Author: Koen (Page 26 of 87)

The Story of Doing Nothing

Ekspresi biasa: “Lagi apa?”
Ekspresi panik: “Nggak ngapa2in, nggak ngapa2in.”

Itu salah satu standard joke antara aku sama Dewi. Trus suatu hari kita menjudulinya “The Story of Doing Nothing.”

Menemui oasis langka kesendirian di tengah riuh tak ramah minggu2 ini, aku mencoba menikmati “doing nothing.” Update MacSquirrel (bukan ke Leopard, masih Tiger, tapi 10.4.11). Scanning buku The Revenge of Gaia dari Lovelock. Tentang Gaia, aku pernah singgung dikit di blog ini. Yang ternyata masih pas, lucunya, malah baca2 jurnal IEEE. Pagi ini (atau barangkali malam tadi), IEEE Communications versi Desember 2007 datang. Biar punya waktu buat baca, kopi Siborong2 (digiling 15 detik, diseduh uap espresso stove, pas sekali) tidak ditambahi es.

gelombang-otak-gue-pagi-ini.gifHmm, coincidentally, banyak artikel di jurnal hari ini berkaitan dengan presentasi aku di Trisakti awal minggu ini (NGMS). Evolusi HSPA di 3GPP Rel 7. OFDM-based Overlay System. Perluasan jaringan 3G/WiMAX via WLAN. WiMAX versi mobile. Pertimbangan biaya untuk arsitektur 4G. Dll. Dll. Yang aku belum masukin hanya yang sifatnya pendek: ad hoc, sensor, dll. Eh, sebenernya dimasukin sih, tapi di bagian service. Ah, pagi yang menyenangkan: paduan kopi dan jurnal yang pas. Sedikit teringat bahwa aku harus bergegas pergi lagi. Ada satu alasan kenapa Telkom menghentikan promosi Telkomnet-Instan Weekend-net. Satu alasan saja. “Kita tidak punya weekend lagi.” Trus, aku pura2 belum lihat jam. Melanjutkan membuang waktu tidak untuk apa2.

Atau, barangkali aku harus sedikit membalik pikiran. Aku lagi berbuat banyak pada dunia. Bahwa aku tidak keluar dari rumah ini, berarti aku tidak menambah kekacauan di semesta di luar sana. Wow, aku menciptakan ketenangan dan perdamaian. I’m doing great thing. Kalau aku keluar, maka — percayalah — chaos akan kembali melanda. Pun — sekali lagi percayalah — tak ada yang bisa aku sumbangkan untuk mengejar target2 bersama. Aku cuman engineer salah jalan. Di tengah lelucon panjang di sana, justru aku sebenarnya “do nothing.”

Trus ingat, di tengah keriuhan “of doing nothing” minggu ini, Pak Adi (a.k.a. Mr Checklist) tak sengaja melihat versi cetax atas presentasiku tentang NGMS. Penasaran karena tidak ada satu checklistpun yang berisi judul aneh semacam itu, beliau mulai menginterogasi: siapa yang buat, kapan, nyontek dari mana? Wakaka. Aku betul2 hidup di ruang yang salah. Secara gitu loh.

Scanning selesai. Kopi tinggal dikit. Blogging ah. “The World of Doing Nothing” masih bisa menunggu sedikit lagi.

Trisakti

So sesuai rencana, aku sedang berada di Universitas Trisakti (Grogol, Jakarta) hari ini. Judul acaranya IEEE Distinguished Lecture on Mobile Telecommunications and Enery Efficient Systems. Ini merupakan bagian dari Dies Natalis Universitas Trisakti. Undangan untuk acara ini diterbitkan oleh Jur Teknik Elektro, Fak Teknologi Industri. Acara dibuka oleh Ibu Ir. Docky Saraswati, MEng, dekan FTI; dan Bapak Ir Chairul G Irianto, MT, Kajur Tek Elektro pada pukul 9.00. Wuih, jadi rajin nulis gelar. Udah ah.

Seperti biasa, presentasi dalam IEEE Roadshow dimulai dengan mengenalkan kembali IEEE; oleh Mas Ary (Chairman of Indonesia Comsoc chapter). Dan berikutnya aku memaparkan tema Next Generation Mobile System, yang berisi ringkasan aspek2 dalam komunikasi mobile masa kini ke depan, baik network maupun servicenya. Di network ada quality of service (QoS), di service ada quality of context (QoC).

