut dimakzulkan. Tak dihukum, tetapi menghabiskan masa tua dalam keterasingan akademis: tak ada yang mau berhubungan dengannya. Dan sementara itu, Russia jadi negara terbelakang dalam ilmu biologi dan rekayasa genetika; jauh di belakang tetangganya di Eropa; walau ia maju cukup pesat di bidang seperti matematika, fisika, dll. Fisikawan nuklir Russia, Andrei Sakharov, mendakwa Lysenko di Akademi Sains: “He is responsible for the shameful backwardness of Soviet biology and of genetics in particular, for the dissemination of pseudo-scientific views, for adventurism, for the degradation of learning, and for the defamation, firing, arrest, even death, of many genuine scientists.”

Beruntung kita; tak pernah mengalami masa kelam yang menghancurkan negeri seperti itu. Beruntung; progress rekan-rekan muda kita dalam mengembangkan teknologi informatika (yang menjadi booming dunia hari-hari ini) mendapat dukungan penuh dari penguasa negeri ini. Beruntung; para charlatan tak pernah mendapat porsi apa pun di negeri cerdas kita ini.

Istoria da Paz

Akhirnya terbaca juga buku Okke ini: Istoria da Paz. Buku ini udah beberapa minggu dibeli, tapi lupa dibaca terus. Dan berbeda dengan buku2 sebelumnya, aku merasa yang ini Okke banget. Ntah kenapa aku merasa karakter Damai a.k.a. Bu Guru Bunga ini mirip Okke. Nggak heran sih. Aku juga kadang membayangkan tokoh Tomas di Unbearable Lightness of Being mirip Kundera :).

istoria-da-paz.png

Bukunya 200 halaman, dengan ukuran saku. Bisa dibaca sambil pusing dalam 1 jam lebih sedikit. Bahasa sang penulis kebetulan tepat sama dengan kecepatan baca optimalku. Tak berbunga, pintar memilih kata yang singkat dan tepat, tapi juga tak pelit ekspresi. Kalau semua buku kayak gini, boros. Cepat habis uang buat beli buku baru lagi.

Kalau Ayu Utami dulu jadi salah satu pelopor dengan novel yang mengandung komunikasi e-mail; Okke melanjutkan tradisi itu dengan novel yang mengandung komunikasi via blog. Plus media online lain. Tokoh Damai dilontarkan dengan suatu alasan (buat aku alasannya nggak penting) ke tempat favorit penulis: Timor. Bukan di Timor Lorosae, tapi di kawasan pengungsi. Ketemu tokoh Dion, sarjana idealis yang memilih bekerja membantu kaum tak terbantu. Dan Abitu, makhluk kecil usil paling jail di dunia. Tokoh2 ditampilkan biasa saja, manusiawi, dengan relasi yang manusiawi tapi hangat. Ya, ada sih adegan Damai harus mengejar2 babi, atau ikut membubarkan kelas untuk mengejar kambing, yang berakhir dengan dirinya dikejar2 kambing sampai jatuh berulang ke semak berduri. Relasi manusiawi yang biasa2 tapi hangat ini sering tertangkap di buku If Only They Could Talk punya Herriot. Tanpa aliran mengklimaks yang tertulis. Kita dibiarkan meluncurkan sebagian cerita oleh kita sendiri, dalam hati kita sendiri. Dan tamat secara menarik; saat tokoh Damai mendadak menemukan jiwa yang lain dalam dirinya.

Okke, makasih ya. Bukunya keren.

Tantangan Bagi Engineer

grand-engineering-challenge.jpg

Situs Engineering Challenge memaparkan apa yang dianggap sebagai tantangan terbesar bagi dunia rekayasa masa kini. Krisis energi, krisis lingkungan, krisis pendidikan dan kemanusiaan, krisis kesehatan, hingga kebutuhan untuk membentuk dunia yang lebih aman (dari teroris, spammer, dan virus) dan manusiawi.

Menurut Anda sendiri, apa tantangan engineering terbesar yang harus kita hadapi? Dan apa pendekatan yang Anda bayangkan?

