Author: Koen (Page 36 of 87)

Loebis di Kamp NAZI

Buku ini berjudul Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi NAZI. Autobiografi dari Parlindoengan Loebis. Dibeli sambil menunggu hasil X-Ray di Borromeuz, pada 26 Oktober 2006 (H+3).

Loebis berangkat ke Negeri Belanda untuk belajar Kedokteran, setelah lulus Kandidat I di Betawi (begitu dia menuliskannya). Semasa di Betawi, ia sempat aktif di Jong Islamieten Bond dan Jong Batak, yang kemudian bersama perhimpunan mahasiswa lain (selain Jong Java) bersatu membentuk PPPI dan Indonesia Moeda. Di Leiden, tak lama ia direkrut Perhimpoenan Indonesia. Sepeninggal Hatta cs, PI bersifat kekirian, dengan garis Stalinis yang jelas. Sempat Loebis menjadi ketua, selama 3 tahun, dan membawa PI ke arah yang tak begitu kiri. Kerjasama dengan Partai Komunis Belanda dihentikan, dan digantikan dengan kerjasama dengan Partai Sosialis (SDAP).

loebis.jpgTapi kemudian PD II pecah. Mei 1940, saat Jerman bergerak ke barat, Belanda menyerah nyaris tanpa perlawanan. Dan bahkan kemudian kehidupan masih tampak normal dalam pendudukan Jerman. Sebelum serangan Jerman pun, partai NSB pro Jerman pernah memperoleh suara cukup besar (separuh suara) dari rakyat Belanda. Selama pendudukan Jerman ini, Loebis sempat lulus di Leiden, menikah di Haarlem, menjajagi bekerja di Utrecht, dan akhirnya membuka praktek di Amsterdam. Tapi kemudian, 26 Juni 1941, dua orang reserse Belanda menjemputnya. Loebis dipenjarakan, dan kemudian dipindahkan ke Kamp Konsentrasi. (Baru pada tahun 1945, Loebis mengetahui alasan penahanannya: Jerman baru membuka front baru melawan Sovyet, dan para aktivis gerakan pro komunis ditakutkan menjadi partisan di belakang front).

Kamp Konsentrasi yang pertama dihuni adalah Kamp Schoorl. Di sini, tawanan belum disuruh bekerja, tetapi hanya disuruh apel dan berolah raga. Kemudian seluruh isi kamp ini digabungkan ke Kamp Amersfoort. Di sini, tawanan memperoleh perkerjaan konstruksi, termasuk memasang kawat berduri. Juga mulai sering disiksa secara kejam, baik oleh orang Jerman, maupun terutama oleh orang NSB.

Loebis kemudian dipindahkan ke Kamp Buchenwald di Jerman. Di sini Loebis mulai kehilangan harapan untuk dibebaskan, kecuali perang berakhir dengan kekalahan Jerman. Ia memutuskan untuk hidup secara efisien dan tanpa hati, untuk bertahan hidup selama mungkin. Di Buchenwald, mereka membuka hutan di pegunungan berkabut, memecah batu, membuat barak, saluran air, listrik, bengkel, dll, selama 7 hari seminggu, 14 jam sehari. Tawanan sering dipukuli, bahkan hingga mati. Tawanan yang mengobrol ditembak.

Namun kemudian Loebis dipindahkan lagi, pada Oktober 1942, ke Sachsenhausen, ke instalasi pabrik pesawat perang Heinkel. Di sini situasi lebih baik. Kamp lebih difokuskan pada pekerjaan teknis, biarpun kekejaman masih berlangsung, dan menyita nyawa manusia segala bangsa di sana. Kali ini, Loebis ditugaskan sebagai dokter kamp, sehingga tugasnya lebih ringan. Loebis jarang mengulas tentang Yahudi. Ia beralasan bahwa barangkali para Yahudi dipisahkan, dan ditempatkan di kamp tersendiri. Atau barangkali … entahlah.

