Category: Science (Page 8 of 12)

Arthur Eddington

Orang mengakui jasa Arthur Eddington, astronom senior Inggris yang membuktikan teori relativitas (umum) Einstein. Yang kita tahu, Eintein mengatakan bahwa ruang melengkung akibat adanya materi; dan akibatnya bahkan cahaya yang tidak memiliki massa pun akan berbelok jika berada dekat materi yang memiliki massa besar. Yang kita umumnya belum tahu, pada ilmuwan yang masih berpegang pada fisika Newtonian juga memiliki pendapat yang nyaris sama: cahaya akan dibelokkan oleh benda bermassa besar, karena Newton memandang cahaya sebagai materi (korpuskel, bukan foton) yang dalam batas tertentu memiliki massa tertentu.

Waktu Eddington akan mengukur posisi suatu bintang di balik matahari, pada suatu peristiwa gerhana matahari, model Newton meramalkan terjadinya pembelokan cahaya sebesar 0.88 detik derajat, jadi 88 per 100 per 3600 derajat. Model Einstein meramalkan pembelokan 1.75″. Melihat kecilnya angka itu, kita bisa membayangkan kerja keras yang harus dilakukan Eddington. Eddington melakukan pengukuran dengan beberapa teleskop di Brasil dan Principe, dan angka2 hasilnya menunjukkan varian yang luar biasa. Tapi akhirnya Eddington menyimpulkan bahwa prediksi Einstein lah yang benar.

Kalau tulisan Einstein nyaris disambut sepi, hasil penelitian Eddington ini disambut luar biasa oleh berbagai media di seluruh dunia. Revolusi. Newton dijatuhkan. Einstein jadi pahlawan.

Makalah 1905

Sampai tahun 1905, Albert Einstein tak lebih adalah seorang troublemaker yang anti kemapanan, dan cukup beruntung bisa bekerja di Kantor Paten di Bern, dan entah kenapa bisa menamatkan PhD di Zurich. Konon sih tadinya tesisnya ditolak karena terlalu singkat. Setelah ditambahi satu kalimat, tesisnya diterima, dan ia dinyatakan lulus.

Tahun 1905, Einstein mendadak rajin menulis soal-soal fisika, dengan ide-ide yang revolusioner, yang seharusnya membuatnya memenangkan setidaknya empat nobel fisika ;). Tentu ini tidak aneh. Sebelumnya, Newton, Gauss, dan beberapa ilmuwan lain juga mendadak produktif dan revolusioner.

Ada enam makalah yang ditulisnya tahun itu. Yang pertama tentang geometri materi (bukan geometri ruangan), dimana ia menjelaskan teori baru untuk menentukan ukuran molekul. Ide ini baru akan terkenal tahun 1960-an kelak.

Dua makalah lain membahas gerak Brown, dimana Einstein menyatakan bahwa gerak acak partikel dalam larutan, yang disebut gerak Brown itu, disebabkan oleh tumbukan acak dari molekul dalam larutan. Ilmuwan Perancis, Perrin, memperdalam soal ini dan memperoleh hadiah Nobel tahun 1926.

Paper yang lain membahas mengapa logam yang kena pancaran cahaya bisa melontarkan elektron. Di sini Einstein menggunakan hasil temuan Planck, yang saat itu masih gamang statusnya dalam dunia fisika. Namun inilah satu-satunya teori yang membuat Einstein memperoleh hadiah Nobel, yaitu di tahun 1921, sekaligus membuat Einstein menjadi salah satu pelopor mekanika kuantum, yang tidak diakuinya itu :).

Dua tulisan yang lain membahas elektrodinamika benda bergerak, dan hubungan antara inersia benda dengan energi internalnya; yang kemudian dinamakan sebagai teori relativitas khusus.

Apa yang terjadi setelah enam tulisan itu? Dalam jangka pendek: tidak ada. Waktu akhirnya Einstein mengajukan pengunduran diri dari Kantor Paten untuk memulai karir di universitas, boss-nya hanya bisa menertawai. Gerak Brown, foton, dan relativitas — semuanya ditemukan di kantornya, dan dia tidak mengetahuinya sama sekali.

Alpher Bethe Gamow Delter

Kalau pernah (beruntung) baca buku Pustaka Alam, kita pasti pernah baca kisah George Gamow, ilmuwan Rusia yang bermigrasi ke Rusia, dan menjadi salah satu pionir dalam ilmu kosmologi yang menelaah asal usul alam semesta. Dalam kisah itu, Alfred Alpher menulis makalah tentang kondisi awal alam semesta, atas bimbingan Gamow. Waktu hendak dipublikasikan, Gamow punya ide jahil. Dia menculik nama fisikawan Hans Bethe, yang juga sibuk dengan partikel-partikel dan gaya-gaya elementer, sebagai penulis. Maka jadilah buku itu ditulis oleh Alpher-Bethe-Gamow, sebagai alfa-beta-gamma terciptanya alam semesta.

