Tag: Nippon

Miraikan

Ada yang sulit dimengerti dari buku Geek Atlas. Saat orang2 Inggris sibuk memasukkan banyak research centre dan science museum di berbagai kota ke dalam buku itu, orang Jepang malah memasukkan tempat shopping semacam Akihabara. Andai aku yang jadi koresponden Jepang, aku akan memasukkan setidaknya Science Museum di Chiyoda, dan The Future Museum di Odaiba. Aku sendiri cuma punya waktu singkat di Tokyo, dan atas rekomendasi seorang rekan hanya memilih mengunjungi Odaiba.

Odaiba sendiri adalah pulau buatan di lepas Teluk Tokyo, dengan posisi seolah melindungi kota Tokyo dari berbagai ancaman dari laut. Pulau ini mulai dibuat di abad ke-19, namun mulai intens digunakan di akhir abad ke-20. Berbeda dengan Tokyo yang amat padat, suasana Odaiba sungguh lapang, dengan banyak ruang kosong, dan instalasi2 raksasa kokoh yang mengisi ruang. Odaiba dihubungkan melalui Jembatan Pelangi ke kota Tokyo. Dari Tokyo, pengunjung dapat menggunakan MRT Yurikamome dari Stasiun Shimbashi. Yurikamome ini agak terpisah dengan sistem metro Tokyo.

Di Odaiba terdapat cukup banyak obyek menarik: dari Aquatic City, pusat telekomunikasi, dan lain-lain. Tapi aku baru menghadiri konferensi mengenai infokom, jadi mungkin tak perlu menambah satu hari lagi untuk telekomunikasi. Dan, sebagai salah satu bekas pengasuh blog Pernik Ilmu, aku memilih Miraikan. Miraikan diinggriskan sebagai The National Museum of Emerging Science and Innovation. Untuk mengunjunginya, kita dapat turun di stasiun Funenokagakukan di Odaiba.

Kebetulan aku mengunjungi Miraikan pada 12 Juni. Ini hari kedua sebuah pameran yang memaparkan pembuatan Tokyo Sky Tree, yaitu proyek pembangunan menara setinggi 634m. Pameran ini dimulai dari sejarah menara2 tertinggi yang dibuat manusia, dari piramida Khufu dan mercusuar Alexandria, Eiffel di abad ke-19, hingga lomba kemegahan tower antar negara tanpa maksud jelas di abad ke-20. Namun menarik untuk menyaksikan berbagai tantangan yang harus dipecahkan untuk membuat tower berketinggian di atas setengah kilometer itu; plus bagaimana mereka harus merekayasa solusinya.

Ke lantai atas, pengunjung disambut Geo-Cosmos yang terkenal itu. Oh, sebelumnya, pengakuan dulu: blog ini dibuat karena mendadak tampak foto Geo-Cosmos dari Miraikan ini di E&T Magazine edisi terakhir :). Ge0-Cosmos ini merupakan miniatur bumi, digantung pada ketinggian 18 meter, dibuat dari kerangka aluminium, dan disaluti lebih dari 10.000 panel OLED yang masing2 berukuran 96×96 mm dengan 1024 pixel berwarna. Ia mensimulasikan kondisi bumi sesuai kebutuhan pengamatan.

Aku berpindah ke ruang inovasi. Di sini ditampilkan bagaimana kreasi sains dan teknologi dibentuk, bagaimana proses eksplorasinya, dan ke mana proses2 semacam itu mungkin membawa kita. Ini divisualkan sebagai lima sungai yang mengalir dari mata air harapan. Lima sungai itu ditampilkan dengan berbagai contoh.

  • Association. Sebagai contoh, komputasi kuantum diciptakan dengan mengasosiasikan sebuah kalkulator pada karakteristik fisika kuantum. Contoh aplikasi komputasi kuantum adalah pencarian visual, misalnya mencari wajah kita dari kumpulan file gambar.
  • Integration. Sebagai contoh adalah lab dalam sebuah chip. Berbagai fungsi yang kompleks dalam lab dimampatkan dalam sebuah chip; dan chip itu dipamerkan mampu menjawab berbagai pertanyaan.
  • Serendipity. Kadang penemuan besar diawali dari kegagalan atau basil yang tak diharapkan dari eksperimen lain. Yang dicontohkan dal am kasus ini adalah plastik konduktif.
  • Mimic. Contohnya, adalah fotosintesis buatan yang meniru fotosintesis alami. Dengan mempelajari mekanisme para alam, tumbuhan, dan makhluk lain, manusia mempelajari cars memecahkan berbagai masalah, seperti masalah lingkungan dan energi.
  • Alternative. Atau pergeseran gagasan. Misalnya, mungkinkah mengubah satu atau dua masalah dari sebuah masalah besar, kemudian memecahkannya?