Saat akhirnya pasukan sekutu berhasil masuk ke Jerman, Kamp kacau. Para tawanan dan penjaga membentuk barisan tak teratur yang terus bergerak ke barat. Tawanan yang keluar barisan langsung ditembak di belakang kepala. Tapi banyak juga penjaga yang juga lari memisahkan diri. Mereka akhirnya berhenti di kampung Grabouw. Sempat barisan dari kamp lain bergabung. Dan akhirnya tentara Russia masuk juga ke kampung itu. Mereka resmi lepas dari tawanan. Tapi perlu waktu untuk memulihkan diri, dan mencari cara untuk lepas dari kawasan Russia, menyeberangi sungai Elbe, masuk ke kawasan Sekutu Barat, dan akhirnya kembali ke Belanda dengan kereta ke Maastricht, lalu naik mobil ke keluarganya di Amsterdam.

Namun, nun di timur, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dan pada akhir 1945, berita itu mulai terdengar masyarakat Indonesia di Belanda. Loebis dkk langsung menyatakan diri bagian dari Republik Indonesia yang merdeka, dan kekikukan kemudian terjadi lagi. Sempat ada Kongres Pemuda Demokrat Sedunia di Cekoslovakia, dan Loebis ingin menghadiri kongres ini, atas nama Indonesia. Tentu Belanda tak memberikan pass, tetapi atas bantuan Inggris, Loebis bisa berangkat. Sambutan untuk Indonesia amat meriah, membuat berang para pemuda Belanda. Loebis kembali ke Belanda menumpang tim Belgia. Pemerintah Belanda akhirnya memperbolehkan orang Indonesia kembali ke negerinya. Namun dengan status sebagai NICA. Banyak yang mengira bahwa ini adalah support yang baik, karena tidak menyadari bahwa NICA justru memusuhi Pemerintah Indonesia Merdeka. Loebis sempat menyadari, dan memberi peringatan kepada lainnya. Namun saat ia bertolak pulang, ia diberi juga pangkat Mayor NICA, yang tentu ia tolak. Ia mengambil status sebagai dokter kapal, dan dalam status itu sempat menyelundupkan Dr Setia Boedi (Douwes Dekker) kembali ke Indonesia.

Di Indonesia, Loebis meneruskan karir sebagai dokter, dan menolak berpolitik. Bekerja sebagai dokter di PT Timah, Belitung. Zaman kaum komunis Indonesia bangkit, Loebis difitnah dan dipensiunkan dini, karena dianggap tak mau mendukung kaum komunis. Tapi ia tetap tinggal di Belitung. Saat istrinya meninggal, baru ia pindah ke Jakarta. Loebis meninggal di ujung tahun 1994, nyaris tanpa perhatian dari bangsa kita.

Kembali Fitri

Bisakah?

Ah, waktu menderas tanpa ampun, dan bisik nurani mesti diabaikan. Kembali ke fitri? Cecita yang indah. Seperti saat di bening malam kita menatap jernih cecahaya bintang, sambil sadar bahwa kita tak mungkin menjangkaunya.

Tapi … tak mungkin? Kenapa mesti tak mungkin? Kenapa terus mengingkari bahwa kita juga satu dari makhluk2 bercahaya. Satu dari jiwa yang diciptakan cemerlang, mengisi ruang semesta ini, menciptakan satu dari semua cerita para bintik cahaya dengan keragaman yang arif. Dan dari segala kisah itu, kesenadaan tak lebih dari pengulangan yang membosankan. Gemerlap kita justru saat kita mengisi semesta dengan keajaiban2 dari keunikan. Dan untuk itu, nurani bukan lagi hal yang harus didengarkan dalam hening, tetapi sesuatu yang berpijar saat semangat hidup membakar jiwa kita.

Maka … selamat kembali mengenali kefitrian kita. Maaf, tanpa SMS :), karena aku dapat menangkap pijar hati kita semua dari mana aku berada. Dan mudah2an pijarku pun dapat tertangkap di hati Anda semua. Maaf juga, tanpa ucap “Maaf Lahir Batin,” karena bahasa kita adalah bahasa cahaya, bukan lagi bahasa kata-kata. Jiwa2 yang fitri, Insya Allah, Sang Maha Cahaya akan terus menggetari hati kita agar terus cemerlang bercahaya.

