Page 62 of 210

Formula Formula

Kayak apa sih formula relativitas Einstein yang konon sudah menggantikan teori gravitasi Newton itu? Kalau ditulis sih sederhana sebenernya:

Ruas kiri persamaan menyatakan kelengkungan (kurvatur) ruang waktu, yang menunjukkan medan gravitasi. Ruas kanan persamaan menyatakan kerapatan energi dan lain-lain dari materi selain medan gravitasi. Formula yang bagus, selama kita tidak harus jadi fisikawan yang membedah arti dari huruf T dan G dengan indeks mu dan nu itu. Sorry, aku kuliah di elektro, dan nggak kebagian main-main dengan tensor. Skalar, vektor, matriks, stop.

Bukan berarti anak elektro nggak main matematika. Hehe. Abis kalkulus, ada teori medan yang sebenernya lebih mirip cabang kalkulus daripada cabang fisika :). Aku dapat A loh. Tapi waktu kuliah antenna yang sebenernya meneruskan aplikasi teori medan, nilainya jadi C. Doh.

Yang konon paling lucu dari matematika versi teknik elektro adalah kesetiaannya pada bilangan kompleks. Nggak tau dimulai dari mana, tapi di elektro, bilangan imaginer dinotasikan sebagai j, bukan i kayak di matematika. Konon karena i sudah dipakai untuk kuat arus. Tapi lucunya, kenapa bukan notasi kuat arus aja yang diubah.

Balik ke teori medan. Mau nostalgia bentar nih. Di catatan awal tahun 2001, aku nulis cerita tentang Faraday, Maxwell, etc. Maxwell memformulasikan teori yang sudah disusun oleh Coulomb, Ampere, Faraday. Bentuknya, kayak yang ada di buku teori medan untuk mahasiswa elektro, adalah sbb:

Persamaan 1 memaparkan teori Coulomb tentang bagaimana medan litrik dihasilkan dari muatan listrik. Persamaan 2 memaparkan teori Ampere bahwa tidak ada yang disebut muatan magnet, karena magnetisme dibangkitkan oleh arus listrik. Persamaan 3 memaparkan teori Faraday yang menggambarkan perubahan medan listrik akibat perubahan medan magnet. Persamaan 4, kembali ke Ampere, menjelaskan bagaimana arus listrik menghasilkan medan magnet. Setelah disusun seperti itu, Maxwell dapat menyusun prediksi-prediksinya, termasuk tentang gelombang elektromagnetik, tentang spektrumnya yang tersebar, meliputi cahaya; dan membuat Maxwell menjadi salah satu ilmuwan terbesar abad ke-19.

Waktu Maxwell pertama kali menulis persamaan itu, bentuknya tidak sesederhana itu. Rada panjang, nggak pakai tanda del, curl, etc. Kayaknya di buku Hayt ada juga versi panjang ini. Demi kesederhanaan, formulasinya ditulis seperti di atas. Tapi, lebih lanjut, formulasi kayak gitu masih disingkat lagi. Kali ini dengan notasi relativistik mirip persamaan Einstein di atas. Jadinya tinggal dua persamaan:

Persamaan pertama menggabungkan persamaan Maxwell 1 dan 4, sementara persamaan kedua menggabungkan persamaan Maxwell 2 dan 3. Cuman, kayak penyederhaan sebelumnya, semakin sederhana formula ini, semakin dalam orang harus belajar untuk membaca dan menggunakannya. Mau coba? Coba mulai dengan ke http://en.wikipedia.org/wiki/Maxwell’s_equations.

Lagi: Lohengrin Act 1

Robert Horwitz, maintainer site http://www.open-spectrum- international.org, berkirim mail. Mail pertama membahas liberalisasi frekuensi 2.4GHz di Indonesia. Mail kedua menyebut hal yang lebih menarik: Lohengrin. Pembukaan Lohengrin, kata dia, adalah 8 menit terindah dalam musik yang pernah diciptakan. Yang barangkali dia nggak tahu adalah: aku baca mail itu (di Xphone) masih sambil ngedengerin Pembukaan Lohengrin (Act 1). Dan itu bukan kebetulan. Beberapa hari itu, aku memang selalu masang Lohengrin, kadang berderet dengan Tannhauser. Kadang dengan salah satu opera dari Der Ring. Tapi selalu ada Lohengrin tiap hari.

