You gave me strength to stand alone again
To face the world out on my own again
You put me high upon a pedestal
So high that I could almost see eternity
You needed me, you needed me
And I can’t believe it’s you
I can’t believe it’s true
I needed you and you were there
And I’ll never leave, why should I leave?
I’d be a fool ’cause I finally found someone who really cares
You held my hand when it was cold
When I was lost you took me home
You gave me hope when I was at the end
And turned my lies back into truth again
You even called me “friend”
You gave me strength to stand alone again
To face the world out on my own again
You put me high upon a pedestal
So high that I could almost see eternity
You needed me, you needed me
You needed me, you needed me
HTC, produsen PDA-Phone dan Smartphone dari Taiwan, memang namanya nggak seterkenal produknya. Dia selalu melakukan co-branding dengan operator telekomunikasi atau dengan pemilik brand lain. Maka kita kenal produknya a.l. sebagai O2 XDA, O2 Xphone, dan yang bikin mata berbinar2: O2 XDA II mini. Mini size, dengan feature maksimal. Sayangnya GSM. Radiasi gede, plus masih mahal tagihan GPRS-nya. Komposisi terbesar tagihan Kartu Halo (selalu setia dengan Telkomsel –red) memang masih SMS, tapi disusul GPRS, baru voice. Masih ditunggu yang versi CDMA 2000. Hmm, padahal sebenernya harga nggak ada hubungannya sama teknologi, tapi lebih sama regulasi :).
OK, so HTC meluncurkan produk HTC Apache. Entah apa nantinya nama versi O2-nya, kalau bener O2 mau mengambil. Tapi Sprint udah mengambilnya, dan dinamai PPC 6700. Segede XDA II mini, tapi sudah dengan Windows Mobile 5. Dan dikoneksikan dengan CDMA 2000 1x. Dual band (Telkom skaleee), dan EVDO-capable (400-700 kb/s hingga 2 Mb/s). Selain operasi normal dengan stylus, ‘lah tersedia keyboard geser QWERTY. Prosesor Intel PXA 270 416 MHz. Blukutut (d/h Bluetooth). WiFi. MiniSD. Kamera 1,3 megapixel.
Kalau Lenin sebelum Revolusi tinggal di Swiss, maka Leon Trotsky menghabiskan masa hidupnya menjelang revolusi di Austria. Ia suka bergaul, terutama di Kafe Sentral. Main catur, dan mengoceh macam-macam. You know lah, yang macam gitu. Dan ini cukup banyak diketahui orang.
Tahun 1917, pada saat ada desas-desus sedang terjadi revolusi di Rusia, Perdana Mentri Austria berkomentar «Nggak mungkin. Russia bukanlah negeri yang tepat buat revolusi. Dan siapa pula yang mau membuat revolusi di sana? Atau Tuan Trotsky dari Kafe Sentral itu?»
Tak terlalu deras hujan pagi ini. Rintik. Tapi dinginnya langsung menghujam menembus jaket tipisku. Tidak menyiksa. Malah menanamkan kesegaran dan kenangan bahwa di masa-masa kebangkitanku, dingin adalah sahabat, dan kesegarannya adalah anugerah.
Sebagai bagian dari kenangan, Iqbal tiba-tiba menemaniku. “Jangan mengharapkan kehangatan dari apa pun, dari siapa pun. Nikmati bekunya dada itu, dan cobalah dalam kebekuan itu untuk memberikan kehangatan pada penghuni bumi.” Aku mencoba tersenyum. Tidak mudah, di tengah rintik yang mulai menderas. Mudah2an masih agak mirip senyum.
“Percayalah hanya pada Penciptamu, dan jangan menggantungkan hatimu pada apa pun,” celotehnya lagi. Aku terpaksa menukas, “Bahkan mungkin tak perlu menggantungkan diri pada-Nya. Ini permainanku dengan-Nya. Ia memberikan cobaan, kepedihan, kesendirian, lalu Ia melihat bagaimana aku bisa mengatasinya. Ia tahu aku bisa. Ia penciptaku.” Dan beku kembali menerpa.
Mungkin bukan kehangatan yang Ia berikan. Tapi jelas sebuah perhatian. Dan bagi seorang manusia yang haus perhatian, tak ada bedanya apakah perhatian itu diberikan dalam bentuk kehangatan atau kebekuan, dalam bentuk anugerah atau cobaan, dalam bentuk keramahan atau kepahitan. Dan keterpojokan. Dan kegelisahan.
“Api Namrudz tak akan mampu membakarmu,” kata Iqbal lagi.
