Avon. Buku The Universe in a Nutshell di amazon·co·uk kena potongan harga 50%, jadi tinggal £10. Dan kalau beli langsung dengan link ini, KBI dapat 15% atau £1.5.
Page 146 of 210
Konon, ilmu memang menggelincirkan orang jadi terasing dengan lingkungannya. Semacam Zarathustra yang jadi mengasingkan diri ke puncak gunung, lalu akhirnya mau turun kembali untuk mendidik masyarakat. Untuk mendidik masyarakat? Selalukah ilmu mendorong orang jadi lebih tinggi hati? Kapankah masyarakat bisa dibentuk dengan pendidikan yang semacam itu?
Barangkali memang ada yang akan mendengarkan para penceramah masyarakat. Tapi orang-orang itu juga akan mendengarkan dan mempercayai apa saja yang sekilas masuk akal mereka, pun termasuk segala ulasan politik, interpretasi agama, dan bahkan tipuan arisan berantai. Sama-sama terdengar masuk akal, sekilas, dan sama-sama bohong. Para pengikut kiai atau ketua partai, dan pemuda yang berteriak di jalan-jalan, dan orang-orang yang sibuk jual beli saham dengan uang haramnya, dan pegawai penganggur yang ikut arisan berantai, barangkali semuanya mengikuti alur paradigma yang sama. Mendengarkan dan mempercayai. Apa masyarakat semacam ini yang mau dibentuk?
Kalau Allâh berkehendak, semua orang akan hidup di jalan yang lurus. Tapi memang hidup fana ini tidak dibuat untuk sekedar hal-hal lurus semacam itu. Kasih sayang tidak dibentuk dengan indoktrinasi, pun dengan jalan yang halus. Kasih sayang adalah sesuatu yang dialirkan dari hati ke hati, satu demi satu. Bukan oleh kiai sejuta umat, tetapi dari guru seorang murid, dari suami ke istri, dari orang tua ke anak, dari sahabat ke sahabat, dari kawan ke kawan, melalui interaksi yang terus menerus dalam kegiatan hidup yang mengalir setiap hari, yang kemudian kita sederhanakan dengan kata masyarakat.
Masyarakat tidak bisa dibentuk. Kita membentuk diri sendiri. Turun, terjun, pegang tanah, kotori pakaian, bekerja dengan ikhlas, dan saling menyayangi dengan orang-orang yang bisa kita sentuh, bisa kita sayangi. Masyarakat berubah dengan cara itu. Bukan dengan cara Zarathustra yang berteriak di tengah pasar “Tuhan sudah mati”, tetapi dengan berbisik ke seorang kawan “ceritakanlah padaku tentang yang maha penyayang”, atau setidaknya dalam bentuk lain “apa khabar?”
Lalu saling mendengarkan, bukan dengan maksud agar orang-orang senang karena didengarkan, tetapi dengan maksud menerima dan memperbaiki diri sendiri. Semakin tinggi ilmu, semakin haus orang akan ilmu, sehingga ia terus mencarinya ke relung hati yang mana pun. Kemudian ketinggian ilmu akan tampak hanya dengan kerendahan hati. Selalu rendah hati. Barangkali orang yang berilmu justru akhirnya tidak pernah mengklaim kebenaran. Sekedar bekerja dengan ikhlas untuk masyarakat, sambil berdoa, bersyukur, dan mohon ampun setiap saat kepada Tuhannya.
Abis nerima mail dari Mr Bídgood, rasanya lebih lapang dikit. Trus meluangkan waktu bikin script PHP buat curi baca berita dari detik·com, buat dipasang di www·kibar·org·uk. Starting from the scratch, setengah jam lebih dikit. Fungsional lah, biarpun rada lucu. Laen kali aja dibenerin.
Akhirnya Mr Bídgood ngasih respons juga untuk final tesis. Cuman sebaris well done, tapi itu udah cukup.