Hall di Gedung F-G Kampus A itu penuh sesak. Rupanya kuliah umum ini diwajibkan oleh pihak jurusan kepada Mahasiswa Elektro. Umumnya mahasiswa yang hadir dari Semester 6 ke atas: sudah cukup kritis, tetapi tetap bergaya sopan. Barangkali karena ada Kajur di antara mereka, haha. Puluhan pin IEEE yang aku bawa dari Bandung kelihatannya kurang cukup, jadi akhirnya dibagikan hanya ke penanya, panitia, dan peminat IEEE.

Acara berakhir pukul 12.00. Lalu ramah tamah di Kantor Jurusan Elektro, dan kunjungan ke Lab Telekomunikasi. Hmm, terasa sangat singkat, dan kami meluncur ke Bandung lagi. Sekitar Purwakarta, hujan deras sekali. Nyaris tak nampak apa pun di luar jendela. AWGN :p

Prague

Hah? Novel? Haha, semua orang — pun kala tidur pun tak sempat — perlu pelarian. Novel ini sendiri dibeli gara2 aku mendadak demam Ceska: dapat surat perpanjangan hosting koen.cz, baca Milan Kundera lagi, termasuk akhirnya mengintip filmnya, Unbearable Lightness of Being, dan membuat web pi.koen.cc dengan tagline mempelesetkan Kundera yang lain: The Blog of Laughter on Forgetting. Dalam suasana seperti itu, buku berjudul Prague terasa pas. Biarpun sekilas aku merasa … jangan2 pelesetan dari Plague (Albert Camus).

Novel ini ditulis oleh Arthur Phillips, dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai Praha, dengan nama Prague tetap ditulis di sampul buku. Setting cerita di Budapest (yang, btw, terdiri atas Buda dan Pest), beberapa bulan setelah jatuhnya komunisme. Hongaria mengajarkan rakyatnya menganggap diri perlu ditolong (mereka dijajah Jerman pada PD II, dihancurkan dan dimusuhi semua pasukan yang berperang, lalu dijajah komunis sejak itu). Sebagian besar tokoh cerita ini adalah para expat pencari peruntungan. Sebagai expat pencari peruntungan, tentu saja mereka punya pola pikir tipikal expat pencari peruntungan (haha). Dengan satu atau cara lain, mereka merasa hilang. Ah, post-eksistensialisme, post-Plague :). Yang menarik, dengan demikian, adalah bahwa cerita ini tidak perlu mengangkat tokoh protagonis dan antagonis. Sekedar hidup di tempat yang sedang menata definisi, termasuk tokoh2nya sendiri.

John Price, tokoh yang paling sering diceritakan, selalu merasa punya visi, mengejar entah apa itu, yang dia yakin … tidak di sini. Dia terus mengejar integritas dirinya, somehow, sambil kadang terjebak seperti yang akhir2 ini seringkali aku pikirkan, bahwa sebenarnya apa yang kita lakukan bukan sepenuhnya kehendak bebas. Sebetulnya gue banget, kecuali …

Ada game sincerity di bagian awal: para tokoh bertemu di sebuah meja, bergantian membuat pernyataan (yang tak dapat dibuktikan dengan mudah), lalu semua saling menilai mana di antara pernyataan yang disebut itu yang benar, dan mana yang bohong. Aku sisipkan juga cara berpikir game itu di sini :p.

Maka di tengah cerita, Charles muda (Karoly, anak imigran Hongaria yang lari ke Amrik saat Soviet menyerbu kembali negeri itu di 1956. “Tak benar bahwa kita salah mengerti tentang para komunis. Mereka benar2 pembunuh, dan jahat.”) berkongsi dengan Imre (pengusaha Hongaria yang telah melewati seluruh penderitaan negerinya). Modal Charles diperoleh dari kongsi dengan banyak partner, yang terkesan atas tulisan John tentang Charles (Dia tak selalu menulis yang sesuai dengan hatinya. Tapi inilah hidup: kita tidak tahu mana yang sesuai hatinya dan mana yang tidak). Masalahnya, Imre mengalami koma. Dan Charles menjual perusahaan mereka ke perusahaan asing dengan keuntungan luar biasa. Saat transaksi ditepuktangani, Imre bangun: lumpuh tetapi bisa berkomunikasi. Terjadi ledakan kemarahan dan penyesalan atau tuduhan jahat? Tentu tidak. Ini, sekali lagi, bukan sinetron Indonesia.

