Category: Network (Page 4 of 7)

Platform Smartphone Masakini

Analis pasar Canalys melaporan: Symbian masih jadi platform aplikasi terminal mobile terbesar secara internasional: nyaris dua pertiga pangsa pasar. Padahal setiap terminal dipungut royalti US$5. Tapi khusus di US, pangsanya berbeda: pasar dikuasai Microsoft (Windows Mobile), Apple (iPhone), dan RIM (Blackberry). Dan kalau kita lihat, semuanya adalah platform yang bersifat propietary. Linux punya share kurang dari 10% saja.

Platform berlinux a.l. Android, LiMo, dan Openmoko. Android merupakan ekspansi Google ke dunia mobile. Arah pengembangan bersifat open source, berbasis Linux, tetapi menggunakan virtual machine mirip Java, jadi mirip iPhone (Apple) atau Brew (Qualcomm). Semua tools bisa didownload gratis dari Google. LiMo baru mengeluarkan spesifikasi API, dan baru berencana meluncurkan SDK. Tapi dokumen selain spek API baru bisa didapat setelah kita mendaftar ke Yayasan LiMo dengan membayar US$40000.

Menariknya, beberapa platform propietary nampaknya tengah bertransisi ke arah open source. Symbian termasuk di antaranya. Platform yang juga bertransisi adalah MOAP dan Palm. Ya, palm yang pernah populer di PDA itu tengah bertransisi dari PalmOS propietary ke OS baru berbasis Linux.

Apa nih, pengaruhnya buat kita?

IEEE P1900: CR, DSA, Koeksistensi

Salah satu tema dalam IEEE Communications bulan ini adalah standar2 dalam networking. Kumpulan artikel diawali dengan ringkasan standar yang disponsori berbagai society di dalam IEEE. POSIX dan 802 misalnya, disponsori oleh Computer Society, sementara personal communications oleh Communications Society. Lalu update standar2 — 802.3av, 802.11n, 802.20, PLC, serta keluarganya, lalu … hmmm, standar untuk mendukung cognitive radio (CR), dynamic spectrum access (DSA), dan koeksistensi. Kelihatannya yang terakhir pas dengan yang lagi sering kita kaji.

CR sering didefinisikan sebagai software-defined radio (SDR), yaitu saat perangkat radio mampu secara cerdas menentukan kebutuhan dan memilih sumberdaya radionya sesuai konteks. Standar semacam WiFi (802.11), Zigbee (802.15.4), serta WiMAX (802.16) telah memiliki level teknologi CR tertentu. 802.22 akan menjadi standar internasional berbasis CR pertama. CR akan berkait erat dengan akses spectrum yang bersifat dinamis (DSA). Namun yang menarik tentu keterkaitan antara CR dan koeksistensi: pemilihan sumberdaya yang menentukan jenis akses radio sebuah komunikasi.

Sebuah komite, SCC41 dibentuk dengan focus pada DSA. Standar yang tengah dikerjakan adalah serial IEEE P1900. P1900.1 (target Des 2008) menyusun konsep next generation radio systems dan spectrum management. P1900.2 (target Des 2008) merekomendasikan praktek koeksistensi dan interferensi. P1900.3 (target Feb 2011) mengevaluasi sistem radio dengan DSA. P1900.4 (target Des 2007) menyusun arsitektur sistem yang memungkinkan optimasi sumberdaya radio dalam jaringan heterogen.

P1900 (lihat gambar deh) memungkinkan pengelolaan spectrum antara jaringan yang paham CR dan yang tidak.

Network reconfiguration management (NRM) berkomunikasi dengan terminal radio management (TRM) membentuk interoperabilitas antara jaringan2 radio tanpa infrastruktur. Perangkat komplian P1900.4 memungkinkan rekonfigurasi network dan terminal yang berikutnya memungkinkan pemindahan yang seharusnya tak terasa (seamless).

Direncanakan akan ada P1900.5 yang membahas bahasa policy, dan P1900.6 untuk RF sensing. Standar lain yang juga akan sudah mengadopsi soal CR, DSA, dan koeksistensi adalah 802.22 (Sep 2009), 802.19 (Sep 2008), 802.16h (Sep 2008), 802.16m (a.k.a. WiMAX II atau WiMAX next generation, Des 2009), serta 802.11y (Des 2009).

