Page 5 of 209

Konferensi IEEE Indonesia 2013

Tahun 2013 ini, akan mulai cukup banyak konferensi yang akan diselenggarakan IEEE Indonesia Section, baik sebagai aktivitas yang dipelopori Section, maupun yang diselenggarakan dengan skema technical sponsorship.

Permintaan technical sponsorship dari luar Indonesia secara umum akan didukung, namun dengan kehatihatian. Ada cukup banyak organiser konferensi dari luar yang hendak sekedar memanfaatkan reputasi IEEE (sebagai penyedia wacana ilmiah dengan tingkat sitiran tertinggi di dunia) untuk kepentingan jangka pendek; dan menganggap negeri-negeri seperti Indonesia sebagai tempat yang tepat untuk maksud semacam itu. Namun jaringan kerja yang sudah dibentuk Section bersama Region dan Society beberapa tahun terakhir sudah cukup kuat, sehingga kita dapat melakukan verifikasi atas organisaser semacam ini.

Sebaliknya, untuk perguruan-perguruan tinggi dan lembaga akademis lain di Indonesia, IEEE Indonesia Section justru memberikan dorongan dan dukungan untuk dapat membentuk atau meningkatkan konferensi-konferensi yang bertaraf internasional, dengan technical sponsorship dari IEEE.

Pada IEEE Region 10 Meeting Maret lalu di Chiang Mai, telah disampaikan bahwa sponsorship, baik dalam aktivitas verifikasi, approval, hingga quality assurance, diserahkan kepada ujung-ujung organisasi, yaitu Society, Region, hingga Section. Unit yang lebih kecil, semisal Chapter dan Affinity Group, dapat melakukan approval atas sponsorship; namun approval ini harus mendapatkan penguatan dari Section.

Maka Section dan Chapter di Indonesia menugaskan diri untuk menjadi pembimbing bagi perguruan-perguruan tinggi dan lembaga akademis dalam penyiapan konferensi, termasuk penyiapan dan verifikasi berbagai persyaratan (requirement), hingga aktivitas untuk menjaminkan kualitas konferensi. Termasuk di dalamnya adalah verifikasi pemilihan reviewer, proses review paper, pemeriksaan plagiasi. Diharapkan, ini akan memudahkan setiap konferensi untuk memperoleh MOU dan LOA dari IEEE HQ, dan proceeding dapat mudah lolos proses assessment untuk dimasukkan ke IEEE Xplore. Ini ternyata tidak mudah :). Section dan Chapter tidak dapat lagi dalam posisi menunggu kelengkapan persyaratan, dll; tetapi justru harus aktif menghubungi organiser, memberikan saran dan advice lain, hingga kadang harus menghubungi administrasi konferensi di HQ.

Di bawah ini beberapa konferensi yang tengah disiapkan untuk 2013.

Juni

Agustus

September

October

November

December

Bagi akademisi dan peneliti Indonesia, banyaknya konferensi ini membuka banyak peluang. Tentu approval atas paper tidak akan lebih mudah, karena proses reviewing akan sama ketatnya dengan konferensi IEEE lain. Namun paper dapat dipresentasikan dengan biaya lebih murah, karena transportasi dan akomodasi lokal, dan karena umumnya ada potongan harga khusus buat warga Indonesia. Konferensi ini juga bersifat internasional, sehingga point kredit akademis akan lebih tinggi dibandingkan konferensi lokal. Hmmm, akademisi pun suka hitung-hitungan yah? Wkwkwk. Yang menarik tentu adalah peluang networking dan kolaborasi dengan para akademisi dan researcher bertaraf internasional, yang akan membanjiri konferensi-konferensi ini. Berdasar experience sebelumnya, justru yang akan banyak hadir adalah para researcher dari mancanegara, khususnya Asia Pasifik, dan hanya sedikit yang dari Indonesia.

Tahun-tahun lalu, tokoh-tokoh IEEE seperti Prof Byeong Gi Lee, Prof Michael Lightner, dll hadir dan aktif dalam konferensi. Alih-alih sekedar memberikan keynote speaking, mereka hadir dalam setiap ruang diskusi, aktif bertanya, dan aktif bernetworking. Tahun ini, akan hadir a.l. President dari IEEE Education Society, President dari IEEE Communication Society, dan Director dari IEEE Region 10 di beberapa konferensi di atas. Tentu Chairman dari IEEE Indonesia Section yang terkenal jail dan badung itu akan hadir juga.

Pauli dan 137

Wolfgang Pauli pernah menyampaikan bahwa andai Tuhan memperkenankannya bertanya satu hal, ia akan bertanya, “Kenapa 1/137?”

Di tahun2 awal, blog ini pernah membahas konstanta struktur halus α. Saat sebuah atom disinari (ditumbuk foton), akan tampil spektra cahaya yang unik menurut jenis atom. Struktur halus (fine structure) adalah struktur dari setiap garis spektrum itu, yang pada gilirannya menunjukkan struktur halus yang membentuk lintas elektron di sekitar atom. Dengan teori Niels Bohr, dapat dihitung level energi dari spektrum ini, yaitu En = -Z²/n² * 2.7·10-11 erg, dengan n bilangan kuantum elektron n, dan Z adalah bilangan atom. Konstanta di belakang setara dengan 2π²me4/h², yang bisa juga dihitung sebagai energi elektron atom hidrogen (Z=1) pada orbit terendah (n=1). Arnold Sommerfeld, mentor Pauli, berusaha merapikan formula ini dengan memasukkan relativitas, yaitu mengkonversikan E = mc². Hasilnya, En,k = -Z²/n² { 1 + (2πe²/hc)² [n/k – 3/4]} * 2.7·10-11 erg. Terdapat bilangan kuantum k yang menunjukkan orbit tambahan untuk elektron. Ini memungkinkan tambahan alternatif lompatan elektron dalam jarak lebih kecil, yang menghasilkan spektrum yang lebih halus. Di luar kurung siku, persamaan itu mirip persamaan Bohr. Namun di dalam kurung siku, tampil sebuah ruas baru, berisi paduan konstanta yang belum pernah tampak sebelumnya: 2πe²/hc atau e²/ℏc.

Sommerfeld menyebut ini sebagai konstanta struktur halus, sebesar α = e²/ℏc, yaitu 0.00729. Arthur Eddington menulisnya sebagai 1/137. Konstanta ini tak memiliki satuan. Artinya, apa pun satuan yang digunakan untuk menghitung kecepatan cahaya, konstanta Planck, muatan elektron dan lain-lain, konversi satuan antara konstanta itu akan saling meniadakan, dan membentuk hasil 1/137. Angka ini menarik, selain karena konstan, juga karena tidak terlalu besar, tapi juga tidak kecil. Seolah turun sebagai wahyu yang mengatur alam dengan sendirinya: 137. Eddington segera memistikkan angka ini, dan menggusarkan banyak ilmuwan lain, termasuk Pauli.

Formula α = e²/ℏc juga menunjukkan seberapa besar sepasang elektron berinteraksi (e kali e di atas konstanta). Pauli penasaran karena belum ada formula, baik dari fisika klasik maupun fisika kuantum, yang menghasilkan muatan elektron. Semua formula mengharuskan muatan elektron dimasukkan dari hasil pengukuran. Konstanta struktrur halus membawa kaitan e terhadap konstanta elementer ℏ dan c; tetapi melalui sebuah konstanta yang tidak diketahui dari mana asalnya. “Bakal keren kalau angka 1/137 ini ketahuan asal usulnya,” tulis Pauli ke Werner Heisenberg tahun 1934.

Mentor Pauli yang lain, Max Born, menulis artikel tentang “Misteri 137” pada 1935, menceritakan bahwa 1/α = 137 ini merupakan kunci pengait relativitas dengan teori kuantum. Dalam artikel itu juga, ia menulis: jika angka ini terlalu besar, materi tak akan tampak beda dengan ketiadaan. Angka 137 adalah sebuah hukum alam itu sendiri, dan seharusnya menjadi titik pusat filsafat alam.

