Page 62 of 210

Linux di Mata Thompson

Unix and Beyond: Interview with Ken Thomson, 5 years ago.

Wawancara ini ditemukan lagi gara2 lagi beberes jurnal2 dan majalah2 lama. Konon Oom Made Wiryana mau berbaik hati menyimpankan dokumen2 berharga itu di calon perpustakaan akademis non-kampus yang akan didirikannya. Para pendukung Open Source boleh keki baca pendapat Ken tentang Linux. Mudah2an pendapat beliau udah berubah dalam 5 tahun ini.

Computer:What about the development history of Unix?

Thompson: The early versions were essentially me experimenting with some Multics concepts on a PDP-7 after that project disbanded, which is about as small a team as you can imagine. I then picked up a couple of users, Doug McIlroy and Dennis Ritchie, who were interested in languages. Their criticism, which was very expert and very harsh, led to a couple of rewrites in PDP-7 assembly.

At one point, I took BCPL from Martin Richards at MIT and converted it into what I thought was a fairly straight translation, but it turned out to be a different language so I called it B, and then Dennis took it and added types and called it C.

We bought a PDP-11one of the very firstand I rewrote Unix in PDP-11 assembly and got it running. That was exported to several internal Bell telephone applications, to gather trouble reports and monitor various things like rerouted cables. Those applications, independent of what we were doing, started political pressure to get support for the operating system; they demanded service. So Bell Labs started the Unix Support Group, whose purpose was to serve as the interface to us, to take our modifications and interface them with the applications in the field, which demanded a more stable environment. They didn’t like surprises. This grew over time into the commercial version from AT&T and the more autonomous version from USL.

Independently, we went on and tried to rewrite Unix in this higher level language that was evolving simultaneously. It’s hard to say who was pushing whomwhether Unix was pushing C or C was pushing Unix. These rewrites failed twice in the space of six months, I believe, because of problems with the language. There would be a major change in the language and we’d rewrite Unix.

The third rewriteI took the OS proper, the kernel, and Dennis took the block I/O, the diskwas successful; it turned into version 5 in the labs and version 6 that got out to universities. Then there was a version 7 that was mostly a repartitioning of the system in preparation for Steve Johnson and Dennis Ritchie making the first port to an Interdata 832. Unknown to us, there was a similar port going on in Australia.

Around version 6, ARPA [Advanced Research Projects Agency] adopted it as the standard operating system for the Arpanet community. Berkeley was contracted to maintain and distribute the system. Their major contributions were to adapt the University of Illinois TCP/IP stack and to add virtual memory to Bell Lab’s port to the VAX.

There’s a nice history of Unix written by Dennis that’s available on his home page [ed.”The Evolution of the Unix Time-Sharing System,” http://cm.belllabs.com/cm/cs/who/dmr/hist.html].

Computer: What accounted for the success of Unix, ultimately?

Thompson: I mostly view it as serendipitous. It was a massive change in the way people used computers, from mainframes to minis; we crossed a monetary threshold where computers became cheaper. People used them in smaller groups, and it was the beginning of the demise of the monster comp center, where the bureaucracy hidden behind the guise of a multimillion-dollar machine would dictate the way computing ran. People rejected the idea of accepting the OS from the manufacturer and these machines would never talk to anything but the manufacturer’s machine.

I view the fact that we were caught up in thatwhere we were glommed onto as the only solution to maintaining open computingas the main driving force for the revolution in the way computers were used at the time.

There were other, smaller things. Unix was a very small, understandable OS, so people could change it at their will. It would run itself you could type “go” and in a few minutes it would recompile itself. You had total control over the whole system. So it was very beneficial to a lot of people, especially at universities, because it was very hard to teach computing from an IBM end-user point of view. Unix was small, and you could go through it line by line and understand exactly how it worked. That was the origin of the so-called Unix culture.

Computer: In a sense, Linux is following in this tradition. Any thoughts on this phenomenon?

