Category: Science (Page 6 of 12)

Kucing Tak Suka Rasa Manis

Kucing dan keluarganya (singa, harimau, macan) memiliki kelainan dibandingkan mamalia lainnya: mereka tidak punya ketertarikan atas rasa manis. Diperkirakan, mereka memang tidak mampu mengenali rasa manis; padahal pengenalan (dan ketertarikan) akan rasa manis digunakan mamalia untuk mendeteksi kalori suatu makanan ;). Xia Li, dari Monell Chemical Senses Center di Philadelphia, meneliti lebih jauh ke genetika keluarga kucing. Nampaknya genetika mereka kekurangan 247 pasang gen yang disebut Tas1r2, yang mengkodekan T1R2, satu dari dua subunit protein yang membuat reseptor rasa manis di sebagian besar mamalia. Li berprasangka bahwa protein itu tadinya berfungsi pada nenek moyang para kucing, tetapi sekarang tidak lagi. Sementara itu, pasangan subunit itu, yaitu T1R3, dapat berfungsi baik.

Dari Monell juga, Joseph Brand mempertanyakan: para kucing itu jadi karnivora karena tak mengenali rasa manis, atau sebaliknya mereka mendisfungsikan gen pengenal rasa manis karena mereka jadi karnivora. Apa pun yang telah terjadi, jangan lagi menamai kucing Anda “Si Manis” — itu bukan pujian yang menarik buat mereka.

Meowwwww.

Oxytocin

Mengapa kita kadang mudah percaya? Percaya atau tidak, sebal atau tidak, a.l. ini pengaruh hormon. Namanya oxytocin. Pada mamalia non-manusia, hormon ini dikaitkan dengan kelekatan sosial, termasuk fungsi fisiologis yang berkait dengan reproduksi. Lebih jelas, hormon ini membantu hewan mengatasi kecenderungan untuk berjauhan, dan memungkinkan hewan lain melakukan pendekatan.

Michael Kosfeld dkk dari Universitas Zurich melakukan kajian double-blind untuk membandingkan tingkat kepercayaan manusia yang terpapar oxytocing melalui semprotan hidung, dan yang terpapar placebo. Setelah disemprot, para korban testing ini melakukan permainan kepercayaan dalam bentuk investasi uang. Uangnya dalam bentuk unit tertentu (mirip B$ kali ya), yang nantinya boleh dijadikan uang beneran kalau permainan selesai.

Menurut peneliti ini, teramati bahwa oxytocin meningkatkan tingkat trust para investor ini. 45% korban oxytocin berani bermain pada tingkat kepercayaan paling kritis, sementara hanya 21% korban placebo yang berani. Apa artinya oxytocin juga meningkatkan keberanian mengambil resiko? Tidak juga. Soalnya waktu menghadapi statement yang disampaikan melalui komputer, kelompok oxytocin sama tidak percayanya dnegan kelompok placebo.

Kosfeld dkk memang takut bahwa temuan ini dapat disalahgunakan. Hmmh, trus gimana? Lebih enak mempercayai orang yang kita akrabi via Internet dan telepon daripada yang kita akrabi secara fisik, supaya persepsi dan kepercayaan tak tercemari ulah hormon?
Hmmm, no comment deh.

Pakar dan Media

Tidak hanya zaman sekarang media dianggap kredibel dengan sendirinya (pun tanpa perlu upaya mempertahankan kredibilitas). Cerita berikut ini diceritakan fisikawan/kosmolog George Gamow, dengan setting di Russia tahun 1925.