Aku tak perlu menggunakan bibir beku untuk membalas kata-kata teman khayaliku yang ini. “Api Namrudz tak punya kekuatan padaku. Bukan karena aku orang suci. Tapi karena aku tidak mengakui kekuatan Namrudz dan pasukannya dalam menentukan apa yang terjadi dalam hidupku.”
Iqbal kembali ke alam kenangan, waktu warna putih gedung kantorku mulai terlihat di kejauhan.
Ada yang baru kah di dunia transaksi online? Whew, kalau ada, pasti aku belum dengar :). Dalam 30 hari ini aja, aku udah bertransaksi di US, UK, dan baru aja di Perancis, untuk memperpanjang langganan Science & Vie. Biasanya transaksi online di Perancis itu paling ribet, paling nggak nyaman. Bukan soal bahasa sih, tapi kayaknya abis dengan berat hati melepas Minitel beberapa tahun yang lalu, mereka sibuk meyakinkan diri dengan masalah keamanan.
Tulisan terinterupsi oleh telepon dari HSBC. Kita kembali.
Tahun ini dia lebih mudah. Masuk site Science & Vie, pilih Abonnement, pilih nama negara, pilih secured online transaction, dan kita dibawa ke ssl.paiement.cic-banques.fr tempat kita memasukkan nomor kartu kredit dll. Abis memilih-milih, aku pilih Visa dari HSBC. Pemeriksaan keamanan (a.l. dengan kode 3 angka itu). Selesai. Trus, yang baru nih, kita dibawa ke pemeriksaan tingkat kedua di site hsbc.co.id (yup), tempat kita harus memasukkan tanggal lahir dan nomor telepon rumah. Abis terisi valid, baru transaksi dijalankan. Hmm, aku merasa lebih aman lagi.
Dan tentu yang menarik adalah bahwa ternyata HSBC masih merasa perlu meyakinkan keamanan transaksi dengan melakukan panggilan telepon lagi ke HP-ku; yang sayangnya masih nomor HP yang lama (aku udah 3x kirim fax, menginformasikan perubahan nomor).
Tahun 1980. Menjelang akhir hidupnya, Jean Paul Sartre tiba-tiba punya ide. Berujar ia pada Pierre Victor: “Aku tidak ditempatkan di dunia ini di sembarang tempat seperti sembarang debu. Ada suatu tangan yang meletakkanku dalam posisi seperti ini. Dan … aku mengacu tangan itu pada sebuah tokoh Tuhan.”
Simone de Beauvoir menyahut: “Apa yang harus kita katakan tentang bunglon tua ini?”
Daniel Barenboim, musikus kelahiran Argentina yang memiliki dua paspor: Argentina dan Israel. Ia General Music Director dari Deutsche Staatsoper Berlin, dan juga menjadi conductor dari Bayreuth Festpielle sejak 1981. Walau secara umum ia merasa tak terusik hidup di negara yang diemohi kaum Yahudi, tapi kadang ada usikan juga. Tokoh politik Jerman seperti Klaus Landowsky dari CDU masih mencapnya sebagai Jew Barenboim: “On one hand, you have young Karajan, Christian Thielemann. On the other, you have the Jew Barenboim.” Barenboim secara enteng cuman menganggap politikus itu nggak ngerti soal keyahudian. Namanya juga politikus.
Sebagai conductor di Bayreuth, tentu Daniel kita lekat dengan Wagner. Kita boleh curiga bahwa cerita tentang Daniel ini kita tulis di sini karena berkaitan dengan Wagner, haha :). OK, jadi pada pertengahan 2001, Barenboim melakukan konser keliling yang antara lain dilakukan di Yerusalem. Barenboim berencana memainkan komposisi Die Walküre yang sungguh membangkitkan inspirasi itu. Tapi pimpinan Israel Festival memintanya mengurungkan rencananya. Jadi Barenboim mengganti bagian itu dengan komposisi dari Schumann dan kemudian Stravinsky. Namun setelah Stravinsky, Barenboim menyempatkan diri berbincang dengan pengunjung, menanyakan apakah tidak berkeberatan jika ia memainkan cuplikan dari Tristan & Isolde. Sebagian pengunjung setuju, tapi banyak juga yang menolak. Maka Barenboim menyatakan bahwa ia akan memainkannya, dan memberi waktu kepada yang tidak suka untuk meninggalkan hall. Sebagian penonton benar-benar keluar, dan barulah kemudian dari ruang itu mengalun melodi indah dari Tristan & Isolde. Tanpa keributan, malam itu.
Peristiwa itu kemudian menjadi isu besar, sampai didiskusikan serius di Knesset, parlemen Israel, seperti yang pernah aku tulis di site ini tahun 2001 dulu. Komite budaya Knesset meminta agar Barenboim diboikot.
