Author: Koen (Page 14 of 87)

Multilayer

Februari ini seharusnya jadi musim pancaroba di Gugus Tugas kami. Restrukturisasi Telkom sebagai konsekuensi dari perubahan arah bisnis sudah waktunya menjangkau gugus yang mungil ini. Kami akan digabungkan dengan Divisi Multimedia yang memiliki expertise dalam bisnis multimedia, dan dengan demikian diharapkan lebih efektif menelurkan bisnis-bisnis yang kokoh di bidang informasi, media, dan education.

Di tengah suasana menarik ini, aku justru dijauhkan dari kantor , dan disuruh menyepi ke Gegerkalong. 2 minggu, wow. I mean, biasanya agak sulit untuk mendapatkan izin ke luar kota lebih dari 2 hari. Dan justru sering dalam 1 hari harus ikut kegiatan di 2 kota :). Tapi tentu kembali ke Bandung itu anugerah :).

Di Bandung, kami mendiskusikan semua aspek teknologi dan bisnis di bidang content & application. Mentornya berasal dari kota Kendal, sebuah kota imut di Cumbria, North-West England. Aku ‘gak tulis namanya di sini, kerna beliau akan mudah menggooglenya, termasuk mentranslatenya :). Peserta dari Telkom Group, termasuk Telkomsel, Sigma, Infomedia, dll. Dan karena kami dianggap expert di bidang masing2, sang mentor membawakan dalam gabungan semi diskusi. Tentu masih banyak hal baru yang kami pelajari, di luar expertise kami masing2. Tak ada pakar multilayer di bisnis ini. Aku sendiri dulu lebih banyak mendalami layer bawah (infrastuktur), dan belum terlalu banyak bermain di layer atas (aplikasi). Jadi cukup menarik mendiskusikan, mensimulasikan, memprediksikan berbagai hal dalam konektivitas dunia ini dengan mempertimbangkan layer-layer yang berbeda. Benar2 seluruh layer: DWDM, GPON, MPLS, IP, SCTP, SIGTRAN, IMS, SDP, hingga Web 2.0, Ajax, Facebook, Twitter, Adsense, Buzz, dll. Diskusi yang menarik dan bikin lupa urusan kantor :). Ini baru seminggu berlangsung, dan akan berlangsung seminggu ini.

Weekend lalu (13 Februari 2010), IEEE Comsoc Indonesia Section meneruskan seri seminar 4G Mobile Technologiesnya. Kebetulan kali ini di Bandung juga, jadi aku tak perlu lompat ke luar kota. Host kali ini adalah ITT (Institut Teknologi Telekomunikasi). Tim masih M Ary Murti (mengenalkan IEEE dan Comsoc), aku (memaparkan evolusi dan requirement 4G), Arief Hamdani (memperdalam LTE), dan kembali ke M Ary Murti (memaparkan WiMAX II). Sebelum acara dimulai, sempat dilakukan Comsoc Officer Meeting di situ juga. FX Ari Wibowo hadir, tetapi kali ini tidak sebagai speaker.

Seperti sebelumnya, paparan aku menjelaskan mengapa harus ada 4G (didorong a.l. oleh Web 2.0 dan Mobile 2.0). Lalu disusul pendekatan pada 4G: transmisi OFDMA, MIMO dan spatial multiplex, cognitive radio (CR, DSA, IEEE P.1900). Lalu aku tutup dengan pengenalan para kandidat: LTE dan WiMAX II. Karena waktu yang singkat, paparan tentang context-aware application tidak diberikan ;). Peserta konon mencapai 300 orang — sebagian besar mahasiswa ITT, dan sisanya para profesional dari beberapa perusahaan di Bandung.

Sayangnya aku tak sempat beramah tamah :). Selesai Sesi-1, aku langsung meluncur kembali ke Jakarta. Kali ini memenuhi janji untuk bercerita tentang Web 2.0 di MetroTV. Dengan kecepatan tinggi, dan berputar menghindari banjir yang mendadak mematikan trafik di tengah Jakarta, aku sampai tepat waktu di Studio MetroTV.

Sambil menunggu, para “narasumber” (dalam tanda petik, yang artinya adalah mereka yang nantinya duduk di belakang tanda “narasumber”) berdiskusi asik, terutama dengan terus mengerjai Mr Controversial Ruhut “Poltak” Sitompul. Dia lucu, enak diajak berdiskusi dan berteman, tapi tentu mengkhawatirkan kalau dia harus ikut menentukan kebijakan negeri ini (wakakakakaka). Sulit memaki tokoh ini, kerna dia terus menerus memaki dirinya sendiri (anjing SBY, kafir, dll). Dan — haha — juga menertawai rekan separtainya yang suka mengaku jadi pakar IT. Lupa namanya tapi.

Masuk ke studio, aku baru sadar bahwa acara Democrazy ini berisi dialog yang agak serius tapi banyakan becandanya :). Serasa kembali ke ruang diskusi di Gegerkalong, yang diskusi seriusnya juga harus diselingi candaan. Dan lucunya, waktu bercerita tentang Facebook, aku malah bercerita tentang angka2 prediksi, haha, bukan angka real sekarang. Duh, siap2 dimaki2 orang banyak ah :).