Uh, cukup lama aku di sini. Aku berpindah secara acak, sambil diam2 mulai merindukan kapucino dingin :). Ini beberapa yang aku kunjungi:

  • Display bagian dalam dari wahana angkasa. Di sini ditampilkan ruang2 dalam ukuran sebenarnya, tempat para astronot hidup selama di angkasa: apa yang mereka makan (makanan instan yang mudah dilunakkan, tetapi cukup beradab), apa saja yang bisa mereka lakukan (membaca, tidur, memasang musik, baca majalah, main game), dan bagaimana mereka melakukannya.

  • Aku lupa ini di bagian mana :). Tapi benda ini membuka mataku tentang bagaimana syaraf bekerja. Di tengah itu cermin. Kita letakkan tangan kiri dan kanan di kayu hijau. Kita tutup mata kiri. Maka mata hanya melihat tangan kanan, dan bayangannya (yang seolah2 jadi tangan kiri). Sekarang, gerakkan tangan kanan saja. Mengejutkan! Syaraf kita memberi tahu bahwa tangan kiri kita bergerak. Padahal jelas tangan kiri kita diam. Mata melihat bayangan tangan kanan bergerak, mengiranya tangan kiri, dan mengirim pesan ke otak, yang kemudian membuat otot tangan kiri kita yakin bahwa ia telah bergerak.

  • Dan ini, namanya Paro. Ia robot berbentuk anak anjing laut. Tapi ia merespons suara dan sentuhan kita, seolah2 ia memang hewan piaraan yang imut dan manja. Ada yang berminat mengadopsi Paro?

  • Berikutnya adalah robot yang meniru gaya reaksi manusia. Mereka menangkap ekspresi, dan dapat memberikan ekspresi simpatik pada suara kita, seperti dengan mengangguk2 atau memberikan gaya dan lain2. Ekspresi semacam ini diyakini merupakan bagian terpadu dari komunikasi dan konversasi masa depan.

  • Wahana laut Shinkai 6500, melakukan eksplorasi jauh di kedalaman laut, di tempat yang tak tertembus sinar mentari.

  • Sisanya, masih cukup panjang dan banyak. Cukup untuk menghabiskan setengah hari. Tapi kadang lupa ambil foto juga. Dan entry blog ini mulai terlalu panjang, haha.

Selesai, kembali ke Tokyo, dan menikmati sore sebuah car-free day di Ginza, sebelum ke Haneda airport untuk kembali ke Jakarta.

Sidang Comsoc Asia Pasifik

Tahun 2011 ini IEEE ICC diselenggarakan di kota Kyoto, Jepang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, helat akbar IEEE di bidang infokom ini dibarengi beberapa pertemuan, baik teknis maupun organisasi, di lingkungan IEEE dan IEEE Comsoc. Mewakili IEEE Comsoc Indonesia Chapter, aku diundang hadir di Comsoc AP-RCCC. Undangan diterima bulan April, jadi ada waktu cukup luang untuk mempersiapkan visa Jepang, tiket, hotel, dll. Sayangnya bulan2 ini adalah bulan2 sibuk di Divisi Multimedia Telkom. Jadi aku tak sempat melakukan hal2 menarik, seperti mengingat2 kembali penulisan huruf hiragana, katakana, dan terutama kanji dasar, buat bekal jalan2.

Rute perjalananku cukup jail :). Alih-alih mengambil penerbangan Jakarta-Kansai seharga 7.5jt, aku mengambil jalur Jakarta-Haneda seharga 5jt, ditambah Shinkanzen Tokyo-Kyoto seharga 2.5jt. Jalur ajaib ini mengharuskanku terdampar tengah malam di Haneda Airport sampai pagi, sebelum melaju ke Shinagawa Station dan Kyoto.

Tapi, Shinkanzen cukup kencang, dan pagi itu juga aku sudah sampai di Kyoto, plus sempat beristirahat. Setelah melaporkan kehadiran ke organiser, aku meluangkan waktu dengan menjelajahi pusat2 budaya di Kyoto. Sebenarnya, Kyoto sendiri adalah pusat budaya Jepang klasik. Aku mengunjungi kuil Buddha dan Shinto di Kiyomuzudera, dan kuil Zen di Konnin-ji, dan menghabiskan sore dengan melihat cuplikan teater Jepang klasik di Gion Corner. Tapi akhirnya aku kembali ke hotel dan melakukan finalisasi presentasi.