Huma di Atas Bukit

Seribu rambutmu yang hitam terurai
Seribu cemara, seolah menderai
Seribu duka nestapa di wajah nan ayu
Sejuta luka yang nyeri di dalam dadaku

Lagi melankolik? Bukan, wekk. Malah lagi riang: abis menemukan tiga CD God Bless dalam kunjungan singkat di DiscTarra Dago. Duh, kalau sengaja dicari, nggak pernah keliatan. Penerbitan sekaligus tiga CD ini mirip beberapa saat lalu, waktu tiga CD Karimata juga diterbitkan sekaligus. Dan menimbulkan perasaan yang sama: perasaan balik ke SMA :). Oh ya, Kantata Taqwa juga sempat terbit versi CD-nya, belum lama ini.

cd-godbless.jpg

Masih aku bertahan
Walau kupaksakan
Sampai batas waktu
Keadilan datang

Mau gagah tapi malah cengeng :). Tapi memang sense-nya agak2 gitu tahun2 itu. Dan dibanding kelompok musik cadas Indonesia masa kini, mmm, haha. Udah ah, ntar dibilang auld-lang-syne syndrome. Yang jelas sih, aku nggak punya minat beli CD para rocker Indonesia masa kini. Indie masih mending. Oh ya, CD yang baru terbit itu betul2 dari angkatan yang aku cari: akhir 1980-an, bukan yang 1970-an (masih mentah –hihi) maupun 1990-an (mulai decline –sorry). Mungkin BR bisa mulai berharap lagu2 klasik kesayangannya diterbitkan dalam CD juga. Mudah2an beliau seberuntung aku :).

Sepinya hidup dalam penjara
Tak juga hilangkan
Rasa sesal dan rasa bersalah

Timbal

Ada ceritanya kenapa administrasi Amerika suka menamai dirinya sebagai Leader of the World. Kita mulai dari seorang Thomas Midgley, seorang ahli mesin yang mendadak suka bereksperimen dengan kimia. Saat bekerja di General Motors tahun 1921, ia menemukan bahwa senyawa tetraethyl lead mampu mengurangi gejala ketukan pada mesin. Waktu itu lead (timbal) sudah diketahui sebagai unsur beracun. Neurotoxin. Sedikit berlebihan terpapar olehnya, dapat terjadi kerusakan otak dan jaringan syaraf pusat yang tak dapat diperbaiki. Gejala yang lebih ringan meliputi kebutaan, gagal ginjal, dan kanker. Menyadari bahaya timbal, pada tahun 1923, tiga perusahaan (General Motors, Du Pont, dan Standard Oil of New Jersey) membentuk perusahaan bernama Ethyl untuk memproduksi tetraethyl lead sebagai aditif bagi bahan bakar mobil. Nama Ethyl digunakan untuk menyembunyikan nama Lead, tentu. Pada hari2 pertama produksi, sejumlah karyawan mengalami keracunan. Beberapa meninggal. Namun Ethyl menyembunyikan fakta ini. Midgley bahkan menampakkan diri di depan wartawan sambil mencium senyawa TEL (begitu mereka mengkodekan nama senyawa ini, menyembunyikan nama lead). Tentu, kalau jauh dari wartawan, Midgley sangat2 menjauhkan diri dari TEL.

Kita beralih ke seorang geolog, Clair Patterson, yang sedang berproyek mengukur usia bumi. Dia menggunakan metode pengukuran isotop timbal, diambil dari batuan tua, di lab yang steril. Batuan tua sulit ditemukan di bumi (karena pergeseran lempeng benua). Patterson bergagasan untuk mengukur meteorit saja. Toh, meteorit itu terbentuk pada saat yang kurang lebih sama dengan planet2. Kesalnya, semua batuan, baik batuan tua dan meteorit, tercemar timbal. Maka Patterson membangun lab steril itu. Tahun 1953, analisis spektrum kristalnya akhirnya menghasilkan angka usia bumi: 4550 juta tahun (plus minus 70 juta tahun) — angka yang diakui para ilmuwan hingga 50 tahun kemudian.