Baru hari ini aku bisa tidur :). Dan besok pagi balik ke Bandung. Seminggu lagi. Weekend depan, jadi speaker lagi untuk IEEE Comsoc. Host untuk minggu depan adalah UPH (Universitas Pelita Harapan) di Surabaya. Sekaligus bertemu para Ketua Departemen Elektro se-Surabaya. Mudah2an tidak ada interupsi yang mengharuskan aku jadi stuntman lagi minggu2 ini.

Cikarang – Pekalongan

Bagimu Guru dan Santri Indigo merupakan dua dari sekian bentuk program CSR Telkom. Kedua program ini diselenggarakan bersama dengan Republika. Bagimu Guru memberikan pembekalan tentang teknologi digital kepada para guru, yang umumnya berada di kota2 kecil. Santri Indigo memberikan keterampilan blog & Internet kepada para siswa di pesantren. Entah kebetulan aneh dari mana, dua minggu ini aku kebagian tugas untuk mengisi program CSR ini (setelah sekitar 1 tahun tak bersentuhan dengan keduanya).

Program Bagimu Guru dilaksanakan di Cikarang. Pada program ini, aku menggantikan Pak Indra Utoyo (CIO Telkom Indonesia) memberikan pencerahan tentang IT Trend. Materi aku kemas ulang — sebenarnya kami di Direktorat IT, termasuk IT Policy dan Content & Appl Work Group suka saling bertukar materi presentasi — supaya aku tak harus menceritakan banyak angka2. Aku lupa bahwa audience-nya guru2 yang secara sukarela mendaftar dan memang memiliki minat tinggi. Sekitar 60 orang. Wow, pertanyaannya banyak, dan kelas berat :). Mereka bukan pemula, tetapi pemakai Facebook, Twitter, dan social network lain, termasuk blog. Diskusi jadi cukup menarik dan tajam. Cikarang cukup dekat dengan Jakarta, jadi aku bisa melakukan tugas ini sambil tetap hadir di kantor :D.

Untuk program Santri Indigo, aku harus terbang ke Pekalongan. Eh, nggak ada airport dink di Pekalongan. Aku harus terbang ke Semarang, dan menempuh jalan darat ke Pekalongan, via Alas Roban. Jadi harus terbang malam sebelumnya. Baru sekali ini aku menuju (bukan sekedar lewat) di Pekalongan. Pesantrennya bernama Pesantren Modern Buaran. Aku seharusnya memberikan Teori Blog di sini, kepada sekitar 100 santri dan pengasuhnya. Beruntung, sekali lagi aku sempat bersua Ramaditya Adikara, salah satu Indigo Fellow kita, yang kali ini memberikan sharing motivasi kepada para peserta. Baru sekali ini aku ikut mendengarkan motivasi dari Rama. Keren. Elegan. Tak lebay seperti para banyak orang lain yang mengaku motivator :). Selama break, kami berbincang banyak hal. Termasuk soal Singa Udara (haha). Tapi harus diputus, kerna sudah waktuku menyebarkan paham blogisme kepada para santri. Sayangnya Pak Indra sekali lagi tak dapat hadir (sedang ada gelombang reorganisasi yang menarik di Telkom). Jadi sekali lagi aku bercerita tentang IT untuk Syiar Digital. Aku tak yakin bisa menggantikan presentasi Pak Indra yang selalu anggun itu. You know, presentasi seorang Koen kayak apa bentuknya, haha :). Nyaris tanpa break, aku langsung kembali mengejar pesawat di Semarang untuk kembali ke Jakarta, sementara para santri meneruskan tentang praktek blog dengan rekan2 dari Republika.

Banyak tugas yang tak dapat ditinggalkan. Tapi ikut sumbang ilmu dan waktu dalam kegiatan2 CSR ini menimbulkan kebanggaan, semangat baru, dan inspirasi baru. Kapan ya … program ini juga diperluas ke luar Jawa?

IEEE Comsoc: Digital TV

Tahun ini IEEE Indonesia Section dan chapter2 di bawahnya mengintensifkan serial2 seminar/lecturing di beberapa kota di Indonesia, secara paralel. Hey, melakukan serial secara paralel itu menarik :). Jadi, sementara serial 4G Mobile Technologies masih akan diselenggarakan di kota2 dan kampus2 lain, hari ini kami membuka serial baru: Digital TV. Seperti biasa, serial ini dibuka juga di Bandung; kali ini di Hotel Nalendra, Cihampelas.

Agak takjub dengan para peserta yang hadir dalam seminar hari ini. Kelas berat. Dari Bu Kusmarihati of Mastel (sebelumnya, beliau adalah Dirpem Telkom, Dirut Telkomsel, dan Ketua BRTI), beberapa Kepaja Jurusan dan pejabat dari Universitas2 (Universitas Hasanudin, Universitas Ahmad Yani, Universitas Maranatha, ITENAS, IT Telkom), wakil dari operator & provider (Telkom, XL Axiata, DAAITV, Nasio), dan beberapa profesional lain. Cukup kelas berat :).