CFP: Internetworking Indonesia

Internetworking Indonesia:
Indonesian Journal of ICT and Internet Development

Deadline for submissions: 30 October 2008
Notification of acceptance: 30 December 2008
Author Final Revision (CRC): 30 January 2009

Internetworking Indonesia is a semi-annual journal devoted to the timely study of the Information and Communication Technology (ICT) and Internet development in Indonesia. The journal seeks high-quality manuscripts on the challenges and opportunities presented by information technology and the Internet in Indonesia.

FOCUS & SCOPE
Internetworking Indonesia aims to become the foremost publication for practitioners, teachers, researchers and policy makers to share their knowledge and experience in the design, development, implementation, and the management of ICT and the Internet in Indonesia.

TOPICS
Internetworking Indonesia welcomes and strongly encourages submissions based on interdisciplinary approaches focusing on ICT & Internet development and its related aspects in the Indonesian context. These include (but not limited to) information technology, communications technology, computer sciences, electrical engineering, and the broader social studies regarding ICT and Internet development in Indonesia.

Possible topics include, but are not limited to:

  • Information technology and information systems
  • Communications technology
  • Software and hardware engineering
  • Applications and services
  • Broadband and telecommunications technologies
  • Mobile and wireless networks
  • Internet infrastructure systems, protocols and technologies
  • Technical challenges and developments of computer networks in Indonesia
  • Internet Infrastructure development in Indonesia
  • Multimedia and content development
  • Education and distant learning
  • Communications policy development and regulatory issues in the Indonesian context
  • E-Government in Indonesia
  • Internet governance in Indonesia
  • Open source software development and deployment
  • Social and economic impact of ICT and Internet technologies to the Indonesian society.
  • Social networks, Peer-to-Peer computing and blogging

SUBMISSION GUIDELINES
Internetworking Indonesia accepts a variety of manuscripts in both English and Bahasa Indonesia. Please review the descriptions below and identify the submission type best suited to your intended submission:

  • Research Paper: Research papers are theoretically driven, focusing on an area listed in the Topics.
  • Technical paper: Technical papers present advances and research results in a given area study.
  • Policy Viewpoint: Policy Viewpoints explore competing perspectives in the Indonesian policy debate that are informed by academic research.
  • Teaching Innovation: Teaching Innovation papers explore creative uses of information technology tools and the Internet to improve learning and education in Indonesia.
  • Book Reviews: A review of a book, or other book-length document, such as a government report or foundation report. (3 pages max.)

SUBMISSION LANGUAGE
Manuscripts in English and Bahasa Indonesia are accepted.

MANUSCRIPT SUBMISSION
Manuscripts should be submitted according to the IEEE Guide for authors, and will be refereed in the standard way. Manuscript pages should not exceed 7 pages of the IEEE 2-column format, preferably submitted electronically in an MS-Word file format.

All manuscripts should be submitted electronically. Please visit www.InternetworkingIndonesia.org for more information.

Manuscripts submitted to Internetworking Indonesia must not have been previously published or committed to another publisher under a copyright transfer agreement, and must not be under consideration by another journal.

Authors of accepted papers are responsible for the Camera Ready Copy (CRC) in the IEEE 2-column format (MS-Word file). Authors are advised that no revisions of the manuscript can be made after acceptance by the Editor for publication. The benefits of this procedure are many, with speed and accuracy being the most obvious. We look forward to working with your electronic submission which will allow us to serve you more efficiently.

CO-EDITORS

  • Thomas Hardjono, PhD (Wave Systems, USA)
  • Budi Rahardjo, PhD (ITB, Indonesia)
  • Kuncoro Wastuwibowo, MSc (PT. Telkom Indonesia)

EDITORIAL ADVISORY BOARD

  • Mark Baugher, MA (Cisco Systems, USA)
  • Lakshminath Dondeti, PhD (Qualcomm, USA)
  • Prof. Merlyna Lim, PhD (Arizona State University, USA)
  • Prof. Bambang Parmanto, PhD (University of Pittsburgh, USA)
  • Prof. Wishnu Prasetya, PhD (Utrecht University, The Netherlands)
  • Prof. Jennifer Seberry, PhD (University of Wollongong, Australia)
  • Prof. Willy Susilo, PhD (University of Wollongong, Australia)

OPEN ACCESS PUBLICATION POLICY
The Internetworking Indonesia journal provides open access to all of its content on the principle that making research freely available to the public supports a greater global exchange of knowledge. This is the philosophy of the Open Journal Systems (see the Public Knowledge Project at pkp.sfu.ca). The journal will be published electronically and there are no subscription fees. Such access is associated with increased readership and increased citation of an author’s work.

