Rekomposisi dokumentasi tesis lagi. Bagian project management sekarang dipecah-pecah ke dalam chapter-chapter yang lain. Biar alur logikanya lebih halus lagi.
Musik latarnya masih Petrushka, menandakan pikiran yang asik melompat-lompat.
Tahun 1969, Alf Wight menonton pertandingan liga utama (hehe) antara Manchester United dan Birmingham City. Nama penjaga gawang Birmingham itu James Herriot. Jadi nama itu diculik buat nama samaran Alf.
James sendiri belum pernah baca buku Alf. Tapi dia suka lihat versi TV-nya. Dan dia merasa kebetulan punya nama yang sama dengan si tokoh. Baru tahun 1988 dia diundang Alf untuk memberitahukan bahwa memang nama karakter itu diambil dari nama dia.
Di tengah peta North Yorkshire ada sebuah bintik. Thirsk. Kenilworth yang cuman selintasan jalan aja tampak jadi raksasa dibandingkan bintik itu. Padahal barangkali bintik kecil ini turut mengarahkan hidupku.
Thirsk. Nama yang asing. 23 Kirkgate. Dulu tempat ini jadi tempat praktek Donald V Sinclair, veterinary surgeon yang mengesankan hampir semua orang yang mengenalnya. Tapi barangkali yang membuat lebih banyak orang lagi terkesan adalah waktu dia mengangkat asisten (kemudian jadi partner) seorang anak muda bersahaja lulusan Glasgow, yang suka dipanggil Alf. James Alfred Wight.
Sekian puluh tahun kemudian, Alf yang sudah cukup senior punya ide cemerlang. Keajaiban di Thirsk, dari praktek Sinclair dan dirinya, dicatat dalam semacam biografi yang menarik. Semua nama disamarkan habis-habisan. Kota Thirsk jadi Darrowby, Kirkgate jadi Skeldale, Don dan Brian Sinclair jadi Siegfied dan Tristan Farnon.
Sepuluh tahun kemudian, si West yang baru mulai doyan baca buku, ikutan baca buku kakaknya yang berjudul Seandainya Mereka Bisa Bicara. Tapi itu nasib malang buat si buku, soalnya buku itu jadi dibawa ke mana-mana sampai kertasnya berubah warna, dan kertasnya harus ditambal-tambal.
Dan nggak tau kenapa, si West jadi doyan nulis juga. Dan biarpun suka nggak nyambung dengan realitas, tapi yang ditulis selalu tentang optimisme. Tentang hal-hal kecil.
Jadi pada suhu dan tekanan berapakah, blackbox pesawat bisa rusak total tapi passport bisa ditemukan utuh? Kita tanya Galileo …
Tapi mbah buyut Thatcher malah memaki-maki: kenapa para pendeta (priest) Islam tidak mengutuk keras? Bah, kurang keras kali ya. Di sini aja udah keberisikan. Lupa kali doi kalau di dalam Islam semua muslim itu pendeta (hehe).
Mantan menhan Inggris sendiri berkomentar: kalau intelijen itu nggak canggih-canggih amat buat mendeteksi adanya serangan 11 September, bagaimana Anda bisa yakin mereka tiba-tiba jadi canggih untuk memberikan bukti yang “meyakinkan” itu?
Dan Jepang mengingatkan: terus gimana rasanya kota yang jauh dari medan perang dilelehkan dengan bom atom tanpa ampun. Berapa juta anak terbakar hidup-hidup (dan terus hidup dengan luka bakar dan kanker). Sama seperti New York, itu bukan daerah perang, tidak ada yang berpikir untuk mengungsi atau menyerah. Baru 5000 orang aja udah panik.
Eh, 5000 mah bukan ‘baru’ atuh. Itu barangkali udah seperempatnya korban kerusuhan Kalimantan.
Efek dari omongan Thatcher: Masjid di Edinburgh dibom!
Nasihat Lukman kepada anaknya: Teruskanlah bekerja demi kepentingan mulia itu hingga selesai. Janganlah hiraukan orang lain. Janganlah dengarkan tanggapan-tanggapan mereka, tapi maafkanlah mereka. Tidak ada jalan untuk memuaskan mereka semua.
Lalu Lukman mengambil keledai dan keluar bersama anaknya. Lukman menaiki keledai. Tak lama terdengar seseorang berkomentar, Orang tua tak tahu diri, membiarkan anaknya berjalan sementara ia enak-enak naik keledai.