Materi dalam seminar hari ini:

  • Muhammad Ary Murti, IEEE sebagai Organisasi Profesi
  • Arief Hamdani Gunawan, Digital TV & IPTV Network
  • Kuncoro Wastuwibowo, Video Coding, Compression, & Format
  • Irwan Prasetya Gunawan, Quality of Service & Quality of Experience
  • Satrio Dharmanto, Implementasi IPTV di Beberapa Negara

Dan barangkali karena cuaca Bandung yang merupakan paduan antara sinar matahari yang cerah dan udara yang sejuk, diskusi kali ini berlangsung amat seru dan hangat. Bukan saja di level implementasi bisnis dan engineering decision misalnya, tetapi sampai pemilihan formula matematis pun dibahas dengan asyiknya (Kenapa sih pakai DCT, bukan DFFT — haha. Dan asyiknya, aku punya jawabannya, haha). Andai seminar2 sebelumnya juga seseru ini :).

Seminar IEEE ini juga didukung Multikom sebagai sponsor. Ini untuk pertama kalinya IEEE Indonesia mulai menerima sponsorship dalam seminar2 mandiri yang dilakukannya. Berikutnya Digital TV akan disampaikan dalam bentuk lecturing di Universitas Bina Nusantara weekend depan. Aku harus memilih antara memberikan lecturing atau hadir di Wordcamp Indonesia. Keputusan yang sulit.

Di Bandung sendiri sedang ada kegiatan menarik. Telkom menyelenggarakan Speedy Games Championship II di Paris van Java hari ini dan besok. Dari Nalendra ini, kayaknya aku bakal meluncur ke PvJ. Dari mode serius, beralih ke mode game. Eh, game itu serius loh :D

Internetworking Indonesia: Data Mining

Weekend lalu, Internetworking Indonesia Journal (IIJ) Vol 1 No 2 diterbitkan. Ini adalah edisi Fall / Winter 2009 yang sedikit terlambat diluncurkan. Tapi keterlambatan ini diimbangi dengan kuantitas dan kualitas paper yang terus meningkat :). Edisi ini adalah edisi yang khusus membahas Data Mining. Dan pada edisi ini, bertindak sebagai Editor Tamu adalah Dr Anto Satriyo Nugroho dari BPPT dan Moch Arif Bijaksana dari ITT Telkom.

Paper yang masuk bukan hanya dari Indonesia, tetapi juga dari negara-negara lain. Bahkan tiga paper ditulis oleh penulis asing. Selain jumlah paper yang meningkat, proses review juga menjadi memerlukan waktu lebih lama dari yang direncanakan. Terima kasih setulusnya dan sedalamnya untuk para Editor Tamu, dan juga untuk para anggota Dewan Penasehat :).

Daftar ini edisi ini:

  • Guest Editors’ Introduction: Special Issue on Data Mining by Anto Satriyo Nugroho & Moch Arif Bijaksana (PDF)
  • Enhanced SMART-TV: A Classifier with Vertical Data Structure and Dimensional Projections Pruning by Taufik Fuadi Abidin & William Perrizo (PDF)
  • Using Business Intelligence Solutions for Achieving Organization’s Strategy: Arab International University Case Study by Mouhib Alnoukari (PDF)
  • Feature Selection for Large Scale Data by Combining Class Association Rule Mining and Information Gain: a Hybrid Approachby Appavu alias Balamurugan, Pramala, Rajalakshmi & Rajaram (PDF)
  • Detecting the Originality of Extended Research Articles Using Similarity Techniques – A Proposal by Shanmugasundaram Hariharan (PDF)
  • Prediksi Masa Studi Sarjana dengan Artificial Neural Network by Muhamad Hanief Meinanda, Metri Annisa, Narendi Muhandri & Kadarsyah Suryadi (PDF)
  • Adaptive Content-based Navigation Generating System: Data Mining on Unorganized Multi Web Resources by Diana Purwitasari, Yasuhisa Okazaki & Kenzi Watanabe (PDF)
  • Fuzzy Decision Tree dengan Algoritme ID3 pada Data Diabetes by F. Romansyah, I. S. Sitanggang & S. Nurdiati (PDF)

Untuk mengunduh edisi lengkap jurnal ini, klik di sini: IIJ Vol 1 No 2 Th 2009, atau kunjungi website Internetworking Indonesia Journal.

Blogger Strikes Back

“Nah ini dia Mas Koen. Jadi gimana nih blog menghadapi serangan Twitter dan Facebook?” Itu kalimat pertama dari Mas Ferly waktu aku datang ke Green Room of MetroTV. Dan dengan segera, tema awal “Tips dan Trik Membuat Blog” di e-Lifestyle itu ditambahi tagline “Blogger Strikes Back” :). Blog bukan saja masih relevan melewati satu dekade usianya, tetapi justru membentuk sinergi kuat dengan social media lainnya. Blog masih jadi alat ampuh bagi personal branding, professional networking, dan business. Tokoh Puti Karina Puar ditampilkan sebagai generasi yang tumbuh dalam arus social media itu. ABG labil versi online, yang justru tampil elegan, educated-syle, tidak harus alay mengikuti arus.