Tapi lalu Patterson mengalihkan perhatian pada timbal, yang sempat mencemari eksperimennya. Kok bisa, katanya, orang tidak tahu bahwa udara kita sudah sedemikian tercemarnya oleh timbal. Ada beberapa studi kesehatan yang pernah dilakukan (tapi disponsori oleh industri tetraethyl lead, eh TEL). Misalnya bahwa kadar timbal dalam keluaran manusia amat minim. Penelitian ini tentu menyesatkan, karena sebenarnya timbal tidak dibuang: dia tersimpan permanen dalam darah dan tulang makhluk hidup, yang tidak diukur dalam penelitian itu.

Patterson melakukan pengukuran di lapisan es di Greenland. Lapisan es itu mirip lapisan pada kayu pohon: ada garis tahun yang dibentuk oleh perbedaan cuaca pada musim panas dan musim dingin. Penelitian Patterson menunjukkan: nyaris tidak ada timbal di atmosfir sebelum 1923, tetapi kemudian kadar timbal meningkat cepat memasuki konsetrasi yang membahayakan.

Penemuan Patterson segera mempengaruhi karirnya. Orang Ethyl ada di mana2, dari Mahkamah Agung hingga pimpinan National Geograpic Society. Dana risetnya dibatalkan oleh lembaga2, dari lembaga swasta hingga lembaga yang berafiliasi ke pemerintah. Caltech (tempat bekerja Patterson) ditekan untuk mengeluarkan Patterson. Terakhir, dia juga dikeluarkan dari komisi Dewan Riset Nasional, pada 1971. Tetapi khalayak terlanjur paham apa yang terjadi, dan membentuk tekanan2 tersendiri. Maka pada tahun 1986, tetraethyl lead dilarang digunakan dalam BBM. Kadar timbal dalam darah orang Amerika pun turun 80%. Tetapi karena timbal tak dibuang, kadar itu tetap 600 kali lebih tinggi daripada orang abad sebelumnya. Timbal kemudian juga dilarang masuk ke cat rumah. Dan tahun 1993, timbal dilarang masuk ke komponen kemasan makanan. Di Indonesia, kita turut menikmati pembebasan ini dengan hilangnya Bensin Super, dan kemudian masuknya Premix dan kemudian Pertamax. Ethyl tak lagi memproduksi BBM, tetapi di laporan tahunannya, dia masuk membukukan penjualan TEL.

Clair Patterson meninggal tahun 1995. Tanpa penghargaan resmi apa pun (termasuk untuk keberhasilan menentukan usia bumi). Dan bahkan namanya jarang dikenal. Jujur deh, Anda pernah mendengar nama ini sebelumnya? Thomas Midgley sendiri meninggal tahun 1944. Tetapi sebelum meninggal, ia sempat menciptakan satu lagi bencana permanen bagi bumi: CFC, si perusak ozon. Jika timbal abadi di manusia, CFC abadi nun di lapis atmosfir di atas sana, aktif melubangi ozon, dan membiarkan ultraviolet kosmis membunuhi makhluk bumi. Terima kasih atas riset2 orang Amerika yang disponsori kalangan industri. We sincerely call you the LEADers of the world.

ACCU Second Reminder

ACCU Renewal Time, judulnya. Second reminder. ACCU adalah komunitas Programmer C/C++ dan semacamnya (C# dan Java disebut2 juga). Beberapa tahun terakhir ini, nama Wastuwibowo K tercatat sebagai satu2nya warga Indonesia yang menjadi member. Tidak lagi. Diabaikannya Second Reminder ini, berarti menghilangnya nama ini dari daftar member. Dan berarti hilangnya nama Indonesia juga. Tentu, bangsa Indonesia tidak kehilangan apa pun :). Tapi, seandainya ada yang berminat tetap mempertahankan nama Indonesia di komunitas ini, bergabunglah. Kunjungi site ACCU di www.accu.org, yang sudah terdegradasi jadi mesin Xaraya dengan Ad-Sense (duh).

Aku sebenernya masih C Coder. Hanya tidak punya waktu untuk terus mempertahankan diri menjadi member.