“Kayak apa sih rasanya?” tanya John. Untuk mana Charles mengejek, “Hare gene? Mikirin perasaan?” Sebenernya begitulah seringkali kita berpikir: sesekali mencoba berempati dan di kali lain mengabaikan perasaan. Hidup toh harus jalan terus: ini amanah, Bung. Konyol kalau misalnya menuding Charles penjahat. Dia bukan misalnya pengejar harta yang serakah, tetapi hanya orang yang mencoba secara jujur dan terampil mencari kesempatan bisnis. Tertembaknya Charles, dan terfitnahnya John, hanya merupakan cara untuk menutup novel agar tak jadi lembek. John pergi ke tempat yang sesuai visinya: Praha, memasang harapan yang sama, dan barangkali menemui letup2 hidup yang berbeda tapi sebenarnya sama lagi.

Waktu buku ditutup: ah, sebenarnya memang hidup tak jauh berbeda :p. Mudah2an tak terperangkap seperti tokoh Nadya yang menggelung diri dalam ingatan kolektif. Dan, oh ya, novel ini membosankan.

NGMS

Tadinya judulnya mau next generation mobile services. Tapi Mas Ary minta lebih dari service. Haha, service pun bisa beberapa jam, kalau aku dikasih waktu sebanyak itu. Tapi, OK, akhirnya jadi next generation mobile system. Biar masih NGMS. Masih bagian dari rangkaian IEEE roadshow dan knowledge sharing setelah Surabaya bulan lalu. Sayangnya belum sampai ke luar Jawa. Mungkin Mas Ary dan Mas Arief menunggu ada permintaan.

Dengan beralih dari service ke system, aku harus menambahkan soal network. Maka, NGMN, seperti yang pernah sempat diulas di blog ini juga. Tentu NGMN layers yang mengadopsi berbagai metode akses itu akan disinggung juga. Tapi di sisi ini, aku tergerak membahas kandidat-kandidat yang sedang dipertimbangkan oleh ITU untuk menjadi standard 4G.

Lebih jauh soal ini, aku tulis ringkasannya dwibahasa di Telkom.info dan blog Network. Intinya ITU menghendaki transmisi dengan OFDMA (versi multi-user dari OFDM). Tentu diharapkan semua informasi sudah dialirkan sebagai data paket berbasis IP, dari ujung ke ujung (seharusnya ini terlaksana untuk 3G, tetapi kelihatannya waktu itu belum mungkin). Tiga kandidat itu diajukan oleh Ericsson dan kelompok 3GPP serta kubu GSM-nya yang mengajukan LTE (long-term evolution); Qualcomm dan kelompok 3GPP2 serta kubu CDMA-2000-nya yang mengajukan UMB (ultramobile broadband); serta kelompok WiMAX yang mengajukan WiMAX II (IEEE 802.16m). 802.16m ini pengembangan dari 802.16e yang telah memiliki mobilitas terbatas.

Trus … kembali ke soal services :). Tapi sementara itu, malah ada undangan ikut demo dalam rangka menyemarakkan percepatan pembukaan Kode Akses SLJJ. Kayaknya menarik juga. Mudah2an aku nggak jadi baik Franz maupun Sabina, yang harus terjebak kitsch berwujud demo, pawai, acungan tangan, di bawah pemerintahan sarang kitsch di republik yang indah ini. Ah, nggak lah.

Akar Kuadrat dan 5f3759df

Saat source code untuk game Quake III dibuka, orang menemukan kode-kode C menarik dari John Carmack. Salah satunya adalah fungsi invers akar kuadrat, yang pada intinya ditulis sebagai berikut:

float InvSqrt(float x)
{
float xhalf = 0.5f*x;
int i = *(int*)&x;
i = 0x5f3759df- (i>>1);
x = *(float*)&i;
x = x*(1.5f-xhalf*x*x);
return x;
}

Menariknya, hack semacam ini menghasilkan kecepatan kalkulasi yang amat cepat, kira-kira empat kali lebih cepat daripada menggunakan (float)(1.0/sqrt(x)), walaupun sqrt dalam hal ini menggunakan instruksi assembly FSQRT.

Yang jelas, kode ini memanfaatkan metode Newton-Raphson. Tetapi pendekatan yang digunakan, dan terutama penggunaan heksadesimal 5f3759df tentu sangat menarik. Googlekan angka itu, dan temukan petualangan menarik mencari asal-usul baik bilangan ajaib itu, maupun hacknya sendiri. D Ebery misalnya, menganggap shift i>>1 mengakibatkan interpolasi linear pada si invers akar kuadrat. Tetapi, pertama kali, kita harus ingat bahwa si penulis kode sedang memainkan bit-bit floating point yang secara standar akan dikodekan sesuai IEEE 754-1985 (yang memisahkan mantissa dengan eksponen); dan si penulis juga meyakinkan diri bahwa kode ini jalan baik untuk little endian maupun big endian.