Yang di Pustaka Alam tidak disebutkan adalah bahwa Gamow juga mendekati ilmuwan Robert Herman, memintanya bergabung, dengan syarat mengganti dulu namanya menjadi Delter. Syukurlah Herman menolak. Kali lain, Gamow, Alpher, dan Herman (masih dengan nama aslinya) melakukan penelitian bersama mengukur suhu teoretis sisa radiasi penciptaan alam, yang menghasilkan angka 2.7K itu.

Chen Ning Yang

Institute of Advanced Study di Princeton, 1966. Ruang kerja Andrew Lenard bersebelahan dengan Chen Ning Yang, si pemenang Nobel tahun 1957. Suatu hari Yang masuk ruang Lenard, berbasa-basi, “Lagi ngapain nih?”

Lenard menceritakan keisengannya hari itu. Atom kan sebagian besar terdiri dari ruang hampa. Kenapa materi yang tersusun dari atom itu bisa membentuk struktur yang kuat? Yang ternyata tertarik juga. Bikin penasaran, katanya. Ada dua kemungkinan tentang masalah ini: ini masalah yang sangat sederhana, atau justru sangat sulit.

Jadi Yang balik ke ruangnya. Dan mulai terdengar ketukan-ketukan, tanda Yang mulai asik mencorat-coret di papan tulisnya, menghapus-hapus, mencoret-coret lagi.

Tapi tiba-tiba suara ketukan berhenti. Sepi seketika. Pingsan kali.

Tapi ternyata bukan pingsan. Nggak lama, Yang kembali ke ruang Lenard. “Yang betul yang kedua,” kata Yang: “Sangat sulit.”

Lalu menghilanglah si pemenang Nobel itu.

Teori Senasib

Kalau sampai awal abad-21 ini Teori M masih bikin orang pusing, dia sebenernya senasib dengan teori relativitas di awal abad-20, atau teori kuantum di pertengahan abad-20. Tahun2 kemaren, website ini suka cerita tentang penolakan2 atas teori2 pembentuk abad-20 itu.

Waktu kita belajar relativitas di SMA, kita memulai dari cerita percobaan menghitung kecepatan cahaya oleh Michelson, yang memberikan hasil bahwa kecepatan cahaya itu konstan, berapa pun cepatnya asal cahaya itu bergerak. Juga kita masuk ke transformasi Lorentz. Baru Einstein masuk panggung, menggunakan hasil temuan mereka, dan berbekal matematika Gauss/Riemann/Poincaré. Yang jarang kita ketahui adalah bahwa baik Michelson, Lorentz, maupun Poincaré menolak relativitas Einstein.

Tapi Einstein didukung Max Planck. Jadi teori relativitas tidak mati sebelum berkembang.

Einstein sendiri memperoleh hadiah Nobel bukan dari relativitas, tapi dari tulisannya tentang efek fotoelektrik, yang merujuk pada temuan Planck tentang kuantum energi. Tulisan Einstein ini kemudian menjadi dasar terbentuknya mekanika kuantum oleh Bohr dkk. Tapi kemudian Einstein selalu menolak mekanika kuantum ini. Juga Planck.

Gimana nanti Teori M berkembang?

Teori M

Kayak apa sih Teori M? String, katanya, bukan bentuk partikel fundamental, melainkan hanya salah satu bentuk objek yang dinamai brane, singkatan dari membrane. Brane berdimensi banyak, sementara string hanya berdimensi tunggal. Hukum2 fisika akan tergantung oleh getaran dari brane ini. Jumlah dimensi bukan 10 (seperti yang dinyatakan teori string masa itu), tapi 11. Dan lucunya, dilihat dari salah satu dasar Teori M, ruang dan waktu bukan bagian dari dimensi itu.

Pada skana brane tertentu, yang tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar, barulah matriks dimensi2 ini membentuk koordinat yang dapat diamati dan dikenali sebagai ruang-waktu.

Hingga 1995, hanya Stephen Hawking yang pernah menyusun teori yang berisi sekaligus teori relativitas umum dan mekanika kuantum, yaitu waktu dia mengisahkan entropi black hole. Tahun 1996, Andrew Strominger dan Cumrun Vafa menyusun model black hole teoretis dari brane. Entropi black hole hasil hitungan mereka ternyata sama dengan hasil hitungan Hawking.

