Page 2 of 209

Flobamora

Eposide di Q2 2021 ini berjudul Gernas BBI Flobamora: tiga buah singkatan yang kepanjangannya bisa digoogle. Pada Q1 2021 vaksinasi Covid-19 telah dimulai; dan aktivitas pengembangan ke wilayah sudah dapat dilanjutkan kembali. Kami beroleh tugas di provinsi NTT. Di awal, fokus hanya pada sebagian Flores dan Sumba, namun kemudian diperluas ke seluruh NTT. Aktivitas sangat diwarnai keterbatasan akibat berbagai pembatasan masa krisis; plus sempat juga ada topan Seroja di NTT bulan April.

Kegiatan diawali di pertengahan Maret dengan pre-event yang dilaksanakan oleh Kemkominfo, Telkom, Dekranas, dan Bank Indonesia di Labuan Bajo. Telkom mengajukan tema Kilau Digital Permata NTT, yang oleh Staf Khusus Menkominfo, Pak Phillip Gobang, diubah menjadi Kilau Digital Permata Flobamora. Kegiatan direncanakan berupa piloting integrasi berbagai ekosistem digital yang mendukung ekonomi rakyat, termasuk UMKM, pertanian, perikanan, pariwisata, hingga layanan kesehatan dan pendidikan. Pelatihan awal dilakukan dalam bentuk training-for-trainers di RB Labuan Bajo — sebuah fasilitas milik para BUMN yang memang ditujukan untuk memberikan pembinaan dan layanan lain untuk UMKM.

Talkshow di Pre-Event Gernas BBI Flobamora di Labuan Bajo

Sempat terhenti akibat terpaan Seroja, kegiatan ini dilanjutkan di Kabupaten Sikka, Pulau Flores. Di Maumere, kegiatan dilakukan dengan penyelenggaraan pelatihan untuk UMKM, serta beberapa kunjungan pada UMKM yang memiliki keunggulan atau keunikan. Termasuk yang kami kunjungi adalah Workshop Tenun Lepo Lorun di Kecamatan Nita.

Talkshow Gernas BBI Flobamora di Maumere

Diasuh oleh Ibu Alfonsa Horeng, Lepo Lorun (yang dalam bahasa Indonesia berarti Rumah Tenun) ini memungkinkan penduduk di Nita bekerja menghasilkan kain tenun tradisional Maumere yang berkualitas. Bahan-bahan serba alami. Bahkan kapas pun ditanam di sana. Ibu-ibu berusia lanjut memintal kapas menjadi benang dengan pintal kayu kecil serta uliran dari tangan. Benang kemudian ditarik pada sebuah papan, dan didesain pola warna tenunnya, dengan cara diikat dengan batang alang-alang kecil. Benang kemudian diwarnai dengan pewarna alam dari bahan yang ditanam di tempat pula: kunyit untuk kuning, nila untuk biru, mengkudu untuk merah, kayu-kayu untuk coklat, dll. Proses ini diulangi hingga tersusun benang berwarna-warni. Dengan alat tenun tradisional, benang-benang ini ditenun menjadi kain tenun ikat dengan berbagai corak yang indah. Kapasitas produksi yang kurang memadai membuat Lepo Lorun dan banyak lokakarya setempat harus membeli benang jadi juga dari pasaran.

Pemintalan Benang di Lepo Lorun
Proses Mengikat Benang Tenun di Lepo Lorun
Proses Tenun di Lepo Lorun

Di hari berikutnya, kami kunjungi Desa Wisata Watublapi di kecamatan Hewokloang. Desa ini juga merupakan sentra industri berbasis komunitas yang terdiri atas puluhan keluarga, yang berkolaborasi untuk menghasilkan kain tenun berkualitas dengan cara tradisional. Di sini, proses produksi dipaparkan lebih lengkap, karena kami hadir bersama beberapa pejabat dari Kemkominfo, Kem-KUKM, dan Pemkab Sikka.

Bahan-Bahan Pewarna Kain Tenun di Desa Wisata Watublapi
Proses Tenun di Desa Wisata Watublapi
Upacara Pengenaan Kain di Desa Watublapi
Memberikan sambitan / sambutan di Watublapi

Di Maumere, ibukota kabupaten Sikka, team ekosistem pertanian juga menyiapkan kerjasama digitalisasi offtaking produk perikanan dan pertanian, yang didukung Pemkab Sikka.

Setelah Maumere, kunjungan berikutnya adalah Kupang, Ibukota Provinsi NTT, di Pulau Timor. Pelatihan UMKM di sini dilaksanakan oleh team dari Witel NTT; sedang talkshow dilakukan di Hotel Aston Kupang.

Talkshow Gernas BBI Flomabora di Kupang

Selain pelatihan untuk UMKM, kami juga mengunjungi pusat produksi tenun Inda Ndao. Walaupun terletak di Kupang, Ina Ndao banyak menampilkan motif dari Ndao, salah satu pulau kecil paling selatan di Indonesia, bersebelahan dengan Rote. Pemiliknya, Bu Dorce, pernah mendapatkan pembinaan dari Telkom dan BI, namun kini telah dapat membina UMKM lain, termasuk memiliki komunitas UKM Naik Kelas di Kupang.

Bersama Bu Dorce dan Pak Yus di Sentra Produksi Rumah Tenun Ina Ndao, Kupang
Jadi model di Ina Ndao

Di Kupang, kami juga ke La Moringa. Ini bukan kunjungan pembinaan dll, haha. Tapi memang cari tempat lunch yang bersuasana riang di Kupang. AM Telkom yang merangkap fasilitator UMKM di Kupang, Leevenia, menganjurkan ke La Moringa. Selain berupa resto & café, La Moringa juga memproduksi kuliner oleh-oleh yang bahannya diambil dari daerah setempat, terutama daun kelor. Pelopor dan pemilik La Moringa ini seorang dokter; namun berbagai koordinasi dipercayakan pada PIC-nya, Edyth Coumans.