Tahun 2010 ini aku seharusnya memperingati 1 dekade blogging. Lupa tanggal awalnya, karena versi awal blogku – yang dibuat dengan script PHP sederhana itu – dihapus saat blog berpindah ke Blogger pada Juli 2000. Aku menulis blog karena sebuah passion yang mengganggu, yang tak bisa dihapus oleh kesibukan yang luar biasa, yang tak bisa dienyahkan oleh larinya para blogger ke social media yang lebih centil semacam Facebook atau Twitter. Passion ini menyuruhku membuat mini blog di koen.su kalau aku hanya mampu menulis satu dua kalimat dengan HP, atau di sebuah buku kecil kalau aku benar2 tak bisa menulis di atas benda digital. Juga ia menyuruhku menyebarkan virus blog ini, baik sebagai personal, sebagai bagian dari komunitas blogger, maupun sebagai employee di Telkom (via Santri Indigo dan kegiatan2 lain).

Berlawanan dengan pendapat umum, sebenarnya blog tak lebih sulit dari Facebook atau Twitter. Di WordPress.com, kita bisa membuat account dalam waktu 5 menit, mengetikkan teks di editor yang mirip miniatur Word, menekan tombol Publish, dan langsung menjadi editor kelas dunia: tulisan kita terbaca oleh dunia, terpantau oleh Google. Barulah kemudian para blogger baru diajak penasaran dengan dunia online lainnya: mereka bisa upload foto dan video, memasang karya digital, mengkompetisikan dan menjual hasil karya, dan mengangkat personal uniqueness mereka. Dengan kesempatan pengembangan yang luas itu, program semacam Indigo menganggap kegiatan2 blogging sebagai hal yang menarik untuk dikembangkan. Twitter tak perlu mematikan blog. Ia bisa jadi ruang perbincangan yang lebih dinamis atas tema yang dikaji di blog, dan dalam level tertentu memiliki daya tarik ke blog melebihi feed blog kita.

Kita masih memerlukan banyak blog, terutama yang bersifat tematis, untuk memperkaya diskusi cerdas yang independen. Saat media tampil makin jorok memihak penguasa atau pemilik modal, blog bisa jadi pembanding yang secara tajam dan dalam memberikan wacana pembanding. Publik juga masih haus akan tema2 spesifik: pariwisata, pendidikan, aplikasi mobile, kuliner, lifestyle, hobby, film, buku, musik; yang disoroti dari sisi developer, user, appreciator, dll. Informasi publik di negeri kita masih jauh dari terpenuhi. Blog masih harus hidup, dan masih akan hidup.

Tweeting

Blogger angkatan lama pasti kenal Ev William, salah satu pendiri Blogger.com. Saat Google membeli Blogger.com, Ev menjadi karyawan Google. Namun tak lama, ia mendirikan Odeo. Odeo berisi developer muda bergaya Silicon Valley: mereka bekerja di sembarang tempat, di sembarang waktu. Pemuda berkaus lusuh yang duduk di pojok warung menjelang tengah malam sambil memelototi gadgetnya itu mungkin juga karyawan Odeo yang sedang bekerja keras. Ini memang mendorong kreativitas, tetapi mulai menyulitkan komunikasi. Maka Odeo menciptakan aplikasi web sederhana yang memungkinkan para karyawannya menulis status mereka, progress mereka, secara singkat saja, agar mudah saling melacak. Konversasi personal dimungkinkan, tetapi tetap dapat dilacak dan ditimbrungi lainnya. Menariknya, aplikasi ini kemudian tak hanya digunakan pekerja Odeo, tetapi juga rekan-rekan mereka, dan akhirnya menjadi aplikasi publik. Lahirlah Twitter.

Twitter lahir dari prakarsa2 karyawan. Tapi ia membesar karena prakarsa2 user. Sebuah prosumerity. Dari tujuan semula untuk menulis status pribadi (“What are you doing?”), Twitter berkembang menjadi media konversasi publik. Kemudian media kompilasi ide. Tanda pagar (#) itu bukan berasal dari pencipta Twitter, tetapi dari user. Meme menular cepat melalui retweet (RT). Lalu terjadi penggalangan ide, dan gerakan. Banyak yang percaya bahwa rezim Indonesia pun beberapa kali harus mengubah langkah2 tak populer mereka atas desakan massa yang diperkuat melalui media Twitter. Twitter sendiri pun mengubah pertanyaannya menjadi “What’s happening?”

Twitter-SmallAku pernah diwawancarai oleh BBC khusus mengenai Twitter beberapa bulan lalu. Pun ternyata masih banyak yang bertanya: “Apa sebenarnya Twitter?” Dan ini bukan pertanyaan para pemula. Ini pertanyaan dari blogger senior dan developer sistem. Mereka masuk Twitter, mereka mencoba menulis satu dua hal menarik. Lalu merasa tak ada yang tertarik. Lalu tenggelam. Atau menjadi komunikasi yang gamang.

Tapi pertama bayangkan Twitter bukan sebagai microblog, dan bukan sebagai google. Ia adalah sistem komunikasi antar manusia yang bersifat unicast, multicast, atau broadcast (pada level ini, bukan level IP, haha). Apa yang pertama kali kita lakukan saat memasuki sebuah komunitas baru? Kita tidak akan membuat pernyataan yang tidak seorangpun yang mendengar. Tak juga kita akan menanyakan sesuatu yang tak seorangpun membaca. Pun takkan kita meneriakkan pendapat yang tidak dapat kita jelaskan dalam 140 karakter. (Wolfgang Pauli akan penasaran, kenapa angka ini begitu dekat dengan 137).