Protagoras dan Gödel

Socrated memarahi Protagoras, gara2 filsuf yang terakhir ini memungut biaya pengajaran dari murid2nya, untuk hal mana Protagotas menanggapi “Kalau murid2ku tidak menerima ilmuku dengan baik, aku akan mengembalikan uang mereka.” Di sini kelucuan bisa dimulai.

Misalkan seorang murid, eh dua saja deh, mendatangi Protagoras. Yang pertama minta uangnya dikembalikan. Protagoras bertanya, “Bisa menjelaskan kenapa saya harus mengembalikan uangmu?” Lalu si murid berargumentasi menjelaskan, dan Protagoras menanggapi: “Kamu sudah bisa menggunakan dialektika dengan baik. Maka uangmu tak bisa dikembalikan.” Murid 1 keluar dan murid 2 masuk dengan permintaan yang sama. Kembali Protagoras bertanya, “Bisa menjelaskan kenapa saya harus mengembalikan uangmu?” Murid yang ini terdiam sesaat, lalu menggeleng. Protagoras pun mengembalikan uang murid yang ini.

Jadi aturannya: claim hanya dapat dipenuhi jika alasannya tak dapat dijelaskan.

protagoras.jpg

Tapi misalkan kita mendatangi lembaga DPR Republik BBM, di mana setengah anggotanya selalu jujur dan benar dan setengahnya lagi maniak pembohong yang ngaco. Dan katakanlah kita sebagai peneliti hanya bisa menyatakan hal yang valid dan benar. Tetap ada hal2 yang tidak bisa kita buktikan. Misalnya seorang anggota yang jujur menemui kita, dan berkata “Anda tidak bisa membuktikan bahwa saya jujur.” It’s OK, karena toh tak terlalu jelas bedanya orang jujur dan tidak. Tetapi masalahnya, jika kita tahu dia memang jujur, maka yang dia katakan adalah benar, dan berarti kita bisa membuktikan, dan artinya pernyataan dia salah (bahwa kita tidak bisa membuktikan). Maka, memang akhirnya statement itu jadi tak terbuktikan.

Trus dari sini kita bisa keterusan lari ke Teori Ketidaklengkapan Gödel. Tapi sementara ini, nggak keterusan dulu deh. Weekend gini mau ada rapat juga loh.

Taqwa

Berpuasa mentransformasikan iman menjadi taqwa. Mengunjungi salah satu weblog BR, aku ingat pernah mengkompilasi tulisan tentang taqwa, dan dipasang di sebagai Materi Tarbiyah di website KTPDI. Di bawah ini adalah cuplikannya, diambil tanpa izin pengurus Isnet masa kini. Artikel lengkapnya ada pada link ini: Taqwa (Materi Tarbiyah).

Taqwa adalah salah satu istilah kunci dalam Al-Qur`an. Namun tidak terlalu mudah untuk memaparkan arti taqwa. Umumnya taqwa didefinisikan sebagai takut pada Allah (atau God-fearing) yang ditandai dengan menjauhi segala larangan-Nya dan menjalankan semua perintah-Nya. Namun dalam Al-Qur`an, kata takut telah memiliki padanan, yaitu khasyiya dan khawf. “Dan hendaklah orang-orang takut (khasyyah) seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. 4:9)

Nampak bahwa ada nuansa perbedaan antara takut dan taqwa. Taqwa lebih cenderung kepada suatu sikap etika. Orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk Allah justru akan dijauhkan dari ketakutan atau suasana ketakutan. “… Sesungguhnya akan datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, akan lenyap segala ketakutan (khawf), dan ada pula kesusahan.” (QS. 2:38)

“Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan: Rabb kami ialah Allah, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.” (QS. 46:13)

Kurang tepat jika taqwa diterjemahkan dengan sesuatu yang mengandung kata fearing. Hamka justru menyatakan bahwa kata taqwa justru mengandung kesan berani dan melawan takut. Maka akan lebih tepat untuk menafsirkan taqwa sebagai lurus. Mutaqqin, orang yang bertaqwa, orang yang lurus (righteous) pada jalan Allah. Orang yang tidak menyimpang dari jalan Allah.