Bersama Ey Coumans di Booth La Moringa, Komodo

Sayangnya, akibat sempat terjadi topan Seroja, kegiatan-kegiatan ini sempat tertunda, jadi kami belum punya waktu untuk menjalankan program di Pulau Sumba. Bulan Juni sudah hadir, dan kami siapkan kegiatan puncak di Labuan Bajo. Pada kegiatan ini, dipercepat kembali kegiatan2 digitalisasi ekosistem di NTT, termasuk pembayaran digital di pasar di Kupang dan Labuan Bajo, offtaking di Sikka yang diperluas ke seluruh NTT, serta promosi produk UMKM NTT melalui Virtual Expo Flobamora. Juga dilakukan evaluasi kembali atas kegiatan yang tengah dilakukan di NTT. Salah satunya adalah dengan pemeriksaan kondisi di Desa Wisata Liang Ndara, binaan dari Telkom Indonesia.

Ditemani Bapak Kristo dalam kunjungan ke Desa Wisata Batu Cecer, Liang Ndara

Sebagai acara puncak, dilaksanakan ceremony yang dilaksanakan di Puncak Waringin, Labuan Bajo, pada 18 Juni 2021 ini. Ceremony dihadiri Menkomarves Luhut Panjaitan, Menkominfo Johny Plate, Gubernur NTT Viktor Laiskodat, Direktur Strategic Portfolio Telkom Indonesia Budi Setyawan, serta representative dari beberapa kementerian dan Bank Indonesia. Beberapa UMKM yang telah kami temui di Maumere, Kupang, dan Manggarai kami jumpai kembali di Puncak Waringin ini.

Beberapa UMKM Mitra Kerja Gernas BBI Flobamora

Kembali ke Jakarta, kegiatan Virtual Expo diperkaya dengan beberapa webinar yang menampilkan para pimpinan dari gerakan nasional ini, termasuk dari Dekranas, Bank Indonesia, Kemkominfo, BPOLBF, dan tentu dari Telkom Group sendiri. Para UMKM peserta Virtual Expo juga mulai diberikan akses ke pasar B2B ke para BUMN melalui PADI UMKM untuk memastikan kontinuitas transaksi.

Diskusi keberlangsungan program dengan Staf Khusus Menkominfo, Bapak Phillip Gobang, di Puncak Waringin
Bahas Rencana Lanjutan dengan Dir Pemasaran BPOLBF, Bu Raisa Lestari

Secara umum, kegiatan ini berhasil membentuk rantai ekosistem, membentuk jejaring antar komunitas yang memiliki berbagai bentuk komitmen dan kapabilitas untuk bersama-sama mengembangkan ekonomi rakyat, khususnya UMKM dan pertanian di provinsi NTT; untuk kemudian pola serupa digunakan dalam ekspansi ke provinsi lain yang tentunya memiliki keunggulan dan keunikan masing-masing — dan menyimpan berbagai potensi menakjubkan yang hanya dapat dipahami saat kita turun dan melihat langsung ke berbagai pelosok Indonesia ini.

Tim kecilku, bagian dari Satgas BBI Flobamora: Haekal, Andien, Ervina, & special agent Leevenia

Oh, kami masih punya hutang untuk pergi ke Pulau Sumba.

Transformasi di Masa Krisis

Aku mem-WFH-kan diri di awal Maret tahun ini karena mendadak kena flu, baru bergabung dengan WFH resmi yang berlangsung panjang hingga menjelang Juli. Pun di hari-hari awal, sambil melihat yang terjadi di RRC dan Eropa, aku mulai mencatat prediksi-prediksi yang tidak optimis, termasuk bahwa (a) virus ini tidak akan pergi, dan kita yang harus menyesuaikan diri, serta (b) andaipun wabah menghilang, perilaku orang sudah berubah, setelah mengalami bahwa banyak aktivitas sebenarnya dapat didigitalkan. Dilengkapi beberapa kajian paper tentang transformasi di level ekosistem dll, sebenarnya aku siap memaparkan pada IEEE Leadership Summit: Engineering in Covid-19 Crises beberapa bulan lalu. Namun, ternyata aku lebih mengasyiki jadi moderator daripada jadi speaker :).

Beberapa bagian dari rencana presentasi itu akhirnya dimanfaatkan hari ini. Atas undangan Mr Ford, hari ini aku bergabung sebagai salah satu speaker dalam diskusi meja bundar (Round Table) dengan judul Business Development in the COVID-19 era: Challenges and Opportunities. Diskusi diselenggarakan Southern Federal University (SFedU) di Rostov, Russia. Narasumber diskusi ini berasal dari kalangan bisnis dan akademisi dari Jepang, Italia, Thailand, Indonesia, dan tentu saja Russia sendiri.

Roundtable dengan MS Team

Paparanku dimulai dengan fakta bahwa dalam beberapa dekade terakhir, sebenarnya perusahaan global dan / atau perusahaan digital memiliki kecenderungan untuk mengembangkan bisnis dengan menumbuhkan ekosistem; dan hal ini mau-tak-mau telah mengubah perilaku dan budaya masyakarat. Jadi, bahkan tanpa krisis dan pandemi pun, transformasi digital dan ekosistem bisnis sudah menjadi keniscayaan. Pandemi hanya mempercepat.