Update: Jawablah di situs IEEE Indonesia Section

Bohr dan Einstein

Buku Richard Feynman (Surely You’re Joking) menyinggung perjumpaan Feynman dengan Bohr (Niels dan Aage). Niels Bohr senior disebut sebagai sulit dipahami kata2nya yang terlalu menggumam, sehingga kadang2 Aage jadi juru bicara. Tapi bukan cuma Feynman yang memiliki impresi serupa. Abraham Pais juga mencatat bahwa gaya bicara Bohr teramat sulit dimengerti, penuh gumaman. Ditambah lagi dengan obyek pembicaraan Bohr yang tidak pernah mudah :). Saat itu, ketidaksetujuan Albert Einstein (yang dengan teori fotoelektriknya sebenarnya menjadi pemicu teori kuantum) atas teori kuantum membuat diskursus fisika sedang memanas.

Di suatu siang, Bohr yang sedang bersama Pais, sedang sibuk menjelaskan kenapa pendapat Einstein, biarpun masuk akal, tetapi memiliki kelemahan telak. Dengan gaya menggumamnya, yang terdengar oleh Pais adalah nada naik dan turun dari bahasa Inggris dialek Denmark, dan nama Einstein yang disebut berulang. Menatap jendela, makin asyik Bohr menguliahi Pais, dan semakin lama yang terdengar hanya nama Einstein, gumaman, Einstein, gumamam, dst.

Saat itu, Einstein masuk ke ruangan.

Einstein berjalan berjingkat-jingkat, tersenyum pada Pais, lalu melihat Bohr. Bohr tak mendengarnya, masih asyik menatap jendela sambil meneruskan gumamannya, dan menyebut nama Einstein. Saat Einstein makin dekat, Bohr menoleh, dan dengan kaget melihat kepala Einstein sudah dekat kepalanya sendiri. Gaya kaget Bohr dilukiskan seperti orang yang sedang sibuk memuja roh leluhur, dan si leluhur betul2 menampakkan diri. Mereka diam sebentar. Lalu dengan ramah Einstein berkata bahwa ia dilarang dokter membeli tembakau lagi. Tapi dokter tak melarangnya mencuri tembakau. Jadi itu yang tadinya akan dilakukannya.

Kesunyian berubah menjadi tawa yang renyah.

OK, jokes semacam ini mendingan dipisah jadi blog tersendiri: http.koen.cc. Tak harus jokes pribadi, kerana hidup lagi tak terlalu lucu. Senyum yuk, untuk hidup yang singkat ini.

Update: Bohr termasuk fisikawan yang disukai pada zamannya. Ia terobsesi pada hal yang diyakininya benar, siapapun penemunya (tak seperti Newton misalnya). Obsesinya kadang mengganggu. Pernah ia memojokkan Schrödinger sampai ke kamar tidurnya untuk berdiskusi, saat Schrödinger sedang flu dan benar2 ingin tidur. Tentu diskusinya jadi satu arah. Perseteruan ide Bohr vs Einstein (yang justru mempererat persahabatan keduanya) sendiri baru padam setelah keduanya meninggal.

And The Winners Are …

Senin pagi itu aku berencana bersantai di RS Borromeus sambil antri kontrol diri :). Mendadak para sahabat bergantian menelepon, menyampaikan bahwa Kompetisi Blog Telkom.TV, yang sedianya akan dipurnakan minggu ini, harus diselesaikan hari ini juga. Satu2nya kemungkinan Direksi Telkom bisa menutup kegiatan dan memberikan hadiah hanya malam itu. Notebookku langsung dibuka di RS, dan proses yang sudah direncanakan langsung dijalankan. Proses apa? Sebelum hari pengumuman, kami belum ingin tahu nama pemenang. Cukup para nominee. 20 jumlahnya. Maka hari Senin itu, aku harus menghubungi para nominator satu per satu, sambil menyiapkan para juri bersidang memilih pemenang. Berhasil? Ah :).