Tahap awal kita di Twitter sebaiknya digunakan mengikuti (follow) orang2 yang pas buat kita ajak bicara. Kita tidak mencari orang yang terkenal, atau orang yang paling ahli. Dan jangan mengikuti artis, selebriti, dll, yang kira2 tidak akan berguna dalam hidup kita. Lalu kita lakukan perbincangan. Sebagian dari mereka akan balik mengikuti kita, tanpa diminta (Oh ya: kalau kamu merasa kata2 kamu memang layak didengar, kamu takkan sekalipun minta difollow). Kita mulai memiliki ruang: kata2 kita mulai terdengar. Perbincangan kita dengan orang2 ini akan menarik orang2 lain bergabung, dan memperluas rentang pengaruh kita, menambah follower kita. Kita bebas memfollow balik mereka yang memfollow kita, tapi tak harus. Komunikasi harus efektif, dengan noise yang rendah, dan sampah seminimal mungkin (itu sebabnya mengikuti selebriti dll tak dianjurkan, jika itu tak berkait dengan dunia kita, kecuali jika mereka memang inspiring secara teks).

Komunikasi manusiawi bersifat kontekstual. Memang ada yang menyebut bahwa itu lemah. Tapi kita manusia, bukan komputer yang mudah disearch, dll. Komunikasi kontekstual itu manusiawi, sesuai cara otak kita mengelola simbol. Kita mulai mengenali rekan2 di Twitter: keahlian mereka, gaya komunikasi mereka, rasa humor mereka, komitmen dan konsistensi mereka. Pesan2 jadi efektif dalam 140 karakter, karena mereka bersifat amat kontekstual. Menanyakan sesuatu ke seseorang tak harus detail, karena kita saling tahu apa yang dikomunikasikan. Komunikasi serius dan becanda tak perlu ditandai, karena kita paham konteks komunikasi. Informasi tak harus memetakan fakta, karena kita paham level sindiran, pelesetan, ejekan, dalam komunikasi – dan dengan demikian justru dapat menangkap apa yang sedang disampaikan. Dengan demikian, pujian tekstual bukan berarti pujian kontekstual, dan makian tekstual justru mungkin merupakan simpati kontekstual.

Tentu banyak kritik mengenai cara berkomunikasi macam ini yang dibilang tidak logis. Tapi – percayalah, aku pakar komunikasi dan informatika loh – yang kita sebut logika pun tidak sesederhana IF THEN ELSE seperti yang dipahami kearifan selevel SMP. Object-oriented programmer pun paham bahwa message antar object mengikuti karakteristik class, dan ini 100% logis. Lalu aspect-oriented programming (logic), haha. Masalahnya, kita lupa bahwa knowledge merupakan object, kita juga object, dan diskursus kita juga object yang flexible. Message mengikuti interaksi kita.

[Di catatan sebelum blog, aku pernah bercerita tentang sebuah konsistensi. Suatu malam, sebelum mengerjakan tugas berat, aku bilang ke diri sendiri: (1) “Istirahatlah. Performansimu besok ditentukan oleh kondisi badan.” Besoknya, yang harus aku kerjakan memang berat. Hampir menembus batas. Tapi aku mendorong diri sendiri, (2) “Terus maju. Kondisi badan tak mempengaruhi performansi!” Dalam contoh ini, aku rasa kita bisa melihat bahwa kedua pernyataan tidak inkonsisten. Kita tahu bahwa (3) performansi didukung oleh banyak hal, dan kondisi badan menyumbang sekian persen. Message 1 lebih pas untuk memetakan message 3 ke dalam kondisi malam itu, dan message 2 adalah message 3 yang dipetakan ke kondisi siang itu. Message 3 yang sama. Tujuan yang sama (performansi maksimal). Tidak ada inkonsistensi. Yang ada hanya konteks waktu, konteks aksi, dan mapping. Begitulah juga kita memahami lalu lintas perbincangan di Twitter.]

OK. Jadi di Twitter kita membentuk lingkungan kita sendiri, tempat kita mulai saling bertanya, saling berbagi info (info internal maupun info dari jaringan2 lain di Twitter), dan saling berkolaborasi. Pada titik inilah Twitter jadi blok yang kuat untuk mendiskusikan, memfilter, mempertajam ide. Twitter jadi tools berupa mesin pencari cerdas dan kontekstual yang paham info yang kita butuhkan pada situasi terkini. Twitter jadi media penggalangan gagasan dan aksi. Twitter mampu mengecutkan nyali kepala polisi hingga presiden. Jaringan antar jaringan di Twitter bersifat kuat kokoh merekat, sekuat jaringan IP di bawahnya.

Catatan:

  • Entry blog ini ditulis tanpa support setetes kopi pun dari kemarin pagi
  • Twitter bukan Plurk. Jadi tidak ada kompetisi memperbanyak jumlah follower untuk mengejar karma dll. Tak ada yang peduli jumlah follower kita, atau berapa orang yang memasukkan kita ke dalam list.
  • Memang ada semacam panduan bahwa perbandingan jumlah following : follower sebaiknya 2 : 1. Atau bahkan 3 : 1. Tapi Twitter bukan soal angka. Yang lebih penting adalah kualitas komunikasi, kualitas follower dan followee (huh, ada ya kata semacam ini?).
  • Sejauh ini, satu2nya buku tentang Twitter yang layak dibaca adalah Twitterville dari Shel Israel (@shelisrael).
  • Account Twitterku adalah @kuncoro.