Fisikawan Abatic Bronstein memamerkan kepada Gamow dan Lev Landau, Ensiklopedia Soviet yang terbaru. Di dalamnya, masih disebutkan adanya zat ether yang mengisi ruang semesta, tempat segala macam gelombang energi merambat di atasnya. Ini tahun 1925, 20 tahun setelah relativitas khusus, dan 10 tahun setelah relativitas umum, dan dalam masa keemasan mekanika kuantum. Artikel itu disusun editor yang pakar fisika, bernama Gessen. Gessen belum pernah kuliah fisika, selain di sekolah, plus baca-baca. Artikelnya menjelaskan soal ether secara rinci, sambil menolak teori Einstein. Gamow berencana mempersoalkan hal ini ke media. Tapi, seperti juga para ilmuwan jail lainnya, ia menempuh cara yang lucu. A.l. begini ditulisnya melalui telegram:

Tergugah oleh artikel Anda mengenai ether, kami menjadi sangat bersemangat untuk mulai membuktikan keberadaannya. Kita buktikan bahwa si Albert itu idealistik yang idiot semata.
Mohon dipimpin upaya riset atas materi-materi kalorik, flogiston, dan cairan elektrik (semuanya konsep fisika kuno yang terbukti salah –tambahan)
Ttd: Gamow, Landau, Bronstein, Genazvali, Grilokishnikov

Gessen berang, dan langsung membalas dengan serangan personal yang terbuka. Tak tanggung-tanggung, kelima orang itu diadukan ke Akademi Komunis di Moskva, dengan tuduhan mengingkari prinsip materialisme dialektika dan ideologi Marx.

Lev Landau (Лев Дави́дович Ланда́у)

Karena pakar fisika dan media ensiklopedia itu dianggap kredibel, tuduhan itu langsung diterima. Dua mahasiswa penandatangan kehilangan bea hidup dan diusir ke luar kota. Landau dan Bronstein dipecat sebagai dosen, tapi masih boleh meneruskan kerja sebagai peneliti. Gamow belum mendapat sanksi, karena tidak terkait secara organisasi. Namun Akademi juga minta hukuman tambahan bahwa kelima tertuduh tidak boleh hidup di lima kota terbesar di Russia.

Tahun 1932, Gamow yang muak dengan gaya Russia memutuskan bermigrasi ke barat. Landau yang merupakan patriot Russia memutuskan tetap bekerja di Russia, biarpun selalu hidup dalam kesulitan dan sempat masuk penjara di zaman Stalin itu.

Wolfgang Pauli

“This paper isn’t right. It isn’t even wrong.” Ini kalimat yang cukup terkenal dari fisikawan kuantum, Wolfgang Pauli. Mungkin pernah juga aku buat tulisan tentang Pauli. Tapi biar deh, dobel juga. Pauli bilang, yang nggak boleh dobel itu lepton dalam empat bilangan kuantum yang sama. Dia tak ada sebut apa-apa tentang dua tema kembar dalam sebuah weblog.

OK. Konon, orang boleh bertanya apa pun pada Pauli tanpa khawatir dianggap bodoh; karena bagi Pauli semua pertanyaan itu memang bodoh. Ini terjadi bahkan sejak Pauli jadi mahasiswa. Setelah sebuah kuliah oleh Einstein, Pauli memulai diskusi dengan ucapan, “You know, what Einstein said is not too stupid.” Yup, cuman yang sekelas Einstein yang tidak terlalu bodoh.

Einstein dan Pauli

Aku pernah menulis kesan Feynman tentang Pauli. Dia memberikan ulasan mengapa teori Wheeler-Feynman yang dipaparkan Feynman itu salah, tapi sama sekali tanpa dipahami Feynman sendiri. Pauli sendiri pernah menanggapi seorang fisikawan muda lainnya: “So young and already so unknown.”

Waktu Eugene Gugh — seorang fisikawan lainnya — mencoba mendebat salah satu paparan Pauli, Pauli mendengarkan sebentar, lalu memotong: “Gugh, whatever you know, I know.”

