Category: Life (Page 18 of 30)

Humor Lokal

Humor lokal. Apa ya istilahnya yang pas. Ini jenis humor yang cuma ditertawai oleh segelintir orang, tapi buat
sebagian besar isi dunia, nggak keliatan lucunya di mana. Dilbert suka bikin candaan macam gini. Tentang si boss
yang harus cari token ring sampai ke kolong meja, misalnya.

Yang inget sih, waktu aku ke ruang sentral 5ESS sama temen. Terus liat rekan kerja aku lagi cemberut. “Ada apa sih?”
tanya aku. “Salah command,” kata dia, “Udah lama-lama nungguin fmt-trfmd, abis selesai mau
dicpy-fsfle, eh malah kepejet clr-fsfle.” Mau nggak mau aku ketawa
dengan sadisnya, ngebayangin makro yang dibuat untuk mempermudah itu malah membunuh. Biarin aja temen aku yang baru dateng itu kebingungan sama rentetan huruf tanpa arti itu :).

Atau waktu lagi suntuk, hampir 10 tahun yang lalu. Ada temen yang bener-bener suka makan temen, dan bangga lagi, senyum lebar. Aku kesel juga, “smiling faeces”. Terus sekelompok temen dari jurusan perikanan ketawa abis sama istilah itu. Si TMT (temen makan temen) sih ikutan ketawa. He thought that we laughed with him. Duh, sadisnya aku.

Diskursus

Tanggal 9 Juni 1997, dengan alamat email masih di west@scientist.com, aku mencoba menjelaskan tentang diskursus. Berikut terjemahannya:

Ingat zaman JH dulu. Gara-gara JH berkeras atas istilah informasi dan propaganda, saya terpaksa sedikit mengarang ensiklopedi. Ditambah disclaimer: barangkali kita perlu mendefinisikan dulu kata definisi.

Kira-kira begitulah bingungnya menceritakan definisi diskursus. Diskursus pasti lebih rumit dari definisi, karena definisi itu
tergantung pada diskursus. Saya coba contek definisi diskursus menurut Michael Foucault [plus tambahan dari saya]:

[Diskursus adalah] seperangkat aturan-aturan yang anonim [yaitu tidak ada orang tertentu yang membuat] dan historis [yaitu terbentuk oleh peristiwa], selalu ditentukan oleh ruang dan waktu yang membatasi sebuah zaman, dan menjadi kondisi berlangsungnya fungsi pernyataan tertentu.

Kalau itu terasa asing, sekali lagi, itu karena ikan tidak merasa hidup di air. Wajar kalau kita dalam menyusun fungsi pernyataan juga tidak merasakan adanya diskursus.

Saya pernah menulis ke *snip* bahwa rumusan tidak akan sama dengan konsep. Kita mengindra fakta, membentuk realitas, menyusun konsep, mengkomunikasikan pesan. Nah, fakta, realitas, konsep, dan pesan, adalah besaran yang berbeda. Mereka dibentuk dengan proses. Aturan-aturan yang digunakan dalam proses itu lah yang disebut diskursus. Jadi, kalau saya boleh contek istilah komputer lagi, diskursus seolah berlaku sebagai sistem operasi yang menentukan bentuk masukan, interpretasi data, penyimpanan data, dan pemilihan proses sesuai kebutuhan.

Diskursus yang kita pakai bergantung pada tempat dan zaman kita, serta latar belakang peristiwa saat suatu proses berlangsung. Yang penting dalam hal ini, menurut saya, adalah menyadari bahwa terdapat berbagai ragam diskursus di sekitar kita. Atau lebih tepat, kita perlu kesadaran bahwa kita bisa memakai diskursus alternatif dalam melakukan pengkajian dan pernyataan. Ini penting dan sangat berguna, tanpa kadang disadari oleh manusia.

Yang mencurigakan, di akhir mail itu, dia menulis frasa share a smile to the universe.

Sastrawi

Suasana LEN kadang kebawa waktu aku udah kerja di Telkom. Aku sedang bertelepon dengan Mbak Dosen, dan cerita tentang kampus dsb. Tahu-tahu dia menyebut soal lain.

“You know,” katanya, “I would never forget somebody like you.”
“Oh sure. I will never forget you too.”

Emang sih biasanya beliau rada sastrawi bahasanya. Cuman tumben pakai acara rada muji segala.

“Sekali-sekali pingin nonton juga lho. Temenin yuk.”
“Tapi malem ya, soalnya saya siang harus kerja.”
“Iya, saya juga. Jadi malam minggu aja yuk.”