Penyelamatan Garuda

«Japan Air Lines akan dinyatakan bangkrut» — begitu salah satu headline pagi ini. Dan aku mendadak ingat bahwa Garuda Indonesia pernah mengalami kisah yang sama. Cerita tentang Garuda ini cukup lama, tetapi baru diceritakan kembali beberapa bulan lalu oleh Tanri Abeng. Beliau berkisah bukan sebagai Komisaris Utama Telkom, tetapi sebagai salah satu Management Guru di Telkom. Pasti kisah di bawah ini sudah banyak didengar rekan2 Telkom lainnya.

Di paruh kedua tahun 1990an, Bank Dunia maupun IMF terus mendorong agar pemerintah2 bertindak sebagai regulator, bukan sebagai pemain bisnis. Pemerintah Indonesia mereaksi dengan membentuk departemen yang terpisah antara regulasi dan pengelolaan BUMN. Maka dibentuklah Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN. Tugasnya adalah untuk mengelola BUMN yang saat itu memang kebanyakan salah urus di bawah departemen2 teknis. Tanri Abeng diangkat sebagai Menneg BUMN pertama. Cukup menarik cara Tanri berkisah tentang masuknya ia ke pemerintahan, beberapa kali berdialog dengan Soeharto. Komunikasi canggung ala Soeharto dan para punggawanya membuat Tanri memahami bagaimana Soeharto mengendalikan sistem pemerintahan orde baru di balik layar, hahah. Tapi itu cerita lain. Kita ke Garuda dulu.

Merapi dan GarudaSeperti JAL tahun ini, Garuda masa itu menghadapi ancaman kebangkrutan. Hutang2 jatuh tempo, dan pemerintah tidak dalam kondisi kuat untuk menjadi backup. Kondisi Garuda sendiri memang menyebalkan: banyak benalu, baik dari kalangan cendana, keluarga mantan direksi, maupun pihak lain yang tidak jelas. Tanri merasa bahwa Garuda hanya bisa diselamatkan jika orang mulai menaruh kepercayaan kepada Garuda. Dan itu dimulai dengan menunjukkan bahwa pemerintah serius mengubah sistem yang ada di Garuda. Memberanikan diri datang ke Soeharto, Tanri mohon izin untuk mengganti Dirut Garuda. Lalu ia diam. Zaman orba itu, pejabat ditunjuk atau direstui langsung oleh Soeharto, dan tak pernah diganti kecuali ia bersalah kepada Soeharto. Mengganti pejabat seolah menunjukkan bahwa presiden bisa salah memilih orang, atau tepatnya bahwa presiden bisa salah :). Itu memang zaman kitsch :). Tapi setelah saling diam, Soeharto cuma tersenyum, lalu mengatakan, “Kenapa cuma Dirut? Ganti saja semua direksi.” Satu masalah terpecahkan.

Masalah lain adalah memilih Dirut. Ini keadaan darurat, karena para kreditor besar benar2 sudah mengancam membangkrutkan Garuda. Pada saat seperti ini, yang diperlukan bukanlah profesional di bidang penerbangan. Maka Tanri mendatangi Robby Djohan. Ini adalah tokoh yang pernah membesarkan Bank Niaga (dari nothing menjadi bank swasta kedua terbesar di Indonesia), plus memiliki reputasi yang kuat di kalangan internasional. Dan orang yang tepat memegang sebuah posisi memang adalah orang yang tak memerlukan posisi itu. “Kenapa suruh saya?” balas Robby waktu diminta Tanri, “Saya tidak butuh uang dan pekerjaan.” Tanri menjelaskan bahwa ia memang memerlukan orang yang tidak memerlukan uang. Maka Robby diamanahi menjadi Dirut Garuda.

Robby pun mengundang para kreditor. Pada rapat pertama, ia membuka, “Saya diberi wewenang untuk membantu Anda.” Para kreditor marah. “Yang punya masalah itu Anda. Kami dalam posisi kuat,” kata para kreditor. Robby masih kalem, menjawab, “Kalau negosiasi hari ini tidak berhasil, saya langsung angkat tangan, dan Garuda dibangkrutkan, dan tak ada yang menjamin uang Anda.” Para kreditor langsung paham. Robby mengenang kembali, “Negative networth gila-gilaan, sebab utang (liabilities) jauh lebih besar dibanding harta (asset), sehingga saldonya negatif. Bottom line sudah merah, begitu juga saldo ditahan (retained earning) juga telah negatif.” Ia membacanya seperti seorang bankir: “Kalau kita revaluasi asset sesuai market, maka negative networth akan menjadi kecil. Yang penting, dia noncash-charge, dan negative networth akibat akumulasi kerugian bisa diatasi. Yang perlu dijaga, Garuda tidak boleh rugi, cash flow harus positif. Selain itu, juga harus dijaga posisi serasi antara asset dalam rupiah serta liability dalam dollar AS.” Maka negosiasi intensif untuk penjadwalan hutang dan profitisasi Garuda dimulai. Benalu2 dibersihkan, kepercayaan dibangkitkan, efisiensi ditingkatkan. Pada masa Robby ini juga Kantor Pusat mulai dipindahkan ke wilayah Bandara Soekarno Hatta. Garuda terselamatkan, dan mulai bisa bangkit.