Juga Lev Landau, ilmuwan Soviet yang terkenal keras dan arogan. Landau memaparkan papernya kepada Pauli. Melihat wajah Pauli yang ragu, Landau marah. “Kau pikir ini nonsense kan?” katanya menyerang Pauli. Dan Pauli cuma bisa menjawab, “Nggak. Nggak sama sekali. Idenya terlalu kabur, jadi saya belum tahu ini nonsense atau tidak.”

Setelah PD-2, Pauli sempat bertemu lagi dengan Heisenberg, salah satu tokoh besar teori kuantum lainnya. Sama-sama menyatakan sudah menurunkan semua masalah yang belum terpecahkan dalam teori partikel elementer, mereka berkerja bersama, dan akhirnya menyederhanakan hasilnya dalam satu formula. Hasilnya dipaparkan Pauli di Columbia University, di hadapan tokoh-tokoh fisika, termasuk Niels Bohr (f.y.i., anaknya Bohr ini juga namanya Bohr, juga jadi fisikawan, dan juga memenangkan hadiah nobel, dan berultah pada 19 Juni — tapi ini cerita lain). Setelah Pauli berpaparan, Bohr diminta berkomentar. Jeremy Bernstein menyatakan bahwa diskusi ini adalah diskusi paling tidak umum selama dia jadi fisikawan. Mula-mula Bohr menyatakan bahwa teori Heisenberg-Pauli ini gila, tapi tidak cukup gila. Relativitas dan teori kuantum itu gila, melawan akal sehat yang berlaku. Di lain pihak, teori yang dipaparkan Pauli ini memang ajaib, menarik, tapi tidak cukup gila. Pauli membalas menyatakan bahwa teorinya itu cukup gila. Mereka bicara bergantian. Bohr berkeras bahwa teori Pauli tidak cukup gila, sementara Pauli berkeras bahwa teorinya sangat gila. Ada non fisikawan di sana, seperti Dyson. Tapi dia tidak mau berkomentar menanggapi cara fisikawan papan atas ini berdebat.

Tak lama setelah itu, Pauli sakit dan meninggal. Sebelum meninggal, salah satu yang diucapkannya adalah “Ich weiss viel. Ich weiss zu viel. Ich bin ein Quantengreis.” Dia meninggal di RS, kamar 137 — angka keramat bagi para fisikawan mekanika gelombang.

φ, si Bilangan Emas

Bilangan Fibonacci diambil dari deret 1, 1, 2, 3, 5, 8, 11, dst, di mana suku ke n merupakan jumlah dari n-1 dan n-2. Konon zaman dahulu orang mau mencoba menyusun formula deretnya, yaitu untuk menentukan suku ke n, tanpa harus menghitung ulang dari 1 sampai n. Sampai sekarang konon formulanya belum ditemukan.

Yang menarik dari bilangan Fibonacci adalah bahwa rasio antara bilangan n dan n-1 dapat dihitung. Biarpun bentuknya tidak asimtotik (alih-alih lebih mirip gelombang teredam), dia memiliki nilai akhir yang terus didekati. Dan nilai finalnya tentu adalah sebuah bilangan x, di mana selisihnya dengan 1/x adalah tepat 1. Dengan kata lain, x-1=1/x. Atau x²-x-1=0. Dan dengan x=-b±√ (b²-4ac)/2a, kita peroleh x=½(√ 5+1). Atau 1,6180339887. Ini disebut sebagai bilangan emas, dinotasikan sebagai φ

Tapi kalau aku yang jadi penemunya, aku lebih suka menamai φ sebagai 1/x itu, yaitu 0,6180339887. Jadi angka 61803399 bisa dijual jadi nomor cantik.

φ sering nampak sebagai fenomena yang seolah-olah luar biasa (sebenarnya memang semesta itu luar biasa, tetapi jadi relatif biasa saja kalau dibandingkan dengan apa pun yang ada di dalam semesta sendiri). Banyak bagian dari semesta yang bertumbuh (ataupun meluruh) dengan deret Fibonacci: berkembang dari yang telah ada. Maka dalam jumlah sel yang besar (baik sel hidup maupun ‘sel’ tidak hidup), banyak rasio-rasio di dalamnya yang merupakan rasio dua bilangan Fibonacci serial tinggi, yaitu φ itu. Cangkang kerang bisa dijadikan permulaan. Kemudian telur. Dan bagian-bagian tubuh manusia sendiri.

