Yang berikut ini bukan candaan baru, tapi candaan yang sering digunakan untuk mengingatkan anak2 muda yang baru masuk ke dunia bisnis akan dunia yang berbeda dengan ranah akademis mereka. Maaf kalau masa yang digunakan adalah antara belasan hingga ratusan tahun lalu :p
1. Kisah Besan Bill Gates
Mr X: “Hei, aku menemukan calon istri buat kamu.”
Anak Mr X: “Gak mau ah.”
Mr X: “Tapi ini putri Bill Gates.”
Anak Mr X: “Baiklah.”
Lalu si ayah melakukan networking dengan CEO World Bank.
Mr X: “BTW, aku rasa anakku cocok jadi VP di Bank Dunia.”
CEO World Bank: “No way, man!”
Mr X: “Tapi dia menantu Bill Gates.”
CEO: “Really? Boleh juga kalau gitu.”
Dan datanglah Mr X ke Bill Gates.
Mr X: “Bill. Boleh juga nih kalau kita berbesan.”
Gates: “Emang loe siapa?”
Mr X: “Anak gua sih VP World Bank.”
Gates: “Hmmm. Boleh juga.”
Bisnis masa kini hanya jalan jika semua pihak dapat memberikan dukungan bersamaan. Jika menjalankan satu bagian dari bisnis, lalu menunggunya berhasil untuk dapat mulai mengajak pihak lain; bisnis tidak akan berjalan baik. Kita harus menyusun plan secara ketat dan rapi, lalu menawarkan dan menjaminkan ke semua pihak agar mereka memberikan dukungan, kemudian menjalankan apa yang kita janjikan dengan komitmen dan kerja keras kita. Tentu, rasanya akan seperti dijepit semua pihak. Tapi untuk sebuah misi yang penting, kenapa tidak?
2. Kisah Petani dan Keledai
Petani dan anaknya pergi menuntun keledai. Berpapasanlah mereka dengan Tuan A. Maka Tuan A berkomentar: “Petani bodoh. Masa berjalan kaki sejauh itu, padahal mereka punya keledai yang bisa ditunggangi.”
Maka petani menaikkan anaknya ke punggung keledai, dan melanjutkan perjalanan. Bersualah mereka dengan Tuan B, yang lantas berceloteh: “Begitulah petani masa kini mendidik anaknya untuk kurang ajar. Anak bersenang-senang naik keledai, sementara orang tuanya harus berjalan.”
Maka petani menurunkan anaknya dari punggung keledai, dan mengendarai keledai. Bertemulah mereka dengan Tuan C, yang tak membuang waktu untuk langsung menyumbang pendapat: “Petani tak tahu diri. Bersenang-senang naik keledai, sementara anaknya yang kecil dan lemah harus berjalan kaki.”
Petani pun mengangkat anaknya ke atas punggung keledai. Berjumpalah dengan Tuan D, yang langsung berpidato: “Sungguh petani jahat. Dua orang menunggang satu keledai kecil? Sungguh tak berperikemanusiaan!”
Kita semua tahu bahwa tidak akan pernah kita bisa menyenangkan semua orang. Tidak mungkin. Tidak masuk akal. Tapi mungkin kita harus juga mulai sadar bahwa tidak mungkin juga untuk bisa menyenangkan satu orang, siapa pun itu. Tetaplah konsisten pada misi kita. Abaikan suara-suara tidak penting.
3. Kisah Pejabat Orde Baru
Soeharto menjumpai Lee Kuan Yew. Ia mendadak bertanya, kenapa Singapore bisa jauh lebih maju dari Indonesia. Maka Lee Kuan Yew memanggil Goh Chok Tong, lalu ia bertanya: “Mr Goh, siapa itu anaknya bapakmu, anaknya ibumu, tapi bukan saudaramu?” Goh tersenyum, lalu menjawab: “Tentu saja saya sendiri.” Dan Lee menyimpulkan: “Kami bisa maju karena kami memilih orang-orang pintar jadi pengelola negara.”
Soeharto pulang. Tapi ia penasaran: apakah ia telah memilih orang pintar jadi pengelola negara. Maka ia memanggil menteri kesayangannya, Harmoko. “Pak Harmoko. Ada yang ingin saya sampaiken. Pak Harmoko coba menjawab, siapakah anak daripada bapakmu, anak daripada ibumu, tapi bukan saudara daripada kamu.” Harmoko cepat menjawab, “Mohon petunjuk untuk tindak lanjutnya, Pak.” Soeharto agak kesal, tapi ia masih menyimpan harapan. “Coba Pak Harmoko mencari jawabannya ke menteri-menteri lain.” Maka Harmoko undur diri.
Setelah tak memperoleh jawaban dari Soedharmono, Akbar Tanjung, dll; akhirnya Harmoko menemui Habibie. Habibie tertawa saja. “Pak Harmoko, jawabannya adalah saya sendiri!” Harmoko langsung cerah. Tak lama ia mohon menghadap Presiden Soeharto.
Soeharto menyambut dengan senyum permanennya. “Sudah ada jawaban, Pak Harmoko?” Harmoko tak sabar menjawab dengan ceria, “Sesudah saya gali informasi dari berbagai pihak, ternyata jawabannya adalah: Pak Habibie!”
Soeharto mengernyitkan kening. Tapi ia tak ingin mengecewakan bawahannya yang setia itu. “Bagus Pak Harmoko. Itu merupaken upaya yang baik. Jawabannya juga sebenarnya mendekati benar. Tapi sayang memang belum 100% benar.”
Harmoko agak kecewa. “Jadi jawabannya apa, Bapak Presiden yang Kami Banggakan?”
“Adapun jawabannya,” pungkas Soeharto, “Adalah Goh Chok Tong.”
Pesan: Kadang kita merasa misi dan pesan kita telah tersampaikan dengan baik kepada seluruh pihak yang kita harapkan akan mendukung misi kita. Tapi sering kali kita salah. Misi belum tersampaikan. Pastikan misi tersampaikan.
Ada sumbangan cerita juga?
yang Bill Gates baru baca kali ini. keren.
Hahaha… Kisah Pejabat Orde Baru-nya cukup menghibur :)