Category: Book (Page 1 of 10)

Citadelle

« L’homme ne vit pas de liberté, mais de la signification de la liberté. » — Hal yang terpenting dari kebebasan, seberapapun terbatasnya, adalah makna besar yang dapat kita ciptakan dan kerjakan dengan dengan kebebasan itu.

Dengan teks itu, Antoine de Saint-Exupéry menghantam jantung ilusi zaman modern tentang kebebasan yang diperoleh seolah hanya sebagai kebesaran. Kebebasan justru menguakkan ruang kosong yang menuntut pengisian dengan nilai, pengorbanan, dan keberanian untuk hidup demi sesuatu yang lebih tinggi dari diri sendiri. Dan ruang ini, Citadelle dituliskan — bukan sebagai manifesto politik atau risalah filsafat, melainkan refleksi manusia yang berusaha mendirikan makna.

Risalah ini ditulis dalam bentuk catatan-catatan pribadi yang berserak. Citadelle adalah teks yang belum selesai, namun justru karenanya ia menjadi refleksi yang hidup dan bergerak — belum dibekukan oleh kerangka dan metode. Setelah Saint-Exupéry gugur dalam misi pengintaian pada 31 Juli 1944, fragmen-fragmen ini disusun dan diterbitkan secara anumerta pada 1948. Dalam bahasa Inggris, buku ini diterjemahkan dengan judul The Wisdom of the Sands.

Buku ini disuarakan dari seorang pangeran tua yang merenungi tugas, iman, penderitaan, dan martabat manusia, berbicara kepada generasi yang haus arah tetapi kehilangan sandaran. Pangeran, memandang kepemimpinan bukan sebagai penatakelolaan masyarakat. Kepemimpinan adalah soal mendirikan peradaban. Peradaban dibentuk melalui penanaman makna dalam kehidupan bersama. Masyarakat dibentuk melalui keteladanan dan ruang narasi.

Mengapa ruang narasi? Tanpa makna kolektif, masyarakat hanyut dalam kehampaan. Narasi, simbol, artefaks, bukanlah sekedar lambang dan warisan, melainkan menjadi struktur spiritual yang menyatukan manusia, dan menjadi nilai bersama yang mengikat bahkan antar generasi.

Namun proses spiritual sebagai pewujudan nilai justru dilakukan dalam bentuk kerja keras, kerja yang berat, serta dan disiplin, karena dengan itu setiap manusia, setiap individu, dapat menemukan dirinya sendiri. Melalui rasa sakit yang bersifat personal, nilai dan martabat manusia dibentuk, ditegakkan, dan dinilai oleh dirinya sendiri.

Kebebasan, baik secara sistem, kolektif, maupun individual, adalah nilai yang sanagt berharga, sehingga tidak mungkin dihancurkan nilainya dengan kesiasiaan. Kebebasan adalah kemampuan untuk mewujudkan nilai yang lebih tinggi, dan terus menerus diwujudkan dalam bentuk nilai yang lebih tinggi lagi. Maka puncak dari semua ini adalah panggilan untuk mendirikan makna. Dunia tidak hadir begitu saja — ia dibentuk oleh tindakan yang penuh keyakinan dan pengorbanan.

Benteng sejati (citadelle) tidak dibentuk dari batu atau senjata, atau gedung megah dan struktur organisasi yang kuat, tetapi dunia makna yang diciptakan dan ditegakkan didirikan di tengah kekosongan dan keterbatasan.

Lalu, soalan gurun pasir ini mengingatkan kita pada karya lain Saint-Exupéry. Tentu saja Si Pangeran Kecil, yang di tengah gurun, tanpa berputus asa, mendadak berujar: «Ce qui embellit le désert, c’est qu’il cache un puits quelque part.» — Yang menarik dari gurun yang luas ini adalah karena ia menyembunyikan sumur di suatu tempat. Di dunia yang keras, gersang, tak berarah, selalu ada sumur makna yang tersembunyi, menanti digali dengan komitmen, kerja keras, pengorbanan, dan kepemimpinan yang sejati.

Signals & Boundaries

Buku unik dari John Holland, Signals & Boundaries, memberikan perspektif yang lebih intuitif pada CAS (sistem adaptif kompleks), yaitu dengan menunjukkan bagaimana emergence justru dihasilkan dari interaksi yang bersifat lokal. Menurut Holland, sinyal (yang membawa informasi) dan batas (yang mendefinisikan dan melindungi elemen di dalam sistem) memiliki peran utama dalam pembentukan dan perubahan complex sistem (sistem kompleks). Perspektif ini dapat memudahkan kita memahami bagaimana interaksi lokal yang sederhana dapat menghasilkan pola global yang kompleks.

Pengaruh pandangan ini cukup luas pada komunitas complexity theory, termasuk para akademisi di SFI. Mereka memadukan gagasan Holland ke dalam kerangka yang lebih luas tentang teori jaringan dan modularitas, serta menjembatani model adaptasi yang ada sebelumnya dengan pendekatan komputasional yang lebih modern. Dengan menekankan peran komunikasi melalui sinyal dan pembentukan struktur melalui batas, Holland memberikan konsep praktis untuk analisis dinamika ekosistem, platform teknologi, dan jaringan sosial.

Kekuatan Holland terletak pada ketegasannya menggambarkan bagaimana interaksi lokal dapat menghasilkan emergence pada complex system. Elemen dalam sistem yang berinteraksi akan saling bertukar sinyal, yang berfungsi sebagai feedback loop, yang kemudian akan mendorong adaptasi perilaku serta mempengaruhi elemen di sekitarnya. Batas (boundary) memastikan struktur tetap terjaga dengan isolasi interaksi tertentu dari derau eksternal, sehingga memungkinkan subsistem berkembang secara independen namun tetap terhubung. Keseimbangan antara isolasi dan keterhubungan inilah yang mendorong munculnya pola-pola baru dan adaptasi dalam sistem kompleks, yang mewujud dalam emergence.

Tentunya terdapat kritik juga atas gagasan bahwa kompleksitas secara umum dihasilkan dari interaksi lokal. Fokus eksklusif pada proses bottom-up semacam ini dikhawatirkan dapat mengabaikan peran pengaruh global dan kausalitas top-down. Dalam banyak sistem, batasan yang bersifat menyeluruh, faktor lingkungan, dan dinamika kolektif dapat membentuk pola dan perilaku yang tidak bisa dijelaskan hanya melalui interaksi lokal. Fenomena emergence dinilai dapat juga dipengaruhi kekuatan global.

Lebih ekstrim dari ini, terdapat sudut pandang “strong emergence” yang berpendapat bahwa ada sifat-sifat sistem yang muncul di tingkat makro yang secara mendasar tidak dapat direduksi atau diprediksi dari interaksi komponen dasarnya. Dalam perspektif ini, interaksi lokal belum dianggap dapat menjelaskan fenomena kompleks yang muncul, sehingga ada karakteristik menyeluruh yang memerlukan pendekatan konseptual tersendiri.

Menarik andai dapat dikembangkan model yang menggabungkan interaksi tingkat mikro dengan struktur tingkat makro. Terdapat konsensus di antara peneliti bahwa pendekatan ganda — integrasi perspektif lokal dan global — dapat menjadi kunci memahami kompleksitas secara menyeluruh. Teori network dan dinamika sistem misalnya, menyoroti pentingnya korelasi jarak jauh dan global feedback loop yang melengkapi interaksi lokal. Pendekatan terpadu ini mengakui bahwa meskipun sinyal dan batas sangat penting, interaksi sistemik yang lebih luas juga berperan penting dalam memicu adaptasi dan self-organisation.

