Internet 2.0, 3.0, 4.0. Apa yang lalu sudah berubah pada kita? Google, Wikipedia, dan segalanya membuat kita mendadak jadi ingat informasi2 penting — kalau ingat didefinisikan sebagai berhasilnya menampilkan suatu fakta ke layar kesadaran. Info 2.0 (saling comment antar dan dalam blog serta social network) membuat kita mendadak bijak: melihat berbagai hal dari sisi yang berbeda, secara hidup, yang tak mudah diperoleh hanya dengan membaca media mainstream. Ide2 liar pengganggu stabilitas mewarnai wacana kita, membuat kita lebih kreatif dan bijak menyiapkan diri menghadapi masa depan. Dan Internet masih juga tumbuh, dan masih juga berubah.
Ukuran komunikasi Internet sudah mulai dapat dibandingkan dengan otak manusia, yang memiliki titik komunikasi (alih logika) berupa korteks. Komunikasi korteks sendiri tak intensif: hanya 1 dalam 100 dari neron dalam kolom vertikal berdiameter 1mm, dan hanya 1 per sejuta untuk neron yang mulai berjarak. Tingkat komputasi yang sungguh rendah, tetapi sudah cukup untuk membuat otak bekerja sejauh yang kita tahu. Dengan kejarangan semacam ini, analogi bandwidthnya diperkirakan 1 Tb/s; kira2 sama dengan bandwidth backbone Internet saat ini.
Memori korteks cukup besar. Kira2 ada 109 sinapsis antar neron2 setiap 1mm2 korteks, atau total 1011 sinapsis seluruhnya, atau kira2 (sangat kira2) 1015 bit data tersimpan. Masih sangat kira2 mirip juga dengan total data yang tersimpan di Internet (dan bisa disimpan serta diolah oleh Google misalnya). Sebentar lagi Internet bisa melampaui kapasitas sebuah otak. Bedanya, cara kerja otak masih misterius dan belum sepenuhnya diketahui — syukurlah :). Para ilmuwan tengah menyelidiki, termasuk melalui pengamatan terhadap kelainan2, misalnya kepada orang2 sinestesis (yang mengalami persilangan sensasi, seperti mendengar warna, melihat suara, dll). Juga turut diamati frekuensi kerja otak makhluk2 yang diperkirakan memiliki kesadaran, serta kecepatan koneksi korteks yang masih dianggap luar biasa (berjalan di atas sel hayati dengan kerapatan biasa2 itu), melintas banyak sel dengan sinkronisasi yang menarik.
Internet yang tumbuh melebihi prediksi para penciptanya pun meninggalkan perasaan luar biasa seperti itu. Dengan routing terdesentralisasi (menentukan rute terbaik masing2 seusai kondisi trafik masing2), secara keseluruhan ia malah lebih kokoh dibandingkan komunikasi data terkelola yang ada sebelumnya. Dan ini menimbulkan pertanyaan menarik: apakah akhirnya Internet akan memiliki kesadaran?
Jawaban untuk pertanyaan itu bisa teknis dan bisa filosofis. Dan mengingatkanku pada sesuatu yang mengganjal pikiranku waktu masih balita (dan beberapa kali disinggung di sini). Dari mana kesadaran (bahasa aku waktu itu: keakuan) yang ini tiba2 datang ke badan (atau kemudian: otak) yang ini. Darimana kita bisa yakin (selain dengan asumsi dan prasangka baik) bahwa manusia lain juga punya kesadaran semacam ini? Dan sampai mana ini bisa kita teruskan ke makhluk non manusia? Pertanyaan tentang kesadaran pada Internet bisa ditembak dengan asumsi yang sama. Internet nampaknya memang sudah memiliki kesadaran.