Sayangnya, tak lama Robby di Garuda. Menurut Tanri, memang sengaja Robby tidak dibiarkan lama di sana. Begitu Garuda agak pulih, kendali direksi diserahkan ke pihak lain yang memiliki kesempatan lebih besar untuk melakukan pekerjaan2 detail dan komprehensif. Sementara itu, Robby sendiri diberi pekerjaan baru yang lebih berat: mengawal merger bank2 BUMN menjadi Bank Mandiri.

Catatan: Seluruh kata2 di atas dinarasikan ulang dan tidak dapat dikutip ulang untuk keperluan jurnalistik atau ilmiah.

Teknologi 4G di Yogyakarta

Tak seperti biasanya, kali ini Gunung Merapi tampak detil2 liku2nya lengkap dengan puncak menjulang dan asap tipisnya, bahkan sejak Garuda belum mendarat di Yogyakarta. Udara jernih nyaris tanpa kabut dan awan tipis. Ya, setelah Bandung, kali giliran Yogyakarta menjadi tuan rumah bagi lecturing “Opening The Gates to 4G Mobile Technology” yang diselenggarakan oleh IEEE Communications Society Indonesia Chapter.

Bertempat di Hotel Santika (19 Desember 2009), seminar ini masih menyampaikan materi yang sama dengan Bandung, namun telah diperkaya oleh hasil diskusi di Bandung. Speaker dan materinya meliputi:

  1. Muhammad Ary Murti: Pengenalan IEEE, societies, Indonesia section, chapters, membership.
  2. Kuncoro Wastuwibowo: 4G Mobile Technologies, network, service, cognitive radio, context awareness, candidates
  3. Arif Hamdani Gunawan: Candidate I –> LTE, evolution, features, architecture, OFDMA & SCFDMA, implementation plan
  4. FX Ari Wibowo: Candidate II –> WiMAX II, comparison of 802.16e vs 802.16m, specifications, features, architecture

Peserta datang dari Bandung, Yogyakarta, dan berbagai kota lainnya. Diskusi cukup tajam, membahas spesifikasi detail, spekulasi mengenai lenyapnya UMB :), hingga pengembangan aplikasi di atas teknologi 4G.

IEEE-4G-Yogyakarta

Setelah Yogyakarta, Teknologi 4G akan juga dibawakan ke kota-kota lain, sementara di awal 2010 nanti juga IEEE akan mulai meluncurkan tema-tema yang berbeda untuk lecturingnya. Lecturing ini akan disampaikan melalui beberapa metode sesuai tujuan. Bentuknya bisa kuliah umum di kampus, lecturing intensif seperti saat ini, atau conference yang lebih besar. Namun tentu akan diperlukan dukungan lebih banyak volunteer :). Punya passion di bidang ini?

Garuda Indonesia

Sebagai majalah engineer yang UK-centric, E&T agak jarang menyebut Indonesia. Sempat dulu tiap triwulan nama Indonesia disebut, tapi dengan tema yang sama: Uni Eropa memperpanjang blokir atas penerbangan Indonesia, plus alasan panjang bahwa keseluruhan sistem penerbangan Indonesia dikendalikan oleh birokrasi yang korup dan asal2an. Entah kemana menhub masa itu sekarang. Pemicunya memang Adam Air — penerbangan milik pengusaha merangkap penguasa dan golkar. Syukur akhirnya blokir dicabut. E&T tak lupa menulis soal itu, biarpun tentu didahului oleh media2 di Indonesia. Garuda Indonesia dan Mandala boleh menerbangi dan melandas di Eropa. Pada saat yang berdekatan, Garuda juga mengumumkan perubahan style perusahaan. Logo lama, dengan tata huruf baru, dan desain2 baru yang lebih segar.

Garuda-Indonesia

Pada saat amat berdekatan, Citibank mengirimiku SMS, menawarkan upgrade Citibank Mastercard ke Citibank Platinum Garuda. Sebagai pecinta BUMN ;), aku langsung tertarik, dan langsung call ke Citibank sekitar 3 minggu kemudian. Waktu aku menjejakkan kaki di Bali (turun dari Garuda), pihak Garuda menelefonku untuk interview pengajuan GFF (Garuda Frequest Flyer) yang dipadukan kartu Citibank. Sekaligus Neng Garuda menanyai kapan aku terakhir naik Garuda, buat tambah point GFF. Dia langsung cek ke database, dan minta maaf bahwa penerbangan pagi itu yang a.n. grup tidak bisa dimasukkan. EGP :). Tak lama di Jakarta, kartu GFF biru masuk ke kotak pos. Lalu kartu Citibank Garuda dengan nomor GFF lain yang menggantikan si kartu biru.

Kartu ini nggak aneh, selain bisa buat nabung point buat lain hari bisa terbang gratis. Juga bikit kita bisa memilih antrian pendek waktu check in. Dan ia jadi pass masuk ke banyak airport lounge, yang sering terpakai karena kemacetan di negeri ini sudah mulai teratasi sehingga aku sering kepagian ke airport. Tapi tanpa kartu ini pun, Garuda memang menarik. Agen resmi Garuda ada di sebelah kantorku. Kalau kita beli tiket di sana, memilih tanggal dan jam, si agen langsung memberikan harga. Tapi ia juga memberikan alternatif jam lain yang harganya lebih murah, sekaligus harga termurah pada hari itu. Penerbangan semacam Air Asia tak mendidik agennya memiliki kebaikan hati semacam itu.