Di dalamnya, kita akan mendapati sikap menghindari kerusakan, menangkal kejahatan, dan kehati-hatian. Orang yang bertaqwa adalah orang yang memiliki mekanisme atau daya tangkal terhadap penyimpangan yang merusak diri sendiri dan orang lain. Sikap taqwa dibentuk dengan mensucikan diri dan pikiran, seperti yang ditegaskan dalam QS. 91 (As-Syams) berikut :

  1. Demi matahari dan kilaunya,
  2. dan bulan apabila mengiringinya,
  3. dan siang apabila menampakkannya,
  4. dan malam apabila menutupinya,
  5. dan langit serta pembinaannya,
  6. dan bumi serta penghamparannya,
  7. dan jiwa serta Ia (Allah) yang menyempurnakannya,
  8. dan mengilhamkan padanya kefasikan dan ketaqwaan,
  9. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
  10. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Cimahi

GajahmadaC4.jpg

Ada Jalan Gajahmada di Cimahi. Dulu. Mudah2an sekarang belum diubah namanya. Ada lapangan luas di sana. Dulu. Sekarang sebuah masjid anggun bertahta di atasnya. Ada bocah bandel yang suka berlarian di atas lapangan. Menangkap ulat dan cacing. Menunggui kakaknya pulang sekolah. Atau bahkan berkeliling naik becak tanpa izin ortu. Dulu. Sekarang ia sedang mencari dirinya di atas genangan kenangan.

Cimahi.

Aku sedang mencari lagi diriku. Dimulai dari sebuah kenangan yang menguat jadi kekangenan. Dan ziarah. Makam itu sudah bercungkup. Nama yang begitu aku kagumi terukir di atasnya. Kusentuh halus nama itu, dan kubiarkan tangan berdebu itu kemudian mengusap kepalaku. Dan hatiku.

Maafkan aku. Ternyata masih cengeng. Berhasil menahan tangis. Tapi sambil tersendat juga doa. Doa melaju antara hentak hati, dan kerinduan yang masih juga dalam. Besok Ramadhan. Dua Ramadhan yang lalu …

Besok Ramadhan. Aku harus melangkah lagi. Adakah langkahku menuju ridlaNya? Atau sekali lagi hanya bermain dalam teka teki indahNya? Apa pun. Yang aku tahu: aku harus melangkah. Dan esok ada langkah baru.

Saroyan Lagi

Dan kuda putih lagi. Yang ditunggangi pagi itu oleh sepasang kakak beradik di negeri Armenia itu. Tercekat si adik melihat seorang tetangganya memergoki mereka bersama kuda putih itu. Tapi si kakak menenangkan.

Tapi tentu, si tetangga lebih tercekat lagi. Dihampirinya kuda itu. Benar-benar mirip kudanya yang hilang bulan sebelumnya. “Kalau aku tak mengenal kalian, tentu aku berani bersumpah bahwa ini kudaku yang hilang bulan lalu. Duhai, betapa miripnya.” Ia membuka mulut si kuda, dan mengamati giginya. “Bahkan gigi-giginya pun serupa benar. Aku hampir berani bersumpah.

Tapi aku mengenal keluarga kalian. Aku lebih mempercayai hatiku daripada mataku. Barangkali saja kuda itu memiliki saudara kembar juga. Selamat jalan, sahabat-sahabat mudaku.” Lalu ia berlalu. Kuda yang dicuri itu akhirnya kembali di suatu pagi yang lain. Lebih sehat dan lebih jinak.

Cerita yang aku baca dari zaman SMA ini (zaman ketika seorang guru mengatakan bahwa pandangan mataku selalu tajam) terlalu lama membekas. Tentu aku tak bisa mengharapkan punya sahabat yang lebih mempercayai hatinya daripada matanya. Sahabatku manusia, bukan malaikat :). Tapi setidaknya, untuk sahabat-sahabatku, aku masih akan lebih mempercayai hatiku daripada mataku. Setajam apa pun mataku kata pak guru itu. Ke mana ya beliau?

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