Lohengrin ada di kaset Wagner-ku yang pertama. Sisi B kaset itu berisi Lohengrin, Parsifal, dan Siegfried Idyll. Tapi nggak tau kenapa aku sempat lupa sama nama Lohengrin. Kaset itu aku bawa ke Coventry, tanpa cover. Dan di bulan Februari 2001 aku nulis salah satu kejeniusan Wagner yang bisa memahami sekaligus mewarnai semesta. Aku salah waktu itu, nulis judulnya Parsifal. Padahal justru Pembukaan Act 1 Lohengrin yang waktu itu terasa seperti magic, musik ajaib yang entah diturunkan dari mana ke semesta ini. Aku baru sadar beberapa bulan kemudian, waktu beli CD Lohengrin. Dan waktu sempat nonton Birmingham City Orchestra memainkan Act 1 Lohengrin (Pembukaan dan Elsa’s Dream) di Warwick. Betul-betul musik yang ajaib, biarpun waktu itu yang aku nunggu adalah Tristan und Isolde.

Aku bukan Robert Horvitz yang sudah mendengarkan semua musik yang ads di muka bumi dan bisa menentukan mana yang paling indah. Tapi aku bisa memahami orang yang bisa memiliki pendapat kayak Horvitz. Ini barangkali memang 8 menit terindah dalam sejarah musik.

Bank Niaga Masih Cinta MS

Judul : Re : Sulit Login dengan Desain Baru
Tanggal Kirim : 11-Feb-2005 15:58:05
Pesan :

Yth Bp Kuncoro Wastuwibowo

Terima kasih atas pengggunaan fasilitas layanan kami. Memang untuk tampilan di menu NG@/internet ada perubahan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan variasi baru, tetapi kalau hal tersebut mengakibatkan kesulitan dalam mengakses untuk sumbang saran dari Bapak akan kami sampaikan ke bagian yang terkait.

Demikian informasi dari kami.

Salam
Niaga Access

— KUNCORO WASTUWIBOWO wrote:

Hai Bank Niaga. Saya lihat ada perubahan pada desain site ini. Tapi saya terus terang lebih suka desain yang lama. Pada desain yang lama, saya dapat login menggunakan browser Firefox. Tapi pada desain baru, login tidak dimungkinkan lagi. Terpaksa saya menggunakan MS Internet Explorer yang kuno dan mudah membawa virus dan spy ini. Mohon dilakukan redesign kembali atas site ini agar akrab dengan browser selain MSIE. Terima kasih atas perhatian dan pengertiannya.

Catatan: Perlu waktu mingguan bagi Bank Niaga untuk memutuskan memforward suatu sumbang saran dari satu bagian ke bagian lain. Tapi jelas masih lebih menarik daripada BCA.

Wortel Mencegah Kanker

Wortel mengurangi resiko kanker sampai sepertiga — gitu kata SciAm. Pada wortel terdapat senyawa falcarinol, yang diketahui bisa melindungi sang wortel dari serangan jamur. Kirsten Brandt dari University of Newcastle upon Tyne mencobai pestisida alami ini pada tikus yang tena tumor pra-kanker. Tikus dikelompokkan atas kelompok yang tidak menerima falcarinol, kelompok yang menerima wortel, dan kelompok yang menerima falcarinol sebagai senyawa yang dipisah dari wortel. Dalam laporan yang diterbitkan di Journal of Agricultural and Food Chemistry bulan ini, disebutkan bahwa kelompok kedua dan ketiga mengalami penurunan dalam pengembangan kanker sebesar sepertiga. Tapi memang, dalam jumlah besar, falcarinol bisa jadi racun. Memakan 400kg wortel dipercaya dapat mematikan.

Oh ya, wortel dalam riset ini adalah wortel mentah. Belum jelas apa yang terjadi pada wortel yang sudah dimasak. Dan apa ada perbedaan dengan berbagai varietas wortel yummie yummie itu.

Which HP Kid?

Hmmm, padahal tadinya aku pikir aku lebih cocok jadi Hagrid. Tapi barangkali Hagrid nggak termasuk “Kid” yaa ..


Which HP Kid Are You?

Linux di Mata Ritchie

Yang ini versi Dennis Ritchie, yang diwawancarai oleh Unix.se, tahun 2003. Ritchie menciptakan C, dan menciptakan Unix bersama Thompson.

What do you think about the development of Linux and the BSD variants? Do you think they’ll eventually replace all the proprietary Unix systems?

Dennis Ritchie: As a general phenomenon, I think they’re great, but they suffer from much the same struggles and competition that the proprietary ones did and do. Sun and HP, SGI , IBM, Digital others all have (or had) variants of the same thing– so too do Linux and the BSDs. Their proprietors may have different motivations for producing the variants, of course. And of course each does have its own attractions. There is a kind of brand differentiation, and this is one of the reasons why portability is hard.

