Lima tahun yang lalu, Soeharto longsor: jatuh terhina. Apa sih yang kita rasakan waktu sang jendral pringisan itu membacakan pidato pengunduran diri? Rasa haru? Rasa lega? Aku yakin, waktu itu yang ada adalah rasa tidak percaya. Tidak percaya bahwa si boss banyak akal itu sebegitu mudahnya menyerah kepada tuntutan rakyat.
Tapi entah akibat tuntutan rakyat, atau IMF, atau pemerintah US, atau penasehat spiritual plus tuyulnya, ternyata si boss memang longsor. Gubrak, begitulah. Dan rasa tidak percaya mulai berubah jadi rasa lega.
Dan perasaan yang sukar dilukiskan. Perasaan punya negara. Lucu ya? Bertahun-tahun, rasanya kita hidup di negara punya orang lain — dibodohi terang-terangan setiap hati, dipaksa jadi tamu di tanah air sendiri. Lucu dan menarik punya perasaan bahwa hari ini tanah air kita adalah benar tanah air kita. Dan rasa eksotik melihat bendera-bendera aneh berkibar: Masyumi, Murba — eks partai-partai terlarang.