Perspektif atas sinyal dan batas dari Holland tentunya tetap merupakan kontribusi yang sangat berpengaruh dalam complexity science, termasuk peluangnya untuk mengenali dan mengembangkan penerapan CAS di berbagai bidang, melalui interaksi terdesentralisasi di tingkat lokal untuk menghasilkan emergence. Namun penting juga untuk menselaraskannya dengan perspektif yang berbeda, termasuk strong emergence dan pengaruh global, agar kita dapat memahami kompleksitas dari kompleksitas (hahaha) secara lebih utuh, termsauk dengan mendorong inovasi dalam cara memodelkan dan mengelola complex system di dunia nyata.

Karakalpakstan (Қарақалпақстан)

Menariknya mengkoleksi hampir 400 buku Pangeran Kecil dalam berbagai bahasa adalah bahwa kita jadi punya sekian ratus bahasa dalam satu rak buku yang kian mirip menara babel. Mengkatalogkannya pun memerlukan dua web: LEPETITPRINCE.ID dalam bentuk peta negara, dan PANGERANKECIL.COM dalam taksonomi rumpun bahasa.

Site lepetitprince.id

Di web kedua ini, bahasa disenaraikan secara luwes: mengikuti hasil riset berbagai linguist yang tentu masih sering beda pendapat, hingga mengikuti kemudahan penyusunan nan pragmatis nian. Hikmah dari penyusunan model rumpun bahasa ini: kita lebih memahami posisi dan keunikan setiap bahasa (i.e. juga setiap buku), plus memahami bahasa apa yang belum masuk koleksi. Misalnya, rumpun Uralo-Siberia yang sebelumnya berisi bahasa Finlandia dan Hungaria; lalu bertambah dengan bahasa-bahasa sekitar Karelia, Estonia, dan Sami; kini menyebar ke bahasa-bahasa Mari, Mordvinik, Komi, Udmurt; yang akhirnya jadi secara hipotetik dapat disambungkan ke Chukchi-Koryak dan bahkan Aleut hingga Greenland — membentuk bahasa lingkar Kutub Utara. Sedikit ke selatan, rumpun bahasa Turki berisi bahasa yang kita kenal dan tidak kita kenal. Rumpun Kipchak misalnya, terdiri atas Kumik, Tatar, Bashkir, etc di Russia; lalu ke selatan ke negeri Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Karakalpakstan. Kazakh, ada di rak. Kyrgyz, ada. Karakalpak?


Memang terdapat beberapa negeri yang banyak warga dunia bahkan baru sadar keberadaannya. Karakalpakstan ini satu contoh. Lokasinya di wilayah yang dulu bagian dari Khawarizmi (bukan Khorasan), yang tentu mengingatkan pada nama Muhammad Al-Khawarizmi (pencipta aljabar yang namanya diabadikan sebagai algoritma, logaritma, dll). Ilmuwan Al-Biruni juga berasal dari kawasan ini. Wilayah ini sempat diduduki Kekaisaran Mongol yang wilayahnya multibenua itu. Saat Kekaisaran Mongol terpecah, kawasan ini menjadi batas dari pecahan Golden Horde dan Kekaisaran Timur (di timur). Berabad berlalu, wilayah ini menjadi batas budaya Kipchak dan Karluk. Revolusi Bolshevik nun jauh di utara menyebar cepat ke wilayah ini. Kawasan ini menjadi bagian dari Uni Soviet. Terbentuk Turkmen SSR, Kazakh SSR, Uzbek SSR, dan Karakalpak ASSR. Karakalpak ASSR mula-mula ditempatkan di dalam Kazakh SSR, kemudian masuk ke Russia SFSR, dan terakhir ke Uzbek SSR. Saat Uni Soviet bubar, Uzbekistan menjadi republik yang berdaulat. Karakalpakstan (Қарақалпақстан) pun menjadi sebuah republik yang memiliki kedaulatan di dalam negeri, beribu kota di Nukus (Нүкіс / Нөкис). Wilayah Karakalpakstan berada di bagian barat Uzbekistan, termasuk di kawasan Danau Aral.

Penasaran dengan negara ini, aku eksplorasi ke beberapa komunitas online. Salah satunya adalah di sebuah Telegram Group, tempat sekumpulan anak muda Karakalpak berdiskusi seru dengan bahasa mereka. Menariknya, mereka menggunakan aksara campuran antara latin dan cyrillic. Sama sekali tak paham bahasa mereka, aku coba search beberapa kata kunci. Tampak anak muda bernama Moldir Purkhanova menulis panjang tentang Кишкене Шаҳзада (Kishkene Shahzada, bahasa Karakalpak untuk Pangeran Kecil). Khawatir kurang pas berbincang di group dengan bahasa Inggris, aku kontak Moldir via jalur pribadi.

Moldir ini typical anak muda yang cerdas, baik hati, dan curious. Dia memverifikasi dulu, gerangan apakah ada orang asing dari negara entah di mana mendadak menghubungi dan menanyakan perihal buku yang random nian. Tapi dia segera sadar bahwa ini misi menarik. Jadi dia ajak rekannya, Jetes Dawletbaev, untuk membantuku mencari Kishkene Shahzada. Moldir & Jetes mencari ke toko-toko buku di Nukus, tapi buku itu tak mudah ditemukan. Mereka pantang menyerah. Dari salah satu toko buku, mereka mendapati kontak penerjemahnya: Gulnara Ibragimova. Maka datanglah mereka ke rumah Gulnara. Gulnara pun sangat baik hati. Dia bersedia memberikan dua buku: satu dalam aksara latin, dan satu dalam aksara cyrillic. Moldir & Jetes mengirim dua buku ini ke Indonesia, yang telah ditandatangani Gulnara; ditambahi dengan kamus Karakalpak, satu kopiah Karakalpak, dan foto mereka berdua.

Jetes dan Moldir

Aku terima buku ajaib ini sekitar bulan September lalu. Dan aku kirim fotoku bawa buku ini sebagai tanda terima dan tanda terima kasih ke mereka. BTW, bahasa Karakalpak untuk terima kasih adalah Rahmat (yang kalau diterjemahkan sebagai bahasa Arab ke Indonesia, tentu artinya adalah: Kasih). Mirip orang Indonesia, kan? Kasih yaaaa. Komunikasi dengan Moldir sangat mudah, karena ia sangat cerdas dan pandai berbahasa asing — sebagai mahasiswi jurusan bahasa di NMPI. Dan bicara tentang bahasa, Karakalpak berarti topi hitam. Ingat topi karakul yang aku beli beberapa tahun lalu.

Foto Jetes & Moldir dipegang Koen

Jetes adalah mahasiswa jurusan hukum, dan ia sangat mencintai negeri dan budaya Karakalpak. Jadi ia bangga karena ada orang asing mau bersusah payah mencari buku dalam bahasa Karakalpak. Fotoku dipasangnya di Telegram Group.

This image has an empty alt attribute; its file name is image.png
Foto Koen di acara Zakovat

Sebagai efeknya, aku dapat kawan baru lagi. Svetlana Jalmenova mengirimkan fotoku ke acara TV Zakovat yang dia sebut sebagai intellectual game, dan dipilih sebagai best question. Sekumpulan peserta melihat fotoku berpeci hitam dan harus menebak apa yang terjadi. Jawaban mereka cukup mendekati benar. Versi terjemahan Svetlana, mereka sempat menyebut: Kun-zorro mencari penerjemah buku itu, dan mengunjungi museum, karena ada fotonya, dll dll. Namun kesimpulan akhir mereka: Kun-zorro suka mengumpulkan berbagai terjemahan asing, dan mengumpulan buku ini, dan mendapatkan buku dengan tanda tangan penerjemah. Luar biasa, dan mereka dapat hadiah.

Gulnara Ibragimova

Efek lain, Gulnara pun diinterview TV setempat. Dan dalam interview ini, dia ajak juga Jetes dan Moldir untuk turut diinterview menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan orang yang berusaha menyelami bahasa dan budaya mereka.

