Adapoen, oentoek bahasa jang lainnja, dipersilahkan berbondong-bondong mengoendjoengi sitoes Multilingual Books. Atau tentu saja ke web Pangeran Kecil.
Kayaknya, dalam hal tertentu, aku pantas dinamai pengkhianat bangsa. Hrrrrh. Melarikan diri sejenak dari kegiatan kerja, aku berlabuh di Gramedia. Gramedia Bogor, entah dengan alasan apa, selalu kerasa beda dari Gramedia Bandung. Barangkali sistem distribusi bukunya rada beda. Buku2 yang aku temui di sini selalu jadi banyak yang menarik, yang nggak pernah keliatan di Gramedia2 Bandung. Jangan dibandingan Matraman loh. Apalagi dibandingin QB. Apalagi Waterstones ;). Mungkin bukan soal distribusi, tapi soal suasana hati aja. Aku di Bogor sebagai tourist (daripada ngaku businessman, mendingan ngaku tourist — sama2 nggak valid), dan di Bandung sebagai penghuni. Jadi beda apa yang tercerap, dan dengan demikian jadi beda juga apa yang ditemui (OK, sedikit nyontek Berkeley, but … how true).
Di mana sih sisi pengkhianatnya? Di gerakan “support your local writer”, yang theoretically aku dukung penuh. Dua bukunya Jura Chandra aku lalap dalam waktu dua malam. Semalam satu. Dan sempat didiskusikan juga. Aku pernah menikmati bukunya Adhitya, dan bisa senyum2 sampai nyengir di depan buku itu. Di Gramedia Bogor ini, dengan semangat tinggi, aku ambil buku “Eituze”. Tapi lucu: kata2 kehilangan bobot, dan kurang dari 1 menit buku itu udah balik ke rak. Juga buku “Re:” yang ditempatkan nggak jauh dari situ, tersentuh kurang dari 1 menit. Dan yang akhirnya terbaca agak lama malah “The Life of Pi” — kisah anak yang terapung di tengah lautan bersama harimau, zebra, etc. Tapi terus aku lihat buku “Insiden Anjing di Tengah Malam yang Bikin Penasaran”, dan akhirnya buku ini yang diambil. Dua2nya terjemahan tentu. Dan belum ada gerakan “support your local translator” yang perlu didukung. Buku Insiden itu, selain menawarkan sesuatu yang benar2 fantastik, juga didukung penerjemah yang cekatan, bukan saja mentranslasi kata tapi juga makna dan rasa. Pengarang Mark Haddon. Pemerjemah Hendarto Setiadi.
Next, ada buku yang juga menarik: “Temporary Sanity” yang belum tersentuh local translator. Kayaknya pas buat aku, yang masih bertahan sebagai “One of The Most Insane Person”. Ambil. Dan dengan demikian ini buku terbitan 2005 yang pertama aku beli. Penulisnya Charles Manz.
Oh ya, jangan bilang aku arogan, tidak nasionalis, ngeselin. Nggak usah bilang gitu. Aku udah merasa bersalah. Tapi: nggak — aku nggak bisa beli buku dengan alasan untuk mencegah atau menghilangkan rasa bersalah.
Oh ya, Bentara versi 2004 udah terbit. Aku mau ambil juga. Tapi tebal dan berat. Nanti aja di kunjungan berikutnya di Gramedia Bandung. Mudah2an yang ini dianggap “local writer” juga.
Berikut adalah hasil kajian yang dilakukan di Eropa Barat mengenai perilaku seksual. Wanita yang berpasangan, jika berselingkuh, memilih pasangan selingkuh yang lebih dominan, lebih tua, lebih menarik secara fisik, lebih simetris penampilannya, dan sudah berpasangan. Wanita lebih cenderung berselingkuh jika pasangan resminya lebih rendah posisinya, lebih muda, dan seterusnya. Bedah kosmetik pada pria mampu menggandakan kemampuannya menarik pasangan selingkuh. Namun semakin atraktif seekor pria, semakin kurang perhatiannya sebagai ayah. Kira-kira satu dari tiga bayi yang lahir di Eropa Barat merupakan hasil perselingkuhan.
Yang melegakan, kajian ini dilakukan bukan pada manusia, melainkan pada burung layang-layang (swallow). Manusia tentu berbeda dengan burung. Mudah2an.
Apakah kecenderungan alami untuk berselingkuh ini lalu membenarkan perilaku perselingkuhan dan poligami pada manusia? Dan lebih dari itu, apakah benar poligami (resmi atau tak resmi) itu menguntungkan manusia, khususnya pria? Hmmm.
Pada tahun 1790, pulau Pitcairn didatangi sembilan penjelajah dari HMS Bounty, disertai enam pria dan tiga belas wanita Polinesia. Ribuan mil dari pulau terdekat, dan puluhan ribu mil dari peradaban, mereka mulai menciptakan peradaban: 15 pria dan 13 wanita. Ketika penjelajah luar menemukan koloni itu 18 tahun kemudian, mereka menemukan tinggal 10 wanita dan 1 pria saja. Pria yang lain? Satu bunuh diri, satu meninggal alami, dan 12 lainnya terbunuh. Satu2nya pria yang hidup itulah hasil seleksi alami yang berdasar kompetisi seksual. Sejak itu, di Pitcairn, ditetapkan bahwa pernikahan harus bersifat monogami. Poligami, setidaknya di Pitcairn, berpotensi membahayakan para pria, dan menghambat peradaban. Dan di mana-mana, saat peradaban mulai dibudidayakan dengan akal, poligami selalu dihapuskan. Setidaknya selalu diawali dengan pembatasan.
