Tag: fisika

Pauli dan 137

Wolfgang Pauli pernah menyampaikan bahwa andai Tuhan memperkenankannya bertanya satu hal, ia akan bertanya, “Kenapa 1/137?”

Di tahun2 awal, blog ini pernah membahas konstanta struktur halus α. Saat sebuah atom disinari (ditumbuk foton), akan tampil spektra cahaya yang unik menurut jenis atom. Struktur halus (fine structure) adalah struktur dari setiap garis spektrum itu, yang pada gilirannya menunjukkan struktur halus yang membentuk lintas elektron di sekitar atom. Dengan teori Niels Bohr, dapat dihitung level energi dari spektrum ini, yaitu En = -Z²/n² * 2.7·10-11 erg, dengan n bilangan kuantum elektron n, dan Z adalah bilangan atom. Konstanta di belakang setara dengan 2π²me4/h², yang bisa juga dihitung sebagai energi elektron atom hidrogen (Z=1) pada orbit terendah (n=1). Arnold Sommerfeld, mentor Pauli, berusaha merapikan formula ini dengan memasukkan relativitas, yaitu mengkonversikan E = mc². Hasilnya, En,k = -Z²/n² { 1 + (2πe²/hc)² [n/k – 3/4]} * 2.7·10-11 erg. Terdapat bilangan kuantum k yang menunjukkan orbit tambahan untuk elektron. Ini memungkinkan tambahan alternatif lompatan elektron dalam jarak lebih kecil, yang menghasilkan spektrum yang lebih halus. Di luar kurung siku, persamaan itu mirip persamaan Bohr. Namun di dalam kurung siku, tampil sebuah ruas baru, berisi paduan konstanta yang belum pernah tampak sebelumnya: 2πe²/hc atau e²/ℏc.

Sommerfeld menyebut ini sebagai konstanta struktur halus, sebesar α = e²/ℏc, yaitu 0.00729. Arthur Eddington menulisnya sebagai 1/137. Konstanta ini tak memiliki satuan. Artinya, apa pun satuan yang digunakan untuk menghitung kecepatan cahaya, konstanta Planck, muatan elektron dan lain-lain, konversi satuan antara konstanta itu akan saling meniadakan, dan membentuk hasil 1/137. Angka ini menarik, selain karena konstan, juga karena tidak terlalu besar, tapi juga tidak kecil. Seolah turun sebagai wahyu yang mengatur alam dengan sendirinya: 137. Eddington segera memistikkan angka ini, dan menggusarkan banyak ilmuwan lain, termasuk Pauli.

Formula α = e²/ℏc juga menunjukkan seberapa besar sepasang elektron berinteraksi (e kali e di atas konstanta). Pauli penasaran karena belum ada formula, baik dari fisika klasik maupun fisika kuantum, yang menghasilkan muatan elektron. Semua formula mengharuskan muatan elektron dimasukkan dari hasil pengukuran. Konstanta struktrur halus membawa kaitan e terhadap konstanta elementer ℏ dan c; tetapi melalui sebuah konstanta yang tidak diketahui dari mana asalnya. “Bakal keren kalau angka 1/137 ini ketahuan asal usulnya,” tulis Pauli ke Werner Heisenberg tahun 1934.

Mentor Pauli yang lain, Max Born, menulis artikel tentang “Misteri 137” pada 1935, menceritakan bahwa 1/α = 137 ini merupakan kunci pengait relativitas dengan teori kuantum. Dalam artikel itu juga, ia menulis: jika angka ini terlalu besar, materi tak akan tampak beda dengan ketiadaan. Angka 137 adalah sebuah hukum alam itu sendiri, dan seharusnya menjadi titik pusat filsafat alam.

Namun sementara itu, Perang Dunia II memecah Eropa. Einstein, Pauli, lalu Bohr pindah ke Amerika. Born pindah ke UK. Heisenberg tertinggal di Jerman, dan bahkan memimpin kelompok pembangun senjata atom Jerman. Schrödinger berlompatan dalam galau melintasi negeri yang bertikai. Usai Perang Dunia II, baru para ilmuwan kembali memikirkan masalah fundamental.