Tahun 2002, filsuf Edward Said bercerita bahwa delapan tahun sebelumnya (so: 1994?) Barenboim pernah memainkan Tristan & Isolde dengan anggunnya, sehingga musiknya masih terus terdengar dan terngiang. “I can’t stop hearing that searingly romantic and audacious sound constantly; it’s almost driving me crazy,” ucapnya kepada Barenboim. Lalu mereka berdiskusi panjang soal Tristan. Dan mereka menerbitkan buku bersama, “Parallels and Paradoxes.”
Tristan, dan sebenarnya jua Die Walküre memang punya kemampuan mengesankan untuk bertahan di memori untuk kemudian bangkit dalam suara yang sungguh nyata dan presisi dari memori kita. Di suatu malam di Ibis Montmartre (1995), aku bisa mendengarkan Tristan dari sound system imajiner; dan sempat membuat hati tergetar. Sampai sekarang, bagian Liebestod dari Tristan suka terdengar di saat hati terasa sepi. Kayak sekarang juga, sebenernya.
Sebuah tulisan di Kompas mengingatkanku pada kota Toledo. Toledo, nyaris sepuluh tahun yang lalu. Hey, sebelum kaum proletar sekali lagi memprotes acara jalan2ku, aku mau cerita dulu bahwa aku ke sana bukan dengan sterling dari dompetku. Impossible lah yaw. Waktu itu aku sedang belajar FITL with SDH, yang waktu itu masih merupakan ilmu rada baru. Training di Madrid, dan ada kunjungan ke pusat industri Alcatel di Toledo.
Tentu saja industrinya menarik. Tapi aku lagi jarang cerita tentang pekerjaan di sini :). So, abis itu, kita bikin acara kunjungan ko kota budaya Toledo. Salah satu kota tertua di Eropa.
Sebelum masuk kota, kita sempatkan diri mengamati kota dari kejauhan. Dari jauh, yang tampak adalah museum sebesar kota kecil, di bawah terik matahari. Trus bus kami masuk Toledo. Sepasang mata indah mengamati kami turun dari bus. Hmm, bahkan sepuluh tahun kemudian, aku masih bisa melihatnya. Mata yang tidak khas Eropa.
Guide kami (orang Alcatel Toledo) bercerita bahwa kota ini dilindungi oleh Unesco. Salah satu kota tertua di Eropa. Dulunya ibukota salah satu kesultanan muslim di Eropa. Tapi sudah tidak ada lagi muslim di sini. Lalu dia menunjuk ke bekas masjid yang telah dialihfungsikan. Kami diajak ke katedral. Terdengar Konserto Brandenburg ke 4. Hey, waktu itu aku masih suka Bach. Si guide bercerita bahwa kalau orang Islam seperti kami berdoa langsung kepada Tuhan, maka mereka berdoa melalui para saint. Maaf kalau ada yang berbeda pendapat — tapi itu kata guide kami. Banyak ceruk-ceruk yang mewakili tempat para saint, dan orang-orang berdoa di setiap ceruk.
Kembali ke udara segar, aku memutuskan berjalan tanpa guide. Berkeliling lorong yang berlandaskan batu-batu kecil. Menonton para pengrajin emas. Menikmati hiburan lokal. Ke pasar tradisional. Mendengarkan orang yang mengumpulkan sumbangan untuk membantu orang-orang Bosnia. Berbaur bersama deretan turis dari berbagai negara. Dan nggak sengaja ketemu guide kami lagi, tepat waktu makan siang. Hey :).
Kunjungan berikutnya adalah ke Benteng Alcazar. Sekarang jadi museum kemiliteran. Aku udah lupa apa isinya. Barangkali hal-hal yang menyangkut perang dan semacamnya nggak bertahan lama singgah di kepalaku. Tapi aku menghabiskan waktu agak lama juga di dalam sana. Trus keliling lagi menikmati arsitektur kota. Aku bukan tipe turis tukang belanja sih :). Jadi menikmati kota itu udah kenikmatan tersendiri.
Dan sore datang terlalu cepat. Sopir sudah tak sabar mau membawa kami kembali ke Madrid. Enggan meninggalkan kota menarik ini. Tapi bis bergerak, lambat tapi tanpa ampun. Dan sepasang mata indah itu kembali menatapku dari luar jendela.
Dan membuatku sadar bahwa yang indah bukan harus melekat.
We share your loss and grieve over the disaster in New Orleans.
It is still fresh in our memory what happened earlier in Aceh.
We understand what kind of sadness and sorrow you are going through,
therefore if there is anything we can do to help, please do not
hesitate to let us know.