Sekarang, metode Newton-Raphson dulu, sambil dipandu C Lomont. Kita akan menghitung 1/akar(x). Definisikan dulu f(y)=1/y2 – x, sehingga nantinya nilai yang kita cari adalah akar positif dari f(x). Dengan metode Newton, jika kita punya pendekatan awal yn, maka kitadapat menghitung pendekatan berikutnya sebagai yn+1 = yn – f(yn)/f'(yn). Dengan f(y) di atas, akan diperoleh yn+1 = ½yn (3 – xyn2), atau dalam kode C di atas adalah x = x*(1.5f-xhalf*x*x), dengan x nilai pendekatan awal y0 kita. Baris i = 0x5f3759df-(i>>1) menghitung nilai awal y0 ini, dengan mengalikan eksponen x dengan -½. Kemudian bagian yang menarik pun dimulai. Karena, hey, yang dishift kan bukan hanya eksponen, tetapi keseluruhan bilangan.

Ada beberapa pendekatan untuk bagian ini. Aku baca baik versi C Lomont maupun C McEniry. Lomont membagi ulasan untuk eksponen genap dan ganjil segala. Tapi akhirnya yang mereka dapati adalah sebuah pola berulang, yang kemudian dicari minimasi kesalahannya, sehingga diperoleh sebuah nilai dengan kesalahan paling kecil. Dan kode di atas itulah hasilnya, dengan sebuah kiraan r 0.4327448899 dst. Lomont sendiri mendapati bahwa ia memperoleh bilangan yang memberikan akurasi lebih tinggi, yaitu 5f375a86. McEniry mengkritik bahwa brutal force yang sempat digunakan Lomont bisa justru tidak mendeteksi jurang sempit antar celah serangan brutal itu. Tapi, sebagaimana Lomont, ia juga memberikan saran perbaikan, baik untuk versi float maupun versi double.

float InvSqrt(float x)
{
union {float f; unsigned long ul; } y;
y.f = x;
y.ul = ( 0xBE6EB50C – y.ul ) >> 1;
y.f = 0.5f * y.f * (3.0f – x * y.f * y.f);
return y.f;
}

Untuk versi double, keyword float harus diganti double, unsigned long menjadi unsigned long long, dan si konstanta ajaib jadi 0xBFCDD6A18F6A6F54.

Hukum Conway

Cukup beruntung untuk mendapati Götterdämmerung dalam format DVD, minggu lalu. Dan cukup mengacaukan jadwal hidup. Pulang kerja kadang nyaris tengah malam, dan tak langsung pindah ke alam mimpi. Malah mencicil act demi act dari bagian keempat tetralogi Der Ring Des Nibelungen ini. Musik yang masih menggetarkan itu bagian awal dari prelude, sebelum para Norn mendongeng (“Ulurkan lagi tali itu, Saudariku“); dan bagian awal Act 2, saat Hagen dihantui Alberich, bapaknya (“Tidurkah kau, Anakku?“). Biarpun Götterdämmerung adalah bagian keempat, tetapi sebenarnya Wagner merancang opera ini terlebih dahulu, lalu merancang tiga lainnya sebagai latar belakang. Pun dari Götterdämmerung saja, kita akan mendengar sari tiga opera pendahulunya diceritakan ulang. Cerita konyol, haha. Tapi telanjur adiktif sama Wagner sih. Mau jadi apa, coba?

Wotan, sang mahadewa, menghadapi suatu masalah. Dari soal delegasi kewenangan biasa, masalahnya lari ke soal ancaman atas sumberdaya kritis: sebuah cincin yang membuat pemiliknya memiliki power, namun dimuati sebuah kutukan: “Siapa yang memiliki cincin itu akan hancur. Tapi siapa yang tak memilikinya akan menginginkannya.” Wotan tak mengingini cincin itu, tetapi berkepentingan bahwa cincin itu tak dapat digunakan siapa pun. Plot dari Wotan dan para rekan dari sidang dewa terbukti hanya memindahkan ancaman dari satu titik ke titik lainnya. Buntu. Bukan, bukan Edubuntu, karena ini tak mendidik.