Di salah satu serial ilmiah BBC, berjudul Face (lagi didiscount gede-gedean di swalayan terdekat), Leonardo Da Vinci palsu memanggil Lisa. “Hai Lisa, kemarilah, biar kulihat wajahmu.” Lalu dia sibuk mengukur lebar mata, hidung, mulut, pipi, dan lain-lain, dan melakukan perhitungan rasio-rasio di selembar papan tulis kecil; dan akhirnya dengan penuh kekaguman ia berseru, “Lisa, ternyata kamu cantik sekali!” sambil terus melihat hasil hitungnya di papan: φ. Lalu jadilah lukisan Mona Lisa.

Dokter bedah wajah (bukan palsu) yang jadi narasumber di situ yakin bahwa kecantikan kuantitatif memang bisa diukur dengan rasio-rasio Da Vinci itu. Dan sifatnya universal. Jadi kalau mau menguji apakah wajah Anda cantik, sila beli CD itu. Tapi perhatikan bahwa yang diukur adalah kecantikan kuantitatif.

Ketidakpastian Heisenberg

18 Desember 1944. Dua puluhan orang mendengarkan presentasi fisikawan Jerman, Werner Heisenberg di Universitas Zurich. Pemenang Nobel Fisika itu memberikan paparan yang mengalir lancar, cepat, sambil mencoret-coret formula nyaris tanpa henti. Hanya dalam beberapa menit, papan tulis sudah penuh dengan formula. Salah satu pendengar, Morris Berg, menjadi gelisah. Dia sudah belajar bermalam-malam untuk mengikuti presentasi ini. Tetapi tetap ada sesuatu yang belum jelas baginya. Ketidakjelasan yang tidak mungkin ditanyakan. Hatinya diliputi ketidakpastian. Tangannya yang berkeringat meraba saku jaketnya, dan merasakan senjata otomatisnya di sana.

Berg adalah anggota OSS (dinas rahasia AS, pendahulu CIA). Tugasnya hari itu adalah menemukan apakah pihak Jerman sudah memiliki teknologi bom atom. Jika itu positif, maka satu-satunya cara menghentikannya adalah dengan menembak Heisenberg di situ juga, tepat di antara kedua mata cemerlangnya.

Misi jorok AS itu bukan semata keputusan para politisi. Ilmuwan sekelas Hans Bethe (yang begitu dikagumi Feynman) turut terlibat dalam upaya ini, dan bahkan mengajukan diri untuk melakukannya.

Lima tahun sebelumnya, tahun 1939, setelah banyak ilmuwan Eropa, termasuk Einstein, Fermi, Szilard, dll, bereksodus ke Inggris, dan kemudian ke AS; Heisenberg melakukan kuliah keliling di AS. Banyak rekan2nya yang mengajaknya pindah ke AS, tetapi Heisenberg menolak. Ia selalu merasa bahwa sebagai ilmuwan terkenal, ia bisa ikut andil meredam keganasan Nazi. Fermi sudah mengingatkan bahwa di Italia ia juga ilmuwan paling terkenal, tetapi fasisme tidak mungkin dilawan akal sehat. Heisenberg tetap kembali.

Kemudian Hahn dan Meitner tak sengaja menemukan teknologi membelah nuklir. Sementara pemerintah AS cuek dengan soal ini, pemerintah Jerman cepat tanggap. Ekspor Uranium dihentikan, impor Radium dilakukan besar2an, dan penyulingan air berat di Norwegia diintensifkan. Baru beberapa tahun kemudian pemerintah AS membentuk proyek Manhattan untuk membangun bom atom.