Waktu (entah sebagai dimensi atau sekedar hasil aproksimasi) yang akan menyaksikan apakah Teori M merupakan lompatan baru bagi fisika masa depan.

Ed Witten

Kita ketahui, skala string dan teori2 selanjutnya, seluruhnya di bawah skala Planck, yang artinya nyaris tak mungkin teramati secara fisik. Aneh juga bahwa namanya masih ‘fisika’ :). Biasanya namanya baru jadi fisika kalau si konsep sudah terinstansiasi jadi obyek :). Ed Witten sendiri tidak memperoleh hadiah Nobel, tetapi medali Fields, yang konon lebih bergengsi bagi para matematikawan.

Jadi Ed Witten itu fisikawan atau matematikawan? Buat bikin kita keki, sebenernya dia mengambil major di sejarah. Fisika cuman jadi minor? Lebih bikin keki lagi: dia nggak ambil kuliah fisika — fisika itu cuman hobby.

Si makhluk ajaib ini, di konferensi teori string 1995, menyampaikan bahwa teori2 string yang sedemikian banyaknya itu tidak saling bertentangan. Dia menunjukkan bahwa semua teori itu adalah sebuah pendekatan dari sebuah teori yang lebih besar, yang sekarang dinamai “Teori-M”. Hadirin yang umumnya fisikawan, heboh. Pembicara berikutnya, Nathan Seiberg, begitu kacaunya, dan cuma berucap, “Seharusnya saya jadi spoir truk saja.”

John Schwarz

Tahun 1981, John Schwarz disapa Richard Feynman: “Hai. Berapa dimensi kamu hari ini?” Bahwa Feynman tukang melucu, kita sudah dipaksa hafal. Bahwa Schwarz selalu jadi bahan ejekan, itu juga wajar: teori string yang dikembangkannya, sampai saat itu, tidak pernah mencapai bentuk agak final. Komplikasi matematika yang dibentuknya membuat para ahli string (kemudian dinamai superstring, setelah dipadukan dengan teori supersimetri) tidak pernah sepakat dengan jumlah dimensi yang ada — dan perubahan itu bersifat harian pula.

Schwarz tadinya satu2nya ilmuwan yang menseriusi teori string. Satu lagi sudah bunuh diri akibat krisis multidimensi (percayalah). Dua orang itu tadinya dikoleksi Murray GellMann sebagai barang unik di Caltech.

Tapi seperti Newton yang menyusun fundamental fisika dengan menemukan matematika baru bernama kalkulus (setelah Leibniz maksudnya), atau Einstein yang menyusun fundamental baru dengan menggunakan matematika baru rekaan Riemann, ternyata teori superstring juga harus disusun dengan matematika model baru. Einstein memang beruntung, soalnya tulisan Riemann sempat jadi acuan Einstein (atas jasa baik Marcel Grossmann, sohibnya). Tapi Schwaz tidak punya acuan itu, sampai suatu hari si pencipta matematika baru itu lah yang bergabung dengan para fisikawan supersting. Namanya Edward Witten.

John Bardeen

John Bardeen, memperoleh dua Nobel: satu dari semikonduktor dan satu dari superkonduktor. Mahasiswa elektro dan hobiis elektronika umumnya mengenal nama ini sebagai penemu transistor, bersama rekannya, Walter Brattain, dan bosnya yang pingin ikut nimbrung, William Shockley. Shockley belajar mekanika kuantum di Princeton, lalu memanfaatkan ilmunya untuk meneliti efek semikonduktivitas di Bell Labs, dan menemukan transistor tahun 1948. Pada hari itu, ia pulang, menemui istrinya di rumah, dan cuma berkata, “We discovered something today,” lalu mulai makan malam. Tahun 1956, dia sedang mengocok telur waktu mendengar berita di radio bahwa dia memperoleh hadiah Nobel.

Bardeen meneruskan karir di Univ Illinois, mengutak atik efek superkonduktivitas. Setelah memahami fenomena itu, dia bergegas keluar lab, menemui rekannya, Slichter, diam sejenak, lalu berkata, “I think we’ve explained superconductivity.” Terus diam lagi, seolah2 itu bukan soal besar. Nobel kedua diperoleh dari penjelasan ini.

Selain sains, Bardeen juga suka golf. Tapi sifat diamnya terus dibawa di lapangan golf. Seorang rekan yang bertahun-tahun bermain gold bersama, suatu hari tidak bisa menahan diri untuk bertanya, “Sebetulnya pekerjaan kamu apa sih?” Siapa sih yang mampu menerima dua hadiah Nobel dan tidak pernah menceritakan ke rekannya sendiri?

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