Moldir Purkhanova

Itu hal yang sangat esensial sebagai bagian dari mengkoleksi buku Pangeran Kecil. Saat ke Lausanne, aku diantar jalan Jean-Marc Probst keliling Danau Geneva. Kita berbincang jauh tentang berbagai budaya serta bagaimana perbedaan budaya diinteraksikan. Mendalami hal-hal semacam ini menjadi keniscayaan saat kita mengenali keunikan berbagai budaya; dan membuat kita makin mencintai kemanusiaan secara universal.

Squirrel Inc

Salah satu buku paling menarik yang membahas storytelling adalah Squirrel Inc, yang ditulis Stephen Denning, diterbitkan sekitar tahun 2004. Buku ini menjelaskan pemanfaatan storytelling untuk mengkomunikasikan gagasan transformasi perusahaan. Namun penjelasan dilakukan dengan storytelling. Pusat cerita adalah Diana, seekor tupai yang tengah memimpin transformasi di perusahaannya, Squirrel Inc. Perusahaan ini telah memimpin pasar di industri kacang; namun kini menghadapi tantangan baru: pasar berubah, pelanggan dengan kebutuhan berbeda, dan pesaing yang inovatif.

Budaya perusahaan masih kaku dan konservatif. Eksekutif dan karyawan cenderung menolak perubahan, terlalu nyaman dengan cara kerja lama yang sebelumnya sukses. Diana merasa frustasi karena ide-ide inovatifnya selalu dihambat, terutama oleh sikap defensif dari para pemimpin senior yang enggan keluar dari zona nyaman mereka.

Diana meniggalkan perusahaan untuk memahami bagaimana memimpin perubahan secara efektif. Dalam perjalanan ini, Diana bertemu dengan seorang bartender di sebuah kedai nektar setempat. Bartender ini, yang seolah menjadi mentor informal Diana, mengajarinya tentang kekuatan storytelling sebagai alat menggerakkan hati dan pikiran orang-orang. Fakta dan data tidak cukup untuk menginspirasi perubahan. Orang-orang perlu memahami mengapa perubahan diperlukan, dan itu dapat dilakukan dengan menyampaikan cerita yang relevan dan bermakna. Cerita bisa menjadi alat yang kuat untuk mengatasi resistensi, menciptakan visi bersama, dan memotivasi orang untuk bertindak.

Dalam pertemuan-pertemuan berikutnya dengan bartender, Diana diajari beberapa jenis cerita penting yang dapat membantu memimpin perubahan:

  • Cerita tentang Masa Depan: Untuk menciptakan perubahan, seorang pemimpin perlu menceritakan kisah yang menggambarkan visi masa depan yang diinginkan. Visi ini harus inspirational namun realistis.
  • Cerita tentang Pelajaran dari Kegagalan: Cerita kegagalan dapat digunakan untuk menunjukkan apa yang tidak boleh diulangi dan untuk membangun rasa urgensi tanpa menyalahkan siapa pun.
  • Cerita tentang Transformasi: Diana diajarkan bagaimana menggambarkan perjalanan perubahan, menunjukkan bahwa meskipun sulit, perubahan dapat membawa hasil yang luar biasa.

Dengan keterampilan baru ini, Diana kembali ke Squirrel Inc. Alih-alih menggunakan pendekatan tradisional dengan data dan argumen logis, dia mulai menyampaikan berbagai cerita kepada rekan-rekannya. Salah satu cerita yang dia sampaikan adalah tentang seekor tupai muda yang meninggalkan perusahaan karena merasa idenya tidak didengar. Dengan cerita ini, Diana berhasil menyentuh hati banyak karyawan dan menunjukkan bahwa perusahaan harus berubah untuk menarik dan mempertahankan bakat-bakat muda.

Diana juga menggunakan cerita untuk menggambarkan masa depan Squirrel Inc. dimana perusahaan tidak hanya bertahan tetapi juga memimpin pasar dengan inovasi. Dia menggambarkan bagaimana kolaborasi antara tim, ide-ide segar, dan teknologi baru dapat menciptakan lingkungan yang lebih dinamis dan menguntungkan bagi semua orang.

Diana perlahan mulai memenangkan hati para pemimpin senior dan karyawan lainnya. Perusahaan membuka diri terhadap inovasi, memperbaiki budayanya, dan beradaptasi dengan tuntutan pasar. Cerita-cerita Diana tidak hanya memberikan inspirasi tetapi juga menciptakan rasa keterlibatan yang lebih besar di antara karyawan. Mereka merasa menjadi bagian dari perjalanan transformasi, bukan hanya sebagai pelaksana, tetapi juga sebagai kontributor aktif. Transformasi yang dipimpin Diana berhasil. Squirrel Inc. tidak hanya mampu bertahan tetapi juga berkembang di pasar yang berubah dengan cepat. Perusahaan menemukan kembali relevansinya dengan inovasi dan perbaikan budaya.

Buku ini ditutup dengan refleksi Diana tentang pelajaran yang dia dapatkan. Dia memahami bahwa storytelling bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga jembatan untuk menghubungkan ide dengan emosi, fakta dengan visi, dan pemimpin dengan timnya.

Narasi dan Storytelling

Penceritaan, narasi, atau storytelling merupakan cara yang sangat alami untuk memahami dan menjelaskan berbagai konsep. Sebagai model acuan mental, cerita menstrukturkan cara manusia menyusun, mengaitkan, dan mengingat informasi. Cerita mengandung alur, tokoh, dan konteks dalam kerangkat terstruktur, memungkinkan manusia mengolah informasi kompleks menjadi pola yang lebih mudah dipahami. Cerita dapat mentransformasikan ide-ide abstrak menjadi sesuatu yang konkret, menciptakan hubungan emosional dan kognitif antara pendengar atau pembaca dengan gagasan yang disampaikan.

Di tingkat personal, cerita memiliki hubungan langsung dengan model mental seseorang. Keterkaitan logis dan emosional dalam cerita memungkinkan kita memproses kondisi rumit dengan lebih baik. Unsur dalam cerita yang dipadukan dengan emosi, gambaran mental, dan konteks yang relevan, akan membantu membentuk konsep yang lebih kokoh dalam memori jangka panjang.

Di masyarakat, cerita merupakan media untuk menyampaikan wawasan budaya, tradisi, dan nilai-nilai. Cerita juga membantu menjaga kesinambungan identitas budaya, mengajarkan norma sosial, dan memperkuat rasa kebersamaan. Wawasan budaya yang tersampaikan melalui cerita juga memperkuat ikatan dalam komunitas serta menciptakan kesadaran kolektif yang lebih mendalam.

Cerita dimanfaatkan secara luas dalam berbagai bidang. Di komunitas, cerita digunakan untuk menyebarkan pengetahuan secara efektif, baik dalam bentuk tradisional seperti folklore maupun melalui media modern. Di ranah intelektual, cerita menjadi alat untuk menghimpun dan melembagakan pengetahuan sebagai bagian dari intellectual capital. Dengan menstrukturkan pengetahuan dalam bentuk narasi, cerita membantu organisasi atau komunitas menciptakan aset pengetahuan yang dapat diwariskan dan diakses lintas generasi. Dalam pendidikan, cerita memainkan peran penting dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran: siswa dapat lebih mudah memahami materi pelajaran, mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, dan membangun pemahaman yang lebih mendalam.

Menariknya, cerita tidak selalu harus diingat secara rinci. Dalam banyak kasus, elemen kunci dari cerita, yang terekam sebagai priming memory, dapat memicu akses ke memori sadar di saat-saat tertentu. Misalnya, sebuah cerita tentang keberanian dapat memunculkan pola pemikiran atau tindakan tertentu saat seseorang menghadapi situasi sulit. Dengan demikian, cerita tidak hanya berfungsi sebagai media pengajaran tetapi juga sebagai pemandu bawah sadar yang membentuk cara seseorang bertindak dan bereaksi dalam kehidupan sehari-hari.