Heisenberg sempat mamaksa diri ke Kopenhagen untuk bertemu Bohr. Ini langkah yang sangat dicurigai pemerintahnya. Tapi juga dicurigai Bohr yang begitu dikagumi Heisenberg. Yang dilakukan Heisenberg adalah meminta Bohr menjadi mediator, untuk meyakinkan bahwa para ilmuwan sepakat tidak membantu pemerintah masing2 membangun bom atom. Bohr menolak, karena sangat tidak yakin akan niat Heisenberg. Apa jadinya kalau AS berhenti membuat bom atom, misalnya, tapi Jerman terus membuat? Misi pribadi Heisenberg justru dianggap sebagai misi mata-mata untuk menguji apakah pemerintah sekutu benar2 sedang membuat bom atom.

Dan pemerintah sekutu pun memiliki misi tersendiri yang akan dilakukan di Zurich sini. Di sini Berg ragu. Apakah ia sedang menghadapi duta perdamaian, atau antek fasis? Tapi akhirnya ia mengambil sikap di atas ketidakpastian. Ia tidak percaya Heisenberg siap membuat bom atom.

Kebetulan ia benar. Tapi, apakah Berg benar atau salah … hidup memang tidak harus ramah. Dan tentu, hidup memang identik dengan ketidakpastian. Terutama kalau Heisenberg dilibatkan.

Formula Formula

Kayak apa sih formula relativitas Einstein yang konon sudah menggantikan teori gravitasi Newton itu? Kalau ditulis sih sederhana sebenernya:

Ruas kiri persamaan menyatakan kelengkungan (kurvatur) ruang waktu, yang menunjukkan medan gravitasi. Ruas kanan persamaan menyatakan kerapatan energi dan lain-lain dari materi selain medan gravitasi. Formula yang bagus, selama kita tidak harus jadi fisikawan yang membedah arti dari huruf T dan G dengan indeks mu dan nu itu. Sorry, aku kuliah di elektro, dan nggak kebagian main-main dengan tensor. Skalar, vektor, matriks, stop.

Bukan berarti anak elektro nggak main matematika. Hehe. Abis kalkulus, ada teori medan yang sebenernya lebih mirip cabang kalkulus daripada cabang fisika :). Aku dapat A loh. Tapi waktu kuliah antenna yang sebenernya meneruskan aplikasi teori medan, nilainya jadi C. Doh.

Yang konon paling lucu dari matematika versi teknik elektro adalah kesetiaannya pada bilangan kompleks. Nggak tau dimulai dari mana, tapi di elektro, bilangan imaginer dinotasikan sebagai j, bukan i kayak di matematika. Konon karena i sudah dipakai untuk kuat arus. Tapi lucunya, kenapa bukan notasi kuat arus aja yang diubah.

Balik ke teori medan. Mau nostalgia bentar nih. Di catatan awal tahun 2001, aku nulis cerita tentang Faraday, Maxwell, etc. Maxwell memformulasikan teori yang sudah disusun oleh Coulomb, Ampere, Faraday. Bentuknya, kayak yang ada di buku teori medan untuk mahasiswa elektro, adalah sbb:

Persamaan 1 memaparkan teori Coulomb tentang bagaimana medan litrik dihasilkan dari muatan listrik. Persamaan 2 memaparkan teori Ampere bahwa tidak ada yang disebut muatan magnet, karena magnetisme dibangkitkan oleh arus listrik. Persamaan 3 memaparkan teori Faraday yang menggambarkan perubahan medan listrik akibat perubahan medan magnet. Persamaan 4, kembali ke Ampere, menjelaskan bagaimana arus listrik menghasilkan medan magnet. Setelah disusun seperti itu, Maxwell dapat menyusun prediksi-prediksinya, termasuk tentang gelombang elektromagnetik, tentang spektrumnya yang tersebar, meliputi cahaya; dan membuat Maxwell menjadi salah satu ilmuwan terbesar abad ke-19.

