Ada khabar-khabar bahwa auctions.yahoo.co.uk
mau ditutup. Pengunjung akan disarankan meneruskan bisnis melalui
www.ebay.co.uk.
Page 133 of 210
Alkisah, kita bermimpi selama tujuh tahun. Waktu serasa
melaju. Tapi waktu kita bangun, kita sadar bahwa kita
belum berubah, segalanya belum berubah.
Masalahnya kemudian, kita akan meneruskan hidup di titik
akhir mimpi itu, atau di titik awal sebelum kita tidur?
Tapi IITELMIT menunjukkan bahsa industri telekomunikasi Indonesia masih ogah menggeser paradigma (haha). Duet Telkom (termasuk Telkomsel) dan Indosat (termasuk Satelindo) masih mencoba menunjukkan bahwa mereka yang terbesar, dengan tampilan gemebyar, display keren, dan seperangkat alat musik. Yang lain dipasang di pinggir, menampilkan alat-alat. ISP bagi-bagi brosur tentang jasa akses mereka. Dan sekali lagi, cuma perusahaan asing dengan marketer asing yang bisa diajak melakukan kajian atas solusi telekomunikasi dan IT dengan sederhana, to the point, bersahabat. Kapan ya orang-orang Indonesia mau bener-bener melihat infokom sebagai infokom, bukan tipuan gemebyar atau bisnis kacangan?
Jalan ke pameran telekomunikasi dan IT, IITELMIT, di Senayan. Not too bad, terutama kalau kita sadar bahwa industri telekomunikasi dunia sedang berada di masa kusam tahun-tahun ini. Orang nggak tahu harus pasang GPRS apa nunggu UMTS, jadi industri selular macet di jalan. Orang nggak tahu harus pasang (G)MPLS dan WDM atau meneruskan ATM dan SDH, jadi industri broadband macet. Kemacetan ini justru menguntungkan kita di Indonesia. Jadi nggak tertinggal-tertinggal amat. Dan IITELMIT jadi masih meriah, dan terasa relevan, biarpun teknologinya nggak beda jauh dengan tahun 1998.
Malam sebelum Rangkas, kita ke Plasa Mandiri. Ngobrol dengan sekelompok hacker-businessman. Aku memposisikan diri sebagai interviewer aja. Cukup seru mengorek solusi-solusi terpadu mereka untuk database perusahaan berskala sedang dan besar (in this case, telecommunications operators), termasuk … khususnya … billing (yang memang diciptakan agar jadi rumit, haha). Tapi jadi lega juga ngebayangin bahwa ada orang-orang semacam itu, yang siap mengawal bisnis infokom kita tanpa selalu berpaling ke seberang lautan. Cafe-nya sih berkesan latin dan klasik. Tapi rasanya kayak abis dari cutting-edge technology conference ajah ;).
Rangkasbitung juga adalah kota yang punya jalan dengan nama Kuncoro :)
Syukurlah, akhirnya aku sampai Rangkasbitung. Tadinya, ini satu-satunya Kandatel di Divre 3 yang belum pernah aku kunjungi. Suasana yang berbeda udah kerasa dari pasar Balaraja, wilayah Banten di luar tol. Memang ada nuansa yang beda dengan negeri pasundan.
Kakandatel Rangkasbitung sendiri orangnya kalem bener, tapi terbuka dan kreatif. Di belakang Kandatel, dibangun sebuah masjid. Di situ, rutin ada jamaah Dhuhur dan Ashr, dengan kakandatel yang jadi imam, plus memberikan kuliah beberapa menit setelah shalat (plus adzan juga, kadang-kadang).
Rangkasbitung itu ibukota kabupaten Lebak. Bupati Lebak tinggal di eks rumah Douwes Dekker a.k.a. Multatuli, kolonis Belanda yang mendadak jadi humanis itu. Nggak ada yang khas di bangunan itu, selain klasik dan terpelihara seperti aslinya. Kita talk beberapa saat tentang e-government dan infrastrukturnya. Tapi konsentrasi suka terpecah ke interior klasik di dalam gedung itu.
Buku-buku berjajar panjang di rak panjang, dengan penjaga
yang tampak bosan. Buku-buku turut bosan, menggumamkan
diskursus yang tak juga berubah, betapapun kita berteriak
“reinvent! reinvent!” dan semacamnya.
Aku tanya ke cermin, siapa yang bikin hikin reinvent jadi
kata usang, dan cermin menampakkan wajah yang itu-itu lagi.
Dengan rambut yang rada lucu, memang.
Setidaknya proses reinventing pun bisa punya rambut.