Pauli-Heisenberg-Fermi

Pauli, Heisenberg, dan Fermi

Pada tahun 1955, Pauli kembali menyebut angka 137. Pada tahun 1957, setelah Pauli kembali ke Swiss, Heisenberg menulis mail ke Pauli bahwa ia sudah mencoba menurunkan formula yang menentukan massa elementer dari partikel. Ia juga sudah melakukan deduksi atas nilai α, dan telah mencapai nilai yang tidak jauh, yaitu 1/250. Memang 250 jauh dari 137, namun 1/250 tidak jauh dari 1/137. Pauli membalasnya pada awal 1958: “Hebat. Si kucing sudah keluar dari tas dan menunjukkan cakarnya: pembagian dari reduksi simetri.” Keduanya pun kembali bekerja sama menyusun paper bersama, via surat, telefon, dan kunjungan langsung; walaupun ada selisih pendapat di antara keduanya. Paper itu rencananya akan dikuliahkan Pauli dalam kunjungannya ke US Januari itu.

Pauli baru memberikan kuliah pada 1 Februari 1958, di Columbia University. Kuliah dihadiri 300 orang, termasuk Bohr, Oppenheimer, Lee, Yang, Wu, dll.  Namun, mirip sebuah karma yang terjadi dari sifat super kritis Pauli pada para fisikawan sejak ia masih muda; pada kuliah ini justru ia dikritisi habis. Saat Pauli menurunkan formulanya di papan tulis, Abraham Pais memprotes: “Professor, partikel ini tidak meluruh dengan cara itu.” Beberapa ilmuwan lain juga menunjukkan beberapa kesalahan lain. Semua mulai melihat: Pauli sang perfeksionis sudah mulai redup. Namun, semangat dari masa Gottingen dan Kopenhagen masih terasa.

Pada satu titik, Bohr dan Pauli memainkan diskusi yang ajaib. Setiap Bohr menyelesaikan proposisi, ia menyebut bahwa teori Pauli yang ini tidak cukup gila. Sedang setiap Pauli memberikan jawaban, ia menyimpulkan bahwa teori ini cukup gila. Begitu terus menerus. Dan hadirin sibuk bertepuk tangan. Belakangan Pauli mengaku pada Yang: “Semakin aku berdebat, semakin turun juga keyakinanku.” Pauli pun menemukan banyak hal yang belum selesai pada formula itu.

Akhir bulan itu, Heisenberg memberikan kuliah tentang paper Pauli dan Heisenberg itu. Press release diterbitkan, menyebutkan bahwa “formula dunia” telah ditemukan, untuk menjelaskan semua perilaku partikel elementer. Berita ini disebarkan ke seluruh dunia, dan menggusarkan Pauli.

Sebagai tanggapan, Pauli berkirim mail ke George Gamow: “Saya tunjukkan bahwa saya bisa menggambar sebagus Titian. Hanya detail teknisnya belum selesai.”

Pauli-Titian

Heisenberg masih berminat meneruskan kerjasama. “Kalau kita membuat paper bersama, pasti jadi tahun 1930 lagi.” Pauli makin sebal. Pada konferensi CERN, kebetulan Heisenberg mempresentasikan Paper, dan kebetulan Pauli jadi session chair. Pauli membuka dengan, “Kita akan mendengar hal yang merupakan substitusi dari ide fundamental. Jangan tertawa ya.” Lalu ia tertawa. Selesai Heisenberg berpresentasi, Pauli membuang papernya. Heisenberg mengganggap Pauli cuma galau setelah dibully balik di US.

Akhir 1958, Pauli mendadak sakit perut. Ia pun dibawah ke Rumah Sakit Palang Merah di Zürich. Charles Enz menjenguknya. Pauli tampak kesal. “Kamu lihat nomor kamarnya?” tanyanya. “Ini kamar 137. Aku gak bakal keluar hidup-hidup dari sini.” Ia meninggal di ruang itu 10 hari kemudian.

Mencari Boson Higgs

Tanggal 30 Maret 2010, blog ini menyambut berhasilnya kolisi perdana di LHC. Waktu itu disebutkan: CERN akan menjalankan LHC selama 18-24 untuk menyiapkan data bagi riset-riset fisika partikel. Tujuannya tak lain dari meninjau kembali Standard Model yang menjadi dasar ilmu fisika beberapa dasawarsa terakhir. Yang konon paling banyak dicari adalah jejak dari boson Higgs yang diharapkan bakal membuka tabir misteri gravitasi. Kini masa 24 bulan hampir berhasil. Banyak data yang telah diolah, dan sebagian dipublikasikan di situs CERN. Boson Higgs berstatus sangat mungkin tampil, namun memerlukan lebih banyak pengolahan informasi dan diskusi untuk menginterpretasi triliunan butir data yang telah diperoleh dari kolisi proton di dalam LHC. Kolisi berenergi 7 TeV itu sebenarnya belum merupakan kapasitas penuh LHC. Target 14 TeV baru diperoleh beberapa tahun lagi. Namun sebenarnya, apa sih yang diributkan dari Boson Higgs?

