Lebih dari setengah penduduk Inggris menolak keikutsertaan Inggris di dalam perang Bush melawan Irak. Di Amerika sendiri, banyak rakyat yang lebih suka mendukung policy yang diambil Perancis dalam soal Irak. Tapi Bush terlalu malu hati untuk mundur. Juga Blair.
Soalnya memang bukan hanya menyerang Irak atau tidak. Tapi apa yang akan terjadi pada rakyat Irak. Kita berdemo menentang serbuan AS ke Irak. Tapi seandainya AS tidak jadi menyerbu Irak, apa yang akan kita lakukan? Berteriak gembira karena berhasil mengalahkan AS secara moril? Apa yang kemudian terjadi pada Irak adalah: terus menerus dipimpin dan dihancurkan oleh Saddam Hussein dan kawanan perampoknya.
Kita kayak lupa betapa seramnya hidup di bawah Soeharto, yang sisa-sisanya masih ada saat ini. Tidak mustahil rezim Megawati akan mengarah ke hal yang sama, dan mulai terasa saat ini. Saddam Hussein, kita tahu, bukan tipe penjahat yang bersembunyi di balik kesantunan, tapi tipe yang terang-terangan membasmi rakyatnya sendiri.
AS memang bukan tipe penjaga keadilan yang bisa dipercaya. Kalau ia punya hati nurani, atau nilai keadilan dan kemanusiaan setitip debu saja, ia bisa membubarkan Israel lebih dahulu sebelum mengutak-atik negara-negara lain. Tapi bagi sebagian rakyat Irak, barangkali AS mirip Mephisto yang datang kepada Faust waktu tidak ada jalan lain yang bisa dilihat untuk keluar dari kemandegan. Rakyat Irak seperti dipaksa memilih satu dari dua macam setan.
Pada saat seperti ini barangkali cuma dapat memohon keajaiban dari seorang Ibrahim yang pernah tumbuh di tanah itu. Setidaknya seorang Abu Nawas, kalau Ibrahim dipandang terlalu mulia untuk bangsa itu. Orang-orang yang mau menampik kebodohan dari bangsa-bangsa yang bernafsu menyerbu Irak dan sekaligus kebodohan dari orang yang menolak menyerbu Irak.