Thompson: I view Linux as something that’s not Microsofta backlash against Microsoft, no more and no less. I don’t think it will be very successful in the long run. I’ve looked at the source, and there are pieces that are good and pieces that are not. A whole bunch of random people have contributed to this source, and the quality varies drastically.

My experience and some of my friends’ experience is that Linux is quite unreliable. Microsoft is really unreliable but Linux is worse. In a non-PC environment, it just won’t hold up. If you’re using it on a single box, that’s one thing. But if you want to use Linux in firewalls, gateways, embedded systems, and so on, it has a long way to go.

Wajah Seorang Engineer

IEEE memang selalu berusaha menunjukkan bahwa wajah engineer itu tidak tunggal, tidak typical, dan tidak harus dilbertian :). Bukan cuma wajah dalam arti manusianya, tapi juga gaya kerjanya. Siapa bilang engineer harus pakai baju kotak2, harus bermuka serius, harus melototi layar komputer, atau memegang penggaris?

Kayaknya memang IEEE — selain punya misi untuk membentuk jaringan antar engineer (EE dan turunannya) — juga punya misi sampingan untuk menampilkan wajah engineering yang sebenarnya kepada publik.

(Kalau nggak kebaca: gambar di samping ini adalah iklan pengingat / reminder untuk memperpanjang keanggotaan di IEEE)

Kerja Ilmiah Ala Einstein

Sains, gitu kata Kuhn, tidak dibentuk dari akumulasi pengetahuan, tetapi oleh perubahan paradigma. Basi sih, emang. Apalagi kalau terus kita cerita tentang Newton, Einstein, Bohr, sampai Witten, yang semuanya merupakan contoh orang2 yang menggeser paradigma sains. Ya udah. Tapi aku lagi mau cerita tentang keilmuwanan Einstein.

Wheeler bercerita, bahwa Einstein sungguh mengagumi Newton. Newton berani membuat postulat bahwa ruang dan waktu itu absolut — hal yang ditentang banyak orang sezamannya. Memang ide Newton itu salah, dan Einstein adalah yang paling tahu soal itu. Tapi pendapat Newton itu telah berhasil membentuk landasan ilmiah yang kokoh, yang memungkinkan semua ilmuwan masa sesudahnya menyusun kerangka berpikir, termasuk Gauss, Maxwell, hingga Einstein sendiri.

Trus gimana dengan Einstein sendiri, yang sering dimitoskan sebagai tokoh yang seorang diri memformulasikan relativitas khusus dan kemudian relativitas umum (di samping efek fotolistrik, gerak Brown, dll), sebagai revolusi perombak zaman yang sulit terfahami* ilmuwan di masanya? Para ahli sejarah telah mempelajari buku catatan Einstein, yang membuktikan bahwa Einstein memang ilmuwan besar, bukan sekedar tukang sulap.

Seperti ilmuwan lain, formulasi Einstein tidak dimulai dengan mulus. Ia membuat kesalahan. Banyak sekali. Kalau macet, ia membuka buku, membuat kalkulasi, dan berharap menemui pencerahan. Masih macet? Ia tak ragu bertanya ke rekannya. Rekannya merujuk nama lain, hingga akhirnya Einstein menemui Grossmann. Grossmann sudah membahas tentang tensor kurvatur. Dan ini kemudian jadi landasan matematika bagi relativitas. Selesai. Nggak dink. Masih jauh. Kalkulasi diteruskan, dan masih selalu macet. Sering ada logika kacau di dalamnya. Dan waktu ia benar pun, ia tidak sadar bahwa ia lagi benar. Perlu dua tahun, plus bantuan seorang rekan, untuk melacak tempat kesalahannya, dan kembali ke posisi yang pernah dicapai sebelumnya itu. Dan akhirnya rumusan relativitas umum yang luar biasa itu pun selesai.