Any thoughts about the GNU project? How did you first learn about it?

Dennis Ritchie: I can’t remember when I first learned about it, but a long time ago. The True-GNU philosophy is more extreme than I care for, but it certainly laid a foundation for the current scene, as well as providing real software. The interesting thing is the way that free-software ideas have begun to influence major existing commercial players. At the same time, much of it seems to have to do with recreating things we or others had already done; it seems rather derivative intellectually; is there a dearth of really new ideas? But still, it’s a great satisfaction that so much of it has built on top of a basis we helped to establish.

Linux di Mata Thompson

Unix and Beyond: Interview with Ken Thomson, 5 years ago.

Wawancara ini ditemukan lagi gara2 lagi beberes jurnal2 dan majalah2 lama. Konon Oom Made Wiryana mau berbaik hati menyimpankan dokumen2 berharga itu di calon perpustakaan akademis non-kampus yang akan didirikannya. Para pendukung Open Source boleh keki baca pendapat Ken tentang Linux. Mudah2an pendapat beliau udah berubah dalam 5 tahun ini.

Computer:What about the development history of Unix?

Thompson: The early versions were essentially me experimenting with some Multics concepts on a PDP-7 after that project disbanded, which is about as small a team as you can imagine. I then picked up a couple of users, Doug McIlroy and Dennis Ritchie, who were interested in languages. Their criticism, which was very expert and very harsh, led to a couple of rewrites in PDP-7 assembly.

At one point, I took BCPL from Martin Richards at MIT and converted it into what I thought was a fairly straight translation, but it turned out to be a different language so I called it B, and then Dennis took it and added types and called it C.

We bought a PDP-11one of the very firstand I rewrote Unix in PDP-11 assembly and got it running. That was exported to several internal Bell telephone applications, to gather trouble reports and monitor various things like rerouted cables. Those applications, independent of what we were doing, started political pressure to get support for the operating system; they demanded service. So Bell Labs started the Unix Support Group, whose purpose was to serve as the interface to us, to take our modifications and interface them with the applications in the field, which demanded a more stable environment. They didn’t like surprises. This grew over time into the commercial version from AT&T and the more autonomous version from USL.

Independently, we went on and tried to rewrite Unix in this higher level language that was evolving simultaneously. It’s hard to say who was pushing whomwhether Unix was pushing C or C was pushing Unix. These rewrites failed twice in the space of six months, I believe, because of problems with the language. There would be a major change in the language and we’d rewrite Unix.

The third rewriteI took the OS proper, the kernel, and Dennis took the block I/O, the diskwas successful; it turned into version 5 in the labs and version 6 that got out to universities. Then there was a version 7 that was mostly a repartitioning of the system in preparation for Steve Johnson and Dennis Ritchie making the first port to an Interdata 832. Unknown to us, there was a similar port going on in Australia.

Around version 6, ARPA [Advanced Research Projects Agency] adopted it as the standard operating system for the Arpanet community. Berkeley was contracted to maintain and distribute the system. Their major contributions were to adapt the University of Illinois TCP/IP stack and to add virtual memory to Bell Lab’s port to the VAX.

There’s a nice history of Unix written by Dennis that’s available on his home page [ed.”The Evolution of the Unix Time-Sharing System,” http://cm.belllabs.com/cm/cs/who/dmr/hist.html].

Computer: What accounted for the success of Unix, ultimately?

Thompson: I mostly view it as serendipitous. It was a massive change in the way people used computers, from mainframes to minis; we crossed a monetary threshold where computers became cheaper. People used them in smaller groups, and it was the beginning of the demise of the monster comp center, where the bureaucracy hidden behind the guise of a multimillion-dollar machine would dictate the way computing ran. People rejected the idea of accepting the OS from the manufacturer and these machines would never talk to anything but the manufacturer’s machine.

I view the fact that we were caught up in thatwhere we were glommed onto as the only solution to maintaining open computingas the main driving force for the revolution in the way computers were used at the time.

There were other, smaller things. Unix was a very small, understandable OS, so people could change it at their will. It would run itself you could type “go” and in a few minutes it would recompile itself. You had total control over the whole system. So it was very beneficial to a lot of people, especially at universities, because it was very hard to teach computing from an IBM end-user point of view. Unix was small, and you could go through it line by line and understand exactly how it worked. That was the origin of the so-called Unix culture.

Computer: In a sense, Linux is following in this tradition. Any thoughts on this phenomenon?