Sementara itu aku sudah keluar dari RS, dan mulai menghubungi para nominee. Tidak mudah, tentu. Waktunya, wow, hanya beberapa jam. Yang di luar Bandung kelihatannya harus diacarai di Kandatel masing2. Tapi tetap dirank dalam sidang juri. Perlu bantuan banyak rekan, sesama blogger, dan anggota komunitas2 online, untuk saling mencari. Tapi sambil tetap cool. Yang tak mungkin lagi dikontak dengan telepon, dikirimi email. Tentu kemungkinan sampai dalam beberapa jam sangat kecil. My fault. I’m sorry. Dan sementara itu juri sudah memilih 5 besar. Hah, harusnya kan 4? Ya, tapi 5 ini outstanding dibanding lainnya, dari kriteria yang ditentukan. Aku habiskan mug besar caramel macchiato itu. Akhirnya diputuskan menambah 1 hadiah lagi.

Berikutnya, aku pindah ke posisi akhir di BEC, tempat acara dilangsungkan, dan pemenang kompetisi blog ini akan diumumkan. BEC sudah ramai. Beberapa nominee sudah hadir, dan beberapa membawa pasangan :). Dari komunitas blog, ada Aki (yang langsung harus pergi karena ada kegiatan lain), dan Rendy. Dan entah dari langit ke berapa, mendadak ada Priyadi juga. Priyadi hanya memantau sesaat, untuk kemudian moksha ke langitnya lagi :) :). Tapi sebelumnya, sempat aku saling kenalkan dengan beberapa nominee yang sudah hadir.

Oh ya, ini pemenangnya:

  1. Adham Somantrie
  2. Akhmad Deniar Perdana Kusuma
  3. Andriyansyah
  4. Mohammad Jaka Prawira
  5. Calvin Michel Sidjaja

Hadiah langsung diserahkan oleh Direktur Konsumer Telkom, didampingi EGM Telkom Divre III.

Mewakili task force yang menjalankan kegiatan ini, aku mengucapkan banyak terima kasih buat semua. Pertama, buat para peserta lomba blog, 245 orang (tidak termasuk yang blognya bermasalah, atau yang mendaftar setelah 31 Desember 2007). Kedua, buat para nominee yang menyempatkan diri hadir (terutama Mas Ali Murtado dan Mas Andreas Krisna). Ketiga, buat mereka yang membantu dalam upaya mengejar2 nominee (terutama Mas Ali lagi, juga Aa’ Adinoto). Juga rekan2 Telkom, yang bergabung dalam dewan juri, dewan pelaksana, dan dewan2 lainnya :). Lalu, komunitas online Jawa Barat (Oom Budi Rahardjo yang mewarnai pembukaan kegiatan ini September lalu, kawan Ikhlasul Amal, kawan Rendy Maulana, kawan Herry the Aki of Batagor). Dan semua yang telah direpoti, atau terepoti, dan yang menaruh perhatian pada kegiatan ini.

Update: Beberapa blog yang terlink di sini juga menulis report kegiatan ini, plus beberapa foto. Sila diklik.

Update: Yang mejeng di foto di atas (dari kiri): Bpk Dwi S Purnomo (EGM Telkom Divre III), Akhmad Deniar (2nd winner), M Jaka ‘Debe’ Prawira (4th winner), Adham Somantrie (prime winner), Bpk I NyomanG Wiryanata (Dir Kons Telkom).

Context-Awareness

Semestinya nextgen dijadikan kata sifat yang baru :). Dan artinya bukan lagi next generation yang kemudian bisa dipelesetkan à la Wally jadi sesuatu yang harus diselesaikan generasi penerus saya, tetapi sesuatu yang berkonteks dengan hal yang pervasive, ubiquitous, 3G/4G (tidak sampai 5G — perlu kata sifat baru untuk yang ini) termasuk buzzwords mobile-IP, all-IMS for multinetworks, dan context-awareness. Tuh kan, panjang. Maka itu, perlu kita buat kata sifat baru: nextgen :).

Context-awareness sendiri merupakan karakteristik yang akan jadi wajib untuk aplikasi network. Ia bisa diawali dengan LBS (location-based service). Dan diawali dari hal2 sederhana.

Pertama, waktu kita menggoogle ‘Simpang Raya’ (hey, ini ceritanya futuristik, dan Simpang Raya akan lebih ngetop daripada McD), maka kita akan memperoleh hasil yang berbeda saat kita di Puncak atau di Dago (Bandung). Tergantung sepresisi apa lokasi kita dikenali si pelacak posisi. Hasilnya seharusnya bisa berbeda di Dago sisi alumni dan Dago sisi Ganesha.