Trus kita menentukan tempat dan filmnya. Dan akhirnya …

“Koen, Mas Didit diajak juga deh. Pasti suka juga nonton film itu.”

Akhirnya :) teka-tekinya agak terjawab.

Yeah, abis itu aku nelepon Mas Didit. Mas Didit, di luar dugaan mau diajak nonton. Dan jadilah malam Minggu itu aku jemput si Mbak, terus jemput si Mas, terus jadi nyamuk yang baik.

Mereka akhirnya jadian beneran kok (ini ulah Ziggyt juga yang nggak sengaja memperkenalkan mereka). Duh, kalau mereka pada baca catatan ini, pada ketawa apa jadi pada musuhin ya. Yang jelas, aku udah memegang janji. Aku nggak akan melupakan peristiwa bersejarah ini.

Mengeset

Cerita dari zaman LEN lagi. Seorang senior, tahu bahwa aku suka nulis artikel, datang sambil membawa draft laporan.

“Koen, Bahasa yang baku itu mengeset atau menset?”
“Gimana kalau diubah jadi menyetel aja, Pak?”
“Oh, iya ya.”

Trus beliau berlalu. Nggak lama beliau balik lagi.

“Satu lagi, yang enak itu mengetest atau mentest?”
“Enaknya menguji aja deh Pak ?”
“Oh iya ya.”

Beliau berlalu lagi. Kalau nantinya beliau balik lagi nanya mengecek atau mencek, aku udah siap bilang memeriksa.

Kanan, Kiri, Ziggyt

Cerita tentang Ziggyt kurang lengkap kalau nggak nyebut soal kiri kanan. Kita suka berkelana bermotor, aku pegang setir, dan Ziggyt jadi navigator, soalnya dia feelingnya bagus.

Waktu itu kita ke daerah selatan Malang. Melayat ortunya teman, di kota kecil di selatan Malang (Turen? Kepanjen? Ada lagi deh, lupa nama tempatnya). Cuaca sangat buruk, sampai truk beberapa meter di depan nggak keliatan. Basahnya nggak usah diceritain. Motor sempat masuk got setinggi lutut. Abis itu baik gas maupun rem jadi dysfunctional.

Aku harus konsentrasi ke jalan licin, mata yang basah kena air hujan, dan rem yang nggak nurut. Jadi navigasi sepenuhnya nurut Ziggyt. Di daerah Gondanglegi, Ziggyt teriak: Ke kiri! Aku belok kiri. Ziggyt teriak lagi, Bukan kiri yang ini, kiri yang satunya. Itu sih namanya kanan, bukan kiri satunya.

Soal kiri kanan ini berkepanjangan. Kalau ngebahas layout program, kita suka rame gara-gara soal kiri kanan. Ziggyt selalu menutup dengan cerdik, Kirinya kita apa kirinya monitor?

Abis kita lulus, dan jadi tentara, Ziggyt masih juga bikin ulah. Hari pertama, kita belajar baris. Dan abis aba-aba Tiga langkah ke kanan Ziggyt menimpali dengan cuek sekali, Ke kanannya siapa?

Yani

Proyek buat skripsi dilaksanakan di LEN Bandung. Tapi nulis skripsinya di Malang. Dengan notebook putih dan imut bermerk Tandon, 486DX-50. Yani suka mau ikutan dipangku, ikutan ngetik skripsi. Mungkin maunya bikin hasil karya berdua. Tapi aku simpan teks dari Yani di file terpisah. Abisan isinya semacam “Kemarin Yani ke Gramedia”. Nggak nyambung donk sama radio-telephone network.

Waktu rasanya segala tantangan itu sudah lebih besar dari kemampuan diri, Yani memamerkan majalahnya. Apa ya. “Aku Anak Saleh” kali ya :). Yang ada Cici dan Koko itu lho. Dan di halaman sampul dalam ada QS Ad-Dhuha.

Demi pagi yang cerah. Dan demi malam yang kelam. Rabb-mu tidak pernah meninggalkanmu. Tidak pernah pula membencimu. Akhir niscaya lebih baik daripada awal. Dan Rabb-mu mengaruniaimu sehingga kamu ridha.

Dan seterusnya.

Kayaknya Yani memang selalu bisa bikin dunia ini lebih indah. Hehe, udah gede anaknya sekarang. Udah berani ngisi guestbook websiteku, sambil ngece-ngece pula. Awass kalo aku pulang. Harus siap-siap dijewer.