Di atas ini beberapa buku yang menggunakan pendekatan storytelling untuk menyampaikan gagasan atau wawasan secara menarik. Sebagai contoh tambahan, kitab suci pun tidak disusun dalam bentuk pasal-pasal, melainkan melalui rangkaian cerita yang sarat makna, yang mampu memotivasi dan membimbing manusia. Perubahan dalam masyarakat lebih mungkin terjadi melalui wacana yang disampaikan dalam bentuk cerita, narasi historis, dan simbol-simbol, daripada melalui proposisi logis semata.

Buku Favorit 2014

Menjelang tutup tahun, kita coba review beberapa buku yang kita baca tahun ini. Mungkin tahun ini memang terlalu banyak diisi kegiatan ekstra padat yang bahkan membuat tahun-tahun sibuk sebelumnya tampak penuh keleluasaan; dan buku-buku yang dibaca pun jadi berkait dengan kegiatan-kegiatan yang menarik ini.

Book-The-InnovatorsThe Innovators, adalah kisah tentang para genius yang menciptakan dunia informasi seperti yang kita kenal saat ini. Walter Isaacson (yang sebelumnya menulis tentang Steve Jobs dan Albert Einstein) bercerita tentang inovasi bukan hanya sebagai proses yang terkontrol; melainkan sesuatu yang dibentuk dengan latar belakang kepribadian, tekad, gagasan yang luar biasa, kerjasama yang menarik dari pribadi yang sungguh beraneka atau bertolak belakang, dan lompatan-lompatan kreatif. Ada Lovelace misalnya, digambarkan bukan sebagai putri yang dibesar-besarkan sebagai programmer, melainkan dirinci sejak ibunya menjauhkan dia dari urusan seni dan membuatnya menyukai pikiran kreatif yang logis, pergaulannya dengan para hacker masa itu, dan seterusnya. Lalu kita dibawa ke nama-nama revolusioner seperti Vannevar Bush, Alan Turing, John von Neumann, Doug Engelbart, Robert Noyce, Bill Gates, Steve Wozniak, Steve Jobs, Tim Berners-Lee, hingga Larry Page. Intinya bukan nama-nama besar ini, melainkan penggalian yang seksama untuk memungkinkan kita menjadi inovator-inovator kelas dunia berikutnya.

Book-Smart-CitiesSmart Cities. Buku ini memang dibeli setelah mendalami banyak paper IEEE tentang pengembangan smart cities. Pertama, kenapa kita malah berfokus ke kota? Secara pragmatis, menata kota adalah menata peradaban. Bumi justru mungkin bisa lebih hijau saat manusia dikumpulkan dalam ruang dengan efisiensi sumberdaya yang tinggi, dengan kolaborasi yang sangat mudah dan massive, dan optimisasi pada gagasan-gagasan hijau. Tapi ini hanya mungkin terjadi saat kota ditata dengan daya informatika yang menyeluruh. Persoalannya bukan hanya soal akses internet di layer infrastruktur, platform, aplikasi, konten; tetapi bagaimana budaya dan gaya hidup mulai diarahkan. Apa yang mungkin bisa terjadi? Bagaimana ekses negatifnya? Bagaimana menjawab tantangan itu? Dan apakah pembentukan smart cities akhirnya benar-benar akan mengubah peradaban dunia demi masa depan bumi yang lebih baik? Konon, orang yang bernama Smith cenderung suka jadi ahli metal; orang bernama Dentist suka mengurusi gigi. Itu diakui Wiseman yang ternyata memang suka mencari kebijakan dalam hidup manusia secara ilmiah. Tapi apa itu sebabnya buku Smart Cities ini harus ditulis Anthony Townsend?

Book-Quantum-NetworkingQuantum Networking. Dari minggu-minggu awal kelahirannya, blog ini cukup sering membahas efek kuantum di sisi sains. Namun satu dekade kemudian, efek kuantum benar-benar mulai dapat diaplikasikan dalam dunia engineering, termasuk di sistem informasi. Quantum computing, quantum information, quantum networking. Di kuliah IEEE, aku sering menyebut tiga layer masa depan skala menengah: quantum networking, Internet of Things (termasuk big data), dan smart cities. Quantum networking memungkinkan terobosan informasi kapasitas tinggi dan kecepatan tinggi untuk masa depan. Segala pardigma informasi, sejak kalkulasi Shannon, persoalan enkripsi, sensitivitas, berubah sepenuhnya; dilengkapi hal-hal semacam teleportasi dan sistem distribusi yang saat ini belum terpikirkan aplikasinya. Buku mengenai quantum networking yang baik sangat sulit diperoleh. Aku beruntung sempat berkenalan dengan Prof Rod van Meter, seorang periset mutakhir di bidang ini di COMNETSAT, salah satu konferensi yang disponsori IEEE Indonesia Section. Beliau jenis ilmuwan yang rendah hati namun sangat inspirasional, serta mampu memaparkan quantum networking kepada para engineer secara jernih tanpa berbelit.

Book-QuietQuiet. Ada sih manusia yang memang cerewet, suka mendengarkan opera bising yang membunyikan hampir semua alat musik sekaligus, suka menggabungkan kegiatan berbagai komunitas, suka mempresentasikan gagasan yang belum mainstream ke kelompok orang serius tak dikenal. Dll. Tapi di tempatnya bekerja, ia dinyatakan cacat, tidak lulus ke dalam kelompok orang-orang penting akibat mendapatkan sertifikat “introvert akut” oleh para assessor (dua point di bawah standar yang diperkenankan perusahaan). Wkwkw, ada. Buku Susan Cain ini menyelamatkan orang-orang semacam itu dalam memilih: apa sih hal baik yang masih dapat dilakukan kaum introvert ini. Konon para introvertlah yang membentuk dunia: mengenalkan kita pada teori relativitas; bunga matahari Van Gogh — hmmm, ya, Van Gogh; komputer Apple, apalah. Tapi dunia yang nyata digerakkan oleh para ekstrovert yang secara alami menyusun kerjasama yang dinamis di dunia yang makin kompleks ini. Kaum introvert harus menyesuaikan diri. Bisa berhasil, namun dengan kelelahan psikologis yang lebih. Lalu bagaimana kaum introvert bisa memaksimalkan potensi dirinya? Aku yakin para introvert lebih suka membaca buku ini dalam heningnya, daripada membaca point-point di blog dalam keriuhan kota.

Book-La-FeteMilan Kundera bikin buku lagi. La Fête de l’Insignifiance. Belum terbit bahasa Inggris atau bahasa Indonesianya. Dan aku belum berhasil menamatkan buku ini juga. Tapi, coba kita seriusi hal ini: seriuskah dunia ini? Terpikirkah bahwa justru masalah paling serius harus dikaji secara tidak serius? Nikmati rayapan gelombang interaksinya, dan dengan demikian pahami hakikat pembentuknya. Rayakan hal-hal yang tidak penting! Mungkin ini bukan hal baru buat para pecinta Kundera. Buku sebelumnya, Kitab Lupa dan Gelak Tawa (Le Livre du Rire et de l’Oubli) memaparkan diskusi para penulis dunia bukan dengan cara yang elegan, namun justru dengan kekacauan yang menjemukan, dan dengan demikian menjelaskan dunia apa adanya. Buku Unbearable Lightness of Being (L’Insoutenable Légèreté de l’Être) memaksa kita merasakan bahwa hidup jadi beban justru karena ia ringan melayang; plus rangkaian pendefinisian kontekstual atas makna-makna dan simbol-simbol yang membuat kita mempertanyakan hal-hal yang kita anggap besar dan penting. Tapi ringan bukan berarti lucu. Lucukah saat kita menyadari bahwa rasa humor kita bersama sebenarnya tak menarik lagi? Apa coba?