Tepat 5 tahun lalu, 26 Desember 2006, blog ini membahas tentang partikel W+, W-, dan Z, yang menyebutkan Mekanisme Higgs. Mekanisme Higgs ini menarik, karena ia menjelaskan bagaimana materi dapat memiliki massa. Sebenarnya tidak ada alasan dalam Model Standar (Standard Model) yang menjelaskan bahwa partikel2, baik boson maupun fermion dapat memiliki massa. Untuk mengingatkan, boson adalah partikel yang mengikuti statistika Bose-Einstein, memikili spin bilangan bulat, dan membawa gaya-gaya interaksi, seperti elektromagnetika (foton), gaya nuklir lemah (W+, W-, Z), dan gaya nuklir kuat; sementara fermion, yang mengikuti statistika Fermi-Dirac, adalah partikel seperti kuark dan lepton yang membentuk materi, dengan spin bilangan pecah (±1/2, ±3/2, dll). Tapi kita bisa mengukur bahwa massa itu ada, dan bahwa setiap partikel elementer memiliki massa yang unik.

Menurut Model Standar, setiap jenis gaya atau boson terikat oleh sebuah simetri. Simetri ini menjaga hukum2 yang mengikat setiap gaya. Kerja simetri cukup sempurna untuk gaya yang tak melibatkan massa, seperti pada elektromagnetika dan gaya nuklir kuat. Prediksi interaksi gaya pada energi tinggi sangat berhasil dan hanya melibatkan mode yang ada di dunia nyata. Namun boson yang memiliki massa memiliki mode osilasi tambahan. Penerapan simetri pada boson semacam ini akan membuang osilasi tambahan pada boson2 ini, yaitu boson2 nuklir lemah. Tanpa hukum tambahan, boson lemah tak dapat mengikuti simetri Model Standar. Memaksakan simetri pada boson lemah menghasilkan partikel boson tak bermassa, yang tentu berbeda dengan realita.

Fermion, baik kuark atau lepton, dapat memiliki sifat spin kanan atau kiri. Namun fermion tangan kanan dapat dikonversi menjadi tangan kiri dan sebaliknya dengan interaksi yang sama. Namun eksperimen menunjukkan bahwa gaya lemah berlaku berbeda pada fermion tangan kiri daripada fermion tangan kanan. Lebih khusus, pada partikel dengan spin kiri, muatan lemah seolah menghilang. Pelanggaran simetri ini unik, tak terjadi pada interaksi lainnya. Jelas bahwa diperlukan hukum tambahan untuk membuat hukum2 dalam Model Standar tetap konsisten.

Kita akan menamakan muatan yang dibawa oleh energi nuklir lemah (dan boson lemah) ini sebagai muatan lemah; yang dapat diasosiasikan dengan hubungan muatan listrik dengan energi listrik (dan foton). Muatan lemah boleh saja muncul dan menghilang ke dalam ruang hampa, jika ruang hampa dianggap memiliki medan yang disebut Medan Higgs. Medan Higgs membangkitkan dan menyerap muatan lemah. Namun Medan Higgs tak disusun dari partikel, melainkan dari distribusi muatan lemah di seluruh semesta, yang akan menghasilkan atau menyerap muatan lemah di tempat2 dimana nilai medan tidak nol. Medan Higgs hanya berinteraksi dengan partikel yang memiliki muatan lemah, yaitu boson lemah, kuark, dan lepton. Interaksi dengan Medan Higgs menimbulkan perlambatan. Artinya ada kelembaman. Artinya ada massa. Mekanisme ini yang disebut dengan Mekanisme Higgs. Sebagai perbandingan, foton, yang tak berinteraksi dengan Medan Higgs, tak menerima perlambatan, sehingga tak memiliki massa, dan dapat melaju dengan kecepatan cahaya. Tentu saja :).

Ada sebuah ilustrasi menarik yang aku baca beberapa tahun yang lalu. Medan Higgs ini mirip khalayak di sebuah hall. Jika ada tokoh yang buat mereka tak menarik, mereka akan acuh, dan si tokoh kita dapat melewati hall dengan mudah. Namun jika seorang seleb masuk ke hall, khalayak akan mengerumuni sang seleb. Besar kerumunan akan tergantung tingkat popularitas (muatan) sang seleb. Sang seleb harus menggunakan energi lebih besar, dan waktu lebih lama, untuk bisa melewati hall. Kuark top tentu paling populer, sehingga massanya paling besar. Elektron memiliki popularitas kecil. Dan foton tidak populer sama sekali :). Ketidakpopuleran foton memungkinkannya berkelana amat jauh, sementara boson lemah seperti W+, W-, dan Z hanya memiliki jangkauan pendek, berat, dan lamban. Tanpa Higgs, foton sebenarnya mirip Z.