Lalu tak sengaja terbaca Wotan sebuah cuplikan dari buku software engineering. “Any organisation that designs a system will produce a design whose structure is a copy of the organisation’s communication structure.” Hukum Conway, namanya.

Sekilas mirip generalisasi sinis. Tetapi setidaknya kita bisa membayangkan bahwa pikiran yang memiliki kendali menyusun suatu organisasi, juga — dengan cara berpikir yang sama — memiliki kendali menyusun bentuk produk yang dihasilkan organisasi itu. Atau bisa juga kita bayangkan bahwa produk adalah anak dari organisasi, dan dengan satu atau beberapa cara akan mewarisi sifat orangtuanya. Jadi takkan salah kalau orang menilai organisasi Microsoft dari Windows dan Office-nya yang megah, berat, komplit, tapi malah bikin hang selalu. Atau menilai Telkom dari logo2 Speedy, Flexi, Homeline, 007, Ventus, dll yang tidak tidak saling memiliki hubungan batin :). Atau membayangkan birokrasi perguruan tinggi dari lulusan yang dihasilkannya. Cara kerja Google segera tampak misalnya saat kita melihat produk luar diadaptasi masuk sebagai bagian dari produk Google.

Pikiran Wotan melantur. Blog juga barangkali, pikirnya. Blog, sebagai produk personal, menunjukkan komunikasi internal sang penulis: cara berpikirnya; pun tanpa serius mengamati argumen apa yang tertulis di dalamnya. Apakah seseorang bekerja dengan komitmen atau tergantung mood. Apakah dalam menghadapi masalah, sebuah blog cenderung menyusun terobosan solusi, mencari kompromi, atau sekedar menuding tanpa solusi yang jelas, atau lebih parah lagi sekedar meramaikan? Begitulah pula barangkali platform pikiran sang blogger bekerja :).

Lepas dari lanturannya, Wotan berpikir lagi: tapi sebenarnya bisakah kita menghindar? Misalnya, tanpa kewenangan mengubah organisasi Valhalla (yang berbiaya besar dan bisa menyulut perang dewa yang lain lagi), ia ingin merancang sistem yang lebih efektif. Berkelit bisa jadi solusi, sebenarnya. Serahkan desain program ke pihak luar, untuk diadaptasi kembali. Dan hasilnya bisa unpredictable (bisa dalam arti positif maupun negatif). Memang perlu spekulasi.

Tapi lalu itu yang dilakukan Wotan. Ia turun ke bumi, menjadi Walse, dan dengan kerjasama makhluk bumi menurunkan para Walsung: Siegmund dan Sieglinde, yang berikutnya melalui metode incest menurunkan Siegfried. Sebagai derivatif Wotan, Siegfried mewarisi kekuatan kedewaan. Tetapi ia memiliki sifat baru: ketiadaan rasa takut. Hmm, jadi ingat salah satu buku Asterix. Tapi ini cerita lain. Singkat cerita, Siegfried berhasil menguasai sumberdaya yang kritis itu, tapi tanpa kehendak untuk menggunakannya (Untuk apa? Orang yang bebas rasa takut tak memerlukan apa pun.). Ia menjadi solusi yang ideal. Tetapi tetap tak sempurnya: mudah terkena konspirasi. Dan akhirnya ia harus hancur juga.

Wotan mungkin akan cuman bilang: Oops. “Software is doomed to reflect structure of the organisation that produces it.” Ya, keburukan Valhalla memang tak tampak pada personality Siegfried. Tetapi kelemahan itu cuma berubah menjadi bentuk yang lain. Tak bisa tidak, struktur memang harus diubah, untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Tanpa berkelit.

Al Ma’mun

Khalifah Al-Ma’mun melantunkan puisi di depan para undangan dan punggawanya. Tampak Abu Nawas sang penyair di antaranya. Selesai menikmati puisinya sendiri, khalifah berpura-pura sopan kepada Abu Nawas: “Bagaimana puisi sederhanaku, Hai Abu Nawas? Seorang penguasa pun bisa puitis, bukan?”

Dalam mood anti-kitsch, Abu Nawas menjawab, “Aroma balaghah (kefasihan) tak tercium dari Anda.”

Al-Ma’mun memendam kemarahan. Namun setelah acara selesai, ia menyuruh punggawanya menangkap Abu Nawas. Diam-diam diperintahkannya untuk membawa Abu Nawas ke kandang keledai, dan melemparkannya ke tumpukan kotoran hewan. Abu Nawas dilepaskan dalam keadaan babak belur dan menjijikkan.