OFCDM

Saat ini teknologi transmisi yang sedang on-business adalah CDMA; baik varian CDMA2000 yang digunakan operator FWA semacam Flexi, maupun varian WCDMA yang digunakan sebagai transmisi 3G oleh operator ex-GSM. Thomas Hardjono sudah menyinggung bahwa CDMA sudah mulai surut. Tentu. Single carrier CDMA tidak pas untuk broadband channel yang lebih besar, karena masih ada masalah interferensi multipath. Di tulisan tentang NGMS, aku menyinggung bahwa ITU menghendakti transmisi 4G haruslah dengan OFDMA, yaitu versi multi-akses dari OFDM. GSM lari ke LTE, CDMA2000 lari ke UMB, dan WiMAX berkembang jadi WiMAX II. OFDM (orthogonal frequency division multiplexing) membawa sejumlah besar subcarrier secara orthogonal untuk memawa simbol secara paralel. Modulasi antar subcarrier dilakukan dengan IFFT (Inverse Fast Fourrier Transform), sehingga implementasi lebih mudah. OFDMA menggunakan OFDM, dengan memisah subset dari subcarrier untuk setiap receiver. Singkatnya begitu. Tapi lalu ada OFCDM (orthogonal frequency and code division multiplexing). Kenapa? Rupanya OFDM dianggap memiliki kelemahan pada sel yang berdampingan atau bertumpukan: bisa terjadi interferensi antar subcarrier. Maka dilakukan kombinasi OFDM dengan spreading dua dimensi melalui OFCDM ini.

Gambar membandingkan OFDM (kiri) dan OFCDM (kanan). Satu blok menunjukkan informasi dalam satu durasi dan subcarrier. Dalam gambar itu, ada 16 data simbol. Gambar di tengah menunjukkan spreading pada domain waktu (time), yang ditunjukkan dengan perubahan warna: dalam contoh ini {+1, -1, +1, -1}; yang diikuti duplikasi pada domain frekuensi (frequency). Dengan berbagai kode (code) spreading yang lain, dipadukanlah skema OFCDM. Spreading kode di sini berbeda dengan CDMA. Spreading pada OFCDM hanyalah mengkodekan informasi pada blog frekuensi-waktu yang berbeda. Ada redundancy, memang. Tetapi kita juga punya banyak alternatif kode spreading; yang jika digunakan semua, maka kecepatan data OFCDM akan sama dengan OFDM. Parameter sistem OFCDM serupa dengan OFDM (misalnya panjang paket, metode modulasi QPSK, dll), kecuali bahwa pilot channel OFCDM termultipleks kode, sementara pada OFDM termultipleks waktu.

Sampai hari ini, OFCDM ini belum jadi entry tersendiri di Wikipedia. Dia ditargetkan untuk digunakan pada transmisi downlink untuk 4G. OFCDM diuji pada jaringan DoCoMo, dan telah memberikan rate 100 Mb/s pada kecepatan 20 km/jam, tanpa MIMO.

Context-Awareness

Semestinya nextgen dijadikan kata sifat yang baru :). Dan artinya bukan lagi next generation yang kemudian bisa dipelesetkan à la Wally jadi sesuatu yang harus diselesaikan generasi penerus saya, tetapi sesuatu yang berkonteks dengan hal yang pervasive, ubiquitous, 3G/4G (tidak sampai 5G — perlu kata sifat baru untuk yang ini) termasuk buzzwords mobile-IP, all-IMS for multinetworks, dan context-awareness. Tuh kan, panjang. Maka itu, perlu kita buat kata sifat baru: nextgen :).

Context-awareness sendiri merupakan karakteristik yang akan jadi wajib untuk aplikasi network. Ia bisa diawali dengan LBS (location-based service). Dan diawali dari hal2 sederhana.