Namun sementara itu, Perang Dunia II memecah Eropa. Einstein, Pauli, lalu Bohr pindah ke Amerika. Born pindah ke UK. Heisenberg tertinggal di Jerman, dan bahkan memimpin kelompok pembangun senjata atom Jerman. Schrödinger berlompatan dalam galau melintasi negeri yang bertikai. Usai Perang Dunia II, baru para ilmuwan kembali memikirkan masalah fundamental.

Pauli-Heisenberg-Fermi

Pauli, Heisenberg, dan Fermi

Pada tahun 1955, Pauli kembali menyebut angka 137. Pada tahun 1957, setelah Pauli kembali ke Swiss, Heisenberg menulis mail ke Pauli bahwa ia sudah mencoba menurunkan formula yang menentukan massa elementer dari partikel. Ia juga sudah melakukan deduksi atas nilai α, dan telah mencapai nilai yang tidak jauh, yaitu 1/250. Memang 250 jauh dari 137, namun 1/250 tidak jauh dari 1/137. Pauli membalasnya pada awal 1958: “Hebat. Si kucing sudah keluar dari tas dan menunjukkan cakarnya: pembagian dari reduksi simetri.” Keduanya pun kembali bekerja sama menyusun paper bersama, via surat, telefon, dan kunjungan langsung; walaupun ada selisih pendapat di antara keduanya. Paper itu rencananya akan dikuliahkan Pauli dalam kunjungannya ke US Januari itu.

Pauli baru memberikan kuliah pada 1 Februari 1958, di Columbia University. Kuliah dihadiri 300 orang, termasuk Bohr, Oppenheimer, Lee, Yang, Wu, dll.  Namun, mirip sebuah karma yang terjadi dari sifat super kritis Pauli pada para fisikawan sejak ia masih muda; pada kuliah ini justru ia dikritisi habis. Saat Pauli menurunkan formulanya di papan tulis, Abraham Pais memprotes: “Professor, partikel ini tidak meluruh dengan cara itu.” Beberapa ilmuwan lain juga menunjukkan beberapa kesalahan lain. Semua mulai melihat: Pauli sang perfeksionis sudah mulai redup. Namun, semangat dari masa Gottingen dan Kopenhagen masih terasa.

Pada satu titik, Bohr dan Pauli memainkan diskusi yang ajaib. Setiap Bohr menyelesaikan proposisi, ia menyebut bahwa teori Pauli yang ini tidak cukup gila. Sedang setiap Pauli memberikan jawaban, ia menyimpulkan bahwa teori ini cukup gila. Begitu terus menerus. Dan hadirin sibuk bertepuk tangan. Belakangan Pauli mengaku pada Yang: “Semakin aku berdebat, semakin turun juga keyakinanku.” Pauli pun menemukan banyak hal yang belum selesai pada formula itu.

Akhir bulan itu, Heisenberg memberikan kuliah tentang paper Pauli dan Heisenberg itu. Press release diterbitkan, menyebutkan bahwa “formula dunia” telah ditemukan, untuk menjelaskan semua perilaku partikel elementer. Berita ini disebarkan ke seluruh dunia, dan menggusarkan Pauli.

Sebagai tanggapan, Pauli berkirim mail ke George Gamow: “Saya tunjukkan bahwa saya bisa menggambar sebagus Titian. Hanya detail teknisnya belum selesai.”

Pauli-Titian

Heisenberg masih berminat meneruskan kerjasama. “Kalau kita membuat paper bersama, pasti jadi tahun 1930 lagi.” Pauli makin sebal. Pada konferensi CERN, kebetulan Heisenberg mempresentasikan Paper, dan kebetulan Pauli jadi session chair. Pauli membuka dengan, “Kita akan mendengar hal yang merupakan substitusi dari ide fundamental. Jangan tertawa ya.” Lalu ia tertawa. Selesai Heisenberg berpresentasi, Pauli membuang papernya. Heisenberg mengganggap Pauli cuma galau setelah dibully balik di US.

Akhir 1958, Pauli mendadak sakit perut. Ia pun dibawah ke Rumah Sakit Palang Merah di Zürich. Charles Enz menjenguknya. Pauli tampak kesal. “Kamu lihat nomor kamarnya?” tanyanya. “Ini kamar 137. Aku gak bakal keluar hidup-hidup dari sini.” Ia meninggal di ruang itu 10 hari kemudian.

Talkshow Seribu Jurnal

Pengembangan Q-Journal memasuki tahap akhir. Maka kami berencana mulai memperkenalkan produk ini ke publik. Aku mulai merancang mini seminar untuk memperkenalkan pengelolaan paper, jurnal, dan platform Q-Journal ke universitas dan institusi akademis lainnya. Tapi EGM DSC, Achmad Sugiarto (a.k.a. Pak Anto) punya ide lebih keren: acara dikemas dalam bentuk talk show yang ringan dan hangat, diakhiri makan siang dengan musik. Maka, dengan perencanaan yang cepat, ketat, dan rapi jali, Kamis pagi ini talk show akhirnya berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta. Tema: Seribu jurnal anak bangsa memenangkan dunia. Eh, gak boleh protes ;)

Event ini dihadiri sekitar 60 kampus. CIO Telkom Indonesia, Indra Utoyo, membuka event ini dengan gayanya yang selalu riang namun serius. Teknologi pada bidang pendidikan dinilai sebagai disruptive innovation, yaitu inovasi yang akan melakukan perombakan pada skala besar di tahun-tahun mendatang ini. Telkom, selain menyiapkan diri di sisi infrastruktur, juga menjadi pioneer dalam pengembangan inovasi pendidikan. Kita tengah menyiapkan dukungan atas pembelajaran jarak jauh, penyiapan pustaka digital, konten video digital bermuatan pendidikan, hingga produk pamungkas ini, Q-Journal, yang ditujukan untuk mengangkat para peneliti dan akademisi Indonesia, melalui karya2nya memenangkan dunia. Diharapkan para akademisi Indonesia dapat memanfaatkan peluang baik ini, untuk bisa lebih dinamis mengembangkan riset dan mempublikasikan paper dan karya ilmiah lainnya ke kancah dunia.

Indra Utoyo

Berikutnya, talkshow menghadirkan Prof. Dr. Riri Fitri Sari, dan Dr. Priyantono Rudito. Bu Riri adalah CIO Universitas Indonesia. Mengambil PhD di University of Leeds, beliau pernah melakukan riset bersama CERN di Geneve dan UNESCO di Australia. Tentu ini Bu Riri yang juga tahun lalu memperoleh gelar IEEE Region 10 Most Inspiring Women in Engineering Award. Pak Priyantono adalah Direktur HCGA Telkom Indonesia. PhD beliau diperoleh dari RMIT Australia. Di Telkom, beliau juga pernah menjabat VP Corporate Strategic Planning Direktorat IT Solution & Strategic Portfolio, dan juga pernah memperoleh penugasan akademis di ITT Bandung. Moderatornya, aku.

Bu Riri menyampaikan bahwa sebenarnya Indonesia tak jauh tertinggal dibandingkan negara2 tetangga. Namun memang belum banyak institusi akademis yang mulai secara optimal menggunakan tools untuk mengkolaborasikan riset dan mempublikasikan karya ilmiahnya ke dunia. Peningkatan kualitas dan kuantitas karya ilmiah dapat dikembangkan dengan mengimplementasikan metode berpikir dan berkarya ilmiah justru sedini mungkin. Gairah masyarakat Indonesia akan media sosial misalnya, dapat diarahkan menjadi semangat untuk berkolaborasi menggagas dan mengeksplorasi wacana ilmiah yang didukung kerjasama riset. Kebiasaan saling memberikan citation misalnya, harus dikembangkan. (Mungkin dengan semangat yang sama dengan saling mention di Twitter, hahaha). Tak lupa Bu Riri memberikan banyak best practice dalam pengelolaan paper dan jurnal, termasuk publikasinya ke indeks internasional.