Masih ada beberapa buku lagi. Bersambung ah. Jalan-jalan dulu membersihkan diri. Kamu sendiri, suka baca apa akhir-akhir ini?

Dessine-moi un Mouton

Gambarkan aku seekor domba! – pinta si pangeran kecil. Itulah awal jumpa Antoine de Saint-Exupéry sebagai pilot sebuah pesawat yang terdampar dengan si pangeran kecil di tengah Gurun Sahara, yang didokumentasikannya dalam buku Le Petit Prince.

Tak banyak dari kita yang mencoba menyelami, mengapakah gerangan permintaan pertama si pangeran kecil itu justru menggambar domba. Dessine moi un mouton!

Orang-orang yang mudah puas merasa telah menemukan penjelasan, karena pada bab awal, penulis menjelaskan bahwa saat ia kecil ia mencoba menggambar ular boa, tapi tak dipahami orang dewasa. Bahwa kemudian si pangeran kecil bisa memahami gambar sang pilot tanpa memerlukan banyak penjelasan, menjadi penjelasan bagi banyak pembaca bahwa si pangeran kecil memiliki pemahaman melintasi kekuatan persepsi orang dewasa yang pikirannya sudah banyak tertutupi angka-angka dan hal-hal remeh lainnya.

Padahal, jangan lupa, si pangeran kecil mengingatkan rahasia sang rubah kepada pembaca: Lihatlah dengan hati. Hal-hal yang penting justru tak tampak oleh mata.
Padahal, jangan lupa, sang pilot mengingatkan pembaca dari generasi sesudahnya sejak dari halaman pembuka: Mohon maaf, buku ini ditulis untuk orang yang sudah dewasa – sahabatku yang sedang kelaparan dan kedinginan di Perancis yang sedang dilanda perang.
Padahal, jangan lupa, si pangeran kecil menjelaskan, untuk apa ia memerlukan domba itu.

Baobab! Ia memerlukan si domba untuk makan tunas-tunas kecil. Tunas-tunas kecil, yang tampak lemah, bisa berkembang menjadi tanaman yang baik, atau tanaman yang merusak. Orang sering kali abai melihat tunas-tunas, yang sebenarnya mereka tahu bisa berbahaya. Mereka abai, sampai suatu hari sekumpulan baobab sudah menjadi terlalu besar, dan merusak planet-planet kecil, tanpa dapat diperbaiki lagi. Si pangeran kecil bahkan meminta sang pilot untuk secara khusus mengingatkan anak-anak tentang pentingnya ketelitian menyiangi tunas, dan mencegah tumbuhnya baobab. Ia bahkan merasa perlu membawa domba ke planetnya untuk mencegah baobab tumbuh.

Sebagai pilot, Antoine de Saint-Exupéry turut menjadi patriot yang bertempur dengan pesawat kecilnya, mempertahankan tanah air Perancis melawan fasisme Eropa masa itu. Adolf Hitler, Benito Mussolini, Francisco Franco, dan para diktator fasis lain tidak pernah betul-betul menyembunyikan tujuan dan strategi mereka. Hitler bahkan menuliskan cita-citanya yang kelam bagi kemanusiaan dalam buku Mein Kampf, sepuluh tahun sebelum Perang Dunia II. Pun terang-terangan ia mengangkat kemurnian ras. Pun terang-terangan ia mengancam lawan-lawan politiknya dari seluruh Eropa. Pun terang-terangan ia mengambil alih Austria dan Ceska. Tapi politisi Eropa dan dunia mengabaikannya. Lalu ia menduduki Polandia dengan mudah, dan tak ada lagi yang mampu menahannya, hingga Perancis jatuh.

Gambarkan aku seekor domba! – pinta si pangeran kecil. Gambarkan aku sesuatu yang mampu menahan tunas-tunas kekejian, kerusakan, kejahatan untuk tumbuh dan berkuasa. Dessine moi! Design me a system to avoid, to withstand, to overcome.

Tapi, tolong jaga, agar domba itu tak menganggu si bunga mawar merah. Domba itu tidak boleh mengganggu keindahan kreasi semesta. Domba itu sama sekali tidak boleh menjadi ancaman bagi kehidupan.

Akan sang bunga sendiri. Sadarkah ia bahwa si pangeran kecil mencoba menjaganya? Ia membalasnya dengan keangkuhan yang polos, dengan kebanggaan murni yang merepotkan.

Seperti akhirnya Exupéry harus meninggalkan negerinya yang jatuh ke tangan Nazi Jerman, si pangeran kecil juga memanfaatkan migrasi para burung untuk meninggalkan planetnya. Mencari jalan untuk melindungi semesta kecilnya. Namun yang ditemuinya hanya pemimpin negara dengan ilusi kekuasaan yang terkekang (lucunya, tetap sambil sepakat dengan Foucault bahwa kekuasaan itu tersebar dalam bentuk pengetahuan), para selebriti yang sibuk bermegah mengagumi diri sendiri, korporasi dunia yang memaksa mengejar angka yang jauh dari kenyataan real, para abdi negara yang sekedar menjalankan tugas hingga kelelahan tanpa menyadari apa tujuan tugasnya, serta orang-orang yang bahkan tak paham apa pun yang tengah terjadi di luar siklus hidupnya yang memusingkan.

Metafora dalam Le Petit Prince bukan berisi satu dua gagasan, ajakan, dan cerita saja. Di dalamnya tercakup juga biografi Exupéry sendiri, kecanggungannya sebagai seorang pelarian di dunia yang tak memahami ada hal genting di dunia lain, kenangannya pada adiknya yang meninggal, dan keinginannya untuk kembali ke medan perang melawan kaum fasis. Selesai menulis buku ini, Exupéry memberikan manuskrip kepada penerbit, lengkap dengan gambar-gambar indah yang dibuatnya dengan cat air sebagai ilustrasi cerita. Lalu ia kembali ke Eropa.

Tapi mengapa harus kembali? Menumbuhkan kebaikan bagi semesta bisa di mana saja. Si pangeran kecil terus teringat negerinya, bunganya. Bunga itu — être-en-soi —jauh lebih penting daripada ratusan lainnya, karena keterikatan yang dibentuk oleh komitmen darinya. Maka Exupéry kembali. Di sana ia minta diterima kembali sebagai pilot tempur melawan kaum fasis. Di akhir Juli, ia terbang dalam misi pengintaian untuk perebutan kawasan Perancis selatan.

Ia tak pernah kembali.

Ia hanya meninggalkan buku janggal, bukan tentang filsafat atau tentang esai atau tentang cerita yang menggugah, tetapi tentang seorang pangeran kecil yang janggal, masuk ke dunia yang janggal, berkomunikasi dengan cara yang janggal, dan mengirimkan pesan yang tak mudah dimengerti dunia. Bagaimana mungkin dunia mengerti? Di kepala mereka hanya ada delusi kekuasaan, kekaguman pada diri sendiri, target dan pencapaian bisnis, hidup yang berputar memabukkan, dan tugas-tugas yang harus diselesaikan. Les yeux sont aveugles. Il faut chercher avec le cœur. Bagi mereka, ia tak pernah kembali.

Tapi bagiku ia telah kembali.

Si Pangeran Kecil (Bab 17)

Ketika kita berusaha menjelaskan sesuatu secara sederhana, penjelasan kita malah akan bergeser jauh dari kenyataan yang sesungguhnya.

Tak tepat benar aku menggambarkan bumi sebagai panggung para penjaga lampu. Bagi yang belum mengenal bumi, mungkin penjelasanku justru menyesatkan.

Manusia hanya menempati tempat yang kecil di muka bumi. Jika dua miliar penduduk bumi berdiri berdempetan, seperti yang terjadi di pusat keramaian, maka semua manusia dapat ditempatkan dalam ruangan kotak berukuran dua puluh mil kali dua puluh mil. Seluruh umat manusia dapat ditempatkan pada sebuah pulau kecil di Samudera Pasifik.