Pertama, waktu kita menggoogle ‘Simpang Raya’ (hey, ini ceritanya futuristik, dan Simpang Raya akan lebih ngetop daripada McD), maka kita akan memperoleh hasil yang berbeda saat kita di Puncak atau di Dago (Bandung). Tergantung sepresisi apa lokasi kita dikenali si pelacak posisi. Hasilnya seharusnya bisa berbeda di Dago sisi alumni dan Dago sisi Ganesha.

Pengenalan lokasi ini juga memungkinkan hal menarik, seperti alarm berbasis tempat (bukan waktu). Kita minta diingatkan si gadget, bahwa kalau sampai di rumah, kita harus langsung mengeluarkan cake dari kulkas. Jam berapa pun kita sampai. Contoh lain: kalau kita sampai Bandung, kita harus menelepon Mama. Atau: ingatkan kalau sampai pom bensin terdekat (pom bensin yang mana saja). You got the idea now. Tapi pengenalan lokasi juga bisa langsung mengenai beberapa gadget. Kita kan bukan bicara tentang GPS (saja), tetapi layanan mobile dengan service penuh. Alice bisa pasang alarm yang isinya: kalau ketemu Bob, ingatkan untuk mengembalikan flash drive. Saat operator mendeteksi bahwa gadget Alice pada posisi dekat dengan gadget Bob, alarm itu diraungkan :). Atau dia juga bersifat proaktif. Misalnya dia tahu bahwa Alice anggota IET. Dan di Indonesia anggota IET amat langka. Saat dia tahu Alice dekat dengan anggota IET lain, dia akan menulis pesan singkat: ‘Ssst, ada anggota IET lain dekat Anda. Tekan Nice untuk info lebih lanjut, atau WhoCares untuk meneruskan urusan gak penting Anda.’ Nah, dalam hal terakhir, si dia ini (hi, kayak Big Bro aja, panggilannya ‘dia’ atau malah ‘mereka’) sudah harus mengkonteksi lebih dari sekedar lokasi, tetapi juga karakteristik pribadi.

Context-awareness membuat sistem lebih paham kebutuhan user yang sangat beraneka. Padahal yang dilakukan hanya mereaksi data karakter pemakai dan variasi lingkungan network, lalu memicu adaptasi dinamik terhadap layanan yang ada. Karakter yang digunakan amat beragam: lokasi, service di lokasi, terminal dan featurenya, operator dan featurenya, data penting personal, data personal yang gak penting, relasi antar personal (dan tentu link ke karakter tiap personal, dan terminalnya, dan operatornya), kondisi lingkungan (politik, cuaca, kurs rupiah). Wow. Bisa bikin apa tuh? Alarm lagi? “Bunyikan alarm jika pulsa hampir habis, dan ATM bank yang terkoneksi dengan bank saya dan bisa transfer pulsa ke operator saya ada di dekat saya.” “Bunyikan alarm jika HP lowbat dan dompet tipis dan kurs dolar lagi turun dan ada teman yang rada tajir dekat2 saya.” Rumitkah? Yang jelas, ini akan menjadi salah satu yang akan membedakan 4G dengan 3G :). Penyedia layanan akan mulai harus memanfaatkan AI, dan mengelola informasi konteks. Umumnya diistilahkan sebagai Context Information Dissemination System (CIDS).

PR di bidang ini masih banyak. Di konstruksi NGN-nya sendiri, kalau sejauh ini baru IMS yang dikembangkan dan distandarkan (di layer kontrol & sinyal), maka berikutnya layer konten & aplikasi (C&A) harus diset dengan cara yang sama seriusnya. Layer C&A tidak boleh merasa aman karena terstandarkan pada layer di bawahnya, yang membuat mereka bebas tapi tetap interoperable. Context-aware services membuat layer ini harus dijaga dengan gaya persinyalan yang sehati-hati persinyalan di layer IMS.

Dan, seperti yang pernah aku tulis: Kalau di network ada quality of service (QoS), maka di service ada quality of context (QoC). Dan, sekali lagi, nextgen bukan masa depan. Dia sedang mengalir saat ini. Soal content, semua sedang membahas. Coba buka majalah berbahasa Inggris yang mana saja. Hampir pasti di halaman-halaman depan ada tulisan Content. Dan soal content saat ini sudah mulai tak lepas dari soal context. Whew, para pembangun network. Banyak mainan baru nih :).