ICC dan konferensi yang menyertainya diselenggarakan di KICC, sebuah resort di timur laut Kyoto. Tampaknya tempat ini memang disiapkan untuk menjadi ruang diskusi bertaraf internasional. Aku tak mengikuti sesi-sesi ICC secara penuh. Hanya sesi workshop. Tapi aku harus mengikuti sidang AP-RCCC di tempat yang sama.

Jika IEEE Region 10 Meeting di Yogyakarta lalu merupakan pertemuan organisasi dari IEEE di kawasan Asia Pasifik, maka AP-RCCC ini adalah pertemuan dari IEEE Communications Society. Membahas wilayah Asia Pasifik, pertemuan ini dihadiri Presiden Comsoc, para VP dan direktur, Region Amerika Utara, Region Amerika Selatan, serta para ketua chapter Comsoc se-Asia Pasifik. Di dalam IEEE Comsoc, Region Asia Pasifik meliputi kawasan yang membentang dari Pakistan di barat, Jepang di timur laut, hingga New Zealand di tenggara.

Presiden IEEE Comsoc, Byeong Gi Lee, membuka sidang dengan menyampaikan tantangan terkini di bidang telaah komunikasi. Konvergensi telah melalui satu tahap dalam informasi digital, dan saat ini kita masuk ke konvergensi berbagai service. Konvergensi bukan hanya antara bidang komunikasi dan komputasi, tetapi melebar ke elektronika konsumen, media, dan kawasan lainnya. Comsoc mengantisipasi hal ini dari berbagai sisi: pendekatan pendidikan dan content, pendekatan industri, dan pendekatan standardisasi. Perumusan ini diikuti juga dengan restrukturisasi organisasi Comsoc. Berbagai aspek berkaitan dengan konvergensi lebih lanjut ini memicu diskusi yang cukup menarik.

Berikutnya beberapa VP dan direktur menyampaikan laporan dan arahan. Dan setiap chapter menyampaikan laporan, rencana kegiatan, dan hal-hal lain. Indonesia memperoleh giliran pertama untuk memberikan laporan. Aku menyampaikan laporan kegiatan yang saat ini masih dititikberatkan pada kampanye teknis dan organisasi IEEE dan Comsoc, termasuk dukungan dalam pembentukan 4 IEEE student branches pertama di Indonesia, serial roadshow, dan pendekatan lain. Rencana ke depan meliputi penyusunan konferensi yang lebih besar (lebih dari saat ini yang berupa seminar atau lecturing tematis). Untuk ini diperlukan assistance dan support dari Region maupun chapter yang bertetangga. Juga disampaikan persiapan TENCON di Bali bulan November 2011, dan permintaan untuk distinguished lecturer & distinguished speaker atas progress terkini di bidang ilmu Comsoc. Cukup banyak yang menyampaikan dukungan atas kegiatan IEEE Comsoc di Indonesia ini. Perwakilan chapter lain menyusul memberikan laporan.

Selesai konferensi, aku kembali ke pusat Kyoto dengan MRT bersama Prof. Hsiao-Hwa Chen. Ada yang agak lucu sebenarnya. Pertama jumpa (sebelum konferensi), beliau menyebut namanya, lalu aku menyampaikan bahwa tentu aku kenal beliau, baca beberapa papernya, dan bahkan tahun lalu sempat berkorespondensi. Beliau menanggapi antusias. Padahal sebenarnya tahun lalu korespondensi dari beliau bernada marah akibat sebuah kesalahpahaman yang lucu :). Tapi ini tak dibahas. Malah akhirnya kami berbincang panjang dengan pengelolaan chapter, tentang pengelolaan platfrom, tentang sejarah Jepang dan Kyoto, dst.

Jadi esoknya aku menyempatkan diri menelusuri kembali kawasan2 bersejarah di Nara (ibukota Jepang yang pertama, sebagai Jepang yang telah bersatu) dan di Kyoto (ibukota Kekaisaran Jepang selama 1000 tahun), sebelum akhirnya beranjak kembali ke Tokyo (ibukota Jepang sejak Restorasi Meiji).

Cerita lengkap (non IEEE) atas kunjungan ke Jepang ini:

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