Orang-orang dewasa takkan mempercayai kenyataan itu. Mereka yakin manusia perlu menempati ruangan yang sangat luas. Mereka menganggap dirinya mirip pohon baobab. Kita bisa saja minta mereka melakukan perhitungan sendiri. Mereka suka angka-angka, dan pasti mereka senang. Tapi jangan mau membuang waktu untuk pekerjaan tambahan ini. Sama sekali tidak perlu. Kamu cukup percaya padaku.

Demikianlah, maka ketika si pangeran kecil tiba di bumi, ia tertegun karena tak menjumpai seorangpun. Ia khawatir tiba di planet yang salah. Namun sebuah gulungan keemasan, dengan warna mirip sinar bulan, melintasi pasir.

“Selamat sore,” kata si pangeran kecil ramah.

“Selamat sore,” jawab si ular.

“Planet apa yang baru aku datangi ini?” tanya si pangeran kecil.

“Ini planet bumi. Ini benua Afrika,” jawab si ular.

“Jadi tidak ada manusia di bumi?”

“Ini gurun pasir. Tidak ada orang yang tinggal di gurun. Bumi ini besar sekali,” kata si ular.

Si pangeran kecil duduk di sebuah batu, menatap angkasa.

“Aku ingin tahu,” katanya, “Apakah semua bintang bercahaya di langit agar kita suatu hari dapat menemukan bintang kita sendiri. Lihat planetku. Tepat di atas kita. Tapi sejauh apa ia sekarang?”

“Cantik sekali,” kata si ular. “Apa yang membawamu kemari?”

“Aku mendapatkan masalah dengan bunga,” kata si pangeran kecil.

“Ah,” kata si ular. Mereka berdua terdiam.

“Di mana para manusia?” si pangeran kecil membuka percakapan lagi. “Sunyi sekali di gurun ini.”

“Lebih sunyi rasanya berada di kerumunan manusia,” jawab si ular. Si pangeran kecil menatapnya lama sekali.

“Kamu hewan yang lucu sekali,” katanya akhirnya, “Kamu tak lebih tebal dari jari.”

“Tapi aku lebih kuat daripada jari seorang raja,” kata si ular.

Si pangeran kecil tersenyum. “Tidak mungkin kamu kuat. Kamu bahkan tak punya kaki. Kamu tak bisa berjalan.”

“Aku bisa membawamu lebih jauh daripada semua jenis kapal,” kata si ular. Ia membelit betis si pangeran kecil, seperti sebuah gelang kaki. “Siapa pun kusentuh, aku mengirimkannya kembali bumi, dari mana saja ia berasal,” lanjut si ular, “Tapi kamu anak yang suci dan jujur. Dan kamu datang dari bintang.”

Si pangeran kecil tak menjawab.

“Kamu tampak rapuh di bumi yang penuh cadas ini,” kata si ular, “Aku dapat menolongmu, kapan saja, kalau kau rindu kembali ke asalmu. Aku dapat …”

“Aku paham semua perkataanmu,” kata si pangeran kecil, “Mengapa suka berteka-teki?”

“Aku bisa menyelesaikan semuanya,” kata si ular.

Keduanya kembali terdiam.

[Antoine de Saint-Exupéry, Le Petit Prince, #17]

The Phoenix Project

Payment system buat Qbaca mendadak tak berfungsi. Dan ini bukan kali pertama di tahun 2013 ini. Ada yang tampak tak bisa dimatchkan antara application developer dan platform manager. Aku coba melakukan mediasi, via mail, voice call, sampai akhirnya melakukan pertemuan fisik. Tapi, sambil terus melacak apa yang salah di Qbaca, weekend lalu aku jadi berkunjung ke Kindle. Mungkin kerna aku lekat pada nama Phoenix, atau aku sedang dalam tergalau urusan IT, Kindle merekomendasikan buku The Phoenix Project. Dan intuisiku mengharuskanku seketika beli buku itu. Cuma US$ 9.99, dia seketika terunduh ke Aifon.

Phoenix CoverSebuah novel umumnya tak dilabeli kata novel dalam judul atau subjudulnya. Tapi buku ini memang digayakan berbentuk novel, dengan kelincahan ketegangan dan keceriaan yang menarik. Bill Palmer, mendadak harus menghadap CEO, Steve Masters. Pagi itu CIO dan VP IT Operation dipecat. Steve merangkap posisi CIO, dan Bill harus jadi VP of IT Operation. Ini bukan tugas menarik. Perusahaan sedang berkinerja amat buruk. Auditor berseliweran. Media menyoroti dan menyebarkan kabar buruk nyaris tanpa klimaks. Tugas pertama Bill adalah memberesi sistem pembayaran gaji yang mendadak kehilangan seluruh data karyawan sebelum sore. Jika gagal, serikat karyawan memberontak, dan media menyerbu. Dalam investigasi, Bill menemui para direktur bawahannya dan para engineer. Bawahan Bill, yaitu bekas rekan sepantarannya, adalah Director of IT Service Support, Patty McKee; dan Director of Distributed Technology Operation, Wes Davis. Brent Geller, seorang engineer serba bisa, melihat catatan bahwa sistem gaji kacau saat upgrade SAN. Maka upgrade dikembalikan. SAN justru mati total, membawa kerusakan lebih parah. Bill mencari tahu perubahan apa yang dilakukan beberapa saat terakhir. Dari Information Security diperoleh info bahwa mereka melakukan perubahan pada data karyawan, yaitu melakukan tokenisasi pada SSN lalu menghapus field SSN yang dianggap tidak aman dan rawan audit. Sumber kesalahan dilakukan, tapi perbaikannya baru selesai malam hari. Sementara itu gaji sudah diproses manual, dengan tingkat kesalahan tinggi. Dan SAN masih mati. Hari pertama berisi kegagalan. Tapi ini bukan kegagalan terakhir.

Tugas utama Bill, dan seluruh SDM di Parts Unlimited adalah mensukseskan peluncuran Phoenix; yaitu platform lengkap untuk bisnis Parts Unlimited. Platform ini telah dirancang 3 tahun sebelumnya, dan memakan waktu development yang panjang. Brent ditugaskan untuk menjaga proyek penting ini. Namun, sebagai engineer serba bisa, Brent selalu direpoti ratusan gangguan dari direktur hingga staf yang memerlukan berbagai hal dari IT: server yang mati, aplikasi yang berjalan tak semestinya, database yang sering lambat. Brent bekerja keras sepanjang waktu, mengikuti siapa pun yang berteriak paling keras, atau yang punya backing paling tinggi. Sarah Moulton, SVP Retail Operation, yang paling berkepentingan atas Phoenix, terus mengecam Bill yang dianggap mengorbankan Phoenix dengan tak mengerahkan Brent hanya untuk Phoenix. Sementara itu, auditor datang dengan segudang temuan. Ini audit SOX 404. Jika mengikuti persyaratan mereka, Bill harus mengerahkan semua engineer selama setahun penuh.

Pada saat ini Bill harus menjumpai Erik Reid, seorang kandidat komisaris. Ini adalah tokoh yang kemudian jadi mentor Bill. Sepanjang buku ini, Erik terus memberikan clue kepada Bill, dengan berbagai contoh. Namun contohnya selalu mengambang dan mengesalkan Bill. Bill harus berpikir keras untuk dapat memahami apa yang Erik harus sampaikan. Erik memang nyentrik. Tapi hanya itu satu-satunya cara mengajar Bill. Bukan dengan nasehat atau advice saja; melainkan memaksa Bill memecahkan masalah, mengalami kegagalan besar, menumbuhkan semangat kelompok, dan membuat revolusi. Hal-hal yang, menurut Erik, bahkan tak dapat dilakukan Erik sendiri.