Pada level energi tinggi, atau secara kuantum pada jarak amat dekat, Mekanisme Higgs tak dapat terjadi; sehingga tak dapat dibedakan antara W+, W-, Z, atau foton. Terjadi simetri. Namun pada energi rendah, atau pada jarak yang lebih renggang, Mekanisme Higgs bekerja, meluruhkan simetri, dan boson menunjukkan diri sebagai W+, W-, Z, atau foton. Sebagai sebuah teori, ini sangat menarik dan elegant. Namun, secara eksperimen, Mekanisme Higgs belum terbukti. Dan ini yang diharapkan ditampilkan di LHC: sebuah Boson Higgs.

Boson Higgs adalah bentuk boson dari Medan Higgs. Ini agak mirip hubungan antara foton dengan medan magnet. Kita tahu foton berkait dengan medan magnet, namun kita tak harus mengamati tampilnya foton saat mengamati bekerjanya gaya magnet. Medan Higgs juga dapat bekerja tanpa pernah menampakkan Boson Higgs. Namun, seperti pada elektromagnet, jika kita memberikan usikan pada medan elektromagnet, cahaya (atau foton) dapat terpancar. Para periset ingin membuktikan adanya Medan Higgs dengan menunjukkan adanya Boson Higgs. Usikannya pada Medan Higgs itu dilakukan di LHC.

Boson Higgs diperkirakan memiliki energi (atau massa) tak terlalu besar. Ingat, ia justru tak berinteraksi pada energi tinggi. Diperkirakan massanya di bawah 800 GeV, atau jauh lebih kecil, pada orde 100 GeV. Walau kecil, tetapi ia tak mudah diamati, karena sebelumnya kita tak dapat memiliki piranti untuk mengamati interaksinya. Di LHC sendiri, Boson Higgs diharapkan berinteraksi dengan partikel2 bermassa besar, karena sifatnya yang mudah berinteraksi dengan massa. Namun LHC masih menggunakan partikel ringan, sehingga kemungkinan terdeteksinya Boson Higgs semakin kecil.

Syukur, masih ada beberapa alternatif yang diharapkan mampu menampilkan Boson Higgs. Salah satunya, tumbukan kuark, yang diharapkan dapat membentuk partikel berat, yang kemudian akan luruh sambil memancarkan Boson Higgs. Kemungkinan lain adalah jika kuark memancarkan boson lemah virtual, yang lalu bertumbuhan dan menghasilkan Boson Higgs. Kedua kemungkinan ini, di samping menghasilkan Boson Higgs, menghasilkan partikel lain yang mungkin dapat mengganggu pengamatan. Kemungkinan ketiga adalah jika gluon bertumbukan membentuk kuark top dan anti kuark top, yang dalam waktu singkat akan bertumbukan dan memancarkan Boson Higgs saja.

Kemungkinan semacam itu memang sangat kecil. Namun trilliunan tumbukan yang dilakkan di dalam LHC diharapkan dapat memberikan beberapa hasil eksperimen yang memadai.

Minggu lalu, CERN menyelenggarakan sebuah seminar yang menampilkan hasil-hasil riset di lab ATLAS dan CMS. Disampaikan bahwa riset telah cukup memadai untuk melakukan pencarian Boson Higgs, namun hasilnya belum dapat disebut konklusif. Andai Boson Higgs memang ada dan telah terdeteksi, kemungkinan besar ia memiliki rentang massa 116 – 130 GeV seperti yang tercatat di ATLAS, atau 115-127 GeV yang tercatat di CMS.

Namun masih akan banyak riset lanjutan dan alternatif model untuk memperbaiki Model Standar sebagai bagian dari pengenalan kita terhadap struktur alam, yang semuanya akan didalami dalam waktu-waktu berikutnya. Yuk kita ikuti dengan asik :)

[Credit: Gambar 1 dari situs CERN. Gambar 2 dari Lisa Randall.]

ToE: Exceptionally Simple

Beberapa blog fisikawan sempat ikut teragregasi di Amigos. Tak lagi: bosan dengan flame war dan politik di antara mereka. Kadang saja masih kukunjungi. War akhir tahun lalu menyangkut sebuah preprint yang tersimpan di arxiv, tulisan Garrett Lisi, berjudul An Exceptionally Simple Theory of Everything. Hah? ToE bisa ‘exceptionally simple’? Tentu saja pendukung teori string berang, sementara kelompok Perimeter memberikan dukungan. Terjadi perang yang tak terlalu ilmiah :(.