Tadinya ada dua standar menghitung bilangan di atas satu miliar. Tadinya? Iya, sekarang konon malah jadi ada tiga.
Metode Amerika-Perancis, yang kayaknya juga dianut Indonesia, menghitung bilangan perseribuan. Satu miliar (atau satu bilyun) adalah seribu juta. Satu trilyun adalah seribu miliar. Satu kuadrilyun adalah seribu trilyun.
Di Inggris dan negara Eropa lainnya (selain Perancis maksudnya), hitungan dilakukan persejutaan. Satu bilyun itu sejuta juta. Satu trilyun itu sejuta bilyun. Satu kuadrilyun itu sejuta trilyun.
Nah, ternyata ada satu metode lagi, yang dinamakan Dimes Logical Counting (DLC). Kayak apa tuh? Lebih heboh, soalnya pakai deret ukur. Pertama, dia niru sistem Inggris: satu bilyun itu satu juta juta. Kemudian kehebohan dimulai: satu trilyun adalah satu bilyun bilyun, dan satu kuadrilyun adalah satu trilyun trilyun. Jadi DLC mengenal angka misalnya tiga bilyun trilyun.
Kosa kata yang dipakai ketiga sistem itu sama: juta, bilyun, trilyun, kuadrilyun, kuintilyul, sekstilyun, septilyun, oktilyun, nonilyun, desilyun. Di Perancis, satu desilyun punya 32 angka 0. Di Inggris dia punya 60 angka 0. Dan menurut DLC, dia punya 3072 angka 0.
Suatu pagi Abdul Qadir Jailani masih terlelap sewaktu saat salat subuh tiba. Seekor kucing melompat ke sisinya dan mengusiknya hingga ia terbangun. Menyadari keterlambatannya, Abdul Qadir cepat-cepat menunaikan salat.
Selesai salat, ia memandang kucing itu. Berkat ketajaman spiritualnya, ia melihat bahwa kucing itu sesungguhnya adalah setan. Kenyataan ini membuat orang suci itu tak habis mengerti. Ia pun bertanya, “Aku bisa melihat bahwa kau adalah setan, tapi mengapa kau membangunkanku agar salat?”
Kucing itu menjawab, “Karena kau memergoki aku, sekalian kukatakan saja padamu. Aku tahu kalau kalau kau ketinggalan satu salat wajib, kau akan melakukan seratus salat sebagai gantinya, jadi kubangunkan kau agar kau cuma dapat satu pahala dari satu salat saja.
(Abdul Qadir Jailani)
Setan tak henti-hentinya memompakan rayuan halusnya hingga sang cerdik pandai menjadi yakin bahwa dirinya harus mengajar orang. Lalu sang Setan membisiki si cerdik cendekia, “Kau harus menghias pemikiranmu dengan bahasa nan elok dan kewibawaan yang menawan. Mainkan juga kehebatanmu. Kalau tidak begitu, kata-katamu takkan punya efek; takkan mencapai hati khalayak dan mereka tak bakalan berhasil mencapai kebenaran.”
Nazi menginjak2 Paris, dan pemerintah Perancis harus dilarikan ke London. Hanya setelah pasukan sekutu pimpinan US masuk ke Eropa, pasukan Perancis berhasil membebaskan negaranya sendiri. Dan itu yang selalu tercatat dalam sejarah. Bukan pasukan US yang membebaskan Perancis. Pasukan Perancis membebaskan negaranya sendiri, dan turut bersama pasukan sekutu untuk membebaskan Eropa.
Jika kita bekerja sama untuk sesuatu yang saya butuhkan, tidak selalu saya harus mengiyakan semua pikiran Anda. Orang yang membantu kita, bukan berarti kawan kita. Orang yang menjatuhkan kita, bukan berarti lawan kita. Dan kalau terlepas dari masalah, jangan berlarut2 memikirkannya — masa depan masih panjang.
Orang US masih berpegang pada cerita koboi yang diromantiskan (dipalsukan) sebagai kisah kepahlawanan. Dan mereka masih berpegang pada ideologi macam itu. Orang Inggris tahu bahwa orang US cuma pintar membual. Tapi tanpa bantuan Inggris, US tidak pernah memenangkan perang yang serius. Lihat Vietnam misalnya, dimana tentara US harus ngabur terkencing-kencing. Di front lain, Perang Eropa, Perang Asia, Perang Teluk, dsb, Inggris harus ikut meyakinkan kemenangan US.