Rehat

Ternyata kelelahan di badan tidak cukup terdeteksi oleh kesadaran. Cuman rasanya komunikasi jadi penuh distorsi. Dan waktu akhirnya badan berhasil diistirahatkan, istirahatnya jadi cukup lama. Dan pagi ini bisa lagi merasakan cuaca Coventry yang masih hangat (compared to that nice city). Sofyan malah udah ngantor lagi. Eudora menarik mail dari 5 mailbox. Ratusan mail masuk. Hmmm. Kayaknya aku harus unsub dulu dari beberapa milis. Nggak sempat baca juga. Mendingan bekerja lebih cepat untuk thesis.

v f p

Tahun-tahun sebelum LEN, kita jadi asisten Pak Bambang di Lab Elektronika. Dan masih hobby saling ngerjain juga. Aku juga lupa, kita lagi test apa sih di lab. Trus Ziggyt minta nilai v diubah. Aku naikin amplitudonya. Trus kata Ziggyt, bukan f tapi v. Aku jadi bingung, v bukannya tegangan ?

Ziggyt bilang lagi: bukan v yang itu, tapi v yang fase. Oh my. Itu mah p, bukan f dan v. Persinyalan real cuman punya tiga besaran: v (voltage), f (frequency), dan p (phase). Dan kalau ngikutin stylenya Ziggyt, tiga-tiganya bisa dinamai v. Mestinya namanya diganti jadi v, v satunya, dan v yang satunya lagi.
Memang, kerja tanpa Ziggyt jadi nggak seru …

Memutar VR

Tahun 1993, LEN. Aku dan Ziggyt lagi testing jaringan telepon radio kami. Biasanya kita simulasi perangkat masing-masing, tapi hari itu kita coba koneksikan perangkat kami. Mas Didit jadi pengamat. Kayaknya sih semuanya lancar. Agak. Ada trouble dikit di perangkat sentral.

Aku baca lagi kode assembly di mikrokontrolernya. Nggak ada algoritma yang salah. Kayaknya beberapa variabel di timing bisa dicoba diubah. Aku ganti-ganti aja angkanya, dengan catatan. Dicoba lagi, jalan.

Mas Didit nanya, “Apa tadi yang diganti?”.
“Angkanya aja, Mas.”
“Koen, mikrokontroler itu isinya angka semua. Jadi angka mana yang tadi diganti?”
Dih, kena deh :).

Tapi Ziggyt kurang puas dengan kualitas suaranya. Jadi dia ambil obeng, terus unit pelanggan diutak-atik. Dicoba lagi, sekarang semuanya sempurna.

Mas Didit nanya lagi, “Apa tadi yang diputar?”
Dan Ziggyt menjawab dengan valid sekali “VR-nya aja kok, Mas.”
Kali ini Mas Didit kehilangan kesabarannya. “Saya juga tahu, yang diputar itu VR. Mana ada IC diputar ? Jadi VR yang mana yang diputar ?”

Satu sama deh.

Holografi Semesta

David Bohm lebih jauh menjajaki teori de Broglie. Gelombang pilot itu, katanya, bergabungan satu dengan yang lain. Dengan kata lain, bukan hanya sepasang foton dan sepasang elektron-positron yang memiliki hubungan, tapi seluruh partikel dan energi di semesta. Tapi Bohm tidak berhenti di sana. Semesta, lanjutnya kemudian, berisi hanya gelombang-gelombang yang bertumpukan. Semuanya membentuk satu kesatuan. Riak-riak itu tampak seperti partikel dan energi lokal, tapi sebenarnya mereka (kita) semua adalah satu kesatuan dalam arti fisik. Setiap partikel mengerti posisi dan kondisi semua partikel lain di dalam semesta.

Jika suatu partikel diamati (dengan partikel lain, misalnya foton), maka ada usikan pada gelombang pilot, dan usikan ini mempengaruhi kondisi partikel-partikel lain bahkan dalam jarak berapa pun. Tidak perlu ada yang kolaps. Hanya satu perubahan mengubah banyak hal lain. Dan (ini dia), biarpun partikel dan lain-lain bersifat lokal (artinya mengikuti kaidah Einstein), si gelombang pilot tidak harus bersifat lokal.

Bohm kemudian membandingkan semesta dengan holografi. Setiap sel sebenarnya memiliki sebagian info dari setiap titik lain di dalam semesta, biarpun tidak lengkap.

BTW, ini soal fisika loh. Nggak ada hubungannya dengan alam ghaib. Juga
nggak ada hubungannya dengan yang “ada di sini tapi juga ada di mana-mana”.
Memang kemudian Bohm juga membahas soal itu juga. Tapi dia bilang, ini
memerlukan sebuah hidden variable lagi di bawah hidden variable itu :).

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorĂ©nUp ↑