Buku ini berjudul Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi NAZI. Autobiografi dari Parlindoengan Loebis. Dibeli sambil menunggu hasil X-Ray di Borromeuz, pada 26 Oktober 2006 (H+3).
Loebis berangkat ke Negeri Belanda untuk belajar Kedokteran, setelah lulus Kandidat I di Betawi (begitu dia menuliskannya). Semasa di Betawi, ia sempat aktif di Jong Islamieten Bond dan Jong Batak, yang kemudian bersama perhimpunan mahasiswa lain (selain Jong Java) bersatu membentuk PPPI dan Indonesia Moeda. Di Leiden, tak lama ia direkrut Perhimpoenan Indonesia. Sepeninggal Hatta cs, PI bersifat kekirian, dengan garis Stalinis yang jelas. Sempat Loebis menjadi ketua, selama 3 tahun, dan membawa PI ke arah yang tak begitu kiri. Kerjasama dengan Partai Komunis Belanda dihentikan, dan digantikan dengan kerjasama dengan Partai Sosialis (SDAP).
Tapi kemudian PD II pecah. Mei 1940, saat Jerman bergerak ke barat, Belanda menyerah nyaris tanpa perlawanan. Dan bahkan kemudian kehidupan masih tampak normal dalam pendudukan Jerman. Sebelum serangan Jerman pun, partai NSB pro Jerman pernah memperoleh suara cukup besar (separuh suara) dari rakyat Belanda. Selama pendudukan Jerman ini, Loebis sempat lulus di Leiden, menikah di Haarlem, menjajagi bekerja di Utrecht, dan akhirnya membuka praktek di Amsterdam. Tapi kemudian, 26 Juni 1941, dua orang reserse Belanda menjemputnya. Loebis dipenjarakan, dan kemudian dipindahkan ke Kamp Konsentrasi. (Baru pada tahun 1945, Loebis mengetahui alasan penahanannya: Jerman baru membuka front baru melawan Sovyet, dan para aktivis gerakan pro komunis ditakutkan menjadi partisan di belakang front).
Kamp Konsentrasi yang pertama dihuni adalah Kamp Schoorl. Di sini, tawanan belum disuruh bekerja, tetapi hanya disuruh apel dan berolah raga. Kemudian seluruh isi kamp ini digabungkan ke Kamp Amersfoort. Di sini, tawanan memperoleh perkerjaan konstruksi, termasuk memasang kawat berduri. Juga mulai sering disiksa secara kejam, baik oleh orang Jerman, maupun terutama oleh orang NSB.
Loebis kemudian dipindahkan ke Kamp Buchenwald di Jerman. Di sini Loebis mulai kehilangan harapan untuk dibebaskan, kecuali perang berakhir dengan kekalahan Jerman. Ia memutuskan untuk hidup secara efisien dan tanpa hati, untuk bertahan hidup selama mungkin. Di Buchenwald, mereka membuka hutan di pegunungan berkabut, memecah batu, membuat barak, saluran air, listrik, bengkel, dll, selama 7 hari seminggu, 14 jam sehari. Tawanan sering dipukuli, bahkan hingga mati. Tawanan yang mengobrol ditembak.
Namun kemudian Loebis dipindahkan lagi, pada Oktober 1942, ke Sachsenhausen, ke instalasi pabrik pesawat perang Heinkel. Di sini situasi lebih baik. Kamp lebih difokuskan pada pekerjaan teknis, biarpun kekejaman masih berlangsung, dan menyita nyawa manusia segala bangsa di sana. Kali ini, Loebis ditugaskan sebagai dokter kamp, sehingga tugasnya lebih ringan. Loebis jarang mengulas tentang Yahudi. Ia beralasan bahwa barangkali para Yahudi dipisahkan, dan ditempatkan di kamp tersendiri. Atau barangkali … entahlah.
Saat akhirnya pasukan sekutu berhasil masuk ke Jerman, Kamp kacau. Para tawanan dan penjaga membentuk barisan tak teratur yang terus bergerak ke barat. Tawanan yang keluar barisan langsung ditembak di belakang kepala. Tapi banyak juga penjaga yang juga lari memisahkan diri. Mereka akhirnya berhenti di kampung Grabouw. Sempat barisan dari kamp lain bergabung. Dan akhirnya tentara Russia masuk juga ke kampung itu. Mereka resmi lepas dari tawanan. Tapi perlu waktu untuk memulihkan diri, dan mencari cara untuk lepas dari kawasan Russia, menyeberangi sungai Elbe, masuk ke kawasan Sekutu Barat, dan akhirnya kembali ke Belanda dengan kereta ke Maastricht, lalu naik mobil ke keluarganya di Amsterdam.