Gitu lah kerja ilmiah model Einstein. Nggak mirip pesulap. Dan nggak model pemain tunggal. Dia perlu referensi, dan perlu bantuan rekan2nya. Ilmuwan perlu kerja keras plus kekeraskepalaan minus ketidaksabaran.

Footnote:

* Bahasan tentang relativitas khusus dimulai dengan nama Michelson yang menemukan bahwa kecepatan cahaya sama ke semua arah, plus Lorentz dengan transformasi ruang-waktu berdasar gerak pengamat, plus Poincaré yang sudah mendalami kurva geometri non Euklid di masa itu. Namun Michelson, Lorentz, dan Poincaré tidak paham atau tidak percaya pada teori relativitas Einstein.

Nerd Score = 99

Ke site Jay, dan ter-link ke kuis yang satu ini:


I am nerdier than 99% of all people. Are you nerdier? Click here to find out!

Ya … gitu lah kalau nggak ada kegiatan lain abis gosokin lantai kamar mandi dan WC. Klik di Wikipedia kalau mau tau lebih banyak tentang Nerd. Tapi menurut aku, skor 99 (yang artinya aku masuk ke 1% orang/peserta paling nerd) itu agak mencurigakan. OK, ada satu lagi, dari site yang sama.


I am going to die at 78. When are you? Click here to find out!

78 tahun? Wow, aku bener2 meragukan validitas site ini. Umm … coba satu lagi deh.


What is your weird quotient? Click to find out!

Beda dengan nerdiness, weird quotient (WQ) mengukur skala mirip IQ. Jadi angka 100 itu bukan angka tinggi, tapi angka tipikal: mirip dengan sebagian besar orang / peserta. Sebenernya udah coba satu lagi, tentang chemistry. Tapi nggak ada yang bisa ditempel. Udah deh segini dulu.

Laser Silikon

Intel Corp menginformasikan pada 5 Januari bahwa sebuah eksperimen menciptakan laser (d/h LASER) dari silikon tengah dilakukan. Memang pada tahap awal ini, hasilnya masih kalah unggul dibandingkan laser dari bahan mahal semacam Galium Arsenida. Tapi bahan silikon yang lebih murah menjanjikan revolusi baru dalam dunia IT. Akan ada peluang bahwa semua komputer akan dapat terkoneksi secara optik. Lebih dari itu, akan ada peluang juga bahwa komponen komputasi dapat dikoneksikan secara optik dalam sebuah mikrochip.

Intel menggunakan yang disebut sebagai efek Raman. Pada efek ini, cahaya dihamburkan pada material tertentu untuk menghasilkan cahaya lain yang gelombangnya lebih panjang. Umumnya efek Raman diumpankan pada serat optik sepanjang kiloan meter untuk menghasilkan gelombang yang panjang. Namun Intel memanfaatkan efek ini pada piranti yang panjangnya beberapa sentimeter saja, karena silikon memiliki efek yang sepuluh ribu kali lebih kuat.

Masalahnya kemudian adalah bahwa laser pada ruang sekecil itu akan saling menumbuk dan bahkan berinteraksi dengan elektron. Semakin besar daya diberikan, bukannya semakin banyak cahaya dihasilkan, justru cahaya berkurang akibat diserap elektron. Jadi solusinya adalah memotong laser menjadi pulsa-pulsa, sehingga tidak terserap oleh elektron terlalu banyak. Masalah lebih lanjut adalah bahwa laser harus berjalan secara kontinyu, bukan dalam bentuk pulsa patah-patah dalam orde pikometer. Jadi para periset memanfaatkan waveguide untuk memperpanjang pulsa yang dihasilkan. Waveguide-nya dibentuk dari silikon juga, dalam bentuk semacam diode dengan tanjakan di tengahnya. Tegangan pada diode menyapu elektron yang tak diinginkan, dan membiarkan cahaya mengalir melewati chip.