Tapi Science & Vie bulan ini justru menjadikan paper Lisi sebagai topik utama: “Théorie du tout, Enfin! Un physicien aurait trouvé la pièce manquante.” Pakai tanda seru gitu. Dan pakai ‘missing piece’ kayak makalah2 kuno tentang evolusi (sekarang sudah terpecahkan –red). Terpaksa prep Lisi yang belum selesai dibaca itu dibuka lagi. Tapi, sebelum salah sangka, judul prep ini memang disengaja agak memelesetkan. Arti harfiahnya memang percobaan menyusun ToE tanpa sesuatu yang rumit seperti supersimetri dan dimensi ekstra. Tapi yang juga (sebenarnya) dimaksudkan adalah bahwa struktur yang digunakan dalam prep ini, yaitu E8, merupakan exceptional simple group. Ini adalah struktur aljabar temuan matematikawan Norwegia Sophus Lie. Simple secara matematis berarti bahwa group ini tidak memiliki jenis struktur internal tertentu, dan exceptional hanya berarti bahwa group ini termasuk dalam sejumlah kecil simple Lie group yang tidak termasuk ke kelompok besar keluarga simple group, di mana tak terhingga anggota lainnya berada. Pelesetan ini, dan kehebohan itu, rupanya berhasil menarik media. Walaupun beberapa pendukung Lisi (yang tentu tidak harus 100% setuju paparan ini) menyatakan bahwa diskusi ke khalayak sebaiknya menunggu hingga prep ini benar2 telah diulas para pakar, setidaknya 1 tahun; media sudah mulai berlomba menyampaikan ulasan.

Kembali ke prep. Abstraknya singkat.

All fields of the standard model and gravity are unified as an E8 principal bundle connection. A non-compact real form of the E8 Lie algebra has G2 and F4 subalgebras which break down to strong su(3), electroweak su(2) x u(1), gravitational so(3,1), the frame-Higgs, and three generations of fermions related by triality. The interactions and dynamics of these 1-form and Grassmann valued parts of an E8 superconnection are described by the curvature and action over a four dimensional base manifold.

400px-e8_graphsvg.png

Yummie. Aku bacain paper ini sekitar jam 3 pagi. Mm, harus cerita dari mana ya? Haha. Tapi yang jelas, memang ini masih jauh dari teori lengkap, tak seperti yang dibilang Science & Vie. Huh, dasar media. Eh, nggak dink. Masih jauh lebih cerdas dari detikcom misalnya :). Apa ya misalnya. Di bagian mana sih di paper ini formula2 itu dikuantumkan? Atau memang nggak perlu? Jadi bagaimana mengunifikasikan relativitas dengan mekanika kuantum kalau formulanya belum dikuantumkan? Ah, andai aku jadi matematikawan mendadak untuk memahami hal sederhana ini.

Sementara itu, kalau berminat, coba kita blogwalking tentang tema ini: Sean Caroll, Peter Woit, Jacques Distler, Sabine Hossenfelder. Ada lagi? OK, aku terusin baca dulu …

lisi-arxiv.jpg

LHC 2008

Musim semi 2008 tengah dinantikan para fisikawan. Di antara Perancis dan Swiss, sebuah penumbuk hadron berukuran besar (large hadron collider, LHC) yang digerakkan magnet superkonduktor siap dinyalakan. Dan hasilnya diharapkan akan membuka satu lagi teka-teki semesta.

Kita kembali dulu ke 10 tahun sebelumnya. Di sebuah konferensi teori string di Santa Barbara, para fisikawan menyisihkan sejenak waktu untuk becanda menyanyikan lagu buat Juan Maldacena.

Yet start with the brane, and the brane is BPS.
Then you go near the brane, and the space is ADS.
Who know what it means? I don’t, I confess.
Heyyy … Maldacena.

Nadanya – mungkin kita bisa menebak – diambil dari lagu Macarena. Maldacena yang sedang dirayakan itu baru saja menurunkan sebuah konjektur yang melibatkan sekaligus black hole dan kuark. Konjektur, yang disebut Konjektur Maldacena itu, cukup unik. Formula 5 dimensi direduksinya dulu menjadi 4 dimensi, ditransformasikan, lalu – uniknya – dikembalikan lagi menjadi 5 dimensi. Efek sampingan dari formulasi (yang menggabungkan mainan fisika kuantum bernama kuark dan mainan relativitas bernama black hole) ini, adalah ide-ide sampingan. Jadi 5 dimensi itu bisa direduksi jadi 4 dimensi, tanpa kehilangan arti? Jadi misalnya, ruang 3 dimensi kita ini bisa saja sebenarnya adalah 2 dimensi, dengan dimensi ketiga hanyalah kode tertanam di dua dimensi yang lain? Dari itu, lahirnya istilah semesta holografis, dan seterusnya.