Namun, nun di timur, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dan pada akhir 1945, berita itu mulai terdengar masyarakat Indonesia di Belanda. Loebis dkk langsung menyatakan diri bagian dari Republik Indonesia yang merdeka, dan kekikukan kemudian terjadi lagi. Sempat ada Kongres Pemuda Demokrat Sedunia di Cekoslovakia, dan Loebis ingin menghadiri kongres ini, atas nama Indonesia. Tentu Belanda tak memberikan pass, tetapi atas bantuan Inggris, Loebis bisa berangkat. Sambutan untuk Indonesia amat meriah, membuat berang para pemuda Belanda. Loebis kembali ke Belanda menumpang tim Belgia. Pemerintah Belanda akhirnya memperbolehkan orang Indonesia kembali ke negerinya. Namun dengan status sebagai NICA. Banyak yang mengira bahwa ini adalah support yang baik, karena tidak menyadari bahwa NICA justru memusuhi Pemerintah Indonesia Merdeka. Loebis sempat menyadari, dan memberi peringatan kepada lainnya. Namun saat ia bertolak pulang, ia diberi juga pangkat Mayor NICA, yang tentu ia tolak. Ia mengambil status sebagai dokter kapal, dan dalam status itu sempat menyelundupkan Dr Setia Boedi (Douwes Dekker) kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Loebis meneruskan karir sebagai dokter, dan menolak berpolitik. Bekerja sebagai dokter di PT Timah, Belitung. Zaman kaum komunis Indonesia bangkit, Loebis difitnah dan dipensiunkan dini, karena dianggap tak mau mendukung kaum komunis. Tapi ia tetap tinggal di Belitung. Saat istrinya meninggal, baru ia pindah ke Jakarta. Loebis meninggal di ujung tahun 1994, nyaris tanpa perhatian dari bangsa kita.
Tulisan ini membuktikan bahwa Holocaust itu bohongan aja. Percaya mana sama isapan jempol Yahudi sok aksi ama cerita orang Indonesia sendiri? Sok cari pembenaran aja orangYahudi itu
@1: Tidak membuktikan apa2 :). Tapi bahwa kaum Yahudi mengerahkan media dan segalanya tentang holocaust atas Yahudi, untuk kemudian melakukan ekspansi dst, itu memang tak dapat dipungkiri. Kamp konsentrasi NAZI sendiri lebih banyak mengambil korban orang2 Kristiani, khususnya dari Eropa Timur, ketimbang orang Yahudi. Trik2 macam gini juga kemudian banyak digunakan oleh kalangan non-Yahudi masa kini.
Pak Parlindungan Lubis ini apakah masih ada hubungan dengan Zulkifli Lubis dan Pak AH Nasution ya ? Kalau ada , profilenya sama. Mungkin akan ada cerita tambahanya.
@3: Mirip Carlos Patriawan barangkali ya? Di buku beliau (yang lugas, tanpa polesan sastrawi), tak disebut tentang nama2 tokoh2 TNI. Dan karena beliau sudah meninggal, aku rasa kecil kemungkinan ada cerita tambahan.
Cerita sejarah yang menarik, kayaknya ga banyak yang tau deh ada orang indonesia yang pernah ditahan di Kamp. Nazi.
Usulin deh ke sutradara2 indonesia buat di jadiin film…!!
Mirip kakekku deh gambarnya .. beiguzz .. dapet dari mana, Om?
@6: Kakeknya mirip Zulkifli Lubis atau AH Nasution nggak? Fotonya, dari … ada deeeeh. Nggak dink. Dari bukunya, difoto.
Ini cerita beneran? Saya pengen beli bukunya, dimana yah?
@8: Judulnya autobiografi sih. Kalau di toko buku terdekat nggak ada, coba ke inibuku.com. Tapi, kalau di rumah sakit aja ada, masa di toko buku nggak ada :).
salut euy.. lagi sakit gigi tapi masih sempet beli buku politik kayak gini
:-)
masuks sini dong
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/032006/06/teropong/utama02.htm
Saya beli bukunya tgl 29 Oktober 2006 di gramedia Bandung setelah gak sengaja melihat posternya di sana. Ternyata Mr. Koen telah mendapatkannya lebih dulu, hehehe…
Rada merinding juga bacanya, karena yang mengalami dan menceritakannya kembali adalah bangsa sendiri dalam bahasa kita sendiri… Semoga tidak pernah ada lagi kamp-kamp konsentrasi di dunia ini..
ngeliat foto2 korban kamp tsb ngeri euy! kakekku sering cerita kekejaman tentara kita menyiksa tahanan waktu beliau di tahan di pulau Buru. kakek aja lehernya di pantek pake paku 12, untung aja kakek asli cirebon jadi kalo cuma segitu sih ya ga mati!