Kisah Gravitasi Kuantum Loop

Julian Barbour, ahli fisika dan filsafat yang meninggalkan dunia akademis setelah memperoleh PhD. Tinggal di desa dekat Oxford, ia hidup dari menerjemahkan jurnal ilmiah berbahasa Rusia ke bahasa Inggris. Bebas dari ketergesaan kampus, ia punya keluangan yang memungkinkannya menginterpretasikan persamaan Einstein untuk mendefinisikan ruang dan waktu tak lebih hanya sebagai jaringan relasi.

Dari tulisan Barbour itu, Lee Smolin — yang sebelumnya selalu gagal merumuskan gravitasi kuantum — melihat kesalahan terbesar dalam kalkulasi yang telah dilakukannya selama ini. Banyak ilmuwan di masanya yang menghindari absurditas matematika di tingkat fisika teori dengan memanfaatkan lattice, yaitu semacam sampling frame dalam perhitungan. Ada memang yang tidak mau menggunakan, misalnya Alexander Polyakov dari Rusia. Tapi banyak ilmuwan menyebut bahwa melakukan kalkulasi tanpa lattice itu seperti main akrobat tali tanpa jala pengaman di bawahnya. Nah, Smolin menemukan bahwa kegagalannya diakibatkan oleh pemakaian lattice yang bersifat kontinyu, regular. Seharusnya, dia sadari, latticenya seperti ruang waktu yang dia amati: bersifat relasional terhadap obyek di dalamnya, alih2 menjadi latar belakang yang rigid. Caranya gimana?

Ada bantuan dari penjuru bumi yang lain. Amitaba Sen sedang mencoba menurunkan teori kuantum untuk supergravitasi. Untuk itu ia telah menurunkan persamaan Einstein menjadi sekumpulan persamaan yang lebih sederhana. Banyak yang berminat, tapi belum ada yang serius menggunakannya, sampai akhirnya Abhay Ashtekar mengunakannya untuk mereformulasi persamaan relativitas, sehingga selain secara matematika lebih sederhana, juga cocok dengan formulasi QCD yang saat itu tengah diminati para fisikawan.

Smolin bekerjasama dengan Loius Crane (satu makhluk jenius yang sempat dilarang sekolah 10 tahun akibat ikut demo menentang serangan AS ke Kamboja) untuk merumuskan teori ruang-waktu yang berdasar pada jaringan relasi, atau evolving network of loops. Workshop selama satu semester dilakukan, melibatkan beberapa rekan lain. Persamaan Ashtekar digunakan untuk menunjukkan kesederhanaan pola interaksi loop di lattice yang dibentuk. Tapi kemudian macet lagi.

Salah satu rekan, Ted Jacobson, menyarankan untuk tak menggunakan lattice, dan mengikuti gaya Polyakov. Dan dengan cara itu, dirumuskanlah dasar teori kuantum gravitasi loop. Terpecahkanlah persamaan di skala Planck di mana ruang-waktu tidak terdiri dari apa-apa, selain relasi dari beberapa objek elementer. Bentuknya masih loop, tapi bukan loop di lattice atau bahkan loop di ruang, melainkan loop yang mendefinisikan ruang. Ilmuwan Italia, Carlo Rovelli, datang membawa pendekatan kuantum rekaan mentornya, Chris Isham dari Imperial College, memformulasikan kaitan antar loop, yang tidak terpengaruh apa pun selain loop.

Tapi tentu, masih perlu tahunan lagi, dan banyak ilmuwan lagi, untuk menyelesaikan implikasi teori itu.

Dilbert Quotes 2004

Tad Ashlock mengirim ke alt.comics.dilbert, menyampaikan oneline favorit dari koleksi Dilbert sepanjang 2004. Enjoy!