Pengenalan lokasi ini juga memungkinkan hal menarik, seperti alarm berbasis tempat (bukan waktu). Kita minta diingatkan si gadget, bahwa kalau sampai di rumah, kita harus langsung mengeluarkan cake dari kulkas. Jam berapa pun kita sampai. Contoh lain: kalau kita sampai Bandung, kita harus menelepon Mama. Atau: ingatkan kalau sampai pom bensin terdekat (pom bensin yang mana saja). You got the idea now. Tapi pengenalan lokasi juga bisa langsung mengenai beberapa gadget. Kita kan bukan bicara tentang GPS (saja), tetapi layanan mobile dengan service penuh. Alice bisa pasang alarm yang isinya: kalau ketemu Bob, ingatkan untuk mengembalikan flash drive. Saat operator mendeteksi bahwa gadget Alice pada posisi dekat dengan gadget Bob, alarm itu diraungkan :). Atau dia juga bersifat proaktif. Misalnya dia tahu bahwa Alice anggota IET. Dan di Indonesia anggota IET amat langka. Saat dia tahu Alice dekat dengan anggota IET lain, dia akan menulis pesan singkat: ‘Ssst, ada anggota IET lain dekat Anda. Tekan Nice untuk info lebih lanjut, atau WhoCares untuk meneruskan urusan gak penting Anda.’ Nah, dalam hal terakhir, si dia ini (hi, kayak Big Bro aja, panggilannya ‘dia’ atau malah ‘mereka’) sudah harus mengkonteksi lebih dari sekedar lokasi, tetapi juga karakteristik pribadi.

Context-awareness membuat sistem lebih paham kebutuhan user yang sangat beraneka. Padahal yang dilakukan hanya mereaksi data karakter pemakai dan variasi lingkungan network, lalu memicu adaptasi dinamik terhadap layanan yang ada. Karakter yang digunakan amat beragam: lokasi, service di lokasi, terminal dan featurenya, operator dan featurenya, data penting personal, data personal yang gak penting, relasi antar personal (dan tentu link ke karakter tiap personal, dan terminalnya, dan operatornya), kondisi lingkungan (politik, cuaca, kurs rupiah). Wow. Bisa bikin apa tuh? Alarm lagi? “Bunyikan alarm jika pulsa hampir habis, dan ATM bank yang terkoneksi dengan bank saya dan bisa transfer pulsa ke operator saya ada di dekat saya.” “Bunyikan alarm jika HP lowbat dan dompet tipis dan kurs dolar lagi turun dan ada teman yang rada tajir dekat2 saya.” Rumitkah? Yang jelas, ini akan menjadi salah satu yang akan membedakan 4G dengan 3G :). Penyedia layanan akan mulai harus memanfaatkan AI, dan mengelola informasi konteks. Umumnya diistilahkan sebagai Context Information Dissemination System (CIDS).

PR di bidang ini masih banyak. Di konstruksi NGN-nya sendiri, kalau sejauh ini baru IMS yang dikembangkan dan distandarkan (di layer kontrol & sinyal), maka berikutnya layer konten & aplikasi (C&A) harus diset dengan cara yang sama seriusnya. Layer C&A tidak boleh merasa aman karena terstandarkan pada layer di bawahnya, yang membuat mereka bebas tapi tetap interoperable. Context-aware services membuat layer ini harus dijaga dengan gaya persinyalan yang sehati-hati persinyalan di layer IMS.

Dan, seperti yang pernah aku tulis: Kalau di network ada quality of service (QoS), maka di service ada quality of context (QoC). Dan, sekali lagi, nextgen bukan masa depan. Dia sedang mengalir saat ini. Soal content, semua sedang membahas. Coba buka majalah berbahasa Inggris yang mana saja. Hampir pasti di halaman-halaman depan ada tulisan Content. Dan soal content saat ini sudah mulai tak lepas dari soal context. Whew, para pembangun network. Banyak mainan baru nih :).