ITS

Hari Rabu lalu, seangkatan mahasiswa ITS mengunjungi Telkom Divre III. Seperti biasa, sebagai pihak yang paling tidak sibuk di kantor, aku ditugaskan untuk memberikan knowledge sharing. Agak menyesal sih, secara aku pikir mereka akan lebih senang kalau diknowledgesharingi oleh kakak kelasnya, alumni ITS, yang masih inflasi di divisi kami ini. Aku sendiri masih menjadi anggota dari Ikatan Alumni Non-Institut :). Hey, IEEE dan IET memang institut, tapi nggak ada istilah alumnus di sana.

Mahasiswa ITS yang datang sejumlah 70an. Biar Nining (sebagai EO dan MC) yang memberikan angka pastinya. Aku ditemani Pak Epi Rivai. Atas info dari PR, knowledge sharingnya berjudul Teknologi Telekomunikasi Masa Depan. Isinya jadi NGN dan NGMN lagi. Tapi nggak sampai services. Kelamaan nanti :). Tentu dengan menceritakan langkah awal Telkom Group menuju ke sana, serta target Insynch 2016. Plus versi2 mobilenya, baik 3GPP maupun 3GPP2.

Tanya jawab aku bikin jadi format diskusi, dengan mengembalikan pertanyaan dari mahasiswa untuk dijawab mahasiswa lainnya. Jadi lebih seru :). Alhamdulillah, demam panjang dan asthma yang mengiringi dua minggu ini bisa disembunyikan sebentar. Juga kebiasaan pelupa bisa dieliminasi.

Tapi, sekarang kok malah kambuh lagi ya. Demamnya, bukan pelupanya :(

Ambulans

Listen, Chap. You will get a trouble!” kata Alan pura-pura menakuti.
It’s impossible! I am the trouble!” sahutku tak mau kalah.

Alan adalah postman sekaligus driver di Westwood Heath Campus. Bincang singkat di pagi itu mengawali julukan “Mr Trouble” padaku sampai beberapa bulan berikutnya di Westwood Heath Road. Tapi di pagi yang lain, mendadak Alan yang jadi trouble maker. Di tengah trafik di sekitar Knowle itu, bis yang kami tumpangi (aku sering duduk di depan, biar dia punya teman adu mulut yang ramai, dan aku memperlancar bahasa Inggris slank-ku) mendadak dibelokkirikan naik ke atas sidewalk.

Now you lost your mind,” tembakku.
Ha! Don’t you hear that sirens?” balas dia.

Ya, suara sirine ambulans itu terdengar dari tadi. Tapi siapa sangka bahwa Alan menabrakkan diri naik ke sidewalk demi memberi jalan ambulans yang masih agak jauh itu? Aku kalah satu set lagi.

Adegan sekian tahun lalu itu sering terdisplay lagi, waktu aku melihat ambulans di Bandungku ini, dengan sirine kencang, tapi tak berdaya bergerak. Tak satu pun pengemudi bodoh di sekitarnya yang berusaha mencari jalan yang mungkin merugikan diri sendiri, untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Memang negeri yang bertuhan dengan cara yang salah: mati itu wajar, nyawa itu murah, dan bodoh juga dimaklumi.

Belum percaya? Tak jauh di depan ambulans, sebuah angkot masih sibuk menawarkan tumpangan ke calon penumpang yang pura2 tidak melihat (apalagi menjawab). Mobil rada bagus di belakangnya bisa belok sebentar ke gang kecil di depannya, tapi drivernya malah asik ngobrol. Dan kalau belum percaya, begitu suatu saat si ambulans bisa lolos dan melaju kencang, akan ada satu dua mobil atau bahkan angkot yang mengambil kesempatan untuk ikut melaju menikmati ruang lowong itu — sambil tertawa2.