Tapi, OK, itu sepuluh tahun yang lalu. Lalu sepuluh tahun ini teori string tidak lagi ke mana-mana. Bahkan Edward Witten, yang dua kali membangkitkan dan menyelamatkan teori string (sebagai superstring dan kemudian sebagai teori M, mirip Einstein yang dua kali membangun teori relativitas) hanya bisa berkata bahwa ada hari2 yang cerah, dan ada hari2 yang sulit. Witten sendiri berharap, dengan energi LHC sebesar itu, ia bisa menampilkan miniatur semesta saat berusia hanya sepersetrilyun detik setelah big bang, yakni saat simetri antara elektromagnetik dan interaksi nuklir lemah belum runtuh. Foton (pembawa elektromagnetik) dan boson W/Z (pembawa interaksi nuklir lemah) merupakan saudara dekat pada level atom, tetapi memiliki sifat yang jauh berbeda. Boson W/Z misalnya, punya massa. Konon dia bisa mengkonsentrasikan partikel Higgs, yang dispekulasikan sebagai pembawa massa. Tapi partikel Higgs sendiri belum ditemukan.

Di antara banyak (sekali) fisikawan string, Nima Arkani-Hamed memiliki riset yang agak menarik. Rekan Lisa Randall ini juga berharap banyak dari LHC. Kalau di tahun ini atau di tahun lalu aku menulis tentang kritik Lee Smolin atau Peter Woit tentang string, maka yang satu ini adalah salah satu sasaran tembaknya. Dia banyak bermain dengan yang disebut multiverse (banyakmesta, sebagai lawan dari semesta – universe). Semesta kita, katanya, hanyalah satu dari nyaris tak terhingga gelembung-gelembung semesta yang membulukutuk di sop dimensi string. Setiap semesta merupakan habitat tersendiri yang terpisah. Tidak ada satu pun partikel atau gaya yang bisa melintas antar semesta, nah, kecuali: gravitasi. Jadi, saat fisikawan lain mengherani bahwa gravitasi memiliki kekuatan amat sangat lemah dibanding gaya lainnya (dalam skala hingga kuadrilyun), maka Hamed mencadangkan satu jawaban: gravitasi jadi lemah karena sudah melintasi banyak semesta lain. Eksperimen dengan LHC ini diharapkan Hamed akan dapat mulai menampakkan permainan antar cangkang semesta. Jika hipotesis Hamed ini terbuktikan, bukan saja teka teki tentang gravitasi terjawab, tetapi juga teori string terbukti.

Mulai 2008, Hamed juga akan bergabung di IAS, bersama Witten dan Maldacena. IAS juga pernah menjadi tempat buat Einstein, saat ia berhijrah ke negeri Amrik.

Oh … Hai 2008 :).

Buku Buku Buku Buku

Liburan ini berlalu nyaris tanpa penjelajahan. Asthma datang tak tepat waktu :). Jadi, selain bebenah, aku banyak ditemani buku. Bukunya dari banyak tema, dan aku bacanya melompat dari satu buku ke buku lain. Kalau buku tertinggal di sofa, aku nggak mau susah2 ambil lagi — aku baca saja buku yang lain lagi.

Aku sempat cerita tentang si Running Mac OS X Tiger di blog ini. Yang ini aku baca sambil santai, bukannya sambil dicobai di Mac. Aku mau menikmati benda ini sebagai buku. Kalau pernah pegang buku O’Reilly, tentu tahu bahwa buku O’Reilly dirancang untuk nyaman dipegang dan dibaca. Sambil membacai buku ini, komputernya aku biarkan melakukan software update ke Mac OS X 10.4.10. Ini update yang terlambat memang. Hasilnya, dia melejit secepat harimau. Ah, berlebihan. Sebelum diupdate pun, dia sudah melejit secepat harimau si Santa Claws :). Oh ya, O’Reilly sedang menyiapkan update buku ini, berjudul Running Mac OS X Leopard. Jadi, kalau berminat, lebih baik menunggu buku updatenya, sekaligus sambil update Mac OS X ke 10.5.