Thompson: I view Linux as something that’s not Microsofta backlash against Microsoft, no more and no less. I don’t think it will be very successful in the long run. I’ve looked at the source, and there are pieces that are good and pieces that are not. A whole bunch of random people have contributed to this source, and the quality varies drastically.

My experience and some of my friends’ experience is that Linux is quite unreliable. Microsoft is really unreliable but Linux is worse. In a non-PC environment, it just won’t hold up. If you’re using it on a single box, that’s one thing. But if you want to use Linux in firewalls, gateways, embedded systems, and so on, it has a long way to go.

Wajah Seorang Engineer

IEEE memang selalu berusaha menunjukkan bahwa wajah engineer itu tidak tunggal, tidak typical, dan tidak harus dilbertian :). Bukan cuma wajah dalam arti manusianya, tapi juga gaya kerjanya. Siapa bilang engineer harus pakai baju kotak2, harus bermuka serius, harus melototi layar komputer, atau memegang penggaris?

Kayaknya memang IEEE — selain punya misi untuk membentuk jaringan antar engineer (EE dan turunannya) — juga punya misi sampingan untuk menampilkan wajah engineering yang sebenarnya kepada publik.

(Kalau nggak kebaca: gambar di samping ini adalah iklan pengingat / reminder untuk memperpanjang keanggotaan di IEEE)

Kerja Ilmiah Ala Einstein

Sains, gitu kata Kuhn, tidak dibentuk dari akumulasi pengetahuan, tetapi oleh perubahan paradigma. Basi sih, emang. Apalagi kalau terus kita cerita tentang Newton, Einstein, Bohr, sampai Witten, yang semuanya merupakan contoh orang2 yang menggeser paradigma sains. Ya udah. Tapi aku lagi mau cerita tentang keilmuwanan Einstein.

Wheeler bercerita, bahwa Einstein sungguh mengagumi Newton. Newton berani membuat postulat bahwa ruang dan waktu itu absolut — hal yang ditentang banyak orang sezamannya. Memang ide Newton itu salah, dan Einstein adalah yang paling tahu soal itu. Tapi pendapat Newton itu telah berhasil membentuk landasan ilmiah yang kokoh, yang memungkinkan semua ilmuwan masa sesudahnya menyusun kerangka berpikir, termasuk Gauss, Maxwell, hingga Einstein sendiri.

Trus gimana dengan Einstein sendiri, yang sering dimitoskan sebagai tokoh yang seorang diri memformulasikan relativitas khusus dan kemudian relativitas umum (di samping efek fotolistrik, gerak Brown, dll), sebagai revolusi perombak zaman yang sulit terfahami* ilmuwan di masanya? Para ahli sejarah telah mempelajari buku catatan Einstein, yang membuktikan bahwa Einstein memang ilmuwan besar, bukan sekedar tukang sulap.

Seperti ilmuwan lain, formulasi Einstein tidak dimulai dengan mulus. Ia membuat kesalahan. Banyak sekali. Kalau macet, ia membuka buku, membuat kalkulasi, dan berharap menemui pencerahan. Masih macet? Ia tak ragu bertanya ke rekannya. Rekannya merujuk nama lain, hingga akhirnya Einstein menemui Grossmann. Grossmann sudah membahas tentang tensor kurvatur. Dan ini kemudian jadi landasan matematika bagi relativitas. Selesai. Nggak dink. Masih jauh. Kalkulasi diteruskan, dan masih selalu macet. Sering ada logika kacau di dalamnya. Dan waktu ia benar pun, ia tidak sadar bahwa ia lagi benar. Perlu dua tahun, plus bantuan seorang rekan, untuk melacak tempat kesalahannya, dan kembali ke posisi yang pernah dicapai sebelumnya itu. Dan akhirnya rumusan relativitas umum yang luar biasa itu pun selesai.

Gitu lah kerja ilmiah model Einstein. Nggak mirip pesulap. Dan nggak model pemain tunggal. Dia perlu referensi, dan perlu bantuan rekan2nya. Ilmuwan perlu kerja keras plus kekeraskepalaan minus ketidaksabaran.

Footnote:

* Bahasan tentang relativitas khusus dimulai dengan nama Michelson yang menemukan bahwa kecepatan cahaya sama ke semua arah, plus Lorentz dengan transformasi ruang-waktu berdasar gerak pengamat, plus Poincaré yang sudah mendalami kurva geometri non Euklid di masa itu. Namun Michelson, Lorentz, dan Poincaré tidak paham atau tidak percaya pada teori relativitas Einstein.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