Pak Priyantono, justru mengawali dengan menyampaikan tesis Karl Popper atas falsifabilitas, yang kemudian dieksplorasi beliau ke pengembangan yang dilakukan Telkom Group untuk meningkatkan value dan potensinya justru dengan pendidikan formal. Pun bisnis Telkom diarahkan antara lain untuk mendukung pendidikan, termasuk pendidikan tinggi. Ini unik, karena tidak banyak perusahaan komersial yang mau terjun ke dunia serius dan kurang populer ini. Namun, Telkom meyakini bahwa bidang ini akan tumbuh cepat melalui pembentukan ekosistem bersama untuk pengembangan platform-platform pendidikan.

20130326-193741.jpg

Minat para peserta cukup tinggi. Lebih dari 20 MOU segera ditandatangani pada event ini. Hingga hari berikutnya, masih cukup banyak permintaan review maupun MOU dari kampus-kampus.

Q-Journal sendiri merupakan suite layanan untuk mentransaksikan wacana-wacana ilmiah di Indonesia. Di tahap awal ini, Q-Journal memiliki beberapa feature. Feature “Global Publishing” memungkinkan paper dari jurnal-jurnal dari kampus dan institusi akademis lainnya terpublikasi ke indeks paper internasional dengan harga sangat terjangkau. Feature “Global Discovery” memberikan akses ke paper-paper internasional dengan harga terjangkau. Feature yang juga akan dikembangkan dalam waktu dekat adalah personal cloud, dan integrasi dengan aplikasi Kuliah Jarak Jauh dari Aptikom.

Screen Shot 2013-03-18 at 11.10.24 AM

Web Q-Journal ada di QJournal.co.id, Komunikasi juga bisa dilakukan via facebook page QJournal atau Twitter account @Q_Journal.

 

Chiang Mai

IEEE Region 10 Meeting tahun ini diselenggarakan di Chiang Mai. Acara ini bersifat tahunan, dan sebelumnya diselenggarakan di kota Lapu Lapu, Yogyakarta, dan Kolkatta. Selain semua Section Chair di Asia Pacific, dan para Officer dari Region 10, hadir juga beberapa VP dari IEEE HQ. Beberapa wajah sudah cukup kukenal, terutama dari meeting sebelumnya di Lapu Lapu dan Yogya. Kali ini IEEE President tidak hadir. Tak apa. Kan sudah jumpa beliau di Tanjung Benoa minggu lalu.

Pada tahun ini, IEEE Indonesia Section mendapatkan undangan khusus untuk memperoleh Section 25 Years Banner. Saat undangan itu diterima, M Ary Murti yang saat itu masih menjabat Section Chair memutuskan mengajak semua former Section Chairs untuk hadir di Chiang Mai. Dan semua mantan ketua yang masih hidup menyatakan bersedia hadir. Kebetulan kemudian leadership berpindah dari Ary ke aku (tentu via election). Jadi kali ini, aku jadi primary delegation dari Indonesia, dan para mantan ketua jadi secondary delegation.

Penerbangan yang kami gunakan adalah Garuda Indonesia untuk Jakarta – Bangkok, dan Thai Airways untuk Bangkok – Chiang Mai, pada 1 Maret. Kami mendarat di Chiang Mai saat malam telah jatuh, dan langsung ke tempat pertemuan sekaligus tempat menginap: Le Méridien. Region 10 Meeting baru diawali pada Sabtu pagi, 2 Maret 2013.

Pertemuan resmi IEEE menggunakan protokol “Robert’s Roles of Order” yang digunakan di beberapa parlemen di dunia. Ini adalah protokol yang menarik, yang memungkinkan pengambilan keputusan bersama secara efektif. Pada hari pertama, Region 10 mengevaluasi Budget 2012, Strategic Planning, kemudian menampilkan rencana-rencana kerja unit-unit, serta support dari HQ dan Region 10 kepada Section-Section. Ditampilkan pula best practice dari berbagai Section dan unit-unit kerja lainnya. Highlight diberikan khusus untuk aktivitas GOLD, student, dan WiE. Beberapa insentif juga ditawarkan untuk mengaktifkan kegiatan-kegiatan khusus dalam Section. Sore, pertemuan dihentikan.

ChiangMai Region 10 Meeting

Malamnya, diselenggarakan gala dinner. Pada dinner ini, diserahkan berbagai award, kepada Section teraktif, Section kecil teraktif, volunteer terbaik, dan lain-lain. Banner “25 Years Anniversary” juga diserahkan kepada Indonesia Section pada acara ini. Banner diserahkan dari Ralph M Ford (VP MGA) ke aku sebagai Indonesia Section Chair, kemudian diestafetkan ke semua previous chairs dari Indonesia Section. Aku minta tolong Dr Wahidin Wahab untuk memberikan sambutan singkat. Pak Wahidin membahas sedikit tentang sejarah Indonesia Section dan ucapan terima kasih kepada pihak yang banyak membantu pengembangan Indonesia Section.

Hari kedua diawali petisi untuk memberikan penghargaan kepada Prof Marzuki, salah seorang pimpinan di Region 10 yang meninggal tahun lalu karena sakit yang cukup lama. Di tengah sakitnya, beliau tak berhenti melakukan tugas-tugas organisasi, termasuk mendukung banyak kegiatan Indonesia Section. Indonesia Section khusus menyatakan duka buat beliau juga malam sebelumnya. Kemudian dikaji rencana Budget 2013, laporan Tencon 2012, dan rencana Tencon 2013, serta R10 Congress 2013 (Hyderabad).

Talk sebentar dengan Region 10 Director, Prof Toshio Fukuda; mengundang beliau ke IEEE Cyberneticscom di Yogyakarta tahun ini.

Berikutnya, penyampaian informasi dan policy tentang penyelenggaraan Section dan unit-unit di bawahnya. Terdapat beberapa hal baru, dan beberapa pengulangan hal penting. Seperti yang telah dilaksanakan dengan keren tahun ini di Indonesia Section, semua peralihan kepengurusan harus dilakukan dengan election, baik di Section, Chapter, AG, dan SB. Election dilakukan 1 atau 2 tahun sekali, sesuai kesepakatan. Ketua (Section / Chair / AG) tidak dapat diperpanjang lebih dari itu. Pengurus lain tidak boleh pada posisi yang sama lebih dari 6 tahun. Laporan wajib dikirimkan setiap tahun secara online. Seperti di Indonesia, ada juga Chapter yang tidak aktif dan tidak pernah berubah kepengurusannya selama bertahun-tahun. Kami saling belajar.

Acara berakhir setelah tengah hari. Setelah itu, wisata singkat di sekitar Chiang Mai. OK, berhenti blogging dulu. Siap-siap jalan-jalan :D.

IEEE Academic Gathering

Baru lewat sehari dari pengumuman IEEE Indonesia Section Election di tengah Januari lalu, Fanny Su dari IEEE Asia Pacific Office sudah semacam memberi tugas. Akhir Februari, tanggal 24-25, IEEE akan menyelenggarakan IEEE Academic Gathering di Tanjung Benoa, Bali, dengan mengundang 20 universitas terbesar (yang memiliki jurusan/bidang elektro atau IT). Tapi acara ini sudah direncanakan jauh hari, jadi IEEE Indonesia Section tak perlu ikut repot, selain diminta datang dan beramah tamah dengan para undangan.

Acara ini sendiri akan dihadiri Presiden IEEE, Prof Peter Staecker, dan mengundang Mendikbud Muhammad Nuh. IEEE menghubungi Pak Nuh via Prof. Gamantyo. Namun pada minggu terakhir sebelum acara, Prof Gamantyo berada di Kualalumpur. Beliau memintaku meneruskan jadi penghubung ke Sekretariat Kemendikbud. Sebetulnya komunikasi berjalan baik. Namun sayangnya di saat terakhir Mendikbud diminta menghadap Presiden RI pada Hari H. Tapi tak apalah :).

Serah terima kepemimpinan IEEE Indonesia Section sendiri baru sempat berlangsung 23 Februari. Dan tanggal 24, aku sudah terbang ke Bali, menghadiri acara resmi pertama sebagai Section Chair yang baru. Acara bertempat di Conrad Hotel, Benoa.

Conrad Hotel Benoa

Membuang lelah, aku rehat dengan jalan ringan dulu di pantai. Menjelang jam 19, baru aku balik ke hotel, pakai batik, dan bergabung ke Welcome Dinner.