Tahap Transformasi Yang Didorong Krisis

Krisis yang terjadi secara serba mendadak mengharuskan masyarakat untuk mempertahankan aktivitasnya dengan teknologi atau apa pun yang dapat dilakukan. Kantor tutup, tapi orang dapat berkoordinasi dengan teks atau vicon. Rapat dan koordinasi lain jalan terus. Sekolah pun berpindah ke kelas vicon. Ini adalah tahap emergency, saat masyarakat sekedar memanfaatkan teknologi untuk memindahkan aktivitas yang telah ada. Ini segera diikuti dengan fase adaptasi, saatu terjadi perbaikan atau perubahan yang saling adaptif, baik di sisi teknologi maupun di sisi perilaku. Rapat dan koordinasi dianggap wajar dari tempat dan waktu yang tidak harus berdekatan. Informasi yang terbaharui dan kompehensif dapat digunakan bersama untuk mengambil keputusan tanpa harus benar-benar bertemu. Terjadi perubahan yang lebih filosofis. “Mengapa harus rapat? Karena kita ingin semua informasi yang updated dan komprehensif dari berbagai pihak dapat dipertimbangkan dengan berbagai feedback untuk menghasilkan keputusan terbaik. Nah, sekarang, dapatkah ini dilakukan tanpa rapat?” Disiplin pembaharuan data, disiplin pengambilan keputusan dengan informasi komprehensif, serta sistem feedback — yang semuanya sebenarnay dapat dilakukan dengan teknologi informasi yang telah ada sekarang. Maka masuklah kita ke fase transformasi, dengan model aktivitas bisnis, pendidikan, perdagangan, logistik, dievaluasi kembali, dan ditransformasikan memanfaatkan teknologi digital. Ini akan menghasilkan kapabilitas-kapabilitas dan peluang-peluang baru, yang menariknya justru menjadikan krisis ini sebagai pemicu terjadinya ekspansi.

Dan justru di masa krisis semacam ini, dengan keterbatasan yang luar biasa dalam pengembangan kapabilitas serta semakin rumitnya mencari peluang-peluang baru; maka secara pragmatis masyarakat dan bisnis mulai terbuka untuk saling memanfaatkan kapabilitas dan peluang dari pihak lain — terbentuk kolaborasi yang tidak harus bersifat formal, atau dengan kata lain: terbentuk model pertumbuhan melalui ekosistem.

Proses Pengembangan Ekosistem (?)

Ekosistem sendiri dapat tumbuh secara alami, atau tetap dapat ditumbuhkan melalui perencanaan. Ekosistem seperti media sosial, proliferasi aplikasi mobile, dan lain-lain sebagian dipengaruhi oleh strategi yang dirumuskan pengembang platform, sebagian besar diatur oleh para pemakai, termasuk yang menambahkan berbagai feature yang dapat berpeluang menjadi platform yang berbeda. Misalnya, siapa yang lebih platform: Android (yang bisa ditumpangi banyak media sosial) atau Facebook (yang dapat memanfaatkan berbagai sistem operasi)? Namun secara teknologi dan bisnis, tetap perlu dan dapat dilakukan perencanaan pengembangan ekosistem, seperti saat kita mengembangkan bisnis yang bersifat sangat adaptif dan agile. Ekosistem harus dirancang untuk bersifat sangat dan sangat-sangat adaptif sejak awal.

Sergei Vinogradov

Pembatasan sosial di masa krisis COVID-19 ini memaksa kita bekerja di rumah, plus mengurusi pekerjaan rumah. Asisten rumah tangga dll tidak disarankan ada di sekitar wilayah rumah. Kadang vicon urusan kepentingan negara pun dilakukan sambil cuci piring atau seterika. Namun, beberapa malam ini, setelah PADI UMKM sukses diluncurkan, dan vicon malam berkurang, pekerjaan menyeterika terpaksa dilakukan sambil cari aktivitas lain. Aku kurang suka menonton film. Tapi, daripada menonton baju, akhirnya film-film lama di iPad TV ditayang ulang. Sambil mensuasanai 75 tahun berakhirnya Perang Dunia II, beberapa hari ini filmnya tentang Perang Dunia II, e.g. Perang Stalingrad dan Perang Sevastopol.

Namun film Stalingrad membuat teringat pada tokoh Sergei Alexandrovich Vinogradov. Vinogradov ini perwakilan di Kedutaan Uni Soviet di Turki, dan pada usia 33 tahun dipromosikan menjadi Duta Besar. Turki berbatasan dengan wilayah yang sudah jatuh ke Jerman dan sekutunya; namun juga berbatasan dengan beberapa wilayah Uni Soviet di Kaukasus. Turki juga memiliki hubungan diplomatik yang tak terputus, baik dengan pihak Sekutu maupun pihak Jerman. Keberpihakan Turki sangat penting pada semua pihak. Namun sejauh itu Turki merasa tidak berkepentingan pada Perang Dunia II. Tak urung, Stalin mengerahkan pasukan dalam jumlah besar untuk menjaga perbatasan dengan Turki.

Passport Vinogradov sebagai Duta Besar Uni Soviet di Turki

Saat itu pasukan Jerman telah menghancurkan tentara dan rakyat Uni Soviet, merangsek ke selatan hingga sungai Volga, siap mengepung Moskow. Pasukan Hitler juga telah dikirim ke arah Azerbaijan, mencari akses ke sumber minyak dan pertanian di Asia. Hanya tersisa celah tipis wilayah Uni Soviet antara wilayah yang mulai diduduki Jerman, dan negara Turki. Uni Soviet tak bersedia menyerah, dan terjadi perang paling mematikan sepanjang Perang Dunia II di Stalingrad.

Dalam situasi semacam ini, mendadak Vinogradov diminta kembali ke Moskow. Tanpa konsideran. Diminta segera kembali.

Vinogradov mencari penerbangan yang masih memungkinkan, menyeberangi wilayah perang, dan sampai di Moskow. Tidak ada perintah apa-apa lagi. Semua orang menyuruh menunggu saja. Dia diinapkan di sebuah hotel.

Di tengah malam, ia dijemput ke sebuah markas di wilayah Kuntsevo. Di sana, ia menjumpai tak lain dari Stalin sendiri, di meja makan, dikelilingi beberapa anggota Politbiro.

Vinogradov memberi salam kepada semuanya. Stalin mempersilakannya bergabung.
“Berikan vodka dulu untuk Pak Dubes,” pinta Stalin.
Vinogradov melakukan toast demi kesehatan Stalin, lalu minum.
“Sekarang katakan, Pak Dubes, Turki akan memerangi kita atau tidak?” tanya Stalin.
“Tidak, Kamerad Stalin,” jawab Vinogradov, singkat.
“Berikan vodka lagi untuk Dubes Vinogradov,” ujar Stalin.
Vinogradov minum lagi.
“Jadi, Turki akan memerangi kita atau tidak?” tanya Stalin sekali lagi.
“Tidak, Kamerad Stalin,” jawab Vinogradov.
Lalu Stalin menutup, “Baik. Kembali ke Turki. Dan ingat selalu jawabanmu.”