Makhluk satu ini menarik. Waktu orang-orang menulis ratusan halaman untuk tesis, dia menyarankan nulis sekitar 50 halaman. Menulis panjang itu gampang, gitu katanya. Menulis singkat itu sulit. Memang sulit sih, bikin panik aja. Tapi bukan itu aja. Dia juga menyarankan untuk sering jalan-jalan dan nggak terpaku pada tesis. Jadi kalau aku akhirnya ngabur ke York, atau bahkan Edinburgh, itu sekedar memenuhi saran dia (cari alasan maksa amat).
Untuk presentasi, dia ngasih arahan ajaib satu lagi: jumlah tampilan tidak lebih dari lima. Hidup Mr Bídgood !
Beresin website Komunikasi. Motivasinya, menyediakan ruang horisontal yang lebih besar, untuk ilustrasi tulisan-tulisan baru.
Ada satu spin-off kecil lagi dari site itu. Tapi itu soal lain.
Di Q39, semua orang lagi sibuk. Please Q kata salah satu staff. Antri sama siapa, pikirku, aku cuman sendirian aja kok :). Mungkin antri sama kesibukan mereka. Aku duduk aja. Indrejít Mánn, asisten Prof Ashráf Jawaïd, masuk ruangan, dan menawarkan bantuan dengan ramah. Saya cuma mau submit thesis, kata aku. Are you from MSc programme?, tanya Bu Mánn. Yeah, sure, kata aku, dan aku tambahin OT. OT! kata dia dengan wajah heran. Ada apa sih? tanya aku. Dan dia cuman ketawa, sambil bilang You look like a teen.
Yeah, aku juga heran, kenapa rambut lagi susah diatur, pada berjatuhan ke mana-mana. Nggak kayak peserta program OT kali. Tapi kayak teen juga … jauh deh. Misalnya … misalnya apa ya … lain kali aja deh.
Submit thesis ke kampus. Pikiran masih ketinggalan entah di ketinggian berapa, belum membumi.
Kota Coventry sendiri memaksakan diri untuk ceria. Udara berkabut tipis, dan suhu di bawah 10ºC. Tapi orang bertaburan di daerah pejalan kaki, orang-orang tua antri panjang di kasir Marks & Spencer buat menemaniku yang lagi cari bekal sahur, pedagang kaki lima menjual barang-barang imut sambil berteriak-teriak (mirip di buku Herriot), anak-anak sekolah bercakap riuh di perhentian bis, kayak belum rela melepas kenangan kehangatan musim panas. Tapi waktu tak mau dilawan. Gelap cepat sekali datang.
Di bis no 81 (yang cuma ada di siang hari), aku berbuka dengan sebungkus cokelat Skot (memang, buat jaga-jaga, selalu ada cokelat di tas). Di daerah Tile Hill ada yang asing. Aku baru sekali ini lihat rumah-rumah di sana dengan lampu menyala. Jam masih menunjukkan 16.50, tapi langit gelap mirip tengah malam di musim panas.
Di Faraday 125, pertahanan berakhir.
Hikmah Ramadhan yang pertama adalah … thesis selesai !
Terima kasih, Ya Allâh, atas karunia-Mu yang tak pernah ada hentinya, dan atas kasih sayang-Mu yang tak pernah terputus sekejabpun.
Buat para perantau, yang biasanya shalatnya nggak pakai lihat jam, tapi sekarang terpaksa cari waktu shalat (dan jadwal puasa), ada file jadwal shalat yang agak akurat, peninggalan zaman msdos dulu. Tempatnya di kun·co·ro|wagner|prayer-time·zip.
Marhaban ya Ramadhan. Akan terbayarkan sebagian kerinduan ?
Sekali lagi ada selisih pendapat antara Muhammadiyah dengan pemerintah Indonesia. Kayak tahun 1998 dulu, Muhammadiyah menetapkan awal bulan 1 hari lebih cepat. Sambil nunggu berita dari Birmingham, sementara ini aku ngikut Muhammadiyah aja, yang memilih awal Ramadhan tanggal 16. Udah kangen sih, pingin cepet-cepet Ramadhan :).