Incredible. Buku ini langsung tak uber dan langsung dapet. Mengingatkanku pada pengalaman ayah ku sendiri, yang terbawa Kaigun (angkatan laut Jepang) dan terlibat dalam perang pasifik sampai akhirnya ditawan di pulau Guadalcanal. Banyak sekali sebetulnya orang2 Indonesia yang secara personal (belum punya negara saat itu) terseret dalam kekejaman perang dunia ke dua. Mungkin bisa dibuat website khusus untuk menampung pengalaman2 itu, beserta foto2nya. It’s valuable really !
Setelah saya membaca autobiografi dan sekelumit cerita dari pengalaman dr.Parlindoengan Loebis…, saya mau menanyakan dimana saya bisa mendapatkan buku itu..?
Dan juga sesunguhnya cerita / kejadian mengenai Holocoust itu hanya sebuah cerita karangan belaka yang di besar-besarkan…, dan fair aja yang menjadi korban terbanyak bukanlah bangsa Yahudi tetapi bangsa Gipsy, coba kita renungkan bagaimana perlakuan Yahudi terhadap saudara-saudara muslim kita yang mereka perlakukan secara tidak manuisiawi, mulai dari pembunuhan, pembrangusan hak-hak, pencaplokan wilayah {Invasi}…., dll.
Semoga pengalaman beliau ini dapat memberikan contoh kepada kita dan khususnya kepada para pejabat di negeri ini yang hanya bermain-main dalam memimpin negeri kita ini yang ujung-ujungnya hanya menyengsarakan rakyat dan bangsa…!
BANGKITLAH…., SADARLAH, wahai negeriku yang tercinta…!
wanna read this book
mungkin Alm Pak Lubis ini seangkatan Sjahrir atau Abdul Madjid di masa kepemimpinanya di PI. Habis Bung Hatta pulang ke Indonesia, PI memang cenderung kiri tapi kemudian lebih menjadi ‘Trotskyism’ dibanding pro-Stalin.
Menarik sebenarnya, kenapa Pak Loebis ini gak melarikan diri ke Moscow, kan jaman itu banyak Indonesian Thinker lainya seperti Semaoen, Tan Malaka , Musso cs yg berada di Moskow.
Aha ! Saya dapatkan informasi sejarah baroe lagi Bang Koen.
Kali ini dalam tulisan “Soviet View of the Indonesian Revolution” by Ruth McVey:
Other Indonesia Leftish leaders that’s affiliated with Perhimpoenan Indonesia –notably Maruto Darusman, Setuadjit and AbdulMadjid — had been pre-warleaders of perhimpoenan indonesia, an indonesian student group in Leiden whose policies at that time were closely coordinanted with those of dutch communist party.They worked in the anti-german underground during war and were repatriated to the republic on april 29, 1945. The dutch government was helpful in securing their return, apparently in the hope that their moderate opinion regarding relation between indonesia and the netherlands would have favorable effect on replublic’s attidue in this matter.
—
saya sangat yakin, bapak2 kita diatas ini juga temanya bapak loebis.
@Carlos: Wah, semakin terkuak pernik sejarah kita yang beraneka warna itu, kan? Benarkah mereka terasing dari Moskow karena lebih dekat pada Trotsky (kediktatoran komunis sungguh kejam bagi kelompok yang dianggap ‘rekan bagi musuh’)
Aku udah mulai lupa detail buku ini. Kalau tidak salah, waktu itu sempat ada vakum dalam organisasi atau ada semacam policy untuk tidak terlalu kiri. Aku baca lagi deh. Sambil dicarikan missing link-nya ya :).
mOe haddad says:
“Dan juga sesunguhnya cerita / kejadian mengenai Holocoust itu hanya sebuah cerita karangan belaka yang di besar-besarkan…, dan fair aja yang menjadi korban terbanyak bukanlah bangsa Yahudi tetapi bangsa Gipsy, coba kita renungkan bagaimana perlakuan Yahudi terhadap saudara-saudara muslim kita yang mereka perlakukan secara tidak manuisiawi, mulai dari pembunuhan, pembrangusan hak-hak, pencaplokan wilayah {Invasi}…., dll.”
plis de, misalnya yahudi bohong soal holocaust, paling gak usaha mereka lebih lumayan lah dibanding hollocaust-denier dalam nyediain fakta2.. dan lagi, apa yang dilakukan yahudi sekarang terhadap palestina tuh ga bener2 relevant ama fakta adanya holocaust. gila aja, itu ud beda generasi, kenapa si masi generalisasi..
fyi, di buku itu, loebis juga bilang kalo orang non-yahudi dilarang bicara ama yahudi. dan kalo melanggar, akan dipukulin habis2an. gw ngerasa bahwa loebis pun membenarkan holocaust..
personally, gw si percaya ama holocaust, dan simpati ama yahudi yang ngalaminnya. walaupun demikian, gw ga setuju ama zionis. gw anti-zionis tapi bukan anti-semit, dan kadang2 banyak orang yang ga ngerti perbedaannya.
aduh… jadi pengen baca deh. terbitan mana ya?