Page 86 of 210

StrUpr

Enak kok kalau bisa bahasa C. Banyak bahasa lain yang diturunkan dari C, termasuk C++, Java, Perl, PHP, dan masih banyak lagi. Kita tinggal perlu belajar dikit tentang perbedaan sintaks yang minor itu, trus jadilah kita programmer di bahasa-bahasa itu. Gitu katanya. Naif yach?

Sintaks C memang sering diculik untuk menyusun bahasa baru, soalnya sifatnya yang manusiawi dan komputerwi sekaligus, dan soalnya bahasa ini merupakan bahasa yang paling banyak dipakai oleh developer profesional untuk menyusun program-program dan proses-proses di seluruh dunia (compared to keluarga Basic dan Pascal yang banyak dipakai end user untuk aplikasi personal). Jadi diharapkan learning curve untuk ke bahasa-bahasa baru itu nggak terlalu lebar, maunya. Tapi, tentu, bahasa-bahasa itu bukan sekedar C yang dipoles ulang. Ada perbedaan paradigma, yang menuansa atau menjurang, yang mengharuskan membentuk sebuah bahasa baru, dan gap ini kemudian berkembang ke arah-arah yang kadang tak teramalkan, dan membentuk jurang besar dengan para pendahulunya.

Seandainya pun bahasa-bahasa itu nggak terpisah, kita punya masalah lucu lain: para pencipta bahasa-bahasa baru punya selera yang berbeda dalam menamai fungsi-fungsi (atau pada oop: metode-metode). Nama fungsi memang bukan termasuk standar bahasa C, dan orang-orang tidak pernah merasa berdosa menamai fungsi-fungsi as delicious as their belly buttons (seenak udelnya sendiri).

Misalnya, dalam bahasa C, kita biasa mengubah semua huruf dalam sebuah teks menjadi huruf besar dengan fungsi strupr. Ini misalnya lho — aku sendiri punya fungsi lain yang aku definisikan sendiri. Trus kita bikin script PHP. Pakai tuh strupr, dan oops … kok jadi lain? Yup. Di PHP, fungsinya berubah nama jadi strtoupper. Dan ini nama fungsi-fungsi yang sama di bahasa yang konon keturunan C, atau sering dipakai bersama program keturunan C:

  • C: strupr(text)
  • awk: toupper(text)
  • PHP: strtoupper(text)
  • JavaScript: text.toUpperCase
  • Perl: uc(text)
  • STL: toupper(text)
  • VCL (Borland, untuk char*): StrUpper(text)
  • VCL (Borland, untuk ansi-string): UpperCase(text)

Yang bukan keturunan C, tapi sering dipakai bersama keturunan C:

  • Ruby (bukan keturunan C): text.upcase
  • PL/SQL: upper(text)
  • MySQL: ucase(text)

Nggak heran, aku beneran harus koleksi pocket reference books #^@(!#^(*!@^#*(!@^#*(!@.

Kenangan Asal

Memori suka lari ngasal ke mana aja yang dia suka.

Aku lagi menghitung dengan π. Itu pi, kita tahu. Tapi aku inget ada yang maksa nulis sebagai phi. Biar nggak ketauan kampring kali, dikerenin dikit, tapi malah jadi salah. Dan kampring.

Trus keinget siapa orangnya: guru kelas dua SMP, di SMP tiga Malang. Kebayang mukanya. Trus kepalanya yang rada botak. Trus suasana di kelas IIB yang sejuk dan cenderung dingin dengan sinar matahari tipis. Aku malah bisa membayangkan tepat, gimana Pak Guru itu menulis phi di papan tulis, lalu mengajarkan cara mengucapkannya, seolah anak kelas dua SMP belum pernah mendengar simbol π sebelumnya. Trus kebaca buku matematika coklat. Buku tulisku. Dan tercium bau kertas buku tulisku. Dan abis tercium baunya, baru aku inget nama Pak Guru itu.

Kenapa sih, kenangan yang nggak diharapkan malah tersimpan rapi?