Dengan jawaban Vinogradov itu, Stalin menarik mundur semua pasukan Uni Soviet di perbatasannya dengan Turki, dan mengirimkannya untuk memperkuat Stalingrad.

Sejarah mencatat bahwa perang Stalingrad menjadi titik balik Perang Dunia II. Jerman dapat dikalahkan, dipaksa mundur Tentara Merah Russia, terus mundur hingga kembali ke Eropa Timur, Eropa Tengah, lalu dipaksa menyerah dengan kota Berlin berhasil diduduki Uni Soviet.

Setelah perang, pernah Vinogradov ditanyai sejawatnya: dari mana ia tahu bahwa Turki tidak akan memerangi Russia. Vinogradov menjawab: tidak ada informasi dari petinggi Turki yang mana pun. Andaipun ada informasi, maka informasi mudah berubah dalam ketidakpastian dalam krisis dan perang luar biasa itu. Yang ia lakukan hanya memahami situasi dan kondisi moral yang ada pada para pemegang kekuasaan di Turki, diperoleh dari komunikasi dan pergaulan terus menerus.

Vinogradov pun memiliki jasa besar bagi kemenangan Sekutu di front Eropa Barat. Pemerintahan pelarian Jendral Charles de Gaulle memiliki peran aktif dalam kemenangan di front barat. Namun sebelum penyerangan, ia merasa perlu menanyakan apakah Pemerintah Uni Soviet dapat memberikan pengakuan pada pemerintahan de Gaulle sebagai perwakilan Perancis yang sah. Mereka minta bantuan melalui Vinogradov, dan Vinogradov memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat di Moskow untuk memberikan pengakuan yang diminta de Gaulle.

De Gaulle dan Vinogradov (saat telah menjadi Duta Besar Uni Soviet di Perancis)

Di tahun ini, dan tahun-tahun sebelumnya, aku bekerja di Departemen Sinergi di tempat aku kerja sekarang. Ada unsur diplomasi di sana, ada unsur business intelligence, ada upaya kolaborasi kompetensi, ada penyusunan strategi bersama. Dan salah satu kunci dalam pekerjaan ini adalah terus menerus memahami suasana dan kondisi pemerintah pusat, kementerian, dunia bisnis, dunia industri. Tidak hanya dengan memperoleh informasi, apalagi informasi formal, namun dengan memahami konteks, serta membentuk konteks. Ketepatan pengolahan konteks ini yang menentukan apakah sebuah misi akan berhasil.

Saint-Exupéry 120 Tahun

Andai tidak ada wabah COVID-19, tentu hari ini dirayakan luar biasa oleh para penggemar tulisannya di seluruh dunia. Antoine Marie Jean-Baptiste Roger, Vicomte de Saint-Exupéry, lahir di Lyon 29 Juni 1900. Hari kelahirannya kini disebut sebagai Hari Pangeran Kecil.

Juni tahun lalu aku sempat mengunjungi kembali dinding di Pantheon yang dipahat untuk mengenang Pahlawan Perancis yang menghilang saat misi pengintaian di pantai selatan Perancis 75 tahun sebelumnya (31 Juni 1944). Seorang pioneer di industri penerbangan beberapa dekade sebelumnya, dia memaksakan diri untuk terbang pada usia yang sudah tidak optimal, dan menghilang dalam tugas.

The inscription in Mémory of Antoine de Saint Exupéry, Panthéon

Buku Pangeran Kecil ditulis seolah sebagai memoar dalam keresahan St-Ex, yang bahkan melintasi waktu. Pangeran Kecil resah akibat ancaman kerusakan pada planetnya oleh baobab, akhirnya pergi ke bumi, untuk melihat dunia yang acuh dan bodoh. Dengan bekal seadanya — gambar domba saja — Sang Pangeran Kecil memutuskan kembali. Dia dipatuk ular padang pasir, dan pastinya meninggal, namun sebenarnya ia hanya menghilang. Begitupun St-Ex yang meninggalkan Eropa hanya untuk melihat masyarakat Amerika yang masa bodoh. Ia menyerahkan manuskrip Le Petit Prince ke penerbit, lalu kembali ke Eropa, dan hilang dalam misinya. Pastinya meninggal? Namun ia — seperti yang ditulis di dinding Pantheon — hanya menghilang.

Antoine de Saint Exupéry

Yang dikhawatiri St-Ex untuk dapat merusak Eropa adalah bibit-bibit totalitarianisme, kediktatoran, yang berawal seolah dari gerakan rakyat yang hendak mengangkat harkat hidupnya. Waktu kecil, tak jelas mana bibit tanaman biasa, dan mana tanaman perusak. Namun kita harus waspada. Pangeran Kecil rajin menyapu planetnya, memastikan tuna baobab tak tumbuh. Ia pun mencari domba untuk makan tunas baobab, sambil khawatir domba makan bunga mawarnya. Sebelum St-Ex pergi ke Amerika pun, ia telah didiskreditkan baik oleh Pemerintah Vichy yang mendukung pendudukan Nazi di Perancis, maupun oleh Jendral Charles de Gaulle sang pemimpin gerakan Perancis Merdeka. Pemerintahan Vichy — suka atau terpaksa — memang pendukung kediktatoran Hitler. Namun St-Ex melihat bahwa de Gaulle pun memiliki sikap dan peluang seorang diktator. Musuh kemanusiaan, dan ancaman bagi rakyat, bukan yang di kanan atau di kiri, melainkan potensi totalitarianisme, baik pada individu maupun kelompok.

The Nibs in Mémory of Antoine de Saint Exupéry and the Little Prince

Tahun-tahun peringatan 120 tahun lahirnya St-Ex (serta 75 tahun menghilangnya St-Ex tahun lalu) diperingati secara tenang, nyaris tanpa keramaian. Tahun lalu, Montblanc Jakarta mengundangku menyampaikan cerita Si Pangeran Kecil pada para loyal customer-nya. Montblanc menerbitkan edisi khusus St-Ex tahun 2017, dan edisi khusus Pangeran Kecil tahun 2018, 2019, dan 2020. Tentang perpenaan ini, sila simak di KALAM.ID.