Albert Camus

Buku tipis dari Albert Camus: La Chute terbaca ulang pasca lebaran. Ini buku yang amat bergaya eksistensialis, seperti banyak buku Camus lainnya (misalnya Sisyphus, l’Etranger, dan entah apa lagi). Gaya eksistensialisnya bikin kita terpaksa memaki, serasa menemukan bagian dari diri kita yang tersesat dan ikut terjatuh. Aku pernah menikmati diskursus eksistensialisme secara aktif, beberapa saat. Tentu masih ada sisanya sampai sekarang. Tapi Camus betul2 sialan, dan mencapai ekstrim yang menyebalkan. Bayangkan: tokoh dalam cerita ini malam itu meninggalkan pacarnya lewat tengah malam. Berjalan melintas tepi sungai. Bersitatap dengan seorang wanita. Tapi dia acuh, dan meneruskan perjalanan. Setelah agak jauh, terdengar suara air, dan teriakan. Tokoh kita mengkalkulasi: apa sih yang mungkin terjadi — aku tak pandai berenang — dan kalaupun bisa, jarak kami terlalu jauh sekarang untuk bisa menolong. Lalu, tanpa menoleh, tokoh kita meneruskan perjalanan. Dan karena kurang enak badan, ia tidak membaca berita besok dan beberapa hari kemudian. Eksistensialis kurang ajar yang betul2 merasa bahwa pada saat ia tidak dapat melakukan perubahan, maka hidup harus jalan terus dengan nilai yang melekat pada perjalanan kita. Syukur aku belum pernah kenal tokoh beneran yang macam gini. Hey, tapi ceritanya menarik. Ini adalah buku Camus terakhir sebelum ia meninggal akibat kecelakaan. Saat itu, ia sudah berpisah jalan secara keras dengan Sartre. De Beauvoir, pasangan Sartre, melihat nada muram dalam buku ini, dan dengan puas menyatakan bahwa ia bahagia bisa menghancurkan hati Camus. Orang tak menarik, de Beauvoir itu. Tapi buku ini recommended :).

Lalu dalam perjalanan ke Senayan, aku sempat melihat buku Norman Peale: The Amazing Result of Positive Thinking. Reminds me to my best friend who used to call me Mr Positive Thinking. Sayangnya dia menyebutku seperti itu justru di awal masa aku sedang luruh ke idealisme yang lain, termasuk bahwa dunia tidak diciptakan untuk mewujudkan nilai yang terus positif dan bertambah baik. Alih2 aku malah percaya bahwa dunia ini tempat ujian panjang untuk tumbuhnya kita secara cerdas dan jujur — tidak tertipu oleh nilai2 palsu yang meninabobokan. Mungkin bagian besar dari pikiranku masih ada di sana. Tapi memang terasa ada bagian dari diriku yang jadi hilang. Buku Peale ini aku ambil. Barangkali bisa jadi cermin untuk mengembalikan pikiranku yang lebih positif lagi :). Recommended juga :).

Roger Penrose

Sementara itu, aku sudah berjanji bahwa buku Roger Penrose: The Road to Reality, harus aku tamatkan sebelum lebaran. Cedera janji: bukunya belum tamat. Aku sempat ulas di blogku satunya, yang in English: ini buku sains populer yang tak terlalu populer. Berbeda dengan Stephen Hawking yang menghindarkan buku populernya dari formula2 (untuk tak menjatuhkan pemasaran), Penrose tak ambil pusing dengan soal marketing. Dibanjirinya buku ini dengan segala formulasi matematis, untuk memberikan penjelasan yang detail dan jujur, menghindarkan pembacanya dari bayangan bahwa sains itu manis dan meninabobokan (dan ujungnya pembaca mudah tertipu pada orang awam yang mengaku ilmuwan, misalnya Harun Yahya). Memegang buku ini, waktu serasa mengalir cepat, seiring dengan otak yang berolahraga dengan asyiknya. Baru sahur, tahu2 sudah waktunya buka puasa :p, dan sahur lagi :). Not recommended, kecuali buat yang beneran tergila2 pada sains. Sekali lagi: buku ini perlu waktu untuk dibaca :). Penrose saja perlu 8 tahun untuk menulisnya :). Teh Jennie (Jennie S Bev) konon beli buku ini juga. Udah tamat belum, Teh?

Lisa Randall

Tapi ada alasan lain kenapa buku Penrose belum tertamatkan. Baca tulisan Penrose, aku jadi pingin membandingkan dengan Lisa Randall: Warped Passages. Buku yang dibeli di Borders tahun lalu ini, dan udah tertamatkan beberapa kali, jadi enak dibaca lagi berseling dengan buku Penrose. Randall juga tak alergi formula. Tapi dia banyak mengurangi, agar bukunya praktis dan nyaman dibaca. Buku Randall bahkan dipasangi fragmen2 kecil di tiap awal bab. Sayangnya kadang Randall terlalu wordy untuk menceritakan sebuah konsep — tidak hemat kata. Kesannya memang jadi kayak ngobrol sama ilmuwan jenius, nggak kayak kuliah misalnya. Formula yang dipotong Randall bisa didetilkan di Penrose, sementara ekstrapolasi (duh, maaf, ini subyektif — jangan dipertentangkan ya) dari yang diulas Penrose bisa dicari di Randall. Penrose sangat berhati2. Misalnya, dia dikenal tidak (belum) menyetujui konsep superstring, sementara Randall termasuk yang cukup mendalami bidang ini. Penrose memasang lukisan Escher untuk contoh, dan Randall memasang Dali dan Picasso. Recommended. Recommended! Aku sudah baca buku Peter Woit. Tapi buku Randal masih akan aku labeli recommended 2x :).