Kartu Hotel

Banyak kegiatan yang dimulai tanpa sengaja dan tanpa perencanaan. Ini salah satunya: koleksi kartu akses hotel. Kurang kerjaan beneran gitu, koleksi kartu ginian? Iya sih, kalau diseriusin.

Ceritanya cuman bahwa aku males balikin kartu hotel di Ibis Montmartre sekian tahun lalu. Padahal pesan untuk balikin kartu itu udah ditulis dalam dua bahasa di halaman depan kartu. Cuek aja — emang mau dimasukin black list. Tapi di rumah, rasanya kasihan juga ngeliat kartu itu sendirian (nggak persis gitu sih, tapi pura-puranya gitu lah). Jadi aku tembak temen yang baru balik dari Zurich buat menyerahkan kartu hotelnya. Eh, ternyata baik hati dia. Nggak lama, praktek tak terpuji itu aku ulangi buat boss yang pulang dari Australia (biarpun aku belum pernah tahu di mana letak negara yang satu ini).

Trus? Ya udah … jadi banyak … tapi nggak pernah diakui sebagai kegiatan koleksi secara resmi. Cuman kegiatan nodongin kenalan-kenalan aja :).

Ada yang mau menyerahkan kartu akses hotelnya secara sukarela? Kontak ya.

QB

Kunjungan berikutnya, ke QB World, PI. Bener-bener refreshing, bersantai di dua lantai penuh buku-buku menarik. Err, nggak semua menarik sih. Banyak yang generik aja. Tapi sedikit yang menarik itu udah lebih dari cukup buat menghabiskan sore.

Beli buku apa?

Kapan-kapan aja deh dibahas.

IITELMIT

IITELMIT, Senayan, Jakarta. Tapi ini IITELMIT paling alit, pelit, dan amit-amit yang aku pernah visit. Size ruangannya sekitar sepertiga IITELMIT tahun kemaren, padahal yang tahun kemaren juga cuma sepertiganya tahun 2000. Asli amit-amit, soalnya size sekecil itu isinya bukan semuanya soal infokom. Ada yang pamer majalah komputer, koran, teh (!), dan sederetan booth punya panitia.

Kayak biasa, Telkom dan Indosat bersaing dengan amit-amit di pintu masuk. Di sebelahnya berjajar Siemens dan Ericsson, memamerkan teknologi yang nggak baru-baru amat. Sisanya booth kecil-kecil. Nah lo, di mana Alcatel? Lucent? Huawei? Ini pameran infokom apa pameran boikot? Apa akibat SARS dan Bali Bomber? Mungkin aja — nyaris nggak ada orang non-Indonesia berjaga di booth ini.

Tapi aku udah telanjur dateng. Ya udah deh, ambil aja apa yang ada. Ada NMS dari Alott, ada Schlumberger, ada HP-HP yang bisa dipakai buat TELKOM-Flexi / CDMA, ada pintu keluar, ada pameran Ritech di sebelahnya (nggak seru juga kok).

Nyesel? Nggak. Hari ini ada lima kegiatan lain selain IITELMIT. Nggak buang-buang waktu kok.

Obrolan Buku

Buku memang sering jadi bahan pembuka obrolan yang menarik. Biarpun kadang bikin serba salah juga. Gimana cerita ke pensiunan PLN tentang buku bahasa C? Gimana cerita ke orang Inggris keturunan Kenya tentang C#? Aku kadang nggak gampang menggampangkan sih. Jadi merasa punya kewajiban buat ngejawab sedapat mungkin sesuai audiencenya. Dih.

Yang aman kali bawa buku Dilbert, Calvin, Mutts. Hmmm, jadi inget Margareth, mantan ketua senat di psikologi Maranatha, yang juga ketemu di Parahyangan. Aku masih hutang janji kirim cerita tentang Dilbert via mail.

Aku tulis di mana sih alamat e-mailnya?

Mr H

Wow, dapet temen chat yang menarik lagi di KA. Mr H. Beliau kayaknya doyan baca Internet, jadi mendingan aku nggak tulis namanya di sini.