The Little Prince

Site LEPETITPRINCE.EU juga sudah makin dilengkapi dengan data buku Pangeran Kecil yang makin banyak dari 6 benua (minus Antarktika) dan 3 lautan, termasuk wilayah-wilayah di tengah samudera dan di sekitar kutub utara. Situs berbasis wilayah negara itu kini ditemani juga dengan situs baru PANGERANKECIL.COM yang berbasis akar bahasa. Jumlah buku sudah mencapai … ah apa sih relevansinya angka dengan dunia kita?

IEEE R10 Professional Activity Mico

Tahun ini IEEE Indonesia Section berkesempatan menjadi tuan rumah bagi IEEE Humanitarian Technology Conference (HTC), yaitu flag conference ketiga milik IEEE Region 10, setelah TENCON dan TENSYMP. HTC 2019 diselenggarakan di Universitas Indonesia, Depok. Aku hanya berperan sebagai advisor di konferensi ini, jadi tak banyak berperan selain di perencanaan awal. Di HTC 2017 di Bangladesh, sebenarnya aku diundang jadi salah satu invited speaker — namun saat itu gagal berangkat gara-gara kerumitan pengurusan visa Bangladesh.

Seperti juga TENCON dan TENSYMP, ada cukup aktivitas tambahan pada konferensi ini, mengambil kesempatan banyaknya international expert yang hadir di satu tempat — sayang kalau tidak dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu aktivitas tambahan ini adalah mini conference (mico) tentang IEEE Professional Activity.

IEEE R10 Professional Activity Mico diselenggarakan di Hotel Margo, Depok. Kegiatan ini umumnya menampilkan speaker dari kalangan akademisi dan industri. Speaker dalam sesi tahun ini adalah Prof Akinori Nishihara (Director of IEEE R10), Prof Takako Hashimoto (Secretary of IEEE 10 Excom), Nirmal Nair (Professional Activity Coord of IEEE 10), Prof Kalamullah Ramli (Univ of Indonesia), dan si aku dari Telkom Indonesia. Hadir juga dalam aktivitas ini: Prof Wisnu Jatmiko (IEEE Indonesia Section Chair)Emi Yano (IEEE R10 WIE Coordinator), Prakash Lohana (IEEE R10 Humanitarian Technology Coordinator), dll.

Karena paparan diharapkan berkaitan dengan eksplorasi engineering secara profesi, aku menyiapkan presentasi bertema inovasi kolaboratif dalam kerangka ekosistem. Namun panitia mendadak memberi subjudul tentang smart city. Maka jadilah presentasi ini berjudul: Smart City — a context for digital ecosystem collaborative development.

Diawali dengan pengenalan kembali akan konsep ekosistem, yang mengambil metafora dari ekosistem hayati. Ekosistem disusun sebagai kerangka pertumbuhan bersama dengan memanfaatkan kapabilitas dan ruang hidup (opportunity) bersama. Di dalamnya terjadi proses ko-kreasi hingga kompetisi, seperti juga ekosistem hayati. Sebagai pengikat untuk memastikan pertumbuhan efisien dan tidak liar, dibentuklah platform-platform. Pertumbuhan platform, komunitas, aplikasi, dll di dalamnya tidak sepenuhnya alami — karena itu diperlukan perencanaan dalam bentuk arsitektur sistem yang disusun bersama oleh para stakeholder awal (untuk kemudian tetap dapat dikembangkan). Teori arsitektur sistem kemudian juga dieksplorasi. Contoh kasus, tentu saja, tentang pengembangan smart city, sesuai pesanan panitia.

Usai presentasi dan diskusi-diskusi, mico dilanjutkan dengan pameran mini perangkat-perangkat IoT untuk dukungan program kemanusiaan, oleh mahasiswa UI. Diskusi dilanjutkan lebih informal pada sesi makan siang yang asik dan akrab, yang sekaligus mengakhiri mico ini. Kalau lebih panjang, namanya bukan mico.

Imagine | Focus | Action

Di dinding sasaran, tertulis mantra besar ini: Imagine, Focus, Action. Ini adalah satu bagian dari kerangka corporate culture Telkom Indonesia, yaitu Key Behaviours as the Practices to be The Winner. Di setiap pelatihan kepemimpinan, practices ini ditanamkan dalam bentuk praktek (hrrrr), i.e. berlatih menembak.

Ini menarik, karena di negara Indonesia yang amat sangat sipil ini, kesempatan warga untuk belajar menembak sangat kecil. Belajar menembak di Kampus Gegerkalong (Le Campus Guerlain) jadi bonus yang dinantikan di pelatihan-pelatihan kepemimpinan. Kans untuk jadi the winner pun merata, karena tak banyak yang pernah berlatih sebelumnya.

Dalam waktu singkat, para peserta dilatih memegang senapan, mengokang, mengintai sasaran, dan sisanya …. “Coba praktekkan yang tertulis di dinding itu. Bayangkan saat peluru mencapai sasaran. Atur posisi senapan tepat pada fokus. Pastikan tepat. Pastikan akurat. Begitu fokus sudah tepat, action! Tembak. Kalau tidak segera action, fokus akan lepas. Silakan dicoba.” Kira-kira cuma seperti itu teorinya.

Hasilnya? The winner!

Itu praktek yang harus dijalankan di dunia bisnis. Di samping hal-hal yang lebih fundamental, hal-hal praktis memerlukan kedisiplinan pemikiran dan tindakan. Tentukan target, pastikan ketepatan, dan segera ambil tindakan setelah dipastikan. Indecisiveness dan kelambatan bertindak adalah kunci kegagalan.

