Page 143 of 210

Q-122, Last Visit

Yang bikin aku rada lega malahan di kampus. Waktu aku ke message board di depan Q-100, seorang mahasiswa berdiri tegang di depan pintu Q-122. Sia-sia berusaha mendorong pintu. Huh, primitif juga, udah tahu pintu dikunci :).
Waktu aku mendekat, mengeluarkan dompet, dia menatap lega. “You got the key! Thanks God!”

That’s the ultimate word for me. Somebody praises his God for what we have done. Thanks God, for letting somebody like that living around me.

8000797

Oh ya, aku bukan melarikan diri dari KL sebenernya, tapi dari pesta :).
Aku cuman datang sekedar biar sopan. Tapi tumpukan alkohol bau pipis kucing
di pojok ruangan itu udah bikin mual dari awal. Terus terlibat perbincangan
dengan Sharon McGuire, satu-satunya pengelola bidang akademik C&W yang
hadir di sana. Nggak jauh dari soal tesis dan wisuda.

Tapi terus dia bilang, “Wait a minute. I’ll be back and dance with you.”
Trus dia ngabur. Wow, sebelum dia balik, mendingan aku yang ngabur deh.

Keun Lee

Tapi KL lagi-lagi bikin keajaiban. Makhluk serius yang disertasinya dinilai terbaik itu masuk ke ruang pesta malam ini dengan senyum lebar. Barangkali masih ingat betapa berisiknya aku di ruang kuliah setahun terakhir :). Berbincang sedikit tentang acara wisuda. Nego dikit sana-sini. Dan waktu aku berjingkat melarikan diri dari ruangan (eh, I never enjoy the party, sebenernya), dia menahan. “Thank you, Koen. I know what you have done.” Aku jadi gugup. “It’s nothing. It’s nothing.” Dia memaksa memeluk aku. Aku peluk balik, terus melarikan diri ke Faraday. Well, mon ami, just forget it.

Chahidi

Aku menatap matanya, trus … “Don’t worry, my friend. Please just tell me your problems. I’ll pretend to concern, and I’ll try very hard.”
Dan Chahidi jadi tertawa keras.

Sebenernya aku lagi serius apa lagi becanda sih?
Kayak ada bedanya aja, buat aku :).

Rasanya aku lagi banyak bersalah sama orang-orang di sini. Hari-hari terakhir tesis, plus assesment, plus acara packing yang rumit bener, bikin aku jadi agak acuh. Masih care untuk ngebantuin temen-temen yang kebeneran belum kapok minta bantuan, tapi nggak sepenuh hati. Solve the problem, leave it, forget it. On ne peut pas bon en tout, n’est pas?.

Waterstone’s

Barangkali aku kurang banyak cerita tentang Waterstone’s. Waktu pertama masuk Waterstone’s di Coventry, aku kagum bener dengan penataan interior toko buku satu ini. Mirip taman bacaan untuk pecinta buku, lengkap dengan sofa dan rak-rak dan penunjuk posisi buku. Tapi Waterstone’s di Leamington lebih bagus lagi. Trus jadi ketagihan membandingkan Waterstone’s di setiap kota. Yang terbagus sampai sekarang masih yang di Nottingham, dengan koleksi buku yang bikin Waterstone’s lain terkesan miskin :). Plus sofa yang tertata dengan konsisten, jadi gampang dicari, plus café dan kamar kecil yang bersih sekali. Yang juga unik adalah resensi buku dari pemilik toko, dengan tulisan tangan cakar ayam khas Inggris, di depan beberapa buku. Waterstone’s Picadilly London yang sering dibanggakan pun nggak sebagus ini.

Tapi hari ini aku ketemu Waterstone’s lain lagi di Birmingham. Ada dua sebenernya. Satu terkesan kecil, tapi di dalamnya luasss sekali. Agak berantakan, tapi koleksinya barangkali selengkap Nottingham. Satu lagi tepat di depan pintu New Street Station, tinggi menjulang. Cara penataan bukunya sama sekali tidak mempermudah pencarian buku. Tapi banyak hal khas di dalamnya. Ada beberapa ruang tematis, kayak satu ruang khusus untuk The Ring dari Tolkien, lengkap dengan pensuasanaan ruang. Di sebelahnya, ada gallery khusus musik klasik. Hey, kenapa aku baru ke tempat ini di minggu terakhir di negara ini? Banyak koleksi prima ditawarkan dengan harga relatif murah. Lengkap sekali. Wagner aja menempati beberapa deret rak. Untung aja aku nggak kemaruk, jadi cuman ambil 3 CD, dan bukan Wagner.