Menguji kesetiaan rakyatnya, Abu Nawas kembali diundang dalam acara khalifah Al-Ma’mun yang berikutnya. Tanpa malu, khalifah kembali melantunkan puisi yang lebih heboh dan disyahdu-syahdukan itu. Dan kembali ia menanyakan pendapat Abu Nawas: “Adakah kini aroma balaghah sudah mulai tercium, wahai Abu Nawas?”

Abu Nawas tersenyum tipis, berdiri, lalu melangkah keluar.
“Mau ke manakah tamu tanpa kesopanan ini?” hentak Khalifah.
“Ke kandang keledai lagi,” jawab Abu Nawas, disusul dengan: “Tuanku!”

IEEE Knowledge Sharing

Di Tunjungan Plasa, aku menemui satu kopi yang belum tertemui di kafe2 Starbucks Bandung: Kopi Timor. Judulnya Komodo Dragon, dengan logo merah hitam seram. Tapi kita mulai cerita ini dari latar belakangnya.

IEEEWaktu aku menulis tentang rencana IEEE di Surabaya, yang sedang kami bahas adalah sebuah seminar yang cukup luas. Jadi waktu Mas Muhammad Ary Murti (chairman of Indonesia IEEE Comsoc Chapter) meneleponku, aku pikir kita akan mulai soal ini. Tapi ternyata judulnya lain. Ini acara mini IEEE Knowledge Sharing saja, dengan tiga speaker: Mas Ary tentang IEEE, Arief Hamdani Gunawan tentang teknologi BWA, dan aku tentang business aspect-nya. So, aku iyakan saja. Dan singkat cerita aku kemarin menjejak Surabaya.

Surabaya itu, ok, keren. Tapi aku cerita seminar aja ah. Knowledge Sharing ini dilakukan di Gd Rektorat ITS hari ini (5 November 2007), di Hall Lt 3. Audience dari beberapa perguruan tinggi di Surabaya. Penyelenggara adalah Mas Daniel dari Fakultas Teknologi Informasi ITS.

Pada sesi pertama, Mas Arief (chairman of IEEE Indonesia section) membahas IEEE secara umum, termasuk kegiatan society, standard yang dihasilkan, dan kesempatan2 yang bisa diperoleh. Lalu Mas Ary memfokuskan tentang Communications Society dan hal2 yang bersifat akademis, termasuk kerjasama dll. Trus break.

Setelah break, ternyata Mas Arief harus kembali ke Jakarta untuk memperjuangkan soal kode akses melawan orang2 aneh dari BRTI (selamat berjuang ya, demi bangsa dan tanah air). Jadi di sesi ini aku akhirnya membahas bukan saja business aspect, tetapi juga beberapa technology breakthrough. Bahan2 diskusi adalah tema2 yang akhir2 ini sering didiskusikan, bukan saja oleh Communications Society, tetapi juga oleh Computer Society. Interworking 3G dan WiMAX, NGMN, Daidalos project (biarpun tidak aku sebut namanya), context awareness, augmented reality. Hmm, apalagi ya. Feedback dan sharing dari audience cukup menarik dan beragam; dan Mas Ary harus membantuku menjelaskan kegiatan2 yang bisa kita lakukan ke depan.

its-01.jpg

Acara baru selesai waktu halaman rektorat ITS tak berasa panas lagi. Dan aku pikir, cukup pas kalau secangkir kopi dinikmati sebelum matahari benar2 tenggelam. Jadi …

Blitz

Blitz di Grand Indonesia hari ini menjadi fokus. Sampel dari para blogger Indonesia berkumpul di sini: hampir 500 jurnalis personal internet se-Indonesia. Sebelum masuk elevator, sudah tampak Andika dan sebagian anggota Kampung Gajah, kemudian Rara dan sebagian anggota Anging Mamiri. Elevator mengangkat kami dan langsung melontarkan ke keriuhan Lt 8. Keriuhan penuih warna dari detik pertama itu mengalahkan kenorakan komposisi Petrushka dari Stravinsky. Teriakan kangen, salam2an, dan jepretan kamera yang yang henti2nya. Tak penting mana yang seleb dan mana yang pemburu foto: semuanya merangkap :). Jay, si warga baru Jakarta, cuma bisa senyum di antara Gajah. Idban (guru blogger-ku) kehilangan suara. Thomas berpasangan ceria dengan Lala. Panitia berkostum hitam terpelanting ke sana kemari: Budi Putra yang terus mencoba tersenyum, Enda Nasution yang tetap ramah biarpun tak mampu menghilangkan garis ketegangan :p. Lalu maklumat dikeluarkan untuk menenangkan: masuk ke hall!

