Alam Coventry mencoba ikut ceria pagi ini, tanpa kabut tanpa mendung tanpa lapisan
es di atas rumput. “Id Mubarak,” kita saling memberi salam ke penghuni Westwood,
sebelum melintasi dua buah bukit ke Warwick University. Seorang dengan profil badan
yang besar tersenyum lebar, menjelaskan tentang shalat ‘Id sebelum memulai sebagai
imam. Kemudian ia mengambil Qur’an yang tampak berat, dan mulai membacakan khutbah,
terus dengan senyumnya yang khas. Yang dibahas soal ringan saja, surat-surat terakhir
di Quran yang pendek-pendek (sekitar 2 halaman terakhir dari Qurannya yang berat itu).
Tapi dia membahasnya dari sudut pandang western muslim. “Kenapa sih Quran masih
menyebut soal sihir?” kata dia. Lalu dia mengkaji soal sihir sebagai motivasi aktivitas
yang tidak didasari baik oleh nurani maupun akal, melainkan hanya oleh aspek-aspek
jangka pendek, emosi, dan bisik-bisik. Sihir-sihir ini, begitu dia kaji, adalah
yang menghancurkan perjuangan, dan membuat kita terus tercerai-berai. Terus temanya
dibawa ke soal persatuan, yang dimulai dari hati.