Einmal ist Keinmal

Lesson learnt lain? Saat menembak, hanya ada kita dan sasaran. Tidak ada hal lain. Tidak ada musuh, tidak ada kompetitor. Menembak memerlukan fokus pikiran ke diri sendiri dan ke target, bukan ke hal-hal lain. Keinginan, harapan, kekhawatiran, kebergegasan, semua jadi musuh. Menang tidak dapat dilakukan dengan mengalahkan orang lain — karena orang lain tidak ada, tidak boleh dipikirkan. Untuk menang, kita hanya bisa mengalahkan diri sendiri.

Sekali lagi, untuk menang, kita harus mengalahkan diri sendiri.

Romania

Dua puluh tahun setelah domain KUN.CO.RO (diregistrasikan di Coventry, 3 Februari 2001), akhirnya aku bisa mengunjungi tanah air [domain]-ku: Romania, 27 Juni 2019. Romania bukanlah bagian dari kawasan Schengen. Namun Romania menerima kunjungan bebas visa dari siapa pun yang telah berada di Eropa. Maka aku masuk Romania melalui bandara Bologna di Italia, langsung ke Bucharest.

Benteng Peles dekat Sinaia di Prahova

Romania termasuk salah satu tanah airku. Jadi aku cukup hafal sejarah bangsa ini, termasuk sejak principalities Romaneasca, Bessarabia, dan akhirnya Transilvania dipersatukan menjadi Kerajaan Romania. Namun waktu kunjungan yang sangat singkat tidak memungkinkan menjelajahi berbagai tempat bersejarah. Aku luangkan waktu saja untuk mencoba mengakrabi ibukota Bucharest (Bucuresti) dan kota Brasov di Transilvania.

Koen dalam pakaian tradisional hitam berbordir merah.

Bucharest mencitrakan kota modern yang merupakan paduan suasana klasik awal abad ke-20 dan modernisasi ala negara komunis tahun 1970-an. Budaya romance yang menjadi keunikan Romania di tengah negara-negara komunis berbudaya Slavik, Uralik, dan Germanik ini di paruh akhir abad ke-20 ini diangkat dengan menjadikan Bucharest sebagai The Little Paris, lengkap dengan Arc de Triomphe-nya. Kota ini tidak terlalu ramai, dan tidak terlalu mengundang pengunjung. Cukup terasa adanya paduan gamang antara keramahan penduduk dengan keterpeliharaan atau mungkin penghormatan privacy.

Dua jam ke arah utara, melintasi Pegunungan Karpatia (Carpathian Mountains) Selatan, di dekat perbatasan dengan Pegunungan Karpatia Timur, terdapatlah kota Brasov di Transilvania. Posisi Romania yang sempat terkepung Kekaisaran Utsmani, Austro-Hungaria, dan Russia menjadikan kawasan pegunungan ini menjadi benteng pertahanan alami, dan juga tempat yang ideal untuk membangun benteng, termasuk Benteng Peles yang dibangun oleh Raja Carol I di dekat Sinaia akhir abad ke-19; dan Benteng Bran di batas Romaneasca dan Transilvania yang usianya lebih panjang (abad ke-13) dan sempat menyaksikan pertahanan melawan pasukan Mongol dan Utsmani. Ada yang menyebut Benteng Bran sebagai Benteng Drakula. Namun kemungkinan besar, Vlad III yang sering disebut sebagai Vlad Dracula ini justru belum pernah mendiami Benteng Bran.

Pusat Kota Brasov

Brasov sendiri merupakan kota mungil yang masih mempertahankan bentuk tradisionalnya. Kunjungan ke kota ini dinyatakan wajib bagi yang ingin melihat wajah Romania yang sesungguhnya. Walaupun suasana dingin pegunungan sangat terasa, penduduk Brasov relatif lebih hangat dan akrab.

Impermanence is The New Black

Memang gak seru punya blog berusia lebih dari 2 windu: khawatir tema yang sama ditulis berulang. Tapi sesekali OK lah. Ini dari entry tahun 2002: Impermanence, menampilkan culikan kisah dari Calvin & Hobbes :).

impermanence-1

Twitter dinyatakan stagnan, padahal aplikasi ini masih jadi de facto utility for publicized opinion & information. Tapi jutaan user baru lebih memilih Snapchat, yang ditampilkan hanya kepada user yang terbatas. Atau Instagram, yang tidak seleluasa Twitter. Plus kini ada Instagram Story yang tampaknya justru lebih sering diupdate daripada simpanan foto-foto keren di Instagram.

Banyak yang merasa kurang nyaman: Kenapa sih mereka lebih suka pakai Snapchat? Kenapa ide & kenangan ditampilkan cuma sekejab, lalu dibiarkan hilang? Bahkan dengan interaksi yang minimal. Kemana mereka akan lihat lagi kenangan-kenangan & ide-ide yang pernah membakar?

Tapi, Twitter pun pernah mengalami masa serupa. Ide dan interaksi macam apa yang bisa dieksplorasi dalam 140 kata? Komunikasi dangkal, informasi tak jelas validitas-nya, interaksi yang meleset dari konteks. Tentu. Tapi bukankah itu juga yang seharusnya bikin kita lebih arif. Arif memahami bahwa memang begitulah sebenarnya cara manusia berkomunikasi: penuh dengan pelesetan makna, misinformasi, letupan emosi, dan memerlukan kearifan yang berkembang (menjadi so-called kedewasaan). Juga, sebagai akibatnya, membuat kita juga arif mengelola komunikasi dalam media yang akhirnya kita sadari keterbatasnnya.

Jadi tidak relevan lagi celetukan: Kenapa tweeting, bukan blogging? Kenapa menulis blog, bukan artikel serius? Kenapa bekutat di artikel, bukan buku? Kenapa menerbitkan buku, bukan paper di jurnal ilmiah? Dan seterusnya. Dunia makin memaksa kita arif dengan media yang terbatas: ruang & waktu untuk membaca, ruang & waktu untuk menulis, ruang & waktu untuk berfikir.