Waktu registrasi, para panitia dari IEEE dan United Technology ternyata cukup kenal namaku. “Am I that famous?” tanyaku. Ternyata Fanny memforward semua korespondensi dari dan ke Sekmendikbud dan IEEE APO ke para panitia, sampai ke Prof Staecker sendiri, yaitu President dan CEO IEEE untuk tahun 2013. Jadi mereka beberapa hari ini sudah baca namaku. Sebelum dinner, aku jadi punya kesempatan berbincang panjang dengan Prof Staecker. Namun, aku meluangkan waktu panjang untuk temu kangen dengan Pak Sholeh, Pak Sutrisno, dan Pak Arief dari Univ Brawijaya; dan masih banyak lagi.

Usai dinner, kami luangkan waktu untuk rapat persiapan APCC 2013, dengan Pak Ali Muayyadi dan Pak Ary Murti. Intinya, karena IEEE Communications Society Indonesia Chapter (OK, kita singkat Comsoc Chapter) memiliki HR yang tak banyak, maka kita meminta ITTelkom dapat melakukan penyelenggarakan conference APCC ini, on behalf of Comsoc Chapter. Pak Ali dalam hal ini mewakili ITTelkom (biarpun beliau juga pernah jadi Vice Chair di Comsoc Chapter), dan Pak Satriyo sebagai Chair Comsoc Chapter akan memeriksa kemudian. Syukur malam itu soal APCC terselesaikan. Tinggal eksekusi :).

Senin pagi, 25 Februari, acara resmi Academic Gathering ini dimulai. Mewakili Mendikbud, Prof. Achmad Jazidie memberikan paparan atas kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia. IEEE Senior Director menyampaikan arah IEEE dalam memberikan benefit bagi universitas demi tujuan akhirnya mengangkat harkat kemanusiaan melalui teknologi.

Prof Staecker sendiri memberikan sambutan singkat, kemudian memanggil tim Dongskar Pedongi. Tim ini adalah mahasiswa Teknik Informatika ITB yang tahun lalu memenangkan IEEEXtreme Programming 6.0. Menggunakan bendera IEEE ITB Student Branch, mereka mengalahkan hampir 2000 tim dari seluruh dunia, dan menjadi juara. Sungguh membanggakan. Nama Dongskar Pedongi sendiri cukup lama digunakan oleh tim ini; diambil dari gaya mahasiswa cupu yang suka mengubah “La(h)” menjadi “Dong” :D.

Dongskar Pedongi

Dalam break, Prof Staecker kembali berbincang dengan tim Dongskar Pedongi dan dengan Indonesia Section. Kali ini aku lebih banyak mendengarkan interaksi yang menarik ini :).

Tentu, sesuai pesan Fanny, aku banyak melakukan perbincangan dengan wakil-wakil kampus yang hadir; khususnya memperbincangkan pengelolaan paper, jurnal, conference, dan hal-hal yang berkait dengan transaksi akademis. Kampus-kampus cukup meminati kemungkinan menyiapkan fasilitas untuk publikasi internasional melalui indeks-indeks paper dunia. Hal lain yang dianggap menarik adalah kuliah jarak jauh (semacam MOOCS), dan e-Learning.

Acara ditutup dengan makan siang bersama. Dan foto bersama di bawah matahari terik. Tapi sambil becanda-canda :). Duh, tradisi yang ini :).

20130313-062527.jpg

The Phoenix Project

Payment system buat Qbaca mendadak tak berfungsi. Dan ini bukan kali pertama di tahun 2013 ini. Ada yang tampak tak bisa dimatchkan antara application developer dan platform manager. Aku coba melakukan mediasi, via mail, voice call, sampai akhirnya melakukan pertemuan fisik. Tapi, sambil terus melacak apa yang salah di Qbaca, weekend lalu aku jadi berkunjung ke Kindle. Mungkin kerna aku lekat pada nama Phoenix, atau aku sedang dalam tergalau urusan IT, Kindle merekomendasikan buku The Phoenix Project. Dan intuisiku mengharuskanku seketika beli buku itu. Cuma US$ 9.99, dia seketika terunduh ke Aifon.

Phoenix CoverSebuah novel umumnya tak dilabeli kata novel dalam judul atau subjudulnya. Tapi buku ini memang digayakan berbentuk novel, dengan kelincahan ketegangan dan keceriaan yang menarik. Bill Palmer, mendadak harus menghadap CEO, Steve Masters. Pagi itu CIO dan VP IT Operation dipecat. Steve merangkap posisi CIO, dan Bill harus jadi VP of IT Operation. Ini bukan tugas menarik. Perusahaan sedang berkinerja amat buruk. Auditor berseliweran. Media menyoroti dan menyebarkan kabar buruk nyaris tanpa klimaks. Tugas pertama Bill adalah memberesi sistem pembayaran gaji yang mendadak kehilangan seluruh data karyawan sebelum sore. Jika gagal, serikat karyawan memberontak, dan media menyerbu. Dalam investigasi, Bill menemui para direktur bawahannya dan para engineer. Bawahan Bill, yaitu bekas rekan sepantarannya, adalah Director of IT Service Support, Patty McKee; dan Director of Distributed Technology Operation, Wes Davis. Brent Geller, seorang engineer serba bisa, melihat catatan bahwa sistem gaji kacau saat upgrade SAN. Maka upgrade dikembalikan. SAN justru mati total, membawa kerusakan lebih parah. Bill mencari tahu perubahan apa yang dilakukan beberapa saat terakhir. Dari Information Security diperoleh info bahwa mereka melakukan perubahan pada data karyawan, yaitu melakukan tokenisasi pada SSN lalu menghapus field SSN yang dianggap tidak aman dan rawan audit. Sumber kesalahan dilakukan, tapi perbaikannya baru selesai malam hari. Sementara itu gaji sudah diproses manual, dengan tingkat kesalahan tinggi. Dan SAN masih mati. Hari pertama berisi kegagalan. Tapi ini bukan kegagalan terakhir.

Tugas utama Bill, dan seluruh SDM di Parts Unlimited adalah mensukseskan peluncuran Phoenix; yaitu platform lengkap untuk bisnis Parts Unlimited. Platform ini telah dirancang 3 tahun sebelumnya, dan memakan waktu development yang panjang. Brent ditugaskan untuk menjaga proyek penting ini. Namun, sebagai engineer serba bisa, Brent selalu direpoti ratusan gangguan dari direktur hingga staf yang memerlukan berbagai hal dari IT: server yang mati, aplikasi yang berjalan tak semestinya, database yang sering lambat. Brent bekerja keras sepanjang waktu, mengikuti siapa pun yang berteriak paling keras, atau yang punya backing paling tinggi. Sarah Moulton, SVP Retail Operation, yang paling berkepentingan atas Phoenix, terus mengecam Bill yang dianggap mengorbankan Phoenix dengan tak mengerahkan Brent hanya untuk Phoenix. Sementara itu, auditor datang dengan segudang temuan. Ini audit SOX 404. Jika mengikuti persyaratan mereka, Bill harus mengerahkan semua engineer selama setahun penuh.

Pada saat ini Bill harus menjumpai Erik Reid, seorang kandidat komisaris. Ini adalah tokoh yang kemudian jadi mentor Bill. Sepanjang buku ini, Erik terus memberikan clue kepada Bill, dengan berbagai contoh. Namun contohnya selalu mengambang dan mengesalkan Bill. Bill harus berpikir keras untuk dapat memahami apa yang Erik harus sampaikan. Erik memang nyentrik. Tapi hanya itu satu-satunya cara mengajar Bill. Bukan dengan nasehat atau advice saja; melainkan memaksa Bill memecahkan masalah, mengalami kegagalan besar, menumbuhkan semangat kelompok, dan membuat revolusi. Hal-hal yang, menurut Erik, bahkan tak dapat dilakukan Erik sendiri.