Seorang teman yang baik hati pernah bertanya. Kantornya mau pasang Speedy untuk aplikasi keuangan. AM dari Telkom menyarankan untuk tidak menggunakan Speedy, melainkan solusi enterprise seperti TelkomLink. Dia heran. “Speedy katanya bagus. Kenapa dibilang nggak bagus buat aplikasi enterprise?” Mendadak aku jadi ingat kuliah singkat, dimana aku menganalogikan trafik IP sebagai mobil di jalan raya, yang ukuran, tujuan, kecepatannya bisa berbeda2. Tapi ini lain. Aku terpaksa bikin analogi lagi. “Speedy itu dioptimasi agar baik untuk general purpose. Mungkin mirip busway. Dia dimanage agar berperformansi tinggi untuk keperluan sehari2. Tapi untuk aplikasi kritis, dia bisa agak riskan. Mirip membawa pasien gagal jantung naik busway. Resikonya tinggi. Lebih baik memakai ambulans.

Temanku mengejar lagi. “Tapi TelkomLink dan Astinet juga bisa lambat kan?
Dan aku harus jawab: “Ambulans di Indonesia memang bisa lambat.

Resource kita, baik dalam bentuk bandwidth Internet maupun jalan raya, memang terbatas; sementara user tak terlalu pandai memanfaatkannya. Segala hal di negeri ini masih mengharuskan orang turun ke jalan. Jalan macet, orang stress, dan tak arif memanfaatkan resource untuk kepentingan bersama. Di Internet, kita tahu jaringan kita jelek karena kita tak mampu membeli yang terbaik di dunia, dan spektrum radio kacau karena banyak frekuensi liar, dan link ke luar negeri terbatas. Tapi orang memakai Internet bukan untuk hal2 yang lebih berguna. Tranfer file & Youtube untuk melihat hal tak karuan. Milis untuk memforward hasutan, hoax, cerita lama, humor tak lucu. Email untuk saling menipu. Ambulans di Internet pun bisa macet.

Dan blogging? Haha :). Tunjukkan bahwa blogging membuat hidup kita lebih baik. Jika tidak, berhenti sajalah.

batagor-bebersih-gasibu.jpg
Gambar: Sebuah komunitas blogger turun menyapu jalan dan memungut sampah di bawah hujan.

WOCN 2008

Puncak acara Konferensi Internasional Kelima atas Jaringan Komunikasi Wireless dan Optik (WOCN 2008) semakin dekat. Deadline untuk paper sudah terlampaui tanggal 15 Februari lalu. Menjelang tanggal itu, General Chairs Professor Guy Omidyar dan Technical Program Co-Chairs Associate Professor Vincent Guyot menunjuk beberapa anggota komite untuk juga menjadi reviewer.

picture-8.pngJadi akhirnya, kegiatan minggu ini ditambah dengan melakukan review. Ada 12 paper yang harus aku review, baik di sini komunikasi wireless maupun optik. Levelnya beraneka. Dari yang bisa ditamatkan kurang dari 5 menit, sampai yang harus dibawa ke mana2. Sayangnya belum bisa ditulis tema2 tulisan itu. Melanggar etika reviewer nanti :).

Konferensinya sendiri bertemakan “Next Generation Internet.” Konferensi ini akan diselenggarakan tanggal 5 hingga 7 Mei 2008 di Surabaya; bertempat di Hyatt Regency dan ITS. Co-organiser lokal adalah ITT (d/h STTTelkom) dan ITS. Kerjasama dan sponsor dengan IFIPTC6 WG6.8 (Mobile and Wireless Communications), WG6.6 (Management of Networks and Distributed Systems), WG6.10 (Photonic Networking), IEEE ComSoc Technical Committee on Information Infrastructure (TCII), IEEE ComSoc Wireless Communications Technical committee (WTC), IEEE ComSoc Asia Pacific, IEEE ComSoc Indonesian Chapter, dan IEEE Indonesian Section. Aku nggak sengaja tersangkut sebagai … yang nomor 2 dari belakang. Mudah2an bisa ikut di konferensinya.