Dialektika

Ada satu kebiasaan buruk yang selalu kulakukan setiap melihat seorang anak kecil merintih kesakitan: aku tak sengaja mempertanyakan kenapa sakitnya nggak dipindah ke aku saja. Dan biasanya itulah yang terjadi. Bukan secara kausal. Kausalitas, kita tatap secara transenden, justru patut ditertawai. Tapi begitulah. Maka benda tak berbahaya tapi ampuh menghentikan aktivasku ini menyerangku: sinusitis.

Kita ulas sedikit, kenapa namanya sinusitis. Jadi formulanya cuman y=sin(x), dengan x berjangkauan [-π,π], dan y menunjuk ke magnitude of pain on your face. Pasang sumbu y tepat di tengah wajah. Nah ini yang terjadi hari2 ini. Tak separah serangan sebelumnya, dimana formulanya malah y=sin2(x), dengan x tetap berjangkauan [-π,π]. Jadi nyerinya ada di kedua sisi wajah kecuali di sumbu y hidung. Kalau polanya berbeda, mungkin namanya bisa diganti jadi cosinusitis, parabolitis, hiperbolitis; entah apa lagi.

Gejalanya, selain nyeri yang menarik di wajah, dan temperatur yang tinggi (tapi untuk waktu singkat bisa jatuh, membuat menggigil, untuk kemudian meninggi lagi); adalah desakan pada tangan untuk mencengkeram wajah, iritasi atas suara dering telepon, dan sesuatu yang selalu terjadi dari aku kecil, tapi nggak pernah bisa aku bahas sampai tuntas: sebuah dialektika.

setmefree.pngMungkin asalnya dari demam. Atau supplai oksigen yang berkurang. Atau kesempatan untuk berbaring tanpa memikirkan pekerjaan dan hal2 rutin lain. Tapi aku jadi memikirkan sesuatu yang tak relevan, dengan cara yang khas: membuat pertentangan. Waktu aku di SMP, aku pikir itu efek Decolgen. Waktu itu aku berpikir untuk menarik sebuah bola sampai membentuk sebuah kubus sempurna. Bagaimana sebaran gaya yang diberlakukan pada si bola. Ingat, waktu bola ditarik di satu sisi, sisi lain bisa mengempis. Intinya bukan bagaimananya, tapi ada sebuah pertentangan panjang. Satu melibatkan ketakterhinggaan, dan satu lagi tidak. Aku masih SMP dan belum belajar kalkulus. Dan dua suara itu mengganggu. Kadang tidak selucu itu. Aku pernah harus mendengar diskusi panjang — yang tidak aku kehendaki — tentang bolehnya pemimpin republik (Soekarno) meninggalkan titik kedaulatannya saat kekuatan ilegal (Belanda) melakukan penyerangan. Ya, suara pendukung Soekarno dan pendukung Soedirman bergantian, berdiskusi panjang, tanpa ampun. Padahal yang aku butuhkan adalah istirahat yang tenang dan damai. Dan hari Minggu malam itu, diskusinya membahas … haha, yang ini benar2 lucu … dua orang dokter yang mendiskusikan nyeri kepalaku. Satu dokter yang tak berdinas, dan sebetulnya sedang mengambil pendidikan lanjut, tapi dia yang menemukanku (entah di mana) dan mengantarkanku ke RS; satu lagi dokter jaga di UGS yang punya otoritas, yang sebenarnya pendidikannya tak selanjut si dokter pengantar. Lucu, suara mereka riuh senada nafasku. Satu nafas, doktor di kiri, satu nafas, dokter di kanan. Aku ingin malam cepat jadi pagi, biar aku bisa lepas dari dokter fiktif itu, dan ketemu dokter beneran. Aku bangun jam 4 pagi, nggak mau tidur lagi. Ke Borromeus pagi itu juga. Dan ketemu dokter yang ramah, bukan tukang debat kayak di tidurku :).

Dalam keadaan segar, biasanya pola pikirku tidak dialektis. Aku mencari terobosan ide, mengevaluasi, mencari kekuatan dan kelemahan, peluang implementasi, dan seterusnya. Bukan menyusun thesis, mencari pertentangan di dalamnya, merumuskan antitesis, mempertandingkan, menyimpulkan sintesis, semacam itu. Aku engineer, bukan filsuf. Jadi gangguan tidur yang ajaib kayak di atas itu menggangguku, bukan membangkitkan ide :).

