Page 60 of 210

As Easy As My Phone

Bjarne Stroustrup, si pencipta C++ itu, pernah berujar, “I have always wished that my computer would be as easy to use as my telephone. My wish has come true. I no longer know how to use my telephone.”

Tapi, sebenernya, apa sih bedanya telepon dengan komputer? Dulu kalau kita bilang “OS” berarti kita lagi ngomongin komputer meja dan notebook. Setelah zaman konvergensi, PDA punya kemampuan telefonik, dan HP punya kemampuan komputasi aplikatif, sehingga kita terbiasa memperbincangkan OS sebuah telepon. Dan jam tangan juga sekarang punya OS. Kemudian TV dan lemari es. Dan lain kali juga buku dan CD.

Loh, CD kan data storage? Apalagi buku? Tuh kan, suka nulis sambil tanya2 sendiri. Suatu hari aku harus cari temen psikolog untuk memperbintjangkan kebiasaan boeroek jang seroepa dengan itoe. Meanwhile, data storage juga akhirnya punya kemampuan komputasi. Aku nggak lagi cerita tentang SAN atau NAS. Itu bukan porsi web ini. Web ini lebih suka memberi contoh flash drive yang berevolusi jadi MP3 payer, photo storage dengan display, dan jang sematjam itoe.

The Tristan Chord

When Wagner started to be a composer, there were three different models of contemporary opera. Wagner had tried to adopt those types with Die Feen (German, rich-orchestrated style), Das Liebesverbot (Italian, lyrical style), and Rienzi (French style, with its luxuries). He then decided that Italian and French models had been decadent: they had passed their peaks in developments; therefore Wagner went back to explore more in German style, manifested in Die Fliegende Holländer, Tannhäuser, and Lohengrin.

Being ideologically attached with Bakunin the anarchist, Wagner got involved with Dresden putsch. Bakunin got caught and jailed, and Wagner fled to Switzerland. He faced the prospect of seemingly endless exile, with debt, hopeless marriage, and bad health. On this condition, he started composing Der Ring. Also he started reading Schopenhauer.

His reading gave him the idea for a wholly new way of opera composing. In a letter to Liszt, he referred the philosopher as a man who has come like a gift from heaven. He then composed Tristan und Isolde, called it the simplest but most full-blooded music conception. He stopped Siegfried on Act 3, and devoted himself to Tristan. But after several months, it was only music as yet.

Schopenhauer maintained that we are, in the most literal sense, embodiment of the metaphysical will, so that willing, wanting, longing, craving, yearning, are not just things we do: they are what we are. Music is also a manifestation of the metaphysical will. It directly corresponds to what we are in our innermost thing.

For years, Tristan remained ‘only music.’ But even now, its chord remains the most famous single chord in the history of music. It contains not one but two dissonances, thus creating a double desire, agonizing in its intensity, for resolution. The chord then moves, resolving one but not the other, thus providing resolution-yet-not resolution. In every chord-shift, something is resolved but not everything. When a satisfaction is created, so is a new frustration. Until the end. The silence. In Wagner’s words: “Here I sank myself into the depths of the soul’s inner workings. Here life and deaths and the very existence and significance of the external world appear only as manifestations of the inner workings of the soul.”

On another fine day, Wagner performed a nice symphony for his wife’s birthday. Siegfried Idyll. It was performed at home, with a very small number of guests attending. One of them was young Nietzsche, starting his long and historical friendship with Wagner. Indeed, Wagner was the greatest influence on the young man, who would in turn became one of the greatest figures in the entire history of western philosophy. But it is another story.

Akhirnya: Ambalat Juga

Trus, ada apa dengan Ambalat?

Ah, business as usual aja. Beda interpretasi. Lebih jauh soal ini, bisa lihat di ribuan weblog lain, baik milik bangsa Indonesia, maupun orang Malays™ (begitu sehari-hari orang Indonesia menyebut nama negeri tetangganya ini)

Tapi kenapa harus ikut pasang banner?

Orang Malays suka sekali pakai kekerasan. Mengejar pekerja Warga Negara Indonesia berupah minimal saja, tidak cukup pakai Polisi Dirajam Alaysia™, tapi harus pakai Relawan Meraja Lela. Menghalau kapal nelayan Indonesia di wilayah Indonesia saja, harus pakai tembakan. Menghentikan pembangunan suar di wilayah Indonesia yang sah saja, harus pakai penyiksaan para pekerja. Apa setiap masalah interpretasi harus menggunakan kekejaman? Sikap2 kayak gitu nggak bisa dibiarkan.

Terus kenapa nggak ikut demo di jalan?

Gué sibuk. Sumpah deh.

Tapi mendukung para demonstran?

Pemerintah kita kadang perlu terus-terusan diingatkan untuk bekerja keras, bekerja serius. Itu sebenernya fungsi para demonstran. Aku nggak yakin mereka bener2 berminat perang. UAN aja pada nyontek, kok mau perang.

London Mayor: Ariel Sharon is a War Criminal

«Today the Israeli government continues seizures of Palestinian land for settlements, military incursions into surrounding countries and denial of the right of Palestinians expelled by terror to return. Ariel Sharon, Israel’s prime minister, is a war criminal who should be in prison, not in office. Israel’s own Kahan commission found that Sharon shared responsibility for the Sabra and Shatila massacres.»