Masuk Parahyangan, sebenernya aku lagi males berkomunikasi dengan manusia. Abis ketimpa semacam musibah, tapi nggak usah diceritain di sini :).

Jadi deh aku menghabisi waktu dengan cafe-au-lait versi Parahyangan (not recommended), dan beberapa artikel tentang Softswitch. Trus ada panggilan jiwa untuk mojok ke kamar yang paling ujung. Balik lagi, kayaknya posisi artikel kita berubah. Aku baca lagi, tapi si Mr H ngeliatin aja. Trus dia mulai nanya: «Maaf, saya ikut baca sekilas tadi. Itu bacaan elektronik atau arsitektur?»

Aku cerita sekilas tentang softswitch. Dan bagaimana teknologi ini bisa berarti banyak bagi dunia telekomunikasi Indonesia. Layanan yang lebih beragam, terdiferensiasi, dan bisa lebih murah atau lebih mahal sesuai keinginan. Dia sesekali menanggapi dan tanya-tanya.

Trus aku tanya, «Kalau bapak sendiri, bidangnya apa?»

«Saya sebenarnya di chemistry. Anak saya yang sekolah komputer. Sering ngobrol-ngobrol juga soal telekomunikasi, network, dan lain-lain.»

«Anak bapak sekolahnya di luar ya?»

Aku asal nebak aja sebenernya. Yang aku lihat sih: mahasiswa komputer Indonesia masa kini yang diobrolin nggak jauh dari database dan aplikasi- aplikasi yang masih berbau komputer. Kalau ada mahasiswa komputer cerita tentang telekom, network, handphone, dan aplikasi komputer dalam arti luas, kayaknya bukan mahasiswa Indonesia deh. Sorry yach.

«Anak saya di Sheffield. Saya juga dulu ambil chemistry di London dan di Leeds.»

Gitu deh awal ceritanya. Trus jadi cerita ke mana-mana. Cerita kehidupan dia sebagai orang asing di England, cerita kenapa dia nggak ngabur ke luar waktu terjadi tragedi 1998, cerita tentang handphone, cerita pergeseran dan pemaksaan paradigma serta budaya, cerita anak-anaknya, cerita kartun Dilbert. Etc.

Nggak kerasa kereta masuk Jatinegara. Aku turun dari kereta sambil masih ketawa sendirian. Duh, laper padahal …

Krrrr Krrrr

Bening bener malam ini. Sejuk, dan sepi. Nggak sering kayak gini di Griya Caraka. Kayaknya si mas/mbak jangkrik di dekat jendela itu ikutan kesepian, dan jadi ikutan mengiringi sepi malam dengan kerikan panjang pendek. Krrrrr krrrrrr krrrrrr.

Suara jangkrik itu unik. Dia bisa mengisi kesunyian tanpa menghilangkan kesunyian. Mirip dengan Chopin yang selalu pas dipadu dengan hujan deras. Dia sekedar menambahkan bumbu untuk kenikmatan sunyi malam. Krrrrrrr …

Dengan suara Mr/Ms Cricket kayak gini, siapa yang perlu Beethoven malam ini?

Laquo Raquo

Berhasil nggak, misi Click-Day kita?

Perlu rapat yang bertubi-tubi untuk mendebatkan soal ini, termasuk mendefinisikan arti kata misi dan berhasil.

Aku sendiri menyetel visi «menjadi warga negara yang berperan aktif dalam perdamaian dunia» dan misi «mencegah pertumpahan darah dalam acara Click-Day» — misi yang cukup relevan kalau kita melihat persiapan acara yang berbau-bau kopasgat gitu. Dan satu-satunya tujuan aku berlompatan seharian kemaren, bener-bener adalah buat mencegah terjadinya pertumpahan darah. Well, I’ll skip the detail. Pokoknya lucu :). Yang jelas, misi tercapai.

Hari ini kayaknya dunia lebih damai. Jadi aku meluangkan waktu ngabur keliling kota sebentar, trus balik sekedar ikut tepuk tangan dan salam-salaman aja. Siapa ya juaranya tadi?

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