Waktu Maxwell pertama kali menulis persamaan itu, bentuknya tidak sesederhana itu. Rada panjang, nggak pakai tanda del, curl, etc. Kayaknya di buku Hayt ada juga versi panjang ini. Demi kesederhanaan, formulasinya ditulis seperti di atas. Tapi, lebih lanjut, formulasi kayak gitu masih disingkat lagi. Kali ini dengan notasi relativistik mirip persamaan Einstein di atas. Jadinya tinggal dua persamaan:

Persamaan pertama menggabungkan persamaan Maxwell 1 dan 4, sementara persamaan kedua menggabungkan persamaan Maxwell 2 dan 3. Cuman, kayak penyederhaan sebelumnya, semakin sederhana formula ini, semakin dalam orang harus belajar untuk membaca dan menggunakannya. Mau coba? Coba mulai dengan ke http://en.wikipedia.org/wiki/Maxwell’s_equations.

Kerja Ilmiah Ala Einstein

Sains, gitu kata Kuhn, tidak dibentuk dari akumulasi pengetahuan, tetapi oleh perubahan paradigma. Basi sih, emang. Apalagi kalau terus kita cerita tentang Newton, Einstein, Bohr, sampai Witten, yang semuanya merupakan contoh orang2 yang menggeser paradigma sains. Ya udah. Tapi aku lagi mau cerita tentang keilmuwanan Einstein.

Wheeler bercerita, bahwa Einstein sungguh mengagumi Newton. Newton berani membuat postulat bahwa ruang dan waktu itu absolut — hal yang ditentang banyak orang sezamannya. Memang ide Newton itu salah, dan Einstein adalah yang paling tahu soal itu. Tapi pendapat Newton itu telah berhasil membentuk landasan ilmiah yang kokoh, yang memungkinkan semua ilmuwan masa sesudahnya menyusun kerangka berpikir, termasuk Gauss, Maxwell, hingga Einstein sendiri.

Trus gimana dengan Einstein sendiri, yang sering dimitoskan sebagai tokoh yang seorang diri memformulasikan relativitas khusus dan kemudian relativitas umum (di samping efek fotolistrik, gerak Brown, dll), sebagai revolusi perombak zaman yang sulit terfahami* ilmuwan di masanya? Para ahli sejarah telah mempelajari buku catatan Einstein, yang membuktikan bahwa Einstein memang ilmuwan besar, bukan sekedar tukang sulap.

Seperti ilmuwan lain, formulasi Einstein tidak dimulai dengan mulus. Ia membuat kesalahan. Banyak sekali. Kalau macet, ia membuka buku, membuat kalkulasi, dan berharap menemui pencerahan. Masih macet? Ia tak ragu bertanya ke rekannya. Rekannya merujuk nama lain, hingga akhirnya Einstein menemui Grossmann. Grossmann sudah membahas tentang tensor kurvatur. Dan ini kemudian jadi landasan matematika bagi relativitas. Selesai. Nggak dink. Masih jauh. Kalkulasi diteruskan, dan masih selalu macet. Sering ada logika kacau di dalamnya. Dan waktu ia benar pun, ia tidak sadar bahwa ia lagi benar. Perlu dua tahun, plus bantuan seorang rekan, untuk melacak tempat kesalahannya, dan kembali ke posisi yang pernah dicapai sebelumnya itu. Dan akhirnya rumusan relativitas umum yang luar biasa itu pun selesai.

Gitu lah kerja ilmiah model Einstein. Nggak mirip pesulap. Dan nggak model pemain tunggal. Dia perlu referensi, dan perlu bantuan rekan2nya. Ilmuwan perlu kerja keras plus kekeraskepalaan minus ketidaksabaran.