Atas teka teki Erik, Bill mulai merumuskan beberapa macam pekerjaan: proyek bisnis, proyek infrastruktur IT, lalu proyek penanganan perubahan, dan satu lagi. Proyek penanganan perubahan cukup jadi lingkaran setan. Semua orang melakukan pekerjaan IT dengan gaya “Just Do It” sambil mengabaikan rantai IT yang panjang. Perubahan pada satu sistem hampir selalu mengakibatkan kerusakan pada sistem lain. Manajemen perubahan memang diabaikan, karena dianggap mengganggu jadwal kerja, jadwal peluncuran produk dan feature, jadwal audit dll. Wow, aku rasa itulah yang salah dengan Qbaca.

Maka peluncuran Phoenix, yang dipaksakan pada tenggat waktu dari Sarah, gagal total. Sistem yang dikembangkan tim Developer di bawah Chris Allers, berjalan baik pada server development, tapi hancur pada server produksi. Sistem baru tidak bisa hidup, dan sistem POS lama tidak berfungsi. Transaksi di seluruh negeri dilakukan manual. Transaksi kartu kredit difaxkan ke kantor pusat. Wow, ini pelanggaran, dan rawan audit. Tanpa dibobol, Phoenix memamerkan nomor kartu kredit customer. Waktu-waktu berikutnya, semuanya memburuk. Semua orang harus menambal dan mengatasi akibat kegagalan Phoenix. Audit, proyek IT, semua berhenti. Mendadak Bill sadar, inilah jenis pekerjaan keempat: pekerjaan yang tak direncanakan. Unplanned work. Pemadam kebakaran. Disebut juga anti-pekerjaan, karena ini jenis pekerjaan yang membuat pekerjaan lain, yang terencana, gagal dilaksanakan.

Secara bertahap, Bill, Patty, Wes melakukan pengelolaan pada penanganan perubahan. Satu hal lain adalah pengelolaan contraint, atau bottleneck. Salah satunya adalah Brent. Brent tidak lagi boleh diperintah semua orang. Ada prosedur bertingkat yang harus dilakukan untuk mengkaryakan Brent. “Semua perbaikan yang dilakukan di luar titik bottleneck pastilah semata ilusi.” Mulai muncul saling percaya pada tim IT. Kerja tim mulai jalan, dengan koordinasi, dan tanpa saling menyalahkan. Bill mulai punya waktu lagi buat keluarga. Tapi saat sistem Bill mulai jalan untuk secara wajar mengatasi situasi gawat, Steve sang Big Boss turut campur, memaksa semua orang punya “sense of crisis” dan melakukan akses komando langsung ke engineer, dan berakibat kekacauan. Bill minta mundur.

Erik turun tangan lagi. Steve, Bill, dan tim IT (Chris, Wes, Patty) membuat pakta saling percaya. Bill mulai mengikuti teladan Erik, memperbaiki struktur kerja IT seolah itu pabrik barang biasa, dengan inventory, work-in-progress. Tim development (Chris), IT operation (Wes, Patty), dan bahkan kemudian IT security (John) mencari titik lemah proses kerja yang terbesar. Lalu membuat terobosan untuk mengubah secara revolusioner. Salah satunya seperti ini. Dilakukan sinkronisasi pada lingkungan development (testing), Q&A, dan deployment (production), sehingga settingnya selalu akan sama. Kemudian program tidak lagi diberikan sebagai source code dari Development, tetapi sebagai sebuah pack yang mencakup semua setting dan data. Masalah deployment dapat ditekan: nyaris semua yang berjalan pada server development akan berjalan sama baiknya pada server produksi. Test dilakukan pada project Unicorn, yang kemudian berhasil gemilang.

Project Unicorn sendiri diambil setelah tim menyadari bahwa “IT bukanlah sebuah departemen, melainkan kecakapan yang harus dimiliki sebuah perusahaan.” Maka tim IT (Development dan Operation) bergerak bagai detektif, menyelidik bidang-bidang lain, hingga ke CEO dan CFO sendiri. Semua requirement dan KPI diterjemahkan menjadi IT requirement. Komunikasi dan feedback dilakukan setiap saat. IT Security menguji sistem terus menerus. Saat Unicorn berhasil meluncur, program promosi bisa diluncurkan, transaksi dapat dilakukan. Server jatuh karena beban yang tinggi. Namun prosedur kerja yang telah diperbaiki memungkinkan hal semacam itu jadi mudah diatasi. Ini jadi titik balik. Setelah itu keberhasilan demi keberhasilan datang pada departemen dan pada perusahaan.

Sekali lagi, sebuah novel umumnya tak dilabeli kata novel dalam judul atau subjudulnya. Jadi ini memang bukan novel. Di dalamnya terdapat banyak prinsip-prinsip, guidance, dan best practice bagi pengelolaan dan pengembangan IT di perusahaan besar; termasuk jebakan-jebakan yang sering terjadi. Tokoh Erik yang digambarkan sangat eksentrik itu pun terlalu sering memberikan petuah yang  mirip kuliah — hal-hal yang tidak mudah disampaikan dalam bentuk cerita. Tapi, seperti novel, buku ini dipadati dengan ketegangan, intrik, kehangatan persahabatan, plus candaan. Dan penuh istilah IT, wkwkwk. Mencerahkan deh.

Dan jauh sebelum buku ini aku tamati, krisis transaksi di Qbaca sudah terselesaikan. Hukum Murphy memang ada. Semua sistem selalu akan bisa salah. Tapi jika kita dapat mengatasi dengan elegan, itu justru jadi hal yang positif buat semuanya. Terima kasih, rekan-rekan di ISC, DSC, dan Access. Kalian keren.

Qbaca: Buku Digital Indonesia

Catatan “Humor Klasik Buat Bisnis” tentu saja memang dibuat dalam masa pengembangan Qbaca. Di awal pengembangan, negosiasi yang menarik — yang menyangkut bentuk produk dan platform — telah dilakukan dengan beberapa kandidat developer, para publisher, hingga para senior di corporate. Sedikit mirip dengan si “calon besan Bill Gates” :). Bahkan di masa awal pembentukan prototype produk (dan platform), kami telah menerima berbagai masukan yang sesungguhnya semuanya bagus dan ideal, namun saling bertolak belakang. Mirip petani dan  anaknya yang membawa keledai. Tapi kami harus memastikan bahwa produk ini bisa menjejakkan kaki di kondisi Indonesia saat ini, sekaligus punya peluang untuk tumbuh ke depan dan menumbuhkan pengembangan konten dan aplikasi digital lain di Indonesia. Yang justru tidak mudah adalah memastikan misi dan strategi produk ini tersampaikan dengan baik, hingga ke ujung senior leader di atas, ke developer yang memiliki standard tersendiri, ke komunitas, ke publisher, dan ke dalam tim sendiri. Agar tak terulang kisah Goh Chok Tong, kita harus benar-benar memastikan misi dan strategi ini tersampaikan ke semua stakeholder. Tapi memang tidak mudah.

Qbaca sendiri dinyatakan resmi diluncurkan pada 9 November 2012, di Teluk Jakarta, bersamaan dengan penyerahan penghargaan Indigo Fellowship 2012. Acaranya sederhana, sesuai bentuk produk yang tidak gemebyar, tapi diharapkan tumbuh dari kecil untuk berkembang membesar melalui aktivitas komunitas.

Event perdana bagi Qbaca adalah di Indonesia Book Fair di Senayan Jakarta, 17-25 November 2012. Dua talk show digelar di panggung utama.

Talk show tanggal 19 November menampilkan Dewi “Dee” Lestari yang didampingi EGM DMM Achmad Sugiarto, mengulas e-Book dari berbagai sudut pandang. Dee sebagai pembaca mengharapkan e-Book bukan hanya sebagai buku yang didigitalkan, tetapi harus diperkaya dengan enhancement yang meningkatkan pengalaman membaca dan berinteraksi. Dee sebagai penulis mengharapkan platform e-Book yang dilengkapi dengan digital security untuk menjamin terjaganya hak penulis dan penerbit buku.