Ephremides

Kurasa IEEE harus jadi kategori satu lagi di blog ini. Atau tag, kalau aku sudah memutuskan bermigrasi ke WordPress 2.3.x nanti. Urusan lain deh. So, hari ini aku menikmati jadi mahasiswa. Datang ke Univ Bina Nusantara untuk menghadiri IEEE Distinguished Lecture on Cross Layering Issues. Lecturenya Prof Anthony Ephremides, dari Univ of Maryland. Namanya Yunani bener ya, mengingatkan pada Empieles (tema tesisku, haha). Mantan Presiden IEEE Information Theory Society (dimana aku hanya berstatus ‘mantan anggota’) ini datang ke Jakarta hanya untuk satu sesi kuliah ini, dalam tur kuliahnya keliling Asia Tenggara.

Di dalam ruangan, aku baru sadar bahwa judul kuliahnya adalah Cross-Layer Issued in Wireless Networks. Tadinya aku pikir semacam GMPLS dalam network terkonvergensi, karena sejauh ini aku membayangkan beliau sebagai ahli traffic engineering. Kuliah ini lebih menyoroti kasus2 dalam wireless network berelemen banyak (single hop dan multi hop), dimana akhirnya keputusan untuk membentuk jalinan network (pada layer fisik) akan berkait penuh dengan layer2 di atasnya (MAC, IP, dst). Tapi tak sembarang cara dilakukan untuk melakukan cross-layering. Secara hati2, kita harus amati interaksi antar layer, melakukan eksploitasi atasnya. Selanjutnya adalah formula2 dengan huruf2 Yunani (kan …) yang bikin otak merasa muda lagi (haha). Dan kemudian ide tentang network coding. Yummie.

Buat yang berminat, materi kuliah ini bisa aku kirim via mail. Atau kontak host sesi ini: Mr Lukas Tanutama and Mr Wiejaya of Univ Bina Nusantara, Computer Engineering Department. Telusuri juga beberapa tulisan Pak Ephremides di sini: www.hindawi.com/13692679.html.

Di dekat toilet aku mendengar seorang senior berbincang tentang penanaman saham Telkom baru2 ini di sebuah perusahaan pengembang perangkat lunak. Waktu aku keluar, Mr Endang of Trisakti memperkenalkan aku ke beliau. “Ini Kuncoro, Pak. Dari Telkom.” Beliau menatapku lekat, trus … “Ya, saya melihat kuliah Anda di Trisakti minggu lalu. Saya duduk di belakang.”

Trisakti

So sesuai rencana, aku sedang berada di Universitas Trisakti (Grogol, Jakarta) hari ini. Judul acaranya IEEE Distinguished Lecture on Mobile Telecommunications and Enery Efficient Systems. Ini merupakan bagian dari Dies Natalis Universitas Trisakti. Undangan untuk acara ini diterbitkan oleh Jur Teknik Elektro, Fak Teknologi Industri. Acara dibuka oleh Ibu Ir. Docky Saraswati, MEng, dekan FTI; dan Bapak Ir Chairul G Irianto, MT, Kajur Tek Elektro pada pukul 9.00. Wuih, jadi rajin nulis gelar. Udah ah.

Seperti biasa, presentasi dalam IEEE Roadshow dimulai dengan mengenalkan kembali IEEE; oleh Mas Ary (Chairman of Indonesia Comsoc chapter). Dan berikutnya aku memaparkan tema Next Generation Mobile System, yang berisi ringkasan aspek2 dalam komunikasi mobile masa kini ke depan, baik network maupun servicenya. Di network ada quality of service (QoS), di service ada quality of context (QoC).

Hall di Gedung F-G Kampus A itu penuh sesak. Rupanya kuliah umum ini diwajibkan oleh pihak jurusan kepada Mahasiswa Elektro. Umumnya mahasiswa yang hadir dari Semester 6 ke atas: sudah cukup kritis, tetapi tetap bergaya sopan. Barangkali karena ada Kajur di antara mereka, haha. Puluhan pin IEEE yang aku bawa dari Bandung kelihatannya kurang cukup, jadi akhirnya dibagikan hanya ke penanya, panitia, dan peminat IEEE.

Acara berakhir pukul 12.00. Lalu ramah tamah di Kantor Jurusan Elektro, dan kunjungan ke Lab Telekomunikasi. Hmm, terasa sangat singkat, dan kami meluncur ke Bandung lagi. Sekitar Purwakarta, hujan deras sekali. Nyaris tak nampak apa pun di luar jendela. AWGN :p

« Older posts Newer posts »

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