So, dari Borromeus, aku pergi ke RDC (Telkom Research & Development Centre). Hari Senin itu ada pertemuan membahas pengembangan komunitas di sana. Timnya sendiri dari beberapa divisi, termasuk Divisi Multimedia, Content&Application, Training Centre, dll. Orang2 yang menarik, bergagasan segar. Aku serasa disegarkan lagi. Bukan saja dari gangguan tidur malamnya, tapi juga dari diskusi panjang di Divisiku sendiri, yang nggak lari ke mana2. Orang2 di Divisiku, aku pikir, bukan orang yang paling pas untuk membahas soal komunitas, soal IT, soal Internet. Aku berharap dari sinergi antar divisi macam ini, pengembangan komunitas bisa lebih efektif dilakukan. Sayangnya, tentu saja, hasil diskusinya masih jadi rahasia perusahaan, jadi belum mungkin disebar via blog :). Haha. Weits, bukan berarti rapat menarik ini membuat mataku terbuka lebar. Aku tetap tertidur dua kali. Dimulai dari nyeri yang meningkat lagi di wajah sebelah kanan, naik ke mata. Mata harus ditutup sebelah, menahan nyeri. Yah, malah tidur. Bangun, diskusi lagi, dan proses itu terulang lagi. Malu2in :).

So, selesai rapat, aku langsung pulang. Bobo panjang. Semua HP diset silent. Internet dibatasi beberapa menit saja. Email, BBC, blogwalking singkat, selesai.

Ini hari Rabu. Nyerinya masih. Tapi tak seseram hari Minggu s.d. Selasa kemarin. Mudah2an Kamis besok bisa lihat kantor. Dan aku malah nulis blog. Mudah2an tidak ada salah2 kata, salah ide, pelanggaran etika, dll di entry ini. Kalau ada, mohon maaf. Agak sulit jernih kalau masih menahan nyeri.

Tambahan buat mereka yang kirim email menanyakan ke mana aku sampai nggak nulis blog: Wow, makasih. Tapi blogosfer Indonesia sungguh luas. Satu penulis istirahat, ada ribuan lainnya. Coba luangkan waktu melihat blog2 baru. Keren2 loh :). Aku sendiri mengamati hal buruk terjadi padaku di minggu yang buruk ini: meningkatnya sarkatisme. Jadi terlalu mudah menyerang kebodohan. Aku jadi mirip Dogbert, atau RMS46 — mana yang lebih sarkastik. Bukan berarti toleransi menurun. Toleransiku terhadap hal itu selalu rendah. Tapi biasanya tak harus sarkastik.

ITS

Hari Rabu lalu, seangkatan mahasiswa ITS mengunjungi Telkom Divre III. Seperti biasa, sebagai pihak yang paling tidak sibuk di kantor, aku ditugaskan untuk memberikan knowledge sharing. Agak menyesal sih, secara aku pikir mereka akan lebih senang kalau diknowledgesharingi oleh kakak kelasnya, alumni ITS, yang masih inflasi di divisi kami ini. Aku sendiri masih menjadi anggota dari Ikatan Alumni Non-Institut :). Hey, IEEE dan IET memang institut, tapi nggak ada istilah alumnus di sana.

Mahasiswa ITS yang datang sejumlah 70an. Biar Nining (sebagai EO dan MC) yang memberikan angka pastinya. Aku ditemani Pak Epi Rivai. Atas info dari PR, knowledge sharingnya berjudul Teknologi Telekomunikasi Masa Depan. Isinya jadi NGN dan NGMN lagi. Tapi nggak sampai services. Kelamaan nanti :). Tentu dengan menceritakan langkah awal Telkom Group menuju ke sana, serta target Insynch 2016. Plus versi2 mobilenya, baik 3GPP maupun 3GPP2.

Tanya jawab aku bikin jadi format diskusi, dengan mengembalikan pertanyaan dari mahasiswa untuk dijawab mahasiswa lainnya. Jadi lebih seru :). Alhamdulillah, demam panjang dan asthma yang mengiringi dua minggu ini bisa disembunyikan sebentar. Juga kebiasaan pelupa bisa dieliminasi.