  • 2004-01-30 The goal of public relations is to taint the
    jury pool. We’ll show that the victims had it coming.
  • 2004-02-02 Excuse me while I beat myself with my keyboard.
  • 2004-02-04 Whenever I talk to you, I feel like I should be
    wearing a wire.
  • 2004-02-05 Never listen to your customers. They were dumb
    enough to buy your product, so they have no credibility.
  • 2004-02-12 I’m a writer for “Morons on Parade” magazine.
    Do you mind if I ask you some questions?
  • 2004-02-13 You made the cover of “Morons on Parade.”
  • 2004-02-22 GAAA!!! My despair has turned into a searing
    psychological pain!!! OW! OW! OW!
  • 2004-03-04 The new dress code is “winged monkey.”
  • 2004-03-08 This week I achieved unprecedented levels of
    unverifiable productivity. I made phone calls, built
    consensus, displayed leadership, attended meetings and set
    priorities.
  • 2004-04-07 I’ve added mumbling and peevishness to my
    work-avoidance arsenal. I get the benefits of appearing
    knowledgeable without the burden of sharing.
  • 2004-04-12 The association of doughnut makers asked me to
    prove that skinny people can’t go to heaven.
  • 2004-05-09 Man-duh-tory
  • 2004-05-24 Our office was designed with the science of feng
    shui.
  • 2004-05-29 If we skip design, prototype, testing and
    manufacturing, we can afford the product recall.
  • 2004-06-03 The Fertiliar
  • 2004-06-04 I summon the dark demon of ineffective
    management to smite the person who wants this decision!!!
  • 2004-06-07 I declare this a pants-optional zone.
  • 2004-06-11 May I point out that he has never produced
    anything except arrogance and noise?
  • 2004-06-19 A death spiral goes clockwise north of the
    equator.
  • 2004-06-20 The whatchamacallit has to be whatever or else
    the whosits will go hey-hey.
  • 2004-06-20 I love my coworkers, until they talk.
  • 2004-07-13 You’re not allowed to lie, but I expect plenty
    of omissions, misdirections, exaggerations, unjustified
    optimism, lost documents, unclear explanations, gray areas
    and tactical ignorance.
  • 2004-07-19 Allow me to respond by hacking a hairball in
    your direction.
  • 2004-07-27 It’s multi-level marketing plus a diet plan
    suggested by the bible!
  • 2004-08-05 My voice mailbox is full, and my spam filter
    rejects all incoming e-mail. As soon as I build up a good
    load of ear wax, I’ll be off the grid.
  • 2004-08-14 Were you correct that your superior intelligence
    makes you a superb negotiator?
  • 2004-08-15 That’s our insurance company. They’ve been
    jumpy lately.
  • 2004-08-22 M.T.T.S.F. — Mean Time To Story Failure
  • 2004-08-26 I always wondered what efficiency looked like.
  • 2004-08-27 When I said cheaper, I meant more fun.
  • 2004-08-28 Now if you’ll excuse me, I feel a nap coming on.
  • 2004-09-06 Before you decide, look at this DVD titled, “Is
    Bribery Right for You?” The narrator might refer to you by
    name when she dances.
  • 2004-09-16 If you hire me, I will use my enormous brain to
    develop world-changing products. I require no pay and no
    cubicle. I will eat used paper, and cling to the ceiling.
  • 2004-09-18 I’m having an unpleasant realization.
  • 2004-09-23 Sometimes I have naughty thoughts during work
    hours. Should I reimburse the company for lost
    productivity?
  • 2004-10-19 Is it possible that I’m oblivious to my effect
    on others?
  • 2004-10-20 I’ll pair you with someone whose social defect
    will cancel out your own.
  • 2004-10-22 Can a business-led project management process
    optimize our strategic core issues?
  • 2004-10-23 It’s his own fault for not paying me enough to
    afford entertainment.
  • 2004-10-27 Do you want the simple but misleading
    explanation or the one you won’t understand?
  • 2004-10-28 Something that you could never comprehend
    conflicts with something that you’d never understand.
  • 2004-11-01 How about a nanotechnology stem cell for
    fighting terrorists?
  • 2004-11-03 My philosophy is that anything worth doing is
    worth delaying.
  • 2004-11-08 Once you embrace the idea that your customers
    deserve to die… it frees your mind to invent splendidly
    profitable products.
  • 2004-11-09 Warning! This product will kill you but that’s
    okay because it tastes great!
  • 2004-11-12 Now rationalize your decision, you mindless pink
    robot!
  • 2004-11-14 This one goes in the scrapbook.
  • 2004-11-20 Your biggest defect continues to be your
    inability to handle criticism. And you argue with people
    who are much smarter than yourself.
  • 2004-11-21 I wonder if it’s called whistling when only air
    comes out.
  • 2004-11-29 Call me shallow, but I enjoy getting paid for
    other people’s inventions.
  • 2004-12-13 I’m going to ram my fist down your throat, grab
    your pants and turn you inside out.
  • 2004-12-25 Do you want the ten-minute explanation of why
    the data are useless, or a simple “here you go”?
  • 2004-12-27 My philosophy is that anything worth doing is
    too hard.
  • 2004-12-27 A character flaw isn’t a philosophy.
  • 2004-12-30 Do you have any more questions like that one?