Ini bukan tulisan semacam tokoh MMI di media semacam EraMuslim (kalau media ini masih ada — nggak mau repot2 checking). Ini adalah artikel yang ditulis Ken Livingstone, Walikota London, di Guardian, tanggal 4 kemarin. Perlu membangunkan berapa orang lagi sih?

Ruzky 2

“Aku tak percaya kamu menyampaikan ketakutanmu pada atasanmu.”
“Saya anggap pasukan ini keluarga. Dan Anda ayahnya.”
“Ayah. Ayahku lebih ditakuti daripada disayangi.”
“Saya pernah dengar tentang ayah Anda, Pak. Tapi dalam dua versi. Pertama, dia pahlawan revolusi. Tapi juga saya dengar dia mati di kamp kerja paksa.”
“Dua duanya benar.”

Ruzky 1

“Mereka mengatakan bahwa kita pernah punya kosmonot sebelum Gagarin. Sayangnya dia kurang kuat menahan nafas waktu sistem pendukung kehidupan mendadak berhenti berfungsi. Jadi dia tidak pernah ada. Gagarin beruntung. Semoga kita juga.”

Epilog

Aku terbangun dengan terkejut. Mantel mandi di sisi tempat tidur itu bermonogram Hotel Ritz Paris. Lampu meredup menyelinap dari balik tirai. Ini sore atau fajar?

Mungkinkah itu?

Dua puluh menit kemudian, turun ke lobi hotel, coba cari sedikit kopi. Tapi kaku langsung membawa ke lalu lintas Paris. Ke timur, ke Rue des Petits Champs. Ke selatan, ke Rue Richelieu. Taman Palais Royal. Ke utara, tampak gang beratap yang megah dan terkenal itu. Masuk. Menatap ke bawah, tampak medali perunggu ditanam membentuk garis lurus sempurna. Ini adalah meridian utama bumi yang asli; bujur nol pertama di dunia; garis mawar kuno Paris. Ikuti garis itu, berlari kecil, masuk terowongan panjang Passage Richelieu, dan di ujungnya ada halaman yang pernah kukenal. Dan ditengahnya: Piramid Louvre, berkilauan. Dan di bawahnya, piramid yang dibalik. Louvre … Da Vinci … Boticelli …

Aku harus turun ke sana.

Di dasar, adalah ruangan besar. Tergantung dari atas, berkilauanlah piramid terbalik berbentuk V dari kaca. Ujungnya hanya enam kaki dari bawah lantai. Tepat di bawahnya berdiri sebuah struktur kecil. Sebuah miniatur piramid.

Dan sampai sini kita tahu bahwa dalam mimpiku, aku mencampuradukkan epilog buku “The Da Vinci Code” dengan sebuah kenangan akan piramid kaca yang pernah terasa jadi misteri.

Pindah Host dan Penyanderaan

So, ladies, gentlemen, and bots (dari 300-an visit per hari ke sini, berapa persen ya yang dilakukan kaum robot ini), kalau Anda bisa membaca teks ini, berarti Anda sudah membaca site ini di host yang baru. Host telah pindah dari gegar.biz ke serversatu.com, disusul upload file-file sambil mendengarkan detik-detik pembebasan Meutya Hafidz dan Budiyanto dari penyanderaan Iraq, baru kemudian set name server di nic.ro.

Ah ya, mengenai pembebasan Meutya, syukurlah akhirnya melegakan buat kita semua. Tapi aku nggak puas dengan akhir yang semacam ini. Aku lebih suka kalau orang-orang yang menamai diri sebagai Tentara Mujahiddin itu memberikan pernyataan bahwa mereka akan menghentikan segala macam penculikan dan penyanderaan. Tidak mungkin mencampuradukkan kejahatan (penculikan, pembunuhan pekerja sipil) dengan kebaikan (persaudaraan, keramahan). Itu tidak kompatibel. Tidak lama lagi agen Intel akan disusupkan sebagai muslim Indonesia yang ramah, untuk diculik dan menyusup, dan dengan satu atau lain cara menghancurkan so called Tentara Mujahiddin itu dari dalam. Jadi, kalau benar di dalam hati kalian masih ada kebaikan dan persaudaraan, jangan cuma melepaskan umat Islam dan bangsa Indonesia. Hentikan segala macam penculikan, penyanderaan, pembunuhan. Berbaur kembali dengan rakyat Iraq untuk membentuk Iraq yang baru, yang bebas dari penjajahan, kekejaman, dan keterpurukan.

Meanwhile, kayaknya cepat juga broadcast IP baru domain kun.co.ro ini. Kayaknya sebenernya dia bukan domain, tapi cuma subdomain kun dari domain co.ro. Sekilas nggak kelihatan bedanya kan antara domain tingkat tiga kun.co.ro dengan subdomain kun dari domain tingkat dua co.ro. Tapi kecepatan broadcast ini bikin aku curiga bahwa sebenernya tidak terjadi broadcast info baru. Mereka masih menunjuk ke domain co.ro yang lama. Anyway, bagus juga.

Маленький Принц 

Le Petit Prince, dans quelques langues, préparent pour acheter:

Adapoen, oentoek bahasa jang lainnja, dipersilahkan berbondong-bondong mengoendjoengi sitoes Multilingual Books. Atau tentu saja ke web Pangeran Kecil.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