Hall hanya sedikit meredam keriuhan. Aku duduk di antara para Gajah (oh ya, aku bukan anggota gerombolan Gajah, tetapi sering in touch dengan banyak dari mereka); diapit Aa Nata calon walikota Bandung (amin), dan Aa Jojo dari Telkom (RDC — kayak pernah dengar nama perusahaan ini ya, haha). Sambil bantu2 memplastiki OpenSUSE oleh2 Aa Nata, kami mulai menyimak. Pidato Enda Nasution yang bernuansa Sumpah Pemuda memperoleh sambutan seperti adat para blogger — cerita, tanpa batas, kurang santun, haha. Lalu sambutan M Nuh, Menkominfo kita, yang mendorong gerakan para blogger untuk memajukan Indonesia melalui dukungan informasi masyarakat. Menkominfo menjanjikan tahun depan akan ada Kompetisi Blogger Nasional, dan Blogger Award dari Menkominfo. Juga, tanggal 27 Oktober dinyatakan sebagai Hari Blogger Nasional. Ruang kemudian diserahkan kepada Wimar Witoelar. Wimar bukan saja berbincang dengan Budi Putra dan Enda Nasution yang berada di atas panggung, tetapi juga dengan Cahyana Ahmajayadi (Dirjen Aplikasi Telematika), Nila Tanzil, Wisnu Aryo Setio (blogger SMP yang tulisannya keren), blogger dari Poso, dll. Cahyana mengingatkan bahwa jumlah blogger 130rb masih rendah. Ia menantang untuk meningkatkan menjadi setidaknya 1 juta, dengan terutama menggerakkan komunitas pendidikan sebagai tulang punggungnya.

Sesi makan siang menjadi ajang Kopdar. Aku tentu menikmati sesi ini dengan melakukan blogger-walking (bukan blogwalking): menemui aneka blogger dan bertukar satu dua kata, sebelum lompat lagi ke blogger lain. Ada Ady Permadi (Big) yang menjadi host untuk kun.co.ro dan telkom.us. Firman Firdaus masih juga pendiam. Rendy gundul baru manasik. Eko Juniarto sibuk dengan kameranya. Rovicky yang murah senyum sibuk menjawab pertanyaan (atau interview?). Tika Banget berkeliling menyalami semua orang. Viking Karwur serius. Boy Avianto tanpa penutup kepala. Dan satu lagi. Dan satu lagi. Dan satu lagi. Sayangnya tak bisa lama. Terlalu banyak orang2 menarik yang pingin aku temui. Trus antri lunch bareng Priyadi, si Mr Serius yang selalu bernuansa warm, dan lunch-nya sama … ya ampun, gerombolan Gajah lagi :p.

Atas ajakan Priyadi, aku bergabung pada sesi Teknologi. Blog Teknologi dan Teknologi Blog. Yang diperbincangkan platform yang ditawarkan Microsoft untuk mempermudah komunikasi online, khususnya blogging. Lalu beberapa masalah seperti security dan traffic. Aku diminta Priyadi bercerita tentang sukaduka menjadi CBO sebuah perusahaan berbasis teknologi yang banyak punya customer dan dengan demikian banyak menuai kritik. Dan untuk ceritaku, Risman Adnan dari Microsoft memberi hadiah sebuah Windows Vista Business berlisensi. Hey, dalam satu hari aku dapat dua OS Keren: OpenSUSE terbaru dan Vista Business terbaru. Makasih ya :). Ada yang mau ngasih Leopard yang baru launching itu?


Sumber: Oom Thomas Orangescale

Masuk lagi ke hall, hasil diskusi (hah, tadi itu diskusi?) itu disampaikan. Di atas panggung ada Maylaffayza, Nukman, Nila Tanzil, Priyadi, … siapa lagi ya? Kok sebagian besar temen2 di Facebook ya? Maaf tak sempat saling sapa :). Dipandu Wimar, tentu. Lalu pengumuman Blog Terpopuler pilihan. Eh, sebelumnya, terima kasih buat siapa saja (entah siapa) yang bisa2nya membuat salah satu blog-ku: koen.telkom.us, masuk ke nominasi. Masuknya ke kategori bridge blog, yaitu blog yang ditulis dalam bahasa Inggris. Duh, malu sebenernya. Untuk bridge blog ini, pemenangnya akhirnya Enda Nasution, yang sekaligus akhirnya juga menjadi pemenang Blog Terpopuler. Kemudian hadiah2 dari sponsor :). Anita mendapat Blackberry imut dari XL — dih, curang.