Talk show tanggal 21 November menampilkan CIO Telkom, Indra Utoyo, dalam bedah buku “Manajemen Alhamdulillah” karya beliau yang juga tersedia di Qbaca. Sebetulnya tak ada permintaan khusus untuk memasang buku pejabat Telkom di Qbaca. Kami hanya meminta penerbit (a.l. Mizan Group) untuk memasang beberapa buku best seller mereka ke dalam Qbaca. Ternyata salah satu yang dikirimkan adalah buku “IU” ini. Waktu kami sampaikan terima kasih bahwa buku “IU” ikut dimasukkan, pihak penerbit Mizan juga surprised, karena mereka tidak merasa sengaja memilih buku yang berkaitan dengan Telkom. Bedah buku ini menghadirkan perwakilan dari Mizan Group, IKAPI Pusat, dan MUI. Surprised. IU sendiri menyampaikan paparannya tidak dengan gaya Telkom (hahaha), tetapi sebagai penulis professional yang memiliki passion pada karyanya. “Telkom punya direksi sekelas ulama,” komentar ustadz Irfan Helmi dari MUI Pusat.

Selama pameran, beberapa masukan, dan komentar diterima oleh Tim Qbaca. Mungkin aku akan memberikan komentar satu-per-satu di sini, sekaligus buat bahan diskusi buat menerima lebih banyak masukan lagi buat perbaikan produk milik bersama ini.

EPUB3

Qbaca bukan saja akan memigrasikan buku ke bentuk digital, namun juga akan menjadi platform bagi konten dan aplikasi digital interaktif skala mini untuk dapat dikemas dalam bentuk e-Book, dan didistribusikan dalam Qbaca bookstore. Format yang mutakhir, terbuka, terstandardisasi, dan paling memungkinkan untuk ini adalah EPUB3. EPUB3 memungkinkan konten berupa teks, gambar, animasi, video, suara, dan aplikasi interaktif untuk dimasukkan ke dalam e-Book secara relatif mudah. Dalam konteks buku-buku sekolah, kita dapat menciptakan LKS digital, laporan, eksperimen, tes kemampuan, dll, dalam e-Book berformat EPUB3 ini.

EPUB3 juga, sebagai format standard, dipilih untuk memudahkan para publisher mempersiapkan e-Book sendiri sebelum disubmit ke dalam sistem Qbaca. Berbagai program (mis Pages di Mac) dapat melakukan ekspor ke EPUB. Program gratis seperti Calibre dapat melakukan konversi ke EPUB. Program Sigil dapat digunakan untuk membuat dan mengedit file EPUB.

Namun, file akan dikirimkan ke user dalam bentuk file EPUB3 terenkripsi. Jadi hak-hak penerbit tetap dijaga.

Digital Right

Qbaca harus memastikan bahwa para penerbit dan penulis di Indonesia bersedia bekerja sama, dan menyumbangkan buku untuk didistribusikan di Qbaca. Salah satu hal yang diminta semua penerbit besar saat ini adalah dijaganya digital right. Memang ini jadi melanggar prinsip pribadi yang menyukai konten terbuka. Secara pribadi, semua whitepaper, materi lecture & seminar, dan presentasi, selalu aku bagikan free via web atau jalur lain. Tetapi kita tidak hidup di lingkungan tempat para penulis berpikir seperti penulis O’Reilly (yang sering aku jadikan contoh dalam distribusi buku tanpa DRM), dan pembaca publik di Indonesia pun belum seluruhnya berperilaku seperti sebagian besar segmen pembaca buku-buku O’Reilly. Survei-survei menunjukkan bahwa publik di Indonesia lebih suka mencari konten gratis (termasuk Internet gratis dan listrik gratis, jika memungkinkan), plus suka berbagi konten gratis yang bukan milik mereka sendiri. Belum ada kesadaran menjaga copyright atau copyleft.

Jadi, sampai budaya kita bisa agak berubah, atau sampai para penerbit/penulis bersedia bekerja sama dengan model bisnis tanpa DRM, kita terpaksa masih akan memberlakukan DRM.

Platform

Qbaca akan tetap diarahkan sebagai platform. Bukan hanya berarti Qbaca dapat menampung berbagai konten dan aplikasi yang berbeda sebagai konten yang dijual dan didistribusikan di atasnya, tetapi juga Qbaca akan dikembangkan untuk memungkinkan transaksi dilakukan tidak hanya di sistem Qbaca. Setelah sistem teruji oleh pasar, kita akan mengajak para developer untuk menciptakan aplikasi reader yang terhubung dengan sistem Qbaca, membuat toko digital yang dapat digunakan untuk membeli konten di Qbaca, membuat lini produksi yang dapat langsung melakukan submit konten (e-Book dan konten lain) ke Qbaca, menghubungkan aplikasi dan web dengan Qbaca, dan masih banyak kemungkinan lain.

Kompatibilitas

Pada versi terkini (2.0.0), Qbaca tidak dapat dijalankan pada Jelly Bean (Android 4.1 dan 4.2). Ini memang mengecewakan, terutama bagi kami. Aku sendiri menggunakan Flexi di Samsung Galaxy S3 dengan Android 4.1.1, jadi masih ikut mengalami crash ini. Tim developer menjanjikan  bahwa versi yang berjalan baik di Jelly Bean akan diterbitkan sesegera mungkin.

Versi iOS tetap dijadwalkan terbit pada bulan Desember. Waktunya memang mendesak, sementara Apple approval memerlukan waktu tak sedikit. Mohon kesabaran sedikit dari para penganut “Think Different” :).

Versi Blackberry masih di luar rencana. Tapi kami berharap RIM benar-benar mewujudkan harapan kita semua untuk memungkinkan aplikasi Android dijalankan di atas OS Blackberry 10.

User Interface

User Interface Qbaca masih jauh dari memuaskan. Kami masih terus memperbaikinya. Kami telah meminta masukan dari para blogger dan anggota komunitas pembaca buku serta komunitas penggemar gadget. Ada banyak masukan, dan beberapa di antaranya bertolak belakang. Misalnya, ada yang memilih halaman depan hanya diisi cover tanpa deskripsi, namun banyak yang juga mengharapkan deskripsi tetap ditampilkan. Tim kami terus memilah, melakukan eksperimen, dan memperbaiki user interface ini.

Buku Yang Terbatas

Sebagian besar penerbit yang telah memiliki perjanjian kerja sama dengan Qbaca masih memerlukan waktu lebih panjang untuk mempersiapkan konten EPUB. Umumnya mereka melakukan layout dengan In-Design atau program lain yang belum dapat menyimpan hasil seperti yang diharapkan, dalam format EPUB3. Tapi konten-konten baru saat ini terus-menerus ditambahkan.

Penulis Indie

Sebagai corporate yang memang masih mengemban sisa-sisa masa lalu, Telkom belum cukup luwes untuk bekerja sama dengan individual. Revenue sharing baru dapat dilakukan dengan badan hukum :). Namun Qbaca akan membuka kerjasama dengan pihak ketiga untuk menerima naskah dari penulis indie; sehingga naskah dapat diformatkan menjadi EPUB3, dan disubmit ke sistem Qbaca, plus dilakukan revenue share dengan cara yang tetap memenuhi persyaratan bagi semua pihak.

Tambahan

Beberapa situs / news / blog yang mengulas Qbaca:

News / Journal: Daily Social | Tempo | TribunTelkom Speedy | Mizan
Blog: Nike Rasyid | Fera Marentika | Bambang TrimHindraswari EnggarDaily Andro
Qbaca: Site | Twitter | Facebook | Google Playstore | Mail

« Older posts

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