Footnote:

* Bahasan tentang relativitas khusus dimulai dengan nama Michelson yang menemukan bahwa kecepatan cahaya sama ke semua arah, plus Lorentz dengan transformasi ruang-waktu berdasar gerak pengamat, plus Poincaré yang sudah mendalami kurva geometri non Euklid di masa itu. Namun Michelson, Lorentz, dan Poincaré tidak paham atau tidak percaya pada teori relativitas Einstein.

Kisah Gravitasi Kuantum Loop

Julian Barbour, ahli fisika dan filsafat yang meninggalkan dunia akademis setelah memperoleh PhD. Tinggal di desa dekat Oxford, ia hidup dari menerjemahkan jurnal ilmiah berbahasa Rusia ke bahasa Inggris. Bebas dari ketergesaan kampus, ia punya keluangan yang memungkinkannya menginterpretasikan persamaan Einstein untuk mendefinisikan ruang dan waktu tak lebih hanya sebagai jaringan relasi.

Dari tulisan Barbour itu, Lee Smolin — yang sebelumnya selalu gagal merumuskan gravitasi kuantum — melihat kesalahan terbesar dalam kalkulasi yang telah dilakukannya selama ini. Banyak ilmuwan di masanya yang menghindari absurditas matematika di tingkat fisika teori dengan memanfaatkan lattice, yaitu semacam sampling frame dalam perhitungan. Ada memang yang tidak mau menggunakan, misalnya Alexander Polyakov dari Rusia. Tapi banyak ilmuwan menyebut bahwa melakukan kalkulasi tanpa lattice itu seperti main akrobat tali tanpa jala pengaman di bawahnya. Nah, Smolin menemukan bahwa kegagalannya diakibatkan oleh pemakaian lattice yang bersifat kontinyu, regular. Seharusnya, dia sadari, latticenya seperti ruang waktu yang dia amati: bersifat relasional terhadap obyek di dalamnya, alih2 menjadi latar belakang yang rigid. Caranya gimana?

Ada bantuan dari penjuru bumi yang lain. Amitaba Sen sedang mencoba menurunkan teori kuantum untuk supergravitasi. Untuk itu ia telah menurunkan persamaan Einstein menjadi sekumpulan persamaan yang lebih sederhana. Banyak yang berminat, tapi belum ada yang serius menggunakannya, sampai akhirnya Abhay Ashtekar mengunakannya untuk mereformulasi persamaan relativitas, sehingga selain secara matematika lebih sederhana, juga cocok dengan formulasi QCD yang saat itu tengah diminati para fisikawan.

Smolin bekerjasama dengan Loius Crane (satu makhluk jenius yang sempat dilarang sekolah 10 tahun akibat ikut demo menentang serangan AS ke Kamboja) untuk merumuskan teori ruang-waktu yang berdasar pada jaringan relasi, atau evolving network of loops. Workshop selama satu semester dilakukan, melibatkan beberapa rekan lain. Persamaan Ashtekar digunakan untuk menunjukkan kesederhanaan pola interaksi loop di lattice yang dibentuk. Tapi kemudian macet lagi.

Salah satu rekan, Ted Jacobson, menyarankan untuk tak menggunakan lattice, dan mengikuti gaya Polyakov. Dan dengan cara itu, dirumuskanlah dasar teori kuantum gravitasi loop. Terpecahkanlah persamaan di skala Planck di mana ruang-waktu tidak terdiri dari apa-apa, selain relasi dari beberapa objek elementer. Bentuknya masih loop, tapi bukan loop di lattice atau bahkan loop di ruang, melainkan loop yang mendefinisikan ruang. Ilmuwan Italia, Carlo Rovelli, datang membawa pendekatan kuantum rekaan mentornya, Chris Isham dari Imperial College, memformulasikan kaitan antar loop, yang tidak terpengaruh apa pun selain loop.

Tapi tentu, masih perlu tahunan lagi, dan banyak ilmuwan lagi, untuk menyelesaikan implikasi teori itu.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