Oh ya. Aku menulis ini di atas Garuda yang lain, dalam penerbangan ke Bali lagi. Sekitar minggu lalu, Garuda mengirimkan laporan jumlah point GFF. Cukup cepat naiknya point-ku. Padahal aku nggak selalu menggunakan Garuda. Dan perjalanan ke Bali sebelumnya, yang dibeli via grup, ternyata dimasukkan juga point-nya ke total point GFF-ku.

Garuda-Indonesia

Beberapa hal unik di Garuda. Aku nggak berharap mereka baca blog ini sih, haha :).

  • Kita bisa ke web Garuda Indonesia untuk memilih jadwal penerbangan. Tapi kalau kita sudah menentukan pilihan, jika tak terlalu terdesak, jangan bertransaksi di web. Pergi saja ke agen resmi. Aku beruntung, bisa cukup jalan kaki ke agen sebelah kantor. Di sana, mereka bisa memberi harga lebih murah daripada transaksi di web. LEbih dari itu, kadang ada diskon kejutan. Misalnya waktu beli tiket ke Batam, aku sempat tanya, “Ada diskon untuk Citibank Garuda?” dan setelah membaca2 tumpukan kertas, si neng agen dengan ceria memaklumatkan bahwa aku boleh mendapatkan diskon 15%. Not bad.
  • Pun kalau masih mau beli di web, bandingkan dulu harga tiket pulang-pergi dengan jumlah harga tiket satu jalan ke arah pergi dan ke arah pulang. Beberapa kali, harga tiket pulang-pergi justru lebih mahal, pada waktu yang sama.
  • Dibandingkan low-fare airlines, tentu Garuda memang lebih mahal. Significantly :D. Namun pada hari2 tertentu, seperti menjelang Idul Fitri lalu, atau menjelang 1 Syura di Yogya seperti weekend ini, harga tiket Garuda tak terlalu melonjak, sehingga selisihnya dengan low-fare seperti Air Asia bisa hanya belasan ribu saja.

Pilot memberikan isyarat pendek. Sebentar lagi pesawat bersiap melandas. Semua perangkat elektronik harus dimatikan. Tentu, tulisan ini baru akan dipublish di darat nanti. Dan sekaligus barangkali aku mau coba2 diskon dll yang ditawarkan, hanya dengan menggunakan boarding pass Garuda. Banyak yang menarik di Bali :).

BTW, sayang sekali account twitter @GarudaIndonesia tak dimanfaatkan maksimal.

Update:

  • E&T minggu ini memuat lagi tentang Indonesia, yaitu tentang proyek Palapa Ring.
  • Pernah merasai pesawat yang bisa tanpa jeda sedikitpun, dari taxi langsung take off? Garuda Denpasar-Jakarta yang aku tumpangi menunjukkan bahwa itu bisa :).

Bandung Gerbang 4G

Lama tak menjejak Bandung. Dan kota ini menyambutku beku tanpa ampun. Gigil dikepung kabut tipis. Ah, di mana ceriamu yang dulu itu, kota inspirasiku? Beku kau tak peduli semangatku. Tapi negeri menanti.

Seperti yang telah lama direncanakan, Bandung merupakan kota pertama untuk serial seminar “Opening the Gates to 4G” :). Ini seminar yang diluncurkan IEEE Comsoc Indonesia Chapter, dan didukung IEEE Indonesia Section dan Mastel. Seminar ini bertujuan untuk membuka perbincangan yang lebih luas mengenai pengembangan network, service, dan aplikasi di Indonesia memanfaatkan platform 4G.

IEEE-Horison

Seperti kata judulnya, ada lebih dari satu gerbang ke 4G. Di sisi network, setelah tumbangnya UMB, kita memiliki LTE dan WiMAX II. Tapi banyak parameter lain yang menandai 4G. Cognitive radio memungkinkan perangkat2 kita secara cerdas memilih spektrum dan platform telekomunikasinya mengikuti kebutuhan, lokasi, dan parameter lain — a.k.a. konteks. Pun aplikasi tengah mengarah ke aplikasi peduli konteks (context-aware applications). Tentu ini sering diulas di blog ini, maupun beberapa blog tetangga. Tetapi baru sekali ini semuanya berhasil dikemas dalam satu buah seminar.

Aku membuka seminar yang diselenggarakan di Hotel Horison ini dengan menceritakan kebutuhan dan requirement atas 4G. Selain cognitive radio, dibahas skema all-IP network (yang artinya juga dukungan atas IPv6), antena cerdas (MIMO, spatial multiplex), dan OFDMA. Lalu Arief Hamdani melakukan diskusi panjang dan mendalam tentang LTE, lengkap dengan SAE. Untuk pembanding, aku mengulas mengenai WiMAX II yang masih berstatus pre-standard (IEEE 806.16m).

WiMAX-II-Reference-Model

Sebagai penutup, diskusi diakhiri tentang context-aware application dan pervasive computing. Dan langit Bandung sudah mulai gelap lagi. Seminar berikutnya di Yogyakarta, kemudian Denpasar. Medan? :)

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