Atas teka teki Erik, Bill mulai merumuskan beberapa macam pekerjaan: proyek bisnis, proyek infrastruktur IT, lalu proyek penanganan perubahan, dan satu lagi. Proyek penanganan perubahan cukup jadi lingkaran setan. Semua orang melakukan pekerjaan IT dengan gaya “Just Do It” sambil mengabaikan rantai IT yang panjang. Perubahan pada satu sistem hampir selalu mengakibatkan kerusakan pada sistem lain. Manajemen perubahan memang diabaikan, karena dianggap mengganggu jadwal kerja, jadwal peluncuran produk dan feature, jadwal audit dll. Wow, aku rasa itulah yang salah dengan Qbaca.

Maka peluncuran Phoenix, yang dipaksakan pada tenggat waktu dari Sarah, gagal total. Sistem yang dikembangkan tim Developer di bawah Chris Allers, berjalan baik pada server development, tapi hancur pada server produksi. Sistem baru tidak bisa hidup, dan sistem POS lama tidak berfungsi. Transaksi di seluruh negeri dilakukan manual. Transaksi kartu kredit difaxkan ke kantor pusat. Wow, ini pelanggaran, dan rawan audit. Tanpa dibobol, Phoenix memamerkan nomor kartu kredit customer. Waktu-waktu berikutnya, semuanya memburuk. Semua orang harus menambal dan mengatasi akibat kegagalan Phoenix. Audit, proyek IT, semua berhenti. Mendadak Bill sadar, inilah jenis pekerjaan keempat: pekerjaan yang tak direncanakan. Unplanned work. Pemadam kebakaran. Disebut juga anti-pekerjaan, karena ini jenis pekerjaan yang membuat pekerjaan lain, yang terencana, gagal dilaksanakan.

Secara bertahap, Bill, Patty, Wes melakukan pengelolaan pada penanganan perubahan. Satu hal lain adalah pengelolaan contraint, atau bottleneck. Salah satunya adalah Brent. Brent tidak lagi boleh diperintah semua orang. Ada prosedur bertingkat yang harus dilakukan untuk mengkaryakan Brent. “Semua perbaikan yang dilakukan di luar titik bottleneck pastilah semata ilusi.” Mulai muncul saling percaya pada tim IT. Kerja tim mulai jalan, dengan koordinasi, dan tanpa saling menyalahkan. Bill mulai punya waktu lagi buat keluarga. Tapi saat sistem Bill mulai jalan untuk secara wajar mengatasi situasi gawat, Steve sang Big Boss turut campur, memaksa semua orang punya “sense of crisis” dan melakukan akses komando langsung ke engineer, dan berakibat kekacauan. Bill minta mundur.

Erik turun tangan lagi. Steve, Bill, dan tim IT (Chris, Wes, Patty) membuat pakta saling percaya. Bill mulai mengikuti teladan Erik, memperbaiki struktur kerja IT seolah itu pabrik barang biasa, dengan inventory, work-in-progress. Tim development (Chris), IT operation (Wes, Patty), dan bahkan kemudian IT security (John) mencari titik lemah proses kerja yang terbesar. Lalu membuat terobosan untuk mengubah secara revolusioner. Salah satunya seperti ini. Dilakukan sinkronisasi pada lingkungan development (testing), Q&A, dan deployment (production), sehingga settingnya selalu akan sama. Kemudian program tidak lagi diberikan sebagai source code dari Development, tetapi sebagai sebuah pack yang mencakup semua setting dan data. Masalah deployment dapat ditekan: nyaris semua yang berjalan pada server development akan berjalan sama baiknya pada server produksi. Test dilakukan pada project Unicorn, yang kemudian berhasil gemilang.

Project Unicorn sendiri diambil setelah tim menyadari bahwa “IT bukanlah sebuah departemen, melainkan kecakapan yang harus dimiliki sebuah perusahaan.” Maka tim IT (Development dan Operation) bergerak bagai detektif, menyelidik bidang-bidang lain, hingga ke CEO dan CFO sendiri. Semua requirement dan KPI diterjemahkan menjadi IT requirement. Komunikasi dan feedback dilakukan setiap saat. IT Security menguji sistem terus menerus. Saat Unicorn berhasil meluncur, program promosi bisa diluncurkan, transaksi dapat dilakukan. Server jatuh karena beban yang tinggi. Namun prosedur kerja yang telah diperbaiki memungkinkan hal semacam itu jadi mudah diatasi. Ini jadi titik balik. Setelah itu keberhasilan demi keberhasilan datang pada departemen dan pada perusahaan.

Sekali lagi, sebuah novel umumnya tak dilabeli kata novel dalam judul atau subjudulnya. Jadi ini memang bukan novel. Di dalamnya terdapat banyak prinsip-prinsip, guidance, dan best practice bagi pengelolaan dan pengembangan IT di perusahaan besar; termasuk jebakan-jebakan yang sering terjadi. Tokoh Erik yang digambarkan sangat eksentrik itu pun terlalu sering memberikan petuah yang  mirip kuliah — hal-hal yang tidak mudah disampaikan dalam bentuk cerita. Tapi, seperti novel, buku ini dipadati dengan ketegangan, intrik, kehangatan persahabatan, plus candaan. Dan penuh istilah IT, wkwkwk. Mencerahkan deh.

Dan jauh sebelum buku ini aku tamati, krisis transaksi di Qbaca sudah terselesaikan. Hukum Murphy memang ada. Semua sistem selalu akan bisa salah. Tapi jika kita dapat mengatasi dengan elegan, itu justru jadi hal yang positif buat semuanya. Terima kasih, rekan-rekan di ISC, DSC, dan Access. Kalian keren.

IEEE Electioneering 2013

Padahal sebenarnya electioneering memiliki arti yang sudah terbakukan, yaitu bergiat dalam kampanye pemilihan. Namun komite pemilihan yang dibentuk oleh IEEE Indonesia Section memiliki definisi tersendiri, yaitu election yang dilakukan oleh pelaku dunia engineering.

Electioneering (dalam kedua arti di atas), sejauh pengamatan aku, baru sekali ini diramaikan di Section. Tapi ini proses yang menarik dan diharapkan bisa jadi menjadi preseden baik buat organisasi. Di masa sebelumnya, selalu ada kesulitan untuk mencari pimpinan baru di IEEE di Indonesia, baik di Section maupun di Chapter-Chapter. Padahal, kita mencoba konsisten untuk menjaga kelangsungan dan dinamika organisasi dengan secara teratur melakukan pergantian kepengurusan. Syukurlah, sejak tahun ini, situasinya telah berubah. Organisasi telah ditumbuhkan oleh para volunteer dan anggota di Section, Chapter, Student Branch, dan Affinity Group, menjadi makin dinamis, makin berkibar, dan makin diminati. Kita memasuki masa dimana leadership dalam organisasi ini mulai dianggap menarik untuk dikompetisikan.

Electioneering adalah proses yang tidak natural :). Para engineer yang sehari-hari menjaga jarak dari riuh politik praktis, bekerja dalam hening dunia sains dan engineering, bekerja ikhlas tanpa mengangkat diri, serta bekerja sama saling memberikan support, mendadak — walau tetap selalu secara canggung —melakukan promosi personal, aktivitas, dan rencana. Pasti tampak lucu dan lugu. Namun sebenarnya ini sehat bagi organisasi, karena setiap leadership akan memiliki program yang jelas dan terkomitmenkan kepada anggota.

Proses election diawali dengan penunjukan Election Committee, yaitu Arnold Ph Djiwatampu, Endra Joelianto, dan Arief Hamdani Gunawan. Komite mencari kandidat awal, dengan masukan dari Advisory Board dan Executive Committee. Mereka mengajukan aku sebagai Kandidat. Kemudian dimaklumatkan kepada para anggota untuk dapat mencari kompetitor bagi kandidat pertama. Alhamdulillah, rekan-rekan dari ITB berkenan mengajukan kandidat kompetitor ini, yaitu Prof Soegijardjo Seoegijoko, dari ITB. Kampanye dilakukan dengan cara para engineer, yaitu via online: web, email, chat group, dan sarana digital lainnya.

Election dilaksanakan dari 18 Desember 2012 hingga 15 Januari 2013. Waktunya cukup panjang, mungkin karena pengalaman tahun-tahun sebelumnya dimana para anggota tak banyak menaruh minat pada pemilihan. Jumlah anggota yang memiliki hak pilih sekitar 600 orang, tak termasuk para mahasiswa.