Orang Perancis tahu bahwa waktu US masuk Eropa, alasannya bukan moral. Ada kepentingan US yang mulai terganggu oleh Hitler, dan Hitler harus dihentikan. Roosevelt sendiri mengkiaskan, “Kalau rumah tetangga kita terbakar, kita meminjami selang air bukan karena baik hati, tapi agar rumah kita tidak turut terbakar. Setelah itu, selangnya kita ambil lagi.”
Tentu orang Perancis tahu — sejarah panjang Eropa penuh dengan rasa sakit berkepanjangan, dan meromantiskan masa lalu adalah kekonyolan. Yang lebih penting adalah memecahkan masalah zaman ini dengan kecerdikan, akal sehat, dan ketulusan hati zaman ini.
BTW, kalau di dunia ini bintang tidak bisa meledak … tatasurya hanya memiliki unsur yang miskin. Tidak ada yang lebih berat daripada besi. Tidak bisa hidup juga segala macam tumbuhan, dan hewan, dan kita — kaum-kaum yang hanya bisa hidup setelah adanya kehancuran …
… dan menghayati kehancuran sebagai bagian yang wajar dan nyaman dari kehidupan.
Di ruang tunggu, Stasiun Jatinegara; gatel juga liat orang di depan baca Kompas. Kayaknya menarik, sesuatu tentang musik indie dan Bandung style. Trus ada foto2 di Tangkuban Parahu. Pingin minjem … tapi mood lagi nggak komunikatif. Eh, ada artikel penuh foto tentang Menara Kudus pula. Kayak apa ya. Dibalik, nah malah artikel penuh foto tentang Irlandia Utara. Kayaknya layak berat untuk dipinjem.
Tapi waktu akhirnya salah satu halaman menampilkan Valentina Tereshkova, aku merasa koran ini kali ini perlu dibeli. Execute();
Cool … tumben Kompas punya banyak artikel yang layak baca. Biasanya gitu-gitu aja — basa-basi :). Tapi yang paling menarik hari ini memang tentang Valentina Tereshkova, si kosmonot putri pertama, dan tentang penjelajahan luar angkasa zaman Soviet.
Valya adalah anak yatim dari veteran PDII, menghidupi diri jadi buruh pabrik ban, dan kemudian buruh tekstil, dengan penghasilan ala kadarnya. Tapi sempat ikut program belajar jarak jauh. Ini Soviet — biarpun orang menderita, tapi biaya pendidikan nggak memeras rakyat. Malahan sempat ikut klub penerjun payung. Mana ada di negara kita ada buruh miskin mampu ikut gituan.
Tertarik dengan keberhasilan Sputnik, dan gembar-gembor pemerintah untuk meluncurkan kosmonot, Valya mendaftarkan diri. Ikut pelatihan yang ketat, lama, dan akhirnya terpilih jadi kosmonot putri pertama. Meluncurlah Valya, memakai kode panggilan Chaika, selama tiga hari di dalam Soyuz 6.
Baru 15 tahun kemudian Amerika berhasil meluncurkan astronot putrinya yang pertama: Sally Ride.
Tapi di sini Kompas mulai ngaco lagi. Dia nulis bahwa Sally Ride akhirnya jadi korban musibah meledaknya shuttle Challenger. Padahal kalau kita baca buku Feynman, “What Do You Care What Other People Think”, Sally Ride justru bergabung bersama Neil Armstrong dan Feynman sendiri, dalam komisi penyelidik musibah meledaknya Challenger.
«Orang suka bertanya, bagaimana perasaan kamu bahwa kamu tahu istri kamu akan meninggal tidak lama lagi» — cerita Feynman. Terkejut, resah, pasti. Tapi setelah itu hidup jalan terus. Dengan candaan dan kreativitas hidup yang nggak pernah berkurang, dan dengan pekerjaan yang nggak pernah habis. Hidup jadi berlangsung apa adanya. Seperti orang lain hidup.
Terus Feynman membalik pertanyaan itu. Seandainya ada makhluk hidup di Mars, dan makhluk itu tidak memiliki kemampuan untuk mati (kasihan yach). Kalau makhluk Mars itu datang ke bumi, dia akan sangat takjub mendapati manusia yang akan menghadapi kematian dalam usia rata-rata 60-an tahun. Takjubnya bukan karena kematian. Tapi karena manusia sadar bahwa mereka akan mati. Dan mereka tetap menjalani hidup dengan ceria, dengan dinamika dan kreativitas yang luar biasa.
«Apa yang terjadi pada kami, terjadi juga pada kita semua. Kita punya kepastian yang sama. Hanya saja kami memiliki waktu yang lebih pendek.» gitu lanjut Feynman. Maka waktu Arlene meninggal, dia tidak mau lama-lama melihat badan yang sudah tidak bernyawa lagi. Dia ambil barang-barang Arlene, dan kembali ke proyek, dan menolak orang-orang bersimpati. Hidup jalan terus.
Beberapa bulan setelah Proyek Manhattan selesai, Feynman jalan-jalan ke kota. Di sebuah etalase toko, dia lihat ada baju perempuan yang menarik. Arlene pasti pingin beli baju itu, pikirnya. Pikiran itu menyentaknya, dan membuat dia sadar bahwa dia benar-benar kehilangan Arlene. Lalu untuk pertama kali dia menangis.