Impermanence is the new black. Sudah bukan zamannya lagi untuk memaparkan informasi dan gagasan melalui media yang panjang dan permanen. Menulis rangkaian kata formal berbulan bulan untuk dibaca dalam waktu berhari-hari — sementara paradigma berubah setiap saat, dan waktu hidup kita serasa makin pendek — sudah mulai tak masuk akal. Di dunia ini, kita membiasakan diri untuk memanfaatkan media yang pendek, singkat, dan tak tersimpan, untuk membagikan kearifan kita. Di dunia yang sama, kita membiasakan diri untuk tak mensakralkan lagi gagasan kita, dan menganggapnya juga bagian impermanent dari diri kita. Dan tentu ini dunia egaliter, dimana tidak layak lagi menganggap influencing itu penting. Yang terjadi hanya saling merasakan denyut dinamika hidup, dan saling bergerak dalam irama tak sinkron, dan dengan demikian justru membentuk ruang hidup manusiawi yang makin berkualitas.

impermanence-2

Diri kita juga fana. Mirip si mawar dalam kisah si Pangeran Kecil. Tapi itu bukan tragedi. Justru di sanalah sisi perayaan makna kehidupan kita. Haha. Lupakan. Hiduplah.

IEEE Day 2016

IEEE Day diperingati setiap Selasa pertama di bulan Oktober. Konon, pada awal Oktober 1884 itu, para pioneer dan engineer di dunia kelistrikan berjumpa (konon termasuk Edison dan Tesla sendiri), dan memutuskan perlunya membentuk kolaborasi profesional. Kolaborasi itu kemudian mengerucut menjadi organisasi insinyur listrik Amerika atau AIEE. Di tahun 1912, sekelompok hacker membentuk organisasi IRE yang lebih berfokus pada rekayasa listrik untuk keperluan persinyalan, termasuk komunikasi radio. AIEE berfokus ke Amerika, dan IRE meluas ke mancanegara. AIEE didominasi kaum tua, sementara IRE diasiki engineer muda. Jumlah anggota IRE melampaui AIEE. Demi kemaslahatan profesi, akhirnya disusunlah penggabungan organisasi menjadi IEEE pada 1963. Logo IEEE merupakan gabungan dari layang-layang Franklin dari AIEE dan tangan kanan Ampère dari IRE. IEEE meluas ke seluruh penjuru dunia, dan mendalami teknologi pelopor, termasuk biomedical engineering, information theory, nanotechnology, dan seterusnya. Walau didirikan pada tahun 1963, namun IEEE melacak jejak sejarahnya sejak Selasa pertama Oktober 1884 itu.

Awal Oktober ini, kebetulan ada beberapa event di IEEE Indonesia. Jadi kami tak merasa perlu membuat event khusus untuk memperingati IEEE Day. Ini beberapa event IEEE yang aku hadiri sambil merayakan IEEE Day:

ieee-day-2016-v02


SERPONG: SCIENCE & TECHNOLOGY FESTIVAL

Science & Technology Festival diselenggarakan oleh LIPI di ICE Serpong, 03-05 Oktober 2016. Di dalamnya, tercakup delapan konferensi, dari mekatronika, informatika, kimia, dll. Dua diantaranya disponsori juga oleh IEEE, yaitu IC3INA dan ICRAMET. Sebagai bagian dari kegiatan ini, pada Selasa 04 Oktober, diselenggarakan workshop / seminar tentang Kolaborasi Riset & Publikasi Karya Ilmiah, diselenggarakan oleh Kemkominfo, LIPI, dan IEEE Indonesia. Aku menyampaikan paparan 3 jam, menampilkan peluang kerjasama riset & publikasi melalui komunitas profesional, plus prosedur penyelenggaraan konferensi internasional dengan sponsor dari IEEE.

14706736_10154557442689328_4188504795420539185_o

Presentasi & tanya jawab diakhiri foto bersama dengan latar belakang banner IEEE Day 2016.

img_0115


JAKARTA: IEEE LECTURE @ BINUS

Kamis malam, 06 Oktober, IEEE Indonesia Section menyelenggarakan IEEE Lecture di Bina Nusantara University, Jakarta. Aku memberikan paparan selama 2 jam, berjudul Collaborative Platform Architecture for Digital Experience. Peserta dari dosen, researcher, dan mahasiswa S2 / S3 di Binus University. Acara dibuka oleh IEEE Indonesia Section Vice Chair, Dr Ford Lumban Gaol – yang selalu gaol abezzzz.

screen-shot-2016-10-21-at-09_fotor

Berakhir pada pukul 21:00, kegiatan ditutup dengan foto bersama dengan latar belakang banner IEEE Day 2016.

enlight1


DENPASAR: ICSGTEIS & SMART CITY SEMINAR

International Conference on Smart-Green Technology in Electrical and Information Systems (ICSGTEIS) diselenggarakan Universitas Udayana dengan sponsor dari IEEE. Ide ICSGTEIS diprakarsai di FORTEI 2014, saat para dosen Teknik Elektro Universitas Udayana dan aku (mewakili IEEE Indonesia) memperbincangkan (secara informal) kesiapan Universitas Udayana menyelenggarakan konferensi internasional sendiri, plus dukungan ketat dari IEEE Indonesia.

ICSGTEIS 2016 adalah konferensi kedua dalam seri ini, diselenggarakan di Pantai Sanur, Bali, 06-08 Oktober 2016. Kebetulan aku hanya bisa hadir pada sesi workshop di hari ke-3, Sabtu 8 Oktober 2016. Workshop ini sepenuhnya dikelola oleh IEEE Udayana University Student Branch. Fokus workshop ini pada green technology, smart city, dan IoT. Aku menyampaikan keynote speech dengan judul Internet-of-Everything Architecture for Smart City.