Informasi lain, sila simak di web resmi Pesta Blogger: pestablogger.com.

Seperti juga Petrushka yang langsung dimulai dengan riuh tetapi berakhir dengan senyap; Pesta Blogger ini juga berakhir senyap dan tenang. Ruang harus dikosongkan untuk kegiatan komersial. Satu per satu peserta meninggalkan hal, berfoto lagi, berceria lagi, dan turun sedikit demi sedikit. Dan ruang pun lengang kembali. Secara masih lapar, kami kabur cari makan ke Plasa Indonesia.

Di Plasa Indonesia ada acara kejutan. Tak sengaja kami bersua Luigi Pralangga yang akhirnya bisa juga mencapai titik Pesta Blogger, biarpun sangat terlambat, dikawal Viking Karwur. Tokoh ini sama cemerlangnya dengan blog yang diasuhnya (pralangga.org), dan santun sekali.

Gambar2 bisa dilihat di Flickr: flickr.com/photos/tags/pb2007

Pesta usai. Tapi banyak komitmen baru untuk kegiatan baru. Kami tidak mau menunggu Indonesia Bangkit. Kami, Para Blogger Indonesia, mau membangkitkan Indonesia.

IEEE

Majalah2 dan jurnal2 bertebaran di sekeliling kaki kasur. Itu hasil kegiatan tengah malam beberapa malam ini. Belum ketemu waktu luang lain selain tengah malam. “Sadar akan” keterbatasan waktu luang, sebenarnya jumlah majalah sudah aku kurangi. ACM, aku pindah ke versi online saja (biar nggak merasa berdosa kalau tak sempat dibaca). Majalah2 sains udah aku putus, selain Science&Vie (aku masih perlu belajar baca biar lancar). Tapi tentu nggak semua. Membaca dari kertas masih mengasyikkan :).

Yang terasa menarik, jurnal IET yang dulu (waktu masih IEE) terasa nggak membumi, sekarang jadi nyaman dibaca. Juga IEEE Computer, jadi lebih down-to-earth (biarpun pasti tokoh semacam BR bakal mengeluhkan bahwa majalah ini semakin awam). Haha, orang computer science juga harus lebih menyadari interaksi masyarakat, bukan melulu memutuskan sendiri apa yang terbaik bagi masyarakat dari menara gading digital mereka :).Tema yang terakhir aku baca ist tentang Tantangan Security di Web 2.0 :). Membumi kan?

Di tahun2 lalu sih, IEEE bersifat menara gading sekali. Yang banyak dikaji adalah hal2 yang masih jauh di depan mata. VoIP dibahas waktu aku baru lulus kuliah. ADSL, lima tahun sebelum deployment komersial di USA (dan 10 tahun sebelum Speedy di Jawa Barat, haha). Yang kita baca bukan yang bisa dijadikan bahan obrolan di negeri Bandung (dengan asumsi bahwa negeri ITB dan negeri Telkom-RDC berada di luar negeri Bandung).

Obrolan 10 tahun yang lalu:

“Kun, DPG bisa dipakai untuk ATM?”
“Bener Pak ada yang mau pasang ATM? Siapa? Tapi jangan pakai DPG yang udah ada. Itu kan groupingnya di 2 mega.”
“Masa kurang?”
“Nggak pas. Siapa sih yang mau pasang ATM beneran?”
“Bank ….” (deleted –red)
“Oh, ATM yang itu. Maaf Pak. Saya kira …”
“Mbok kiro opo?”

Masih menatai jurnal2, sebuah amplop tiba. Kartu Anggota IEEE untuk tahun 2008. Berbeda dengan IET, IEEE memang memberikan kartu ini setiap tahun. Tapi, physically, kartunya jelek dan tipis. Baru sampai pun sudah tertekuk. IET memberikan kartu yang keren, tapi cuma sekali, kecuali status keanggotaan kita berubah. Ini yang dari IEEE (lihat ada masa berlakunya):

Then, entah malaikat apa yang mengatur, Mas Ary menelepon. IEEE Roadshow to Surabaya akan jadi dieksekusi. Wow, Surabaya, aku datang :).

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