Trus ada buku lagi. Mmm, buku kosong. Mungkin aku harus belajar menulis.

Wolfgang Pauli

“This paper isn’t right. It isn’t even wrong.” Ini kalimat yang cukup terkenal dari fisikawan kuantum, Wolfgang Pauli. Mungkin pernah juga aku buat tulisan tentang Pauli. Tapi biar deh, dobel juga. Pauli bilang, yang nggak boleh dobel itu lepton dalam empat bilangan kuantum yang sama. Dia tak ada sebut apa-apa tentang dua tema kembar dalam sebuah weblog.

OK. Konon, orang boleh bertanya apa pun pada Pauli tanpa khawatir dianggap bodoh; karena bagi Pauli semua pertanyaan itu memang bodoh. Ini terjadi bahkan sejak Pauli jadi mahasiswa. Setelah sebuah kuliah oleh Einstein, Pauli memulai diskusi dengan ucapan, “You know, what Einstein said is not too stupid.” Yup, cuman yang sekelas Einstein yang tidak terlalu bodoh.

Einstein dan Pauli

Aku pernah menulis kesan Feynman tentang Pauli. Dia memberikan ulasan mengapa teori Wheeler-Feynman yang dipaparkan Feynman itu salah, tapi sama sekali tanpa dipahami Feynman sendiri. Pauli sendiri pernah menanggapi seorang fisikawan muda lainnya: “So young and already so unknown.”

Waktu Eugene Gugh — seorang fisikawan lainnya — mencoba mendebat salah satu paparan Pauli, Pauli mendengarkan sebentar, lalu memotong: “Gugh, whatever you know, I know.”

Juga Lev Landau, ilmuwan Soviet yang terkenal keras dan arogan. Landau memaparkan papernya kepada Pauli. Melihat wajah Pauli yang ragu, Landau marah. “Kau pikir ini nonsense kan?” katanya menyerang Pauli. Dan Pauli cuma bisa menjawab, “Nggak. Nggak sama sekali. Idenya terlalu kabur, jadi saya belum tahu ini nonsense atau tidak.”

Setelah PD-2, Pauli sempat bertemu lagi dengan Heisenberg, salah satu tokoh besar teori kuantum lainnya. Sama-sama menyatakan sudah menurunkan semua masalah yang belum terpecahkan dalam teori partikel elementer, mereka berkerja bersama, dan akhirnya menyederhanakan hasilnya dalam satu formula. Hasilnya dipaparkan Pauli di Columbia University, di hadapan tokoh-tokoh fisika, termasuk Niels Bohr (f.y.i., anaknya Bohr ini juga namanya Bohr, juga jadi fisikawan, dan juga memenangkan hadiah nobel, dan berultah pada 19 Juni — tapi ini cerita lain). Setelah Pauli berpaparan, Bohr diminta berkomentar. Jeremy Bernstein menyatakan bahwa diskusi ini adalah diskusi paling tidak umum selama dia jadi fisikawan. Mula-mula Bohr menyatakan bahwa teori Heisenberg-Pauli ini gila, tapi tidak cukup gila. Relativitas dan teori kuantum itu gila, melawan akal sehat yang berlaku. Di lain pihak, teori yang dipaparkan Pauli ini memang ajaib, menarik, tapi tidak cukup gila. Pauli membalas menyatakan bahwa teorinya itu cukup gila. Mereka bicara bergantian. Bohr berkeras bahwa teori Pauli tidak cukup gila, sementara Pauli berkeras bahwa teorinya sangat gila. Ada non fisikawan di sana, seperti Dyson. Tapi dia tidak mau berkomentar menanggapi cara fisikawan papan atas ini berdebat.

Tak lama setelah itu, Pauli sakit dan meninggal. Sebelum meninggal, salah satu yang diucapkannya adalah “Ich weiss viel. Ich weiss zu viel. Ich bin ein Quantengreis.” Dia meninggal di RS, kamar 137 — angka keramat bagi para fisikawan mekanika gelombang.

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