14724656_10154577936189328_262998774950804198_n

Tentu kegiatan ini ditutup dengan foto bersama dengan latar belakang banner IEEE Day 2016. Tapi logo IEEE Day ada di kiri & kanan panggung. Kebetulan foto yang lengkap dengan logo ini belum aku terima. Yang ada dulu deh ya :). Oh ya, aku pakai batik dengan motif yang dinamai Batik Kuncoro. Periksa di Google deh.

img_0141

 

APWCS 2016

APWCS (Asia Pacific Wireless Communications Symposium) adalah konferensi regional Asia Pasifik yang dikelola oleh IEEE VTS (Vehicular Technology Society) dari chapter-chapter Tokyo, Seoul, Taipei, dan Singapore. Tak bisa disalahkan jika kita membandingkan dengan APCC yang dikelola IEEE bersama dengan IEICE, KICS, CICS. Tahun ini APWCS diselenggarakan di Tokyo City University, Tokyo; 25–26 Agustus 2016. Aku hadir ke simposium ini dalam misi untuk mengaktifkan VTS di Indonesia, termasuk mengajukan kesiapan Indonesia sebagai host APWCS berikutnya.

Kebetulan aku masih punya 76000 Garuda Miles, dan 70000-nya langsung dikonversikan jadi tiket Garuda Cengkareng–Haneda p.p. Berangkat tanggal 23 Agustus menjelang tengah malam, Garuda mendarat di Haneda tanggal 24 pagi. Mandi di airport, dan langsung menjelajah Tokyo. Kuliner pertama adalah sushi segar yang langsung dibuatkan di depan kita. Wow :). Tentu, didahului sop miso yang khas itu.

img_2016-09-30-222311

Kamis pagi, 25 Agustus, barulah mengarah ke Tokyo City University, di kawasan Setagaya, Tokyo. Khawatir dengan gaya Jepang yang seringkali formil, aku pakai suite dengan gaya yang klasik tapi tetap santai. Di sana, Prof Mamoru Sawahashi, General Chair dari APWCS 2016 siap menyambut. Eh, baru sadar, suite kami matching sekali. Prof Sawahashi menceritakan scope simposium, sebaran pesertanya, dan nature dari penyelenggaraan simposium ini. Setiap konferensi memiliki sifat yang berbeda, dan kadang hanya dapat dipahami dengan langsung mengikuti seluruh kegiatan di dalamnya.

img_2016-09-30-222333

Tak lama, Prof Sawahashi harus memutus percakapan, untuk secara resmi membuka APWCS 2016. Berderet keynote speakers dari kalangan akademisi dan industri bergantian memberikan paparan tentang filosofi dan rencana implementasi Jaringan 5G dengan berbagai aspeknya. Ini selalu jadi saat yang mendebarkan, saat kita memiliki kesempatan mendengarkan update terbaru dari researcher senior yang merupakan para inventor & innovator kelas dunia. VTS memiliki sifat yang lebih spesifik dan fokus daripada society yang besar, semisal Comsoc (IEEE Communications Society)  atau IEEE Computer Society. Jadi paparan para researcher ini betul-betul fokus di cutting-edge teknologi 5G.

img_2016-09-30-222346

Tengah hari, Prof Sawahashi mengajak makan siang ke ruang VIP. Di sini, sekaligus dilakukan General Meeting dari APWCS Board of Governor. Anggotanya bukan hanya dari Jepang, tapi dari berbagai negara stakeholder, dengan gaya masing-masing.

img_2016-09-30-222328

Di BoG meeting inilah, aku memaparkan situasi riset & industri mobile di Indonesia, kapabilitas dan peluangnya, serta kemudian mengajukan Indonesia sebagai host dari APWCS berikutnya. Berikutnya itu bukan 2017, karena simposium semacam ini memerlukan persiapan sangat panjang, dan unik. Jadi mereka membuka kesempatan Indonesia menjadi host pada 2019, jika Indonesia memang dapat meyakinkan komitmen & kapabilitasnya.

img_2016-09-30-222322

Cukup banyak masukan yang diberikan bagi Indonesia dalam meeting ini; terutama bahwa Indonesia belum memiliki VTS Chapter. Selain periset dan akademisi serius, mereka sebenarnya sekumpulan macan. Tapi aku semacam macan lokal juga sih. Dan aku bisa menunjukkan bahwa IEEE Indonesia Section memiliki leadership kuat untuk memastikan keberhasilan program ini. Jadi akhirnya mereka secara prinsip menyetujui Indonesia menjadi host. Namun dalam jangka waktu itu, kita harus menunjukkan langkah-langkah kesiapan.

Lepas presentasi, beberapa anggota BoG mengajak berbincang. Sebagian untuk lebih kenal, sebagian lagi untuk meneruskan assessment :). Experience dari Section dan representative-nya pun (yours truly) dieksplorasi. Beberapa nama penting disebut. Entah kebetulan atau keberuntungan, nama-nama yang disebut itu punya hubungan baik dalam perjalanan networking di IEEE, termasuk incoming Director of IEEE Region 10, Prof Kukjin Chun, dan former Director of IEEE Comsoc Prof Byeong Gi Lee. So far so good.

Usai BoG meeting, aku masuk ke sesi-sesi paralel di simposium ini; menyimak beberapa hasil riset para researcher dan mahasiswa. Namun saat break, aku jumpa lagi dengan Chairman of APWCS BoG, Prof Li-Chun Wang. Kami berbincang cukup panjang di meja kecil. Di sini Prof Wang menyampaikan  concern sesungguhnya dari banyak anggota BoG. Fokus BoG sebenarnya bukan simposium atau conference; melainkan memastikan VTS tumbuh di region ini, dengan kegiatan yang terus bertumbuh. Simposium hanyalah sebuah cara untuk memastikan pertumbuhan kegiatan ini. Prof Wang juga menceritakan bagaimana akhirnya BoG bisa yakin untuk tetap mendukung Indonesia di 2019. OK, deal.

img_2016-09-30-222339

Selesai tugas, masih ada waktu untuk meneruskan belajar berbagai aspek dari vehicular technology, khususnya perkembangan 5G network yang menjadi fokus utama tahun ini. Menarik bahwa IoT masuk ke frame ini bukan sebagai requirement yang harus didukung dengan 5G, melainkan benar-benar merupakan bagian terpadu dari 5G itu sendiri.

Dan masih ada waktu juga untuk beristirahat dan berlibur beberapa hari. OK, yang ini kita sambung di blog lain. Aku masih punya travelling blog loh :).

img_2016-09-30-222316

« Older posts Newer posts »

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