Saya sampaikan ucapan selamat dan terima kasih kepada Election Committee: Arnold Ph Djiwatampu, Endra Joelianto, Arief Hamdani Gunawan. Mendorong 126 dari hanya sekitar 600 voting member untuk dapat aktif dalam pemilihan, tentu sesuatu yang luar biasa; termasuk mengingat bahwa sebagian besar member kita mungkin masih kurang aktif memanfaatkan web organisasi dan kurang peduli pada operational organisasi. Tentu ini tak lepas juga dari komitmen dan order yang diberikan oleh Section Chair, Muhammad Ary Murti, untuk memastikan terselenggaranya election ini ini secara transparan, fair, dan elegant. Yo da man!

Ucapan selamat, terima kasih, dan salam hormat juga buat Prof Soegijardjo Seoegijoko, partner dalam election ini. Sayangnya saya baru sekali berjumpa dengan beliau: tokoh yang lembut, kebapakan, dan selalu memberikan perhatian tulus kepada berbagai aktivitas engineering. Saya berharap, ke depan ini akan lebih banyak waktu bagi kita untuk berbincang dan berinteraksi memajukan organisasi dan profesi kita.

Jabat erat dan pelukan hangat buat para endorser dan supporter, tokoh-tokoh yang biasanya kalem, namun mendadak bisa menampilkan kehangatan persahabatan dan solidaritas dengan cara yang tak terbayangkan. Pak Ford Lumban Gaol dan Pak Lukas Tanutama (Binus); Pak John Batubara dan Pak Henri Uranus (UPH); Pak Dadang Gunawan, Pak Wahidin Wahab, Bu Fitri Yuli, Bu Riri Fitri sari (UI); Pak Gamantyo Hendrantoro (ITS); Pak Suhono Harso Supangkat dan Pak Budi Rahardjo (ITB); Pak Muhammad Ary Murti dan Pak Arifin Nugroho (ITT); Pak Wiseto Agung dan Pak Anto Sihombing (Telkom); Pak Satriyo Dharmanto dan Bu Agnes Irwanti (Multikom); Pak Jeffrey Samosir (Tritronik); dan masih banyak lagi rekan-rekan dari berbagai kampus dan dunia industri yang memberikan dukungan yang tulus.

OK. Mudah-mudahan pesan ini tak terlalu panjang dan menghabiskan waktu produktif kita. Masih banyak aktivitas yang harus kita lakukan dan target yang kita kejar, memberikan yang terbaik buat profesi, buat negeri ini, dan buat “advancing technology for humanity” :).

IS Expo ITS

Satu undangan datang dari mahasiswa Sistem Informasi ITS, mengajak mengisi mini seminar tanggal 17 November di Surabaya. Judul acaranya Information System Expo ITS 2012. Sekilas, tanggal itu rasanya aman, jadi aku iyakan. Meluangkan waktu berbincang dengan Generasi Z biasanya justru memicu inspirasi baru. Tapi tema yang disodorkan bikin aku senyum lebar: To be an Out-of-the Box Engineer. Ini bener-bener cap yang diberikan ke aku selama bertahun-tahun, sampai dua tahun lalu. Dua tahun lalu, aku mengaku membunuh otak kanan dan beradaptasi hanya dengan otak kiri. Dan pura-pura berhasil, haha :).

Tanggal 16 malam, aku terbang ke Surabaya. Adhika dan satu rekannya menjemput di Juanda. Cukup lelah seusai maraton Qbaca seminggu sebelumnya, aku malah menghabiskan malam nonton Star Trek. Fokusnya pada Spock pula. Kapan nih mau beralih ke otak kanan lagi? Malah kuranh tidur. Tapi paginya aku bangun sangat segar. Mungkin karena jauh dari polusi Jakarta. Melaju ke ITS di trafik akhir pekan Surabaya yang tenang, kami masuk ke Gedung Robotika ITS, dan disambut MC Rossa dan Zaki.

Presentasiku diawali cerita tentang IEEE dan misinya, advancing technology for humanity. Untuk misi ini, IEEE meninggalkan kotak masa lalunya. Misalnya, kini ia tak lagi menyebut dirinya Institute of Electrical and Electronic Engineers, tetapi hanya IEEE saja, dan membuka diri terhadap bidang ilmu lain: informatika, fisika, matematika, biologi, kedokteran, serta bidang lain yang mendukung misi mengembangkan teknologi demi harkat kemanusiaan.

Lalu cerita beralih ke tantangan besar yang harus dituntaskan para engineer di abad ke-21, terutama menyangkut energi, lingkungan, pendidikan, kesehatan; lalu difokuskan ke keindonesiaan dan kesisteminformasian. Bagaimana kita diharapkan merekayasa gaya hidup digital yang memungkinkan ekosistem yang lebih hemat energi, ramah lingkungan, manusiawi. Bagaimana simulasi interaksi dan komunikasi harus diciptakan untuk membantu manusia memperoleh pendidikan dan gaya hidup yang lebih baik.

Dibandingkanlah contoh kasus di beberapa negara, terutama kontras kondisi dimana engineer bekerja secara eksklusif untuk membentuk sebuah produk dan kondisi dimana engineer bekerja membentuk platform yang dapat digunakan publik untuk menciptakan produk-produk yang lebih luas. Berfokus ke Indonesia lagi, aku kembali ke gambar spiral besar, dimana setiap sisi harus mempertimbangkan, berkomunikasi, berkolaborasi dengan ujung spiral lain (spiral punya ujung yach) untuk memastikan semuanya tumbuh bebesar mencapai misi. Contoh spiralnya memiliki 4 ujung: network, service / aplikasi, konten, dan komunitas.

Masih panjang sih. Tapi ceritanya gak seru kalau ditulis. Lebih seru waktu diperbincangkan :). Ensuite masih ada dua presenter lagi; masing2 membahas media sosial dan product branding vs personal branding.

Selesai seminar mini ini, aku langsung harus pamitan. Harus agak meramaikan Indonesia Book Fair di Senayan :). Adhika dan Dilla mengantarku ke Juanda lagi. Dan pesawatku menderu melawan mendung tebal kembali ke Jakarta.

Tapi perkiraanku ada benarnya. Ketemu para calon engineer itu benar-benar memicu inspirasi-inspirasi baru. Thanks, SI ITS :).

Qbaca: Buku Digital Indonesia

Catatan “Humor Klasik Buat Bisnis” tentu saja memang dibuat dalam masa pengembangan Qbaca. Di awal pengembangan, negosiasi yang menarik — yang menyangkut bentuk produk dan platform — telah dilakukan dengan beberapa kandidat developer, para publisher, hingga para senior di corporate. Sedikit mirip dengan si “calon besan Bill Gates” :). Bahkan di masa awal pembentukan prototype produk (dan platform), kami telah menerima berbagai masukan yang sesungguhnya semuanya bagus dan ideal, namun saling bertolak belakang. Mirip petani dan  anaknya yang membawa keledai. Tapi kami harus memastikan bahwa produk ini bisa menjejakkan kaki di kondisi Indonesia saat ini, sekaligus punya peluang untuk tumbuh ke depan dan menumbuhkan pengembangan konten dan aplikasi digital lain di Indonesia. Yang justru tidak mudah adalah memastikan misi dan strategi produk ini tersampaikan dengan baik, hingga ke ujung senior leader di atas, ke developer yang memiliki standard tersendiri, ke komunitas, ke publisher, dan ke dalam tim sendiri. Agar tak terulang kisah Goh Chok Tong, kita harus benar-benar memastikan misi dan strategi ini tersampaikan ke semua stakeholder. Tapi memang tidak mudah.

Qbaca sendiri dinyatakan resmi diluncurkan pada 9 November 2012, di Teluk Jakarta, bersamaan dengan penyerahan penghargaan Indigo Fellowship 2012. Acaranya sederhana, sesuai bentuk produk yang tidak gemebyar, tapi diharapkan tumbuh dari kecil untuk berkembang membesar melalui aktivitas komunitas.

Event perdana bagi Qbaca adalah di Indonesia Book Fair di Senayan Jakarta, 17-25 November 2012. Dua talk show digelar di panggung utama.

Talk show tanggal 19 November menampilkan Dewi “Dee” Lestari yang didampingi EGM DMM Achmad Sugiarto, mengulas e-Book dari berbagai sudut pandang. Dee sebagai pembaca mengharapkan e-Book bukan hanya sebagai buku yang didigitalkan, tetapi harus diperkaya dengan enhancement yang meningkatkan pengalaman membaca dan berinteraksi. Dee sebagai penulis mengharapkan platform e-Book yang dilengkapi dengan digital security untuk menjamin terjaganya hak penulis dan penerbit buku.

Talk show tanggal 21 November menampilkan CIO Telkom, Indra Utoyo, dalam bedah buku “Manajemen Alhamdulillah” karya beliau yang juga tersedia di Qbaca. Sebetulnya tak ada permintaan khusus untuk memasang buku pejabat Telkom di Qbaca. Kami hanya meminta penerbit (a.l. Mizan Group) untuk memasang beberapa buku best seller mereka ke dalam Qbaca. Ternyata salah satu yang dikirimkan adalah buku “IU” ini. Waktu kami sampaikan terima kasih bahwa buku “IU” ikut dimasukkan, pihak penerbit Mizan juga surprised, karena mereka tidak merasa sengaja memilih buku yang berkaitan dengan Telkom. Bedah buku ini menghadirkan perwakilan dari Mizan Group, IKAPI Pusat, dan MUI. Surprised. IU sendiri menyampaikan paparannya tidak dengan gaya Telkom (hahaha), tetapi sebagai penulis professional yang memiliki passion pada karyanya. “Telkom punya direksi sekelas ulama,” komentar ustadz Irfan Helmi dari MUI Pusat.

Selama pameran, beberapa masukan, dan komentar diterima oleh Tim Qbaca. Mungkin aku akan memberikan komentar satu-per-satu di sini, sekaligus buat bahan diskusi buat menerima lebih banyak masukan lagi buat perbaikan produk milik bersama ini.

EPUB3

Qbaca bukan saja akan memigrasikan buku ke bentuk digital, namun juga akan menjadi platform bagi konten dan aplikasi digital interaktif skala mini untuk dapat dikemas dalam bentuk e-Book, dan didistribusikan dalam Qbaca bookstore. Format yang mutakhir, terbuka, terstandardisasi, dan paling memungkinkan untuk ini adalah EPUB3. EPUB3 memungkinkan konten berupa teks, gambar, animasi, video, suara, dan aplikasi interaktif untuk dimasukkan ke dalam e-Book secara relatif mudah. Dalam konteks buku-buku sekolah, kita dapat menciptakan LKS digital, laporan, eksperimen, tes kemampuan, dll, dalam e-Book berformat EPUB3 ini.

EPUB3 juga, sebagai format standard, dipilih untuk memudahkan para publisher mempersiapkan e-Book sendiri sebelum disubmit ke dalam sistem Qbaca. Berbagai program (mis Pages di Mac) dapat melakukan ekspor ke EPUB. Program gratis seperti Calibre dapat melakukan konversi ke EPUB. Program Sigil dapat digunakan untuk membuat dan mengedit file EPUB.

Namun, file akan dikirimkan ke user dalam bentuk file EPUB3 terenkripsi. Jadi hak-hak penerbit tetap dijaga.

Digital Right

Qbaca harus memastikan bahwa para penerbit dan penulis di Indonesia bersedia bekerja sama, dan menyumbangkan buku untuk didistribusikan di Qbaca. Salah satu hal yang diminta semua penerbit besar saat ini adalah dijaganya digital right. Memang ini jadi melanggar prinsip pribadi yang menyukai konten terbuka. Secara pribadi, semua whitepaper, materi lecture & seminar, dan presentasi, selalu aku bagikan free via web atau jalur lain. Tetapi kita tidak hidup di lingkungan tempat para penulis berpikir seperti penulis O’Reilly (yang sering aku jadikan contoh dalam distribusi buku tanpa DRM), dan pembaca publik di Indonesia pun belum seluruhnya berperilaku seperti sebagian besar segmen pembaca buku-buku O’Reilly. Survei-survei menunjukkan bahwa publik di Indonesia lebih suka mencari konten gratis (termasuk Internet gratis dan listrik gratis, jika memungkinkan), plus suka berbagi konten gratis yang bukan milik mereka sendiri. Belum ada kesadaran menjaga copyright atau copyleft.

Jadi, sampai budaya kita bisa agak berubah, atau sampai para penerbit/penulis bersedia bekerja sama dengan model bisnis tanpa DRM, kita terpaksa masih akan memberlakukan DRM.

Platform

Qbaca akan tetap diarahkan sebagai platform. Bukan hanya berarti Qbaca dapat menampung berbagai konten dan aplikasi yang berbeda sebagai konten yang dijual dan didistribusikan di atasnya, tetapi juga Qbaca akan dikembangkan untuk memungkinkan transaksi dilakukan tidak hanya di sistem Qbaca. Setelah sistem teruji oleh pasar, kita akan mengajak para developer untuk menciptakan aplikasi reader yang terhubung dengan sistem Qbaca, membuat toko digital yang dapat digunakan untuk membeli konten di Qbaca, membuat lini produksi yang dapat langsung melakukan submit konten (e-Book dan konten lain) ke Qbaca, menghubungkan aplikasi dan web dengan Qbaca, dan masih banyak kemungkinan lain.

Kompatibilitas

Pada versi terkini (2.0.0), Qbaca tidak dapat dijalankan pada Jelly Bean (Android 4.1 dan 4.2). Ini memang mengecewakan, terutama bagi kami. Aku sendiri menggunakan Flexi di Samsung Galaxy S3 dengan Android 4.1.1, jadi masih ikut mengalami crash ini. Tim developer menjanjikan  bahwa versi yang berjalan baik di Jelly Bean akan diterbitkan sesegera mungkin.

Versi iOS tetap dijadwalkan terbit pada bulan Desember. Waktunya memang mendesak, sementara Apple approval memerlukan waktu tak sedikit. Mohon kesabaran sedikit dari para penganut “Think Different” :).

Versi Blackberry masih di luar rencana. Tapi kami berharap RIM benar-benar mewujudkan harapan kita semua untuk memungkinkan aplikasi Android dijalankan di atas OS Blackberry 10.

User Interface

User Interface Qbaca masih jauh dari memuaskan. Kami masih terus memperbaikinya. Kami telah meminta masukan dari para blogger dan anggota komunitas pembaca buku serta komunitas penggemar gadget. Ada banyak masukan, dan beberapa di antaranya bertolak belakang. Misalnya, ada yang memilih halaman depan hanya diisi cover tanpa deskripsi, namun banyak yang juga mengharapkan deskripsi tetap ditampilkan. Tim kami terus memilah, melakukan eksperimen, dan memperbaiki user interface ini.

Buku Yang Terbatas

Sebagian besar penerbit yang telah memiliki perjanjian kerja sama dengan Qbaca masih memerlukan waktu lebih panjang untuk mempersiapkan konten EPUB. Umumnya mereka melakukan layout dengan In-Design atau program lain yang belum dapat menyimpan hasil seperti yang diharapkan, dalam format EPUB3. Tapi konten-konten baru saat ini terus-menerus ditambahkan.

Penulis Indie

Sebagai corporate yang memang masih mengemban sisa-sisa masa lalu, Telkom belum cukup luwes untuk bekerja sama dengan individual. Revenue sharing baru dapat dilakukan dengan badan hukum :). Namun Qbaca akan membuka kerjasama dengan pihak ketiga untuk menerima naskah dari penulis indie; sehingga naskah dapat diformatkan menjadi EPUB3, dan disubmit ke sistem Qbaca, plus dilakukan revenue share dengan cara yang tetap memenuhi persyaratan bagi semua pihak.

Tambahan

Beberapa situs / news / blog yang mengulas Qbaca:

News / Journal: Daily Social | Tempo | TribunTelkom Speedy | Mizan
Blog: Nike Rasyid | Fera Marentika | Bambang TrimHindraswari EnggarDaily Andro
Qbaca: Site | Twitter | Facebook | Google Playstore | Mail

Penjelajah Antarktika

Dalam salah satu sesi pada Workshop Transformasi Organisasi minggu lalu di Gunung Malang, CIO Telkom Indra Utoyo [@iutoyo] sempat menganjurkan buat baca buku Great by Choice, tulisan Jim Collins. Pada sesi break berikutnya, aku langsung download bukunya di Amazon Kindle [fk.vc/gbc]. Workshopnya sendiri lumayan padat, jadi buku itu baru leluasa terbaca di penerbangan Tangerang-Incheon (atau kerennya Jakarta-Seoul). The Why dari buku ini dipaparkan pada Bab 2, yang mengisahkan Penjelajahan Perdana ke Antarktika di tahun 1911-1912.

Pada Oktober 1911, dua tim penjelajah menyiapkan perjalanan pertama umat manusia ke Kutub Selatan. Satu dipimpin Roald Amundsen dari Norwegia, dan satu tim Robert Falcon Scott dari UK. Keduanya berusia sekitar 40 tahun, dan pernah menjelajah Antarktika. Amundsen pernah tinggal selama musim dingin di Antarktika melalui Lintas Barat Laut (Northwest Passage); sementara Scott pernah memimpin penjelajahan ke arah Kutub Selatan di tahun 1902 — tapi berhenti di 82 derajat. Dalam ekspedisi ini, keduanya memilih tanggal berangkat yang berdekatan, pada jalur berbeda, tetapi jarak kurang lebih sama, yaitu sekitar 2300 km, pada suhu -30 derajat Celcius. Tentu di tahun 1911 belum ada HP, radio bergerak, satelit, GPS, atau pesawat penolong untuk keadaan darurat.

Saat berusia duapuluhan tahun, Amundsen menjelajah Eropa, dari Norwegia ke Spanyol pergi dari Norwegia ke Spanyol untuk memperoleh sertifikat pelayaran. Bukannya naik kereta atau kapal laut, ia memilih bersepeda. Ia mencoba makan daging lumba2 untuk memahami nilai gizinya. Ia selalu bersiap seolah2 suatu hari kapalnya akan karam, dan ia harus hidup dalam cuaca ekstrim kejam dikelilingi hanya satwa2 aneh yang mungkin bisa dimakan. Ia bahkan sempat ke wilayah orang Eskimo. Ia melihat bagaimana orang Eskimo bergerak lambat tapi stabil, agar tak berkeringat. Keringat bisa jadi lapis es pada suhu di bawah nol. Ia memakai baju longgar ala Eskimo (juga untuk mencegah keringat), dan belajar menggunakan anjing buat menarik kereta.

Persiapan Scott tidak seekstrim itu. Ia melakukan pengkajian juga, namun tidak dalam posisi seketat Amundsen. Ia berminat mencobai kereta bermotor, dan membawa Kuda Poni yang sudah berabad2 teruji tangguh di Eropa. Di penjelajahan, mulai tampak bahwa persiapan Scott kurang matang. Mesin motor pecah hanya dalam waktu beberapa hari. Kuda poni mudah berkeringat, berlapis es, tak tak bertahan. Selain itu, mereka hanya makan tanaman, yang tak tersedia di Antarktika. Amundsen, selain membawa stok makanan dan daging, juga berencana membunuh anjing2 yang paling lemah untuk menjadikannya makanan buat anjing yang lain. Tak lama, tim Scott harus menggunakan diri mereka sendiri buat menarik kereta.

Kedua tim meninggalkan persediaan makanan buat pulang. Amundsen bukan hanya memberi tanda depot makanan dengan bendera, tetapi juga meninggalkan bendera dan tanda2 lain pada jarak yang teratur agar mereka tak mudah tersesat saat kembali. Amundsen menyiapkan 3 ton makanan untuk 5 orang, sementara Scott membawa 1 ton untuk 17 orang. Pada titik kritis 82 derajat, persediaan Amundsen masih cukup banyak; sementara Scott persediaannya pas2an sesuai kalkukasi minimal. Kehilangan satu depot saja akan berakibat fatal bagi tim Scott. Scott suka hal yang pas2an tampaknya. Ia hanya bawa satu termometer. Saat termometer pecah, ia marah luar biasa. Amundsen bawa 4 termometer.

Ini penjelahanan perdana ke Kutub Selatan. Tak ada manusia tahu apa di depan sana. Tak ada pesawat atau satelit pernah mengintai dari atas sana. Namun Amundsen mengasumsikan yang di depan sana semuanya buruk, dan ia harus siap. Scott sendiri selalu tak siap menghadapi nasib buruk. Catatan hariannya penuh keluhan atas takdir buruk pada timnya.

Pada 15 Desember 1911, Amundsen tiba di Kutub Selatan. Musim panas memberi pemandangan cerah. Ia memasang bendera Norwegia, dan mendedikasikan dataran itu untuk Raja Norwegia. Mereka membuat tenda, dan menyiapkan perjalanan pulang. Berjaga2 kalau mereka akan mati dan gagal mencapai jalan pulang, Amundsen membuat surat buat Raja Norwegia, dan menyimpannya di kantong, untuk dititipkan ke Scott yang mungkin tiba beberapa saat kemudian. Persiapan luar biasa!

Amundsen di Kutub Selatan

Ternyata saat itu Scott masih sibuk menarik kereta, 500 km jauhnya dari Kutub. Baru pada 17 Januari 1912, Scott mencapat Kutub Selatan, dan menatap sedih pada Bendera Norwegia di sana. Eh, aku sedih beneran di adegan ini :(. “Hari yang menyedihkan,” tulisnya, “Sementara angin bertiup makin kencang dan suhu turun ke -30 lagi. Tuhan maha besar! Tempat yang kejam untuk dijelajahi tanpa memperoleh kemenangan.” Pada saat yang sama, Amundsen sudah bergerak cepat ke utara, melintasi batas 82 derajat, menghindari cuaca yang kembali memburuk.

Scott di Bendera Amundsen di Kutub Selatan

Amundsen tiba di pangkalan tepat pada 25 Januari 1912. Tepat sesuai perencanaan. Scott menghentikan perjalanan bulan Maret, tertekan dan sangat kelelahan. Delapan bulan kemudian, tim dari UK menemukan jenazah Scott dan rekan-rekannya, hanya 15 km dari depot makanan.

Scott dan Amundsen menghadapi situasi yang sama, dan cuaca yang sama. 34 hari pertama, keduanya menemui perbandingan cuaca baik yang sama, sebesar 56%. Namun, mereka melakukan perencanaan perjananan dengan gaya yang berbeda.

Buku ini lalu memberikan simpulan. Kepemimpinan yang mampu membawa perusahaannya selalu selamat dalam badai, dan tetap mampu tumbuh, ternyata: tidak lebih kreatif, tidak lebih visioner, tidak lebih karismatik, tidak lebih ambisius, tidak lebih beruntung, tidak lebih berani menghadapi resiko, tidak lebih heroik, dll dibanding pemimpin yang lain. Bukan berarti bereka tidak memiliki sifat itu. Justru, sifat itu sudah ada pada pemimpin perusahaan yang berhasil maupun yang gagal. Tapi pemimpin pada perusahaan yang terbukti berhasil itu memahami bahwa mereka menghadapi ketidakpastian yang terus-menerus, dan tak selalu dapat dikendalikan. Mereka paham, tapi mereka menolak untuk dikendalikan oleh hal-hal tidak bisa mereka kendalikan itu. Maka mereka mengambil tanggung jawab untuk melakukan pengendalian penuh, dengan segala resikonya, atas keberhasilan misi mereka.

Buku ini memberikan contoh lebih detail atas cara kerja kepemimpinan semacam ini. Aku rasa memang Pak Indra Utoyo berkeinginan agar para pimpinan Telkom masa kini dan masa depan bisa meneladani dan mempejalari bagaimana terus menjaga bisnis yang kita yakini menjadi pendukung kuat pertumbuhan dan ketahanan ekonomi nasional ini. OK bukunya terus aku baca. Tapi blognya berhenti di sini. Kan judulnya Penjelajahan Antarktika.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