Murtad dari Fisika

Ini dari buku Smolin, halaman 99, tentang Area dan Informasi. Yang pertama kali memaparkan ide bahwa entropi itu berkaitan dengan informasi dan probabilitas bukanlah Shannon, melainkan Ludwig Boltzmann. Boltzmann yang ini mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri pada tahun 1906, sebelum ilmuwan masa itu dapat mengerti tentang idenya. Belum jelas apakah depresi yang melanda Boltzmann itu disebabkan oleh kegagalan para sejawatnya untuk mengakui teorinya.

Yang jelas, lanjut Smolin, peristiwa itu membuat seorang mahasiswa fisika bernama Ludwig juga, yaitu Ludwig Wittgenstein, keluar dari ilmu fisika, dan ngabur ke Inggris untuk mendalami engineering dan filsafat.

Ada juga akhirnya kaitan Wittgenstein yang karya2 versi awalnya banyak mematematikakan dan melogikakan filsafat itu dengan teori informasi (versi awal).

Ya nih, mood lagi lompat2. Kalau lagi positif, baca James Herriot atau buku2 yang menggugah rasa kemanusiaan lainnya. Kalau lagi negatif, baca Richard Dawkins atau semacamnya. Kalau lagi netral, baca Smolin atau semacamnya.

Belanja Buku dengan Smartphone

Web service terus menerus menawarkan berbagai kemungkinan yang menarik.
Sekarang, dengan smartphone pun kita sudah bisa belanja buku di Amazon.
Buku, CD, apa lah. Thanx untuk pencipta ShopEdge yang atas program
yang hebat ini, dan free of charge.

Dari ShopEdge, kita pura2 sudah masuk Amazon, mulai memilih buku atau
barang lain berdasar keyword. Via GPRS, ShopEdge mengambil data dari
web service Amazon, menampilkan buku sesuai keyword kita, plus harganya.
Sekali klik, kita dibawa ke rincian produk, dan kemudian bisa memilih
untuk melihat gambar yang diperbesar sampai review produk, secara
apik, nggak semerawut. Kalau kita mau ambil produk yang ditampilkan, ShopEdge
menyiapkan keranjang belanja sementara.

Selesai memilih belanjaan, kita bisa transfer keranjang belanja kita ke
halaman transaksi di amazon.com beneran (halaman khusus yang dibuat ramah
untuk smartphone). Kalau sebelumnya di keranjang kita sudah ada produk
lain, produk itu langsung akan digabungkan. Dan bisa meneruskan belanja
seperti biasa.

Ada nggak nih, yang punya ide implementasi benda menarik ini di Indonesia?
Gramedia atau Clickbookshop atau Bhinneka versi smartphone? Tanpa BCA,
kalau bisa.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