Memang nggak semua Waterstone’s jadi istimewa sih. Yang di Edinburgh misalnya, ditatanya sama jeleknya dengan toko buku Gramedia di Matraman. Yang punya bukan pecinta buku kali. Atau kotanya terlalu bagus, jadi orang lupa menata toko buku.

Mhula

Luis Filippe de Lucas bergegas naik bis di depan Skydome. Agak kaget ngeliat aku duduk di kursi agak ke belakang.

Aku menyambut, “Surprising, huh?”

“I thought you went to Birmingham,” katanya, masih dengan nada heran.

“Indeed. But it’s frozen outside. It’s better to spend 1 hour on the bus than 20 minutes walking.”

“Exactly, my friend. And you can accompany me too. Listen, I just saw the examination board. You have passed with merit.”

“Really? It’s surprising too, isn’t it?”

Birmingham New Street

Ke Birmingham lagi, menemani ratusan ribu manusia di New Street yang bergerak cepat menyambut musim dingin dan akhir tahun.

7976240

“Perpisahan dulu,” pesan Surya sebelumnya. Jadi kita ke Claycroft lagi. Berhubung
masih kekenyangan dari tempat Mas Luthfi, aku cuma ambil nasi sepiring dengan
ayam goreng dengan kue dengan … eh, judulnya “cuma” tadi ya. Kali ini suasananya
Idul Fitri ala Inggris, dengan beberapa bahasa pengantar (Indonesian, British
English, Birmingham English, Fajarian English, dan beberapa slank).

Tapi, seperti biasa, matahari cepat sekali turun. “Hampir maghrib,” kata aku,
“Buka puasa di mana nih kita?”

Pura-pura lupa bahwa hari ini masih kekenyangan makan enak.

Di Westwood, aku menolak makan malam. Di hari Idul Fitri pun ada waktu yang
harus diluangkan untuk mengingat orang-orang yang sedang lapar.

7976220

Mas Luthfi yang berwajah ramah itu menyambut, “Eh Mas Koen, saya baru baca namanya
aja dari email di Kibar.” Akhirnya, ketemu juga dengan si mas yang tulisannya selalu
jernih ini, yang beberapa kali ditanyain Harry Sufehmi ke aku. Sebelumnya, aku pikir
Idul Fitri hari ini bakal jadi hari-hari Coventry yang seperti biasa. Tapi sekitar
perumahan Mas Luthfi, banyak hiasan bergantungan menghias lampu jalan, dengan
tulisan Id Mubarak di mana-mana.

Di dalam rumah Mas Luthfi, aku jadi tahu bahwa aku salah lagi. Idul Fitri hari ini
sama istimewanya dengan Idul Fitri di tanah air. Perbincangan yang hangat, kue-kue
nastar dan kacang, dan berbagai makanan istimewa (yang entah kenapa sama Mbak
Luthfi cuma disebut sebagai “pecel”). Duh, kenapa Idul Fitrinya baru sekarang ya,
waktu udah mau pulang :).

Nggak lama, kita semua terkapar kekenyangan dan keenakan. Teringat bulan Ramadhan
yang lewat dengan berbagai hikmah batinnya, yang selalu ditutup dengan keriangan
jiwa-jiwa yang fitri dan tersucikan. Mudah-mudahan bisa bersua lagi dengan
Ramadhan tahun depan.

Tapi orang-orang Warwick ternyata nggak bisa berhenti. Abis makan belasan macam
makanan sedap itu, jiwa Viking mereka bangkit, dan kue-kuenya dibungkusi. Waaaaaa,
di tanah air nggak ada lebaran pake ngebungkusin kue. Viking! Mas Luthfi yang
ramah sih senyum lebar. Heran, dirampok habis-habisan malah riang. Namanya juga
jiwa yang fitri.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