Tapi, sekarang kok malah kambuh lagi ya. Demamnya, bukan pelupanya :(

Mild und Leise

Aku sering terpaksa berpikir bahwa jangan2 sebentar lagi blog hanya berisi curhat. Informasi lain jadi basbang, karena kita hidup di zaman Wiki. Lucu misalnya kalau kita menulis tentang keunikan suatu budaya atau tokoh sejarah atau celah kecil dalam sains, dalam format blog yang ringkas. Di Wiki lebih lengkap! Tak heran banyak blog2 lama yang dihapus. Sulit dibayangkan bahwa baru beberapa tahun yang lalu kita hidup tanpa Wikipedia dan Google.

Tempat pertama kali aku tidur di luar tanah Jawa adalah kota kecil Perros-Guirec (Perroz-Gireg), di tepi pantai Trestraou, dekat kota Lannion (Lannuon), di Côtes-d’Armor (Aodoù-an-Arvor). Perginya cuma bawa bagasi kecil: beberapa baju, tanpa notebook, tanpa buku, tanpa CD. Mau beli buku & CD di sana aja. Mau bobo, entah dari mana, bagian tengah dari opera Tristan & Isolde mengganggu pikiran, terulang2. Bukan Prelude dan bukan Liebestod (bagian penutup opera ini). Sampai sekarang masih bisa terdengar :).

Sebelum hari terakhir di Lannion, aku jadi guide buat teman2, bermobil berkeliling Côtes-d’Armor bagian utara, cari sebuah planetarium yang konon ada di daerah Pleumeur-Bodou (Pleuveur-Bodoù). Biarpun salah setir ke kiri melulu, akhirnya kami sampai. Tapi planetarium kosmopolis itu sudah tutup. Kami jalan2 di sekitarnya, dan menemukan kampung Asterix. Ini bukan tempat wisata, melainkan reservasi budaya Galia asli zaman Asterix. Jadi tak ada keramaian. Hanya sebuah kampung kecil, dengan bangunan rumbia, dipagari kayu tinggi2. Tak beda jauh dengan komik Asterix. Dan kalau kita lihat komik Asterix, selalu ada peta di Hal 1. Nah, tempatnya di situ. Hm, sejauh itu berkelana, aku baru tahu bahwa aku sedang menuju Kampung Asterix. Tapi, aku udah bilang, waktu itu belum ada Wikipedia. Bahkan Google.

Daerah Côtes-d’Armor terletak di provinsi Bretagne (Breizh). Ini adalah bagian dari wilayah Brittany yang asli, yang dulu beribukota di Nantes. Kini, Nantes sudah menjadi ibukota provinsi lain, dan Bretagne beribukota di Rennes (Roazhon). Penulisan nama ganda yang aku lakukan dari tadi mencerminkan bagaimana nama tempat di tulis di daerah itu: nama Perancis, diikuti nama Brittany. Brittany sendiri merupakan bagian dari sabuk Celtic. Satu2nya anggota sabuk Celtic di luar wilayah kepulauan Britania. Wilayah Celtic lain yang tersisa adalah Skotlandia, Irlandia, Wales, Isle of Man, dan Cornwall. Apa sih yang terbayang dari nama Celtic, selain musiknya yang syahdu, dan sejarahnya yang merupakan perpaduan perang dan romantisme? Enya? Haha. Tristan tentu.

Dan itulah lucunya. Lama setelah aku balik ke Isle of Java, baru aku tahu bahwa setelah terluka, sang Tristan dibawa kabur dengan perahunya ke wilayah Brittany ini; di mana kemudian Isolde menyusul, untuk hanya melihat jasad Tristan di persembunyiannya di tepi pantai Brittany itu, lalu — menurut Wagner — mulai melantunkan bait2 Liebestod: Mild und Leise …. Haha, mana ada orang Celtic berbahasa Jerman :p.

Jangan2, di pantai Côtes-d’Armor itulah dulu Tristan menunggui Isolde. Menimbulkan suara bising yang mengganggu tidurku.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