Maka Lukman turun dan mengangkat anaknya ke atas keledai. Mereka meneruskan perjalanan. Tak lama terdengar komentar lain, Anak tak tahu diri, membiarkan orang tuanya berjalan sementara ia enak-enak naik keledai.
Lalu Lukman ikut naik keledai, dan meneruskan perjalanan. Namun terdengar komentar lain lagi, Orang-orang kejam, menaiki keledai malang itu berdua, padahal mereka tidak sakit dan tidak lemah.
Akhirnya Lukman turun, dan menurunkan anaknya, dan berjalan pulang. Masih juga orang berkomentar, Orang-orang bodoh, mereka berjalan kali, padahal memiliki keledai, dan keledai itu tidak sakit dan tidak lemah.
Di rumah Lukman meneruskan: Sekarang engkau mengerti maksudku, anakku.
Talk tentang idealisme sendiri. Menurut Anda, apakah nilai-nilai kehidupan universal itu cukup berharga untuk diperjuangkan ?
Begini. Allah menurunkan kita ke dunia tentu dengan skenario tertentu. Barangkali memang agar kita merenungi kebesaran Allah. Barangkali agar kita dapat menjaga diri agar tetap lurus. Tapi barangkali juga agar kita mau melawan kestatisan diri untuk memperjuangkan nilai-nilai yang telah diajarkan Allah kepada kita.
Saya setuju bahwa ‘Isa as [Yeshua/Jesus, doa kami atasnya] tidak mengajarkan kekerasan. Tetapi faktanya adalah kekerasan itu selalu terjadi. Apakah kita akan tetap bergeming melihat kekerasan demi kekerasan dilakukan, dan hanya menolaknya dengan doa dan harapan ?
Mungkin iya. Tapi jelas, kita diciptakan sebagai manusia, bukan sebagai malaikat. Malaikat boleh menghadapi kejahatan hanya dengan doa. Tapi apakah manusia berhak melihat kekejian, dan kemudian hanya menarik diri ke sudut sepi dan menghantarkan doa ?
Saya sendiri tidak sedang menganjurkan melawan kekerasan dengan kekerasan, tentu. Tapi ada titik kesetimbangan tertentu yang harus kita capai dalam perjuangan hidup kita. Tidak dengan keras, tetapi tidak pula hanya dengan harapan-harapan.
Membuang satu orang (dan satu orang lagi dan satu orang lagi dan satu orang lagi) itu mudah. Tapi benarkah itu memecahkan masalah. Apakah setiap orang yang gelisah harus kita usir ? Apakah setiap orang yang ragu harus kita tinggalkan ? Apakah setiap orang yang marah harus kita ludahi ? Apakah kita, baik sebagai pribadi-pribadi
maupun sebagai kelompok, sudah boleh mengklaim diri sebagai pemegang kebenaran ?
Beberapa subscriber milis ini manja. Cerewet. Pemarah pula. Dan orang-orang yang empatik semacam Anda jadi mudah simpati pada mereka. Padahal … benarkah akidah Anda berkurang akibat beberapa e-mail sampah ? Saya tidak yakin kok.
Tapi bukankah kita juga belum tahu, bagaimana hidayah itu akan
dianugerahkan kepada seorang manusia. Barangkali saja, musik yang
kita mainkan di depan kerbau itu justru akan membuka pintu
hidayah bagi sang kerbau sehingga ia mampu mengubah diri menjadi
manusia yang cerdas.
Jadi … mari kita main musik di depan kupu-kupu, di depan burung
kenari, di depan kucing bobo, di depan kerbau, di depan banteng.
Apa lah.
Abis itu dia nulis tulisan panjang, berjudul Siegfried #2.
Alter ego yang ini lucu juga, si West Faust, yang sudah hilang tahun 1999 lalu :).
Email dari West Faust 23/06/99 di is-lam@ :
Dr Faust, yang terus menatapi jalan-jalan kesesatan demi ambisi untuk
menemukan jalan kebenaran yang sempurna, walau dengan bantuan syaythan, kali ini terdiam.
Bagaimana aku bisa menatap dan memilah kesesatan, kalau aku masih boleh meragukan kebenaran di dalam diri ini, katanya. Sedang, yakin sepenuhnya pada keyakinan di dalam diri, barangkali, justru merupakan pencelaan yang menggerogoti kemutlakan kebenaran itu sendiri.
Bagaimana pun, hanya kasih Allah